KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN II
JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 40-42, JAKARTA 12190. KOTAK POS 124
TELEPON (021) 5250208, 5251509; FAKSIMILE (021) 5732064; SITUS www.paiak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN KELUHAN KRING PAJAK (021) 500200;
EMAIL: [email protected]
Nomor Sifat Hal | : : : | S-1018/PJ.03/2014 Biasa Hak dan Kewajiban Perpajakan Wanita Kawin | 28 Agustus 2014 |
Yth.
1. Para Kepala Kantor Wilayah DJP
2. Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak,
di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
Sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan bagi wanita kawin, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.
saat ini masih banyak wanita kawin yang tidak berkehendak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara terpisah dengan suaminya walaupun telah memiliki NPWP atas namanya sendiri yang didapatnya sebelum Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-20/PJ/2013** tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-38/PJ/2013** (**PER-20/PJ/2013** s.t.d.d. **PER-38/PJ/2013**) berlaku. Setelah Peraturan Direktur Jenderal Pajak tersebut berlaku, dengan memiliki NPWP yang berbeda dengan NPWP suaminya maka wanita kawin tersebut dapat dianggap memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri. Wanita kawin tersebut pada umumnya tidak mengetahui konsekuensi yang timbul dari kepemilikan NPWP tersebut;
2.
berdasarkan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **36 TAHUN 2008** (Undang-Undang PPh), diatur antara lain:
a.
Pasal 8 ayat (1), bahwa seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak, begitu pula kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya;
b.
Penjelasan Pasal 8, bahwa sistem pengenaan Pajak Penghasilan menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga (termasuk di antaranya wanita kawin) digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga:
c.
Pasal 8 ayat (3), bahwa penghasilan neto suami-isteri yang dikenai pajak secara terpisah dalam hal dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, dikenai pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka;
3.
berdasarkan **PER-20/PJ/2013** s.t.d.d. **PER-38/PJ/2013**, diatur antara lain:
a.
Pasal 2 ayat (1) serta ayat (3) huruf a dan huruf b, bahwa Wajib Pajak orang pribadi termasuk wanita kawin yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak, atau wanita kawin yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang dikenai pajak secara terpisah karena:
1)
hidup terpisah berdasarkan putusan hakim:
2)
menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemtsahan penghasiian dan harta; atau
3)
memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan hakim atau tidak terdapat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta;
wajib mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan tempat kegiatan usaha Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
b.
Pasal 2 ayat (5) dan Pasal 9, bahwa wanita kawin yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya, harus melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami. Dalam hal:
1)
wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta tidak berkehendak melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya; atau
2)
wanita kawin yang memiliki NPWP berbeda dengan NPWP suami dan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suami;
terhadap NPWP wanita kawin tersebut dapat diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh yang bersangkutan;
4.
sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor **SE-60/PJ/2013** tentang Petunjuk Pelaksanaan **PER-20/PJ/2013** s.t.d.d. **PER-38/PJ/2013**, disampaikan antara lain bahwa bagi wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari suaminya, wajib melampirkan Surat Pernyataan Menghendaki Menjalankan Kewajiban Perpajakan secara Terpisah pada saat mengajukan permohonan pendaftaran NPWP;
5
sesuai dengan angka 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Nomor **SE-29/PJ./2010** tentang Pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Bagi Wanita Kawin yang Melakukan Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan atau yang Memilih untuk Menjalankan Hak dan Kewajiban Perpajakannya Sendiri, ditegaskan antara lain bahwa:
a.
bagi wanita kawin yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan atau yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi atas namanya sendiri terpisah dengan SPT Tahunan PPh suaminya;
b.
penghasilan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh wanita kawin tersebut dalam suatu tahun pajak, tidak termasuk penghasilan anak yang belum dewasa;
c.
penghitungan PPh terutang dalam SPT Tahunan PPh wanita kawin sebaqaimana dimaksud pada hurut a didasarkan pada penggabungan penghasilan neto suami isteri dan besarnya PPh terutang bagi isteri tersebut dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto antara suami dan isteri;
d.
penghitungan PPh terutang sebagaimana dimaksud pada huruf c, berlaku juga bagi wanita kawin sebagai pegawai yang mempunyai penghasilan semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21;
6.
berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dapat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
a.
