User Tools

Site Tools


peraturan:sdp:06pj.3412006

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


 

 

 

 

4 Januari 2006

SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S - 06/PJ.341/2006

TENTANG

BAHAN MASUKAN DALAM RANGKA KUNJUNGAN WAKIL PRESIDEN RI KE LUAR NEGERI

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

         Sehubungan dengan surat Saudara nomor XXX tanggal 02 Januari 2006 perihal permintaan bahan masukan dalam rangka kunjungan Wakil Presiden ke luar negeri, bersama ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.

Kerjasama perpajakan internasional antara lain dilakukan berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau Agreement for the Avoidance of Double Taxation yang ditandatangani Pemerintah Republik Indonesia dengan negara-negara mitra runding (treaty partner). Kerjasama tersebut meliputi pertukaran informasi perpajakan (Exchange of Information) dan penyelesaian sengketa perpajakan melalui Mutual Agreement Procedure. Selain itu, kerjasama juga dilakukan dalam bentuk transfer of knowledge melalui seminar, training dan workshop dengan pembicara dari institusi perpajakan negara-negara treaty partner. Jepang merupakan salah satu negara treaty partner yang sangat aktif memberikan bantuan berupa pelatihan perpajakan bagi karyawan Direktorat Jenderal Pajak.

2.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia-Belgia ditandatangani di Brussels pada tanggal 13 November 1973 dan mulai berlaku 1 Januari 1975. Renegoisasi P3B Indonesia - Belgia ditandatangani di Jakarta pada tanggal 16 September 1997 dan mulai berlaku 1 Januari 2002. Sampai dengan saat ini pelaksanaan P3B Indonesia - Belgia berjalan baik dan tidak terdapat permasalahan yang berarti.

3.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia - Finlandia ditandatangani di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 1987 dan mulai berlaku 1 Januari 1990. Sampai dengan saat ini pelaksanaan P3B Indonesia - Finlandia berjalan baik dan tidak terdapat permasalahan yang berarti.

4.

Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia - Jepang ditandatangani di Tokyo pada tanggal 12 Mei 1980 dan mulai berlaku 1 Januari 1983. Secara umum, sampai dengan saat ini pelaksanaan P3B Indonesia - Jepang berjalan baik dan tidak terdapat permasalahan yang berarti. Namun demikian, setelah dilakukan evaluasi, terdapat beberapa ketentuan dalam P3B yang perlu dilakukan perubahan melalui renegosiasi untuk memperluas hak pemajakan (taxing right) bagi Indonesia. Beberapa usulan Indonesia untuk keperluan renegosiasi P3B Indonesia - Jepang secara ringkas adalah sebagai berikut :

 

-

Perlu diperluas pengertian jasa yang dapat dikenakan pajak di negara sumber (dalam hal ini Indonesia), apabila telah melebihi time test, dalam pasal mengenai permanent establishment.

 

-

Dalam pasal mengenai Laba Usaha perlu dimasukkan ketentuan tentang force of attraction rule.

 

-

Negara sumber (dalam hal ini Indonesia) perlu diberikan hak memajaki atas penghasilan dari pengoperasian kapal/pesawat di international traffic. Penghasilan dari pengoperasian pesawat/kapal Jepang dari pengangkutan penumpang/barang dari Indonesia hendaknya sebagian dapat dikenakan pajak di Indonesia.

 

-

Ketentuan tentang bunga harus diperbaiki sehingga hanya terbatas pada pemerintah saja yang berhak memperoleh pembebasan pajak atas bunga yang diperoleh.

 

-

Pemakaian periode satu tahun takwim dalam penentuan time test untuk pekerjaan bebas dan pekerjaan lain diusulkan untuk diubah menjadi any twelve-months period sehingga lebih fleksibel karena tidak dibatasi oleh tahun kalender.

 

Penjelasan terinci butir-butir usulan Indonesia tersebut adalah sebagaimana terlampir. Pada tahun 1986 dan 1991 Indonesia pernah mengusulkan kepada Pemerintah Jepang untuk melakukan enegosiasi P3B, tetapi pihak Jepang belum bersedia. Pada bulan April 2005 delegasi Indonesia melakukan kunjungan ke Jepang untuk keperluan exchange of view atas ketentuan-ketentuan dalam P3B untuk kemudian dilakukan renegosiasi pada waktu yang akan datang. Pasal-pasal P3B Indonesia -Jepang yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya adalah sebagaimana terlampir.

5.

Selain kerjasama antar institusi perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga menjalin kerjasama dengan pengusaha Jepang di Indonesia yang tergabung dalam Jakarta - Japan Club (JJC). DJP dan JJC secara reguler melakukan pertemuan untuk membahas permasalahan perpajakan yang dihadapi para pengusaha sekaligus membicarakan kemungkinan solusinya. JJC juga secara aktif memberikan masukan-masukan yang positif dalam rangka penyusunan RUU Perpajakan.

 

 

 

 

 

 

 

         Demikian kami sampaikan, atas kerjasama Saudara yang baik diucapkan terimakasih.
 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Direktur

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ttd.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Herry Sumardjito
NIP 060061993

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

peraturan/sdp/06pj.3412006.txt · Last modified: 2023/02/05 18:05 by 127.0.0.1