KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II
GEDUNG UTAMA LANTAI 11, JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 40-42, JAKARTA 12190, KOTAK POS 124
TELEPON (021) 5250208, 5251609; FAKSIMILE 5732064; SITUS www.pajak.go.id__
LAYANAN INFORMASI DAN KELUHAN KRING PAJAK (021) 500200;
EMAIL [email protected]
—-
Nomor
:
S-1179/PJ.031/2013
31 Desember 2013
Sifat
:
Segera
Lampiran
:
1 (Satu) set
Hal
:
Tanggapan atas Surat Direktur PT. XXX
Nomor 02/12/F7A/2012 tanggal 5 Desember 2012
Yth.
Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Barat II
Jalan Ahmad Yani No.5
Bekasi, Jawa Barat - 17141
Sehubungan surat Wajib Pajak atas nama Direktur PT. XXX NPWP xx.xxx.xxx.x-xxx.xxx dengan Nomor 02/12/F7A/2012 tanggal 5 Desember 2012 hal Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang No. **36 TAHUN 2008** Pasal 6 huruf e dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Dalam surat tersebut secara garis besar dikemukakan bahwa sehubungan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **36 TAHUN 2008** (UU PPh) tidak lagi mengatur mengenai kurs tetap, Wajib Pajak memohon petunjuk pelaksanaan yang mengatur perubahan sistem pencatatan dan pengakuan kurs. Mengingat terjadi perubahan sistem pengakuan selisih kurs secara fiskal oleh Wajib Pajak dari kurs tetap menjadi kurs mengambang.
2.
Berdasarkan Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang No. **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **16 TAHUN 2009** (UU KUP), diatur bahwa Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak.
Berdasarkan memori penjeiasan pasal yang sama, pada dasarnya metode pembukuan yang dianut harus taat asas, yaitu harus sama dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya dalam hal penggunaan metode pengakuan penghasilan dan biaya (metode kas atau akrual), metode penyusutan aktiva tetap, dan metode penilaian persediaan. Namun, perubahan metode pembukuan masih dimungkinkan dengan syarat telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak. Perubahan metode pembukuan harus diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat yang mungkin timbul dari perubahan tsrsebut.
3.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) huruf I Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **36 TAHUN 2008** (UU PPh), diatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: huruf I. keuntungan selisih kurs mata uang asing.
4.
Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor **94 TAHUN 2010** tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (PP **94 TAHUN 2010**), diatur antara lain:
a.
ayat (1), Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia;
b.
ayat (2), keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:
1)
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
2)
tidak termasuk objek pajak
tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.
c.
ayat (3), keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:
1)
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
2)
tidak termasuk oblek pajak
diakui sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya tersebut dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
5.
Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor **KEP-297/PJ./2002** tentang Pelimpahan Wewenang Direktur Jenderal Pajak kepada Para Pejabat di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Nomor **KEP-183/PJ./2010**, dalam Lampiran I nomor 55 wewenang pemberian persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Pajak mengenai perubahan metode pembukuan dan atau perubahan tahun buku yang pertama dilimpahkan kepada Kantor Pelayanan Pajak sedangkan dalam Lampiran VI nomor 25 untuk permohonan yang kedua dan seterusnya dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah DJP.
6.
Dalam butir 1 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ.313/1991 tentang Petunjuk Penerbitan Keputusan Persetujuan/Penolakan Permohonan Perubahan Tahun Buku/Tahun Pajak dari Wajib Pajak, antara lain ditegaskan mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi Wajib Pajak dalam mengajukan permohonan perubahan tahun buku/tahun pajak serta bentuk formulir Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas Persetujuan/Penolakan Permohonan Perubahan Tahun Buku/Tahun Pajak.
7.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-40/PJ.42/1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-208/PJ./1998 Tanggal 6 Oktober 1998, antara lain ditegaskan bahwa kepada Kepala Kantor Wilayah diberikan wewenang untuk memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan Wajib Pajak mengenai perubahan metode pembukuan dan/atau perubahan tahun buku yang kedua dan seterusnya.
8.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disampaikan bahwa:
a.
Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 2 dan butir 5, terhadap Wajib Pajak yang melakukan perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak sebelum dimulainya tahun buku yang bersangkutan dengan menyampaikan alasan yang logis dan dapat diterima serta akibat yang mungkin timbul dari perubahan tersebut;
b.
Sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 4, keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang tidak berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau tidak termasuk objek pajak diakui sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya tersebut dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
c.
Namun demikian, keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifal final atau tidak termasuk objek pajak, tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak;
d.
Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.32/2003 tentang Penanganan Surat-Surat Wajib Pajak, diminta bantuan Saudara untuk:
1.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagaimana dimaksud pada butir 1 dengan dapat menggunakan pendapat dalam surat ini sebagai bahan pertimbangan setelah mendasarkan pada fakta yang sesungguhnya di lapangan dan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2.
Menginstruksikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Bekasi untuk melakukan pengawasan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak atas penerapan sistem pencatatan dan pengakuan kurs yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
Demikian dlsampaikan
Direktur,
ttd.
P. M. John L. Hutagaol
NIP 196511271989101001
Tembusan:
1. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat
2. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Madya Bekasi
Kp.:PJ.031/PJ.0301