peraturan:sdbc:125bc.32009
Yth. 1. Para Kepala Kantor Pelayanan Utama DJBC;
2. Para Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Madya DJBC;
3. Para Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai.
di seluruh Indonesia
Dalam rangka meningkatkan pengamanan terhadap hak-hak keuangan negara atas
perusahaan-perusahaan penerima fasilitas TPB (KB, GB, TBB dan ETP) yang mengalami Pailit,
dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1. Sesuai Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Kepailitan adalah sita umum
atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas.
2. Pasal 113 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004, menyatakan bahwa paling lambat
14 (empat belas) hari setelah pernyataan pailit diucapkan, Hakim Pengawas harus
menetapkan diantaranya batas akhir pengajuan tagihan dan batas akhir verifikasi
pajak.
3. Pasal 115 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004, menyatakan bahwa semua Kreditor
wajib menyerahkan piutangnya (tagihannya) masing-masing kepada Kurator disertai
perhitungan atau keterangan tertulis lainnya yang menunjukkan sifat dan jumlah
piutang (tagihan), disertai dengan surat bukti atau salinannya, dan suatu pernyataan
ada atau tidaknya Kreditor mempunyai hak istimewa, hak gadai, jaminan fudisia, hak
tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau hak untuk menahan
benda. Dan atas penyerahan piutang sebagaimana dimaksud Kreditor berhak meminta
suatu tanda terima dari Kurator.
4. Pasal 133 ayat 2 UU Nomor 37 tahun 2004, menyatakan bahwa piutang (tagihan)
yang diajukan setelah lewat jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim Pengawas
sebagaimana tersebut butir 2 diatas, tidak dicocokkan.
5. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, serta guna menghindari kehilangan hak-hak
keuangan negara, dengan ini diinstruksikan kepada Saudara untuk sesegera mungkin
melakukan penetapan hutang/tagihan BM, PDRI dan hutang/tagihan negara lainnya
yang dimiliki oleh perusahaan penerima fasilitas TPB yang pailit tersebut dengan
mengacu pada data-data/dokumen-dokumen yang ada, tanpa harus menunggu audit
yang dilakukan oleh Tim Audit guna efisiensi waktu serta agar dapat diajukan kepada
Kurator sebelum batas waktu yang ditetapkan, sehingga tagihan negara bisa dipungut
dari perusahaan tersebut.
6. Adapun hutang/tagihan tersebut diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
a). Hutang/tagihan BM, PDRI dan hutang/tagihan negara lainnya atas seluruh
barang yang masih berada di lokasi TPB tersebut (berdasarkan hasil
stockopname);
b). Hutang/tagihan BM, PDRI dan hutang/tagihan negara lainnya yang terjadi pada
masa lalu yang masih belum dilunasi oleh ybs. (apabila ada);
c). Alokasi/pencadangan hutang/tagihan BM, PDRI dan hutang/tagihan negara
lainnya atas hasil audit yang sedang atau akan dilakukan oleh Tim Audit (untuk
mengantisipasi apabila pada hasil audit tersebut kedapatan selisih bahan
baku/barang setengah jadi/barang jadi/barang modal/peralatan pabrik atau
barang lainnya yang masih melekat pungutan negara padanya).
7. Tidak berkelebihan kiranya juga disampaikan kepada Saudara untuk melakukan
pengamanan dan peningkatan pengawasan terhadap seluruh asset/barang yang
berada di lokasi TPB yang mengalami pailit tersebut, khususnya terhadap
barang-barang yang mendapatkan fasilitas dan masih terhutang BM, PDRI atau
pungutan negara lainnya, dengan mengacu pada Surat Edaran Direktur Jenderal Bea
dan Cukai Nomor SE-12/BC/2008 tanggal 19 Februari 2008 tentang Penanganan
Terhadap Perusahaan Pengguna Fasilitas TPB Yang Diindikasikan Akan Tutup Atau
Melakukan Tindak Pidana Kepabeanan Dan/Atau Cukai.
Demikian disampaikan untuk mendapat perhatian.
Direktur Jenderal
u.b.
Direktur Fasilitas Kepabeanan,
ttd,
Kusdirman Iskandar
NIP 060062019
Tembusan Yth.:
1. Direktur Jenderal;
2. Para Direktur di KPDJBC;
3. Para Kepala Kanwil DJBC di seluruh Indonesia.
peraturan/sdbc/125bc.32009.txt · Last modified: by 127.0.0.1