peraturan:sdp:04pj.532006
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 2 Januari 2006 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 04/PJ.53/2006 TENTANG PPN ATAS PENJUALAN AGUNAN DAN KOMISI PENGELOLAAN PORTFOLIO DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 7 Oktober 2005 perihal sebagaimana tersebut di atas, dengan ini disampaikan penjelasan sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa : a. Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak Tahun Pajak 2001, 2002, dan 2003 yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan, terdapat Penerimaan Penjualan Agunan dan Komisi Pengelolaan Portfolio yang dianggap obyek PPN sesuai dengan Pasal 4 (a) dan (c) UU PPN sehingga dihitung adanya PPN terutang. b. Saudara berpendapat bahwa atas penjualan Agunan dan Komisi Pengelolaan Portfolio bukan merupakan obyek PPN dengan alasan sebagai berikut : 1. Penjualan Agunan Penjualan agunan terjadi bila bank mengambil alih agunan debitur yang kreditnya macet (non performing) dan dibukukan ke dalam Aktiva Yang Diambil Alih (AYDA). Selanjutnya pihak bank sesegera mungkin menjual AYDA melalui balai lelang. Hasil penjualan lelang setelah dikurangi biaya lelang dan pajak yang harus dibayar, dianggap sebagai pelunasan tunggakan pokok dan bunga. Berdasarkan UU PPN, Peraturan Pemerintah No. 144 TAHUN 2000 dan Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-385/PJ.53/2005 tanggal 11 Mei 2005, hasil penjualan lelang bukan merupakan obyek PPN karena WP tidak mendapatkan imbalan jasa dari transaksi ini. Wajib Pajak hanya mendapatkan pokok uang dan bunga. 2. Komisi Pengelolaan Portfolio Sesuai dengan perjanjian pertukaran aktiva yang dituangkan dalam Assignment of the Portfolio Agreement tanggal 26 September 2001 antara PT. ABC dengan XYZ, pihak bank menyerahkan kredit yang diberikan senilai USD 5.010.703,81 dan Rp 19.134.269,012, surat berharga senilai Rp 21.927.177.778 dan uang tunai senilai USD 7.251.255,14 sebaliknya pihak bank menerima Surat Hutang Pemerintah RI senilai USD 15.000.000. Pihak XYZ menyerahkan tugas menagih kepada bank. Hasil penagihan akan didistribusikan kepada bank dan XYZ dengan perbandingan 80 : 20 dan Bank juga akan menerima imbalan 0,125% atas portfolio yang dikelola. Penerimaan komisi pengelolaan portfolio bukan merupakan obyek PPN karena komisi pengelolaan tersebut masih masuk dalam lingkup kegiatan perbankan sehingga merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN. c. Berdasarkan hal tersebut, Saudara meminta penegasan apakah atas penerimaan penjualan agunan dan komisi pengelolaan portfolio memang terutang PPN? 2. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain mengatur : a. Pasal 4 huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. b. Pasal 4 huruf c, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. c. Pasal 4A ayat (3) huruf d, bahwa jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi termasuk jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. d. Pasal 7 ayat (1), bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen) 3. Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain mengatur : a. Pasal 5 huruf d, bahwa kelompok jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi. b. Pasal 8 huruf a, bahwa jenis jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (perjanjian), serta anjak piutang. 4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Undang-undang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, antara lain mengatur : a. Pasal 1 angka 1, bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. b. Pasal 1 angka 2, bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. c. Pasal 6, bahwa usaha bank meliputi : 1). menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; 2). memberikan kredit; 3). menerbitkan surat pengakuan hutang; 4). membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya : a. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat- surat dimaksud; b. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud; c. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah; d. Sertifikat Bank Indonesia (SBI); e. Obligasi; f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun; instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun 5). memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; 6). menempatkan dana pada, meminjam dana dari atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; 7). menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; 8). menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; 9). melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; 10). melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; 11). melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; 12). menyediakan pembiayaan dana atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank Indonesia; 13). melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. d. Pasal 7, bahwa selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Umum dapat pula : 1. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 2. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank antara perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 3. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan 4. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. 5. Penjelasan Pasal 6 huruf n Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 antara lain menyebutkan bahwa kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari kegiatan tersebut pada huruf a sampai dengan huruf m, yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya memberikan bank garansi, bertindak sebagai bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi usaha nasabah, dan lain-lain. 6. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai butir 5 serta memperhatikan isi surat Saudara pada butir 1, dengan ini ditegaskan bahwa : a. Penjualan agunan oleh Bank PQR adalah kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak dan bukan merupakan bagian kegiatan penyerahan jasa perbankan yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Oleh karena itu, atas penjualan agunan oleh Bank PQR terutang PPN 10%. b. Jasa agen penagihan portofolio kredit tidak disebutkan dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998. Hal ini menunjukkan bahwa jasa tersebut bukan kegiatan yang lazim dilakukan pihak perbankan. c. Mengingat bahwa jasa agen penagihan portofolio kredit bukan merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh perbankan, maka jasa tersebut termasuk ke dalam jasa perbankan yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. Oleh karena itu, penyerahan Jasa agen penagihan portofolio kredit oleh Bank PQR terutang PPN 10%. Demikian untuk dimaklumi. A.n. DIREKTUR JENDERAL DIREKTUR PPN DAN PTLL, ttd. A. SJARIFUDDIN ALSAH
peraturan/sdp/04pj.532006.txt · Last modified: 2023/02/05 20:32 by 127.0.0.1