User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:1034pj.3222004
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              5 November 2004
 
                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 1034/PJ.322/2004

                            TENTANG

       PERMOHONAN PENJELASAN PENGENAAN PPN DAN PPh ATAS KERJA SAMA OPERASIONAL 
              BIDANG PELAYANAN MEDIS BERUPA FOTO RONTGEN

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 29 April 2003 perihal dimaksud pada pokok di atas, 
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam surat tersebut dan lampirannya disebutkan bahwa:
    a.  PT ABC menjalin hubungan Kerja Sama Operasional (KSO) dengan sistem bagi hasil bidang 
        pelayanan medis berupa Foto Rontgen dengan Rumah Sakit Umum Daerah XYZ (RSU XYZ) 
        dengan perincian sebagai berikut
        1)  RSU XYZ menyerahkan pekerjaan kerjasama bagi hasil kepada PT. ABC yaitu 
            penyerahan dan pemasangan peralatan berupa:
            a)  Satu unit X-ray machine multi purpose with image intensifyng + TV Monitor 
                (500 mA);
            b)  Satu unit X-ray machine portable;
            c)  Automatic Processor type HQ-435 xm;
            d)  Accessories Radiologi
            e)  Bahan habis pakai (film, bahan kimia (chemical) dan bahan kontras); dan
            f)  Bahan baku.
        2)  RSU XYZ menyediakan lahan tempat beroperasinya peralatan tersebut, listrik dan air.

    b.  Berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama Bagi Hasil Unit Radiologi antar RSU XYZ dengan 
        PT ABC Nomor : XXX dan Nomor XXX tanggal 4 Pebruari 2002 beserta lampirannya antara     
        lain disebutkan bahwa :
        1)  RSU XYZ berkewajiban menyediakan lahan tempat beroperasinya peralatan tersebut, 
            yaitu di Instansi Radiologi Rumah Sakit Umum XYZ dan menyerahkan wewenang 
            pengelolaan/pengoperasian peralatan tersebut kepada PT ABC sebagai pelaksana 
            PT. ABC dan RSU XYZ.
        2)  PT ABC berkewajiban menyerahkan semua peralatan dan perlengkapan kepada RSU 
            XYZ pada tempat yang telah ditentukan, menanggung beban dan tanggung jawab 
            biaya serta resiko pengangkutan peralatan ke tempat tersebut dan melakukan 
            perawatan dan perbaikan semua peralatan beserta kelengkapannya serta 
            menanggung biayanya, mengadakan suku cadang atau suku cadang pengganti dari 
            peralatan yang digunakan tersebut selama jangka waktu berlakunya perjanjian 
            kerjasama.
        3)  Cara pembagian Hasil dari jumlah pasien yang melakukan pemeriksaan di RSU XYZ 
            adalah sebagai berikut:
            -   Bagian RSU XYZ sebesar 25% dari pasien fee, yaitu biaya yang harus 
                dibayar pasien untuk mendapatkan pelayanan pemeriksaan Radiologi dan 
                tidak termasuk biaya-biaya di luar pemeriksaan Radiologi.
            -   Bagian PT. ABC sebesar 75% dari pasien fee, dengan ketentuan pajak-pajak 
                yang berkenaan dengan bagi hasil ini ditanggung masing-masing pihak 
                sesuai dengan bagian yang diterima.
        4)  PT. ABC adalah pemilik sah atas alat-alat kesehatan selama berlangsungnya 
            perjanjian bagi hasil, namun setelah jangka waktu perjanjian bagi hasil berakhir yaitu 
            setelah 10 tahun sejak alat-alat kesehatan tersebut beroperasi, maka PT ABC akan 
            menghibahkan alat-alat kesehatan tersebut kepada RSU XYZ atau PT ABC akan 
            menggantikan alat-alat kesehatan tersebut dengan produksi teknologi terakhir.

    c.  Berkaitan dengan hal tersebut di atas Saudara mohon penjelasan pajak apa saja yang harus 
        dibayar atas Kerja Sama Operasi tersebut sebelum bagi hasil dibayarkan kepada masing-
        masing pihak yang bersangkutan.