wanita kawin yang sebelum menikah atau karena sebab lainnya telah memiliki NPWP namun tidak berkehendak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara terpisah dengan suaminya
1)
diwajibkan untuk mengajukan permohonan penghapusan NPWP;
2)
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya wanita kawin tersebut menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga;
3)
konsekuensi-konsekuensi yang timbul:
a)
seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita kawin pada awal tahun pajak atau bagian tanun pajak, serta kerugiannya yang berasal dari tahun-tahun sebelumnya yang belum dikompensasikan, dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya, kecuali penghasilan tersebut semata-mata diterima atau diperoleh dari 1 (satu) pemberi kerja yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya;
b)
untuk kepentingan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan, wajib menunjukkan NPWP suami;
c)
kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan termasuk hak dan kewajiban perpajakan lainnya ada pada pihak suami;
b.
wanita kawin yang sebelum menikah atau karena sebab lainnya telah memiliki NPWP dan tetap menggunakan NPWP tersebut karena berkehendak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara terpisah dengan suaminya:
1)
diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pernyataan Menghendaki Menjalankan Kewajiban Perpajakan secara Terpisah;
2)
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya wanita kawin tersebut menggunakan NPWP sendiri;
3)
konsekuensi-konsekuensi yang timbul:
a)
seluruh penghasilan atau kerugian bagi wanita kawin tersebut merupakan penghasilan atau kerugiannya sendiri. Namun demikian, dalam menghitung Pajak Penghasilan yang terutang bagi wanita kawin dan suaminya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami dan isteri dan masing-masing memikul beban Pajak Penghasilan sebanding dengan besarnya penghasilan neto masing-masing;
b)
untuk kepentingan pemotongan atau pemungulan Pajak Penghasilan, wajib menunjukkan NPWP-nya sendiri;
c)
kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan termasuk hak dan kewajiban perpajakan lainnya dilakukan sendiri olen wanita kawin.
c.
ringkasan perbandingan hak dan kewajiban wanita kawin dapat dilihat pada lampiran surat ini;
7.
dalam rangka pembenahan administrasi bagi wanita kawin yang telah memiliki NPWP atas namanya sendiri sebelum **PER-20/PJ/2013** s.t.d.d. **PER-38/PJ/2013** berlaku, dengan ini diminta bantuan Saudara untuk menyampaikan himbauan dan informasi yang berisi hal-hal sebagaimana dimaksud pada butir 6 dengan format surat himbauan terlampir;
8.
hal-hal teknis yang perlu dilakukan oleh KPP dapat disampaikan sebagai berikut:
a.
himbauan disampaikan kepada seluruh Wajib Pajak orang pribadi serta Pemotong atau Pemungut PPh;
b.
surat himbauan dilampiri dengan:
1)
Formulir Penghapusan NPWP sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV **PER-20/PJ/2013** s.t.d.d. **PER-38/PJ/2013** (untuk dapat digunakan datam hal Wajib Pajak wanita kawin memilih tidak berkehendak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara lerpisah dengan suaminya); dan
2)
Surat Pernyataan Menghendaki Menjalankan Kewajiban Perpajakan secara Terpisah sebagaimana terlampir dalam surat ini (untuk dapat digunakan dalam hal Wajib Pajak wanita kawin memilih berkehendak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara terpisah dengan suaminya);
c.
tata cara penghapusan NPWP serta pengadministrasian Surat Pernyataan Menghendaki Menjalankan Kewajiban Perpajakan secara Terpisah dilakukan berdasarkan **PER-20/PJ/2013** s.t.d.d. **PER-38/PJ/2013** serta Surat Edaran Nomor **SE-60/PJ/2013**;
d.
memberikan sosialisasi kepada para Pemotong atau Pemungut PPh mengenai hak dan kewajiban wanita kawin terkait dengan pemotongan atau pemungutan PPh atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya.
Demikian disampaikan, atas kerjasamanya diucapkan terima kasih.
Direktur,
ttd
P.M. John L. Hutagaol
NIP 196511271989101001
Tembusan:
1. Direktur Jenderal Pajak;
2. Sekretaris Direktur Jenderal Pajak;
3. Direktur Peraturan Perpajakan I;
4. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan;
5. Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan;
6. Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian;
7. Direktur Transformasi Proses Bisnis;
8. Direktur Transfarmasi Teknologi Komunikasi dan Informasi;
9. Direktur Teknologi Informasi Perpajakan;
10. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat;
11. Tenaga Pengkaji Bidang Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak;
12. Tenaga Pengkaji Bidang Pelayanan Perpajakan;
13. Tenaga Pengkaji Bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum Perpajakan.
KP.:PJ.032/PJ.032