User Tools

Site Tools


peraturan:pp:5tahun1998
                   PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 5 TAHUN 1998

                        TENTANG

        PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

Bahwa berdasarkan Pasal 36 Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat 
Paksa dipandang perlu untuk mengatur tata cara penyanderaan, tempat penyanderaan, rehabilitasi nama baik 
Penanggung Pajak, dan pemberian ganti rugi, dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :

1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.  Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran 
    Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);

                       MEMUTUSKAN :

Menetapkan  :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT 
PAKSA.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :

1.  Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan 
    biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika 
    dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, 
    melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita;

2.  Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, 
    termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut perundang-
    undangan perpajakan;

3.  Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk 
    keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan 
    perundang-undangan yang berlaku;

4.  Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan 
    menempatkannya di tempat tertentu;

5.  Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan 
    sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan;

6.  Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, 
    menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah 
    Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Surat 
    Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan 
    Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut peraturan perundang-
    undangan yang berlaku;

7.  Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, 
    denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan 
    peraturan perundang-undangan perpajakan;

8.  Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tindakan 
    penagihan pajak dilaksanakan.


                        BAB II
                TATA CARA DAN TEMPAT PENYANDERAAN

                        Pasal 2

Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah 
lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada 
Penanggung Pajak.


                        Pasal 3

(1) Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang :
    a.  mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan
    b.  diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

(2) Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan 
    berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah memperoleh izin 
    tertulis dari Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I 
    untuk penagihan pajak daerah.


                        Pasal 4

(1) Permohonan izin penyanderaan diajukan oleh Pejabat atau atasan Pejabat kepada Menteri Keuangan 
    untuk penagihan pajak pusat atau kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk penagihan pajak 
    daerah.

(2) Permohonan izin penyanderaan memuat sekurang-kurangnya :
    a.  identitas Penanggung Pajak yang akan disandera;
    b.  jumlah utang pajak yang belum dilunasi;
    c.  tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan; dan
    d.  uraian tentang adanya petunjuk bahwa Penanggung Pajak diragukan itikad baik dalam 
        pelunasan utang pajak.


                        Pasal 5

(1) Surat Perintah Penyanderaan diterbitkan oleh Pejabat seketika setelah diterimanya izin tertulis dari 
    Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk 
    penagihan pajak daerah.

(2) Surat Perintah Penyanderaan memuat sekurang-kurangnya :
    a.  identitas Penanggung Pajak;
    b.  alasan penyanderaan;
    c.  lama penyanderaan; dan
    d.  tempat penyanderaan.


                        Pasal 6

(1) Penanggung Pajak yang disandera ditempatkan ditempat tertentu sebagai tempat penyanderaan 
    dengan syarat-syarat sebagai berikut :
    a.  tertutup dan terasing dari masyarakat;
    b.  mempunyai fasilitas terbatas; dan
    c.  mempunyai sistem pengamanan dan pengawasan yang memadai.

(2) Sebelum tempat penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk, Penanggung Pajak 
    yang disandera dititipkan di rumah tahanan negara dan terpisah dari tahanan lain.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyanderaan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (2) ditetapkan dengan Keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Kehakiman.


                        Pasal 7

Jangka waktu penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak Penanggung Pajak ditempatkan dalam 
tempat penyanderaan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.


                        Pasal 8

(1) Jurusita Pajak harus menyampaikan Surat Perintah Penyanderaan langsung kepada Penanggung Pajak 
    dan salinannya disampaikan kepada tempat penyanderaan.

(2) Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, Jurusita Pajak melalui 
    Pejabat atau atasan Pejabat dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan 
    Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.

(3) Penyanderaan dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan diterima oleh Penanggung Pajak 
    yang bersangkutan.


                        Pasal 9

(1) Penyanderaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak disaksikan oleh 2 (dua) orang penduduk Indonesia 
    yang telah dewasa, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya.

