KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO 40-42 JAKARTA 12190, KOTAK POS 124
TELEPON (021) 5736065, 5225136; FAKSIMILI (021) 5262918; SITUS http://www.pajak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200;
EMAIL [email protected], [email protected]
Nomor
Sifat
Hal
:
:
:
S-30/PJ.03/2017
Segera
Tarif Uang Tebusan Pasal 4 ayat (3) UU Nomor **11 TAHUN 2016** tentang Pengampunan Pajak (UU TA) bagi Wajib Pajak Suami-Isteri
16 Januari 2017
Yth.
1. Para Kepala Kantor Wilayah
2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak
di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan terkait penerapan tarif Pasal 4 ayat (3) UU TA bagi Wajib Pajak suami-isteri, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Dalam tataran operasional di lapangan ditemukan keadaan sebagai berikut:
a.
Penghasilan suami pada tahun pajak terakhir bersumber dari usaha yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah); dan
b.
Isteri bekerja dan pekerjaan isteri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya dan telah dipotong PPh Pasal 21,
atau sebaliknya.
2.
Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-**118/PMK.03/2016** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2016** tentang Pengampunan Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-**141/PMK.03/2016**:
a.
Pasal 10 ayat (3), Tarif Uang Tebusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) adalah sebesar:
1)
0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan; atau
2)
2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan nilai Harta lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat Pernyataan,
untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sejak Undang-Undang Pengampunan Pajak mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017.
b.
Pasal 11 ayat (1), Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) merupakan Wajib Pajak yang:
1)
memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha; dan
2)
tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan/atau pekerjaan bebas.
c.
pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja, antara lain dokter, notaris, akuntan, arsitek, atau pengacara.
3.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dengan ini dijelaskan kembali:
a.
Pada prinsipnya pengenaan pajak penghasilan menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis. Dengan demikian penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabung sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak penghasilan yang kewajibannya dilakukan oleh kepala keluarga.
b.
Apabila Wajib Pajak suami-isteri yang dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya hanya menggunakan 1 (satu) NPWP mengajukan permohonan Pengampunan Pajak, maka Wajib Pajak tidak dapat menggunakan tarif Pasal 4 ayat (3) UU TA melainkan menggunakan tarif Pasal 4 ayat (1) UU TA.
c.
Apabila Wajib Pajak suami atau isteri yang dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP yang terpisah, maka Wajib Pajak suami atau isteri yang memperoleh penghasilan hanya bersumber dari usaha dapat menggunakan tarif Pasal 4 ayat (3) UU TA.
Demikian disampaikan.
a.n. | Direktur Jenderal Direktur Peraturan Perpajakan II, ttd. Yunirwansyah NIP 19670622 199311 1 001 |
Tembusan: 1. Direktur Jenderal Pajak 2. Direktur Peraturan Perpajakan I 3. Direktur Transformasi Proses Bisnis | |
KP.: PJ.032/PJ.0301 | |
@liendza/timtkb, 20/01/2017 |