2.  Ketentuan-ketentuan perpajakan yang berhubungan dengan permasalahan tersebut di atas adalah:
    a.  PAJAK PENGHASILAN
        1)  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan 
            sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 
            (UU PPh), antara lain diatur bahwa :
            a)  Pasal 4 ayat (1)    :   yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu 
                            setiap tambahan kemampuan ekonomis yang 
                            diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang 
                            berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, 
                            yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk 
                            menambah kekayaan Wajib Pajak yang 
                            bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk 
                            apapun;
            b)  Pasal 4 ayat (3) 
                huruf a.2)  :   Yang tidak termasuk Objek Pajak antara lain adalah 
                            harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah 
                            dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh 
                            badan keagamaan atau badan pendidikan atau 
                            badan sosial atau pengusaha kecil termasuk 
                            koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
                sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau 
                penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
            c)  Pasal 10 ayat (4) 
                huruf b         :   Apabila terjadi pengalihan harta yang tidak 
                            memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam 
                            Pasal 4 ayat (3) huruf a, maka dasar penilaian bagi 
                            yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar 
                            dari harta tersebut.
            d)  Pasal 23 ayat (1) 
                huruf c angka 1):   Atas penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain 
                            sehubungan dengan penggunaan harta yang 
                            dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, 
                            Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara 
                            kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan 
                            perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak 
                            dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong 
                            pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 
                            15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan 
                            neto;
            e)  Pasal 25 ayat (1):  Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak 
                            berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak 
                            untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak 
                            Penghasilan yang terutang menurut Surat 
                            Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 
                            pajak yang lalu dikurangi dengan :
                            i.  Pajak Penghasilan yang dipotong 
                                sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan 
                                Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang 
                                dipungut sebagaimana dimaksud dalam 
                                Pasal 22; dan
                            ii. Pajak Penghasilan yang dibayar atau 
                                terutang di luar negeri yang boleh 
                                dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam 
                                Pasal 24;
            dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

        2)  Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-170/PJ./2002 tanggal 
            28 Maret 2002 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana 
            Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) huruf c UU PPh, antara lain diatur bahwa :
            a)  Pasal 2 huruf a: Penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan 
                dengan penggunaan harta, dan imbalan jasa yang dipotong PPh Pasal 23 
                sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto adalah 
                sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
            b)  Lampiran I angka 1: besarnya perkiraan penghasilan neto atas penghasilan 
                berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 
                adalah 40% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN

    b.  PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
        1)  Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai 
            Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah 
            beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 diatur 
            antara lain:
            a)  Pasal 1 angka 17    :   Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah 
                                Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai 
                                Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan 
                                dengan Keputusan Menteri Keuangan yang 
                                dipakai sebagai dasar untuk menghitung 
                                pajak yang terutang.
            b)  Pasal 1 angka 18    :   Harga Jual adalah nilai berupa uang, 
                                termasuk semua biaya yang diminta atau 
                                seharusnya diminta oleh penjual karena 
                                penyerahan Barang Kena Pajak, tidak 
                                termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang 
                                dipungut menurut Undang-undang ini dan 
                                potongan harga yang dicantumkan dalam 
                                Faktur Pajak.
            c)  Pasal 1A ayat (1) huruf a 
                beserta penjelasannya   :   yang termasuk pengertian penyerahan 
                                Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak 
                                atas Barang Kena Pajak karena suatu 
                                perjanjian. Perjanjian yang dimaksudkan 
                                dalam ketentuan ini meliputi jual beli, tukar 
                                menukar, jual beli dengan angsuran, atau 
                                perjanjian lain yang mengakibatkan 
                                penyerahan hak atas barang.
            d)  Pasal 4 huruf a dan 
                huruf c         :   Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas 
                                penyerahan Barang Kena Pajak di dalam 
                                Daerah Pabean yang dilakukan oleh 
                                Pengusaha dan penyerahan Jasa Kena 
                                Pajak di dalam Daerah Pabean yang 
                                dilakukan oleh Pengusaha.
            e)  Pasal 4A ayat (1)   :   jenis barang yang tidak dikenakan pajak 
                                berdasarkan Undang-undang ini ditetapkan 
                                dengan Peraturan Pemerintah.
            f)  Pasal 16D       :   Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas 
                                penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena 
                                Pajak yang menurut tujuan semula aktiva 
                                tersebut tidak untuk diperjualbelikan, 
                                sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang 
                                dibayar pada saat perolehannya dapat 
                                dikreditkan.