(2) Dalam melaksanakan penyanderaan Jurusita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan.

(3) Jurusita Pajak membuat Berita Acara Penyanderaan pada saat Penanggung Pajak ditempatkan di 
    tempat penyanderaan, dan Berita Acara Penyanderaan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, kepala 
    tempat penyanderaan dan saksi-saksi.

(4) Berita Acara Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat:
    a.  nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan;
    b.  izin tertulis Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
    c.  identitas Penanggung Pajak yang disandera;
    d.  tempat penyanderaan;
    e.  lamanya penyanderaan; dan.
    f.  identitas saksi penyanderaan.

(5) Salinan Berita Acara Penyanderaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala 
    tempat penyanderaan, Penanggung Pajak yang disandera, dan Bupati atau Walikota Madya Kepala 
    Daerah Tingkat II.


                        Pasal 10

(1) Penanggung Pajak yang disandera dilepas :
    a.  apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas;
    b.  apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah dipenuhi;
    c.  berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
    d.  berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah 
        Tingkat I.

(2) Pejabat memberitahukan secara tertulis kepada kepala tempat penyanderaan apabila Penanggung 
    Pajak akan dilepas dari penyanderaan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    huruf a, huruf c, atau huruf d.

(3) Kepala tempat penyanderaan segera memberitahukan secara tertulis kepada Pejabat apabila 
    Penanggung Pajak telah dilepas dari penyanderaan.


                        Pasal 11

(1) Penanggung Pajak yang melarikan diri dari tempat penyanderaan disandera kembali berdasarkan 
    Surat Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan terhadapnya.

(2) Masa penyanderaan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sama dengan masa 
    penyanderaan menurut Surat Perintah Penyanderaan yang dahulu diterbitkan terhadapnya tanpa 
    memperhitungkan masa penyanderaan yang telah dijalani sebelum Penanggung Pajak melarikan diri.


                        Pasal 12

Penyanderaan tetap dapat dilaksanakan terhadap Penanggung Pajak yang telah dilakukan pencegahan.


                        Pasal 13

Biaya penyanderaan dibebankan kepada Penanggung Pajak yang disandera dan diperhitungkan sebagai biaya 
penagihan pajak.


                        Pasal 14

Selama dalam penyanderaan Penanggung Pajak berhak untuk :
a.  melakukan ibadah di tempat penyanderaan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-
    masing;
b.  memperoleh pelayanan kesehatan yang layak sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c.  mendapat makanan yang layak termasuk menerima kiriman dari keluarga;
d.  menyampaikan keluhan tentang perlakuan petugas;
e.  memperoleh bahan bacaan dan informasi lainnya atas biaya Penanggung Pajak yang disandera;
f.  menerima kunjungan dari :
    1)  keluarga dan sahabat;
    2)  dokter pribadi atas biaya sendiri;
    3)  rohaniawan.


                        Pasal 15

(1) Penanggung Pajak yang disandera dapat mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penyanderaan 
    hanya kepada Pengadilan Negeri.

(2) Gugatan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan setelah masa 
    penyanderaan berakhir.


                        BAB III
                      REHABILITASI DAN GANTI RUGI

                        Pasal 16

(1) Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan oleh Pengadilan dan putusan pengadilan telah 
    mempunyai kekuatan hukum tetap, Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan rehabilitasi 
    nama baik dan ganti rugi.

(2) Permohonan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pejabat yang 
    menerbitkan Surat Perintah Penyanderaan.

(3) Rehabilitasi nama baik dilaksanakan oleh Pejabat dalam bentuk 1 (satu) kali pengumuman pada media 
    cetak harian yang berskala nasional dengan ukuran yang memadai, yang dilakukan paling lambat 30 
    hari sejak diterimanya permohonan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Besarnya ganti rugi yang diberikan Pejabat kepada Penanggung Pajak adalah sebesar Rp 100.000,00 
    (seratus ribu rupiah) setiap hari selama masa penyanderaan yang telah dijalaninya.