        (2) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan 
            Jasa Yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai diatur antara lain
            a)  Pasal 1     :   alat-alat kesehatan (rontgen, automatic processor, 
                            accessories, bahan habis dipakai, dan bahan baku) 
                            tidak termasuk barang yang tidak dikenakan PPN;
            b)  Pasal 5 huruf a jo 
                Pasal 6     :   termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak 
                            Pertambahan Nilai adalah jasa di bidang pelayanan 
                            kesehatan medik berupa :
                            i.  Jasa dokter umum, dokter spesialis dan 
                                dokter gigi;
                            ii. Jasa dokter hewan;
                            iii.    Jasa ahli kesehatan seperti akupunktur, ahli 
                                gizi, dan fisioterapi;
                            iv. Jasa kebidanan, dukun bayi;
                            v.  Jasa paramedis, perawat; dan
                            vi. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik 
                                kesehatan, laboratorium kesehatan dan   
                                sanatorium.
        (3) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 146 TAHUN 2000 tentang impor dan atau 
            Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Jasa Kena Pajak Tertentu yang 
            Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah 
            dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 TAHUN 2003 diatur bahwa alat-alat kesehatan 
            tidak termasuk dalam jenis-jenis Barang Kena Pajak Tertentu, yang atas impor dan 
            atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

        (4) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tentang Impor dan atau 
            Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan 
            dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah 
            terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2003 diatur bahwa alat-alat 
            kesehatan tidak termasuk dalam jenis-jenis Barang Kena Pajak Tertentu yang 
            Bersifat Strategis, yang atas impor dan atau penyerahannya Dibebaskan dari 
            Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

        (5) Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain 
            Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan 
            Menteri Keuangan Nomor: 251/KMK.03/2002 diatur antara lain:
            a)  Pasal 1 :   Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud 
                        dengan Nilai Lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan 
                        sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
            b)  Pasal 2 
                huruf f :   Nilai Lain untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak 
                        untuk diperjualbelikan sepanjang Pajak Pertambahan Nilai 
                        atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat 
                        dikreditkan adalah harga pasar wajar.

3.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 
    1, dengan ini ditegaskan bahwa:
    a.  Sepanjang RSU XYZ tidak melakukan penyewaan unit Radiologi dari PT. ABC, maka atas 
        penghasilan dari bagi hasil Kerja Sama Operasional (KSO) tidak dikenakan pemotongan Pajak 
        Penghasilan Pasal 23 karena dalam KSO unit Radiologi yang menjadi penyewa/pengguna jasa 
        adalah pasien (orang pribadi bukan pemotong pajak PPh Pasal 23). Masing-masing wajib 
        pajak dalam KSO (PT. ABC dan RSU XYZ) menghitung dan membayar sendiri Pajak 
        Penghasilan yang terutang melalui angsuran PPh Pasal 25 dan penyampaian SPT Tahunan 
        Pajak Penghasilan Badan sesuai ketentuan yang berlaku.
    b.  Atas penyerahan jasa kesehatan kepada pasien tidak terutang PPN.
    c.  Atas penyerahan Jasa Kena Pajak berupa jasa pengelolaan Instalasi Radiologi RSU XYZ oleh 
        PT. ABC kepada RSU XYZ, terutang PPN sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak. Dasar 
        Pengenaan Pajak atas penyerahan jasa tersebut adalah sebesar bagian yang diterima 
        PT. ABC, yaitu 75% (atau sesuai persentase dalam perjanjian kerjasama apabila terdapat 
        perubahan persentase bagi hasil) dari biaya yang harus dibayar pasien termasuk semua biaya 
        yang diminta atau seharusnya diminta oleh PT. ABC karena penyerahan jasa tersebut, tidak 
        termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan 
        potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
    d.  Penyerahan alat-alat kesehatan terutang PPN karena alat-alat kesehatan tersebut tidak 
        termasuk dalam jenis barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Apabila setelah jangka 
        waktu perjanjian bagi hasil tersebut berakhir atau setelah 10 tahun sejak beroperasinya alat-
        alat kesehatan tersebut terjadi penyerahan (hibah) alat-alat kesehatan dari PT. ABC kepada 
        pihak RSU XYZ maka atas penyerahan (hibah) alat-alat kesehatan dari PT ABC kepada pihak 
        RSU XYZ tersebut:
        -   terutang PPN sebesar 10% dari harga pasar wajar.
        -   merupakan objek pajak penghasilan yang dinilai berdasarkan harga pasar dan 
            dikenakan pajak berdasarkan ketentuan umum Undang-undang PPh melalui 
            pelaporan dalam SPT Tahunan RSUD XYZ.

Demikian untuk dimaklumi.



DIREKTUR

ttd

HERRY SUMARDJITO
peraturan/sdp/1034pj.3222004.txt · Last modified: 2023/02/05 06:31 by 127.0.0.1