(5) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan paling lambat 30 hari sejak diterimanya 
    permohonan Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(6) Tata cara pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Keputusan 
    Menteri Keuangan.


                        BAB IV
                      KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 17

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada saat diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





                            Ditetapkan di Jakarta
                            Pada tanggal 7 Januari 1998
                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                            ttd

                            SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 7 Januari 1998
MENTERI KEUANGAN SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

MOERDIONO




              LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 7









                           PENJELASAN
                         ATAS

                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                      NOMOR 5 TAHUN 1998

                        TENTANG

        PENYANDERAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA


UMUM

Berdasarkan Pasal 36 Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 
dengan Peraturan Pemerintah ini diatur tentang tata cara penyanderaan, tempat penyanderaan, rehabilitasi 
nama baik Penanggung Pajak dan pemberian ganti rugi dalam rangka penagihan pajak dengan Surat Paksa.
Penyanderaan merupakan upaya terakhir dalam penagihan pajak dengan Surat Paksa. Agar penyanderaan 
tidak dilaksanakan sewenang-wenang dan juga tidak bertentangan dengan rasa keadilan bersama, maka 
diperlukan syarat-syarat tertentu, baik syarat yang bersifat kuantitatif, yakni keharusan memenuhi utang 
pajak dalam jumlah tertentu, maupun syarat yang bersifat kualitatif, yakni diragukan itikad baik Penanggung 
Pajak dalam melunasi utang pajak, misalnya menyembunyikan harta kekayaan, sehingga tidak cukup harta 
yang dapat dijadikan pelunasan utang pajak dan biaya penagihan pajak, serta kepada Penanggung Pajak 
telah dilaksanakan penagihan pajak sampai dengan penerbitan Surat Paksa.

Kepada Penanggung Pajak yang disandera diberikan hak untuk mengajukan permohonan rehabilitasi nama 
baik dan ganti rugi apabila gugatannya atas penyanderaan yang dilakukan atas dirinya dikabulkan oleh 
pengadilan dan putusan pengadilan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

    Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian istilah yang bersifat teknis dan baku yang 
    dipergunakan dalam Peraturan Pemerintah ini. Rumusan pengertian istilah ini diperlukan untuk 
    mencegah adanya salah penafsiran dalam melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan sehingga 
    dapat memberi kemudahan dan kelancaran, baik bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak maupun 
    bagi aparat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.

Pasal 2

    Cukup jelas

Pasal 3

    Ayat (1)

        Huruf a

            Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai 
            utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) yang meliputi 
            jenis pajak dan tahun pajak. Jumlah tersebut merupakan syarat kuantitatif dan 
            sekaligus menunjukkan bahwa penyanderaan tidak ditujukan kepada Penanggung 
            Pajak yang berpenghasilan kecil.
        
        Huruf b

            Selain syarat kuantitatif seperti yang diatur pada huruf a juga ditentukan syarat 
            kualitatif yaitu Penanggung Pajak diragukan itikad baiknya untuk melunasi utang 
            pajaknya, misalnya Penanggung Pajak diduga menyembunyikan harta kekayaannya 
            sehingga tidak ada atau tidak cukup barang yang disita untuk jaminan pelunasan 
            utang pajak , atau tempat dugaan yang kuat bahwa Penanggung Pajak akan 
            melarikan diri.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 4

    Ayat (1)

        Permohonan izin penyanderaan diajukan oleh Pejabat kepada Menteri Keuangan untuk pajak 
        pusat atau kepada Kepala Daerah Tingkat I untuk pajak daerah. Namun dalam hal Pejabat 
        berhalangan dan pengganti Pejabat tersebut belum ditunjuk, maka atasan pejabat dapat 
        mengajukan permohonan izin penyanderaan.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 5

    Ayat (1) dan Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 6

    Ayat (1) dan Ayat (2)

        Cukup jelas
    
    Ayat (3)

        Ketentuan yang akan ditetapkan dalam keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri 
        Kehakiman antara lain mengenai :
        -   Prosedur penitipan Penanggung Pajak yang disandera di rumah tahanan negara;
        -   Tanggung jawab atas Penanggung Pajak yang disandera selama dalam penyanderaan;
        -   Izin kunjungan dari keluarga, pengacara dan sahabat;
        -   Kriteria pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
        -   Tata tertib yang diberlakukan terhadap Penanggung Pajak yang disandera.

Pasal 7

    Izin perpanjangan jangka waktu penyanderaan dapat sekaligus diberikan oleh Menteri/Gubernur 
    Kepala Daerah Tingkat I yang berwenang pada waktu memberikan izin penyanderaan. Dalam hal izin 
    perpanjangan penyanderaan sekaligus diberikan maka tidak diperlukan suatu izin baru. Ketentuan 
    jangka waktu maksimum penyanderaan ini tidak berlaku dalam hal sandera melarikan diri. Penentuan 
    lamanya penyanderaan didasarkan pada perhitungan besarnya utang pajak, besarnya jumlah harta 
    yang disembunyikan dan dihubungkan dengan itikad tidak baik Penanggung Pajak untuk melunasi 
    utang pajaknya.

Pasal 8

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Termasuk dalam pengertian menghadirkan Penanggung Pajak adalah mencari, menangkap 
        dan membawa Penanggung Pajak ke tempat Pejabat untuk selanjutnya diserahkan kepada 
        kepala tempat penyanderaan.

    Ayat (3)

        Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, 
        sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang mengikuti Pemilihan Umum sebagaimana 
        dimaksud dalam Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997.

Pasal 9

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Dalam hal Jurusita Pajak menemui kesulitan, ataupun karena alasan keamanan dan 
        keselamatan Jurusita Pajak dan saksi-saksi, maka Jurusita Pajak dapat meminta bantuan 
        Kepolisian atau Kejaksaan untuk melaksanakan penyanderaan.

    Ayat (3)

        Berita Acara Penyanderaan merupakan syarat formal sahnya penyanderaan dan berfungsi 
        sebagai Berita Acara serah terima Penanggung Pajak yang disandera dari Jurusita Pajak 
        kepada kepala tempat penyanderaan.

    Ayat (4) dan Ayat (5)

        Cukup jelas

Pasal 10

    Ayat (1)

        Huruf a s/d Huruf c

            Cukup jelas
        
        Huruf d

            Pertimbangan Menteri Keuangan atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dimaksud 
            adalah, antara lain, Penanggung Pajak menyatakan akan melunasi utang pajak, 
            tetapi berdasarkan bukti yang disampaikan, tidak dapat melaksanakan pelunasan 
            utang pajak tersebut tanpa meninggalkan tempat penyanderaan, atau dalam hal 
            Penanggung Pajak menderita sakit berat sehingga memerlukan perawatan dalam 
            jangka waktu yang lama di luar tempat penyanderaan.

    Ayat (2) dan Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 11

    Ayat (1) dan Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 12

    Cukup jelas

Pasal 13

    Termasuk dalam biaya penyanderaan antara lain, biaya hidup selama dalam penyanderaan di rumah 
    tahanan negara dan biaya penangkapan dalam hal Penanggung Pajak melarikan diri dari rumah 
    tahanan negara. Biaya penyanderaan merupakan salah satu biaya penagihan yang harus ditanggung 
    oleh Penanggung Pajak yang disandera.

Pasal 14

    Cukup jelas

Pasal 15

    Ayat (1) dan Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 16

    Ayat (1) s/d Ayat (6)

Pasal 17

    Cukup jelas




                TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3727
peraturan/pp/5tahun1998.txt · Last modified: 2023/02/05 18:14 by 127.0.0.1