peraturan:pp:35tahun2005
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2005
TENTANG
PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 TAHUN 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pungutan Ekspor atas Barang Ekspor
Tertentu;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
3. Undang-undang Nomor 20 TAHUN 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3687);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 TAHUN 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan
Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3694) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52
Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3760);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif dan Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang Berlaku di Lingkungan Departemen Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4313);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 TAHUN 2005 tentang Pemeriksaan Penerimaan Negara Bukan Pajak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 46,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4500);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pungutan Ekspor adalah pungutan yang dikenakan atas barang ekspor tertentu.
2. Barang Ekspor adalah barang yang dikeluarkan dari daerah pabean.
3. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang
udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen.
4. Pemberitahuan Ekspor Barang, yang selanjutnya disingkat PEB, adalah dokumen pabean yang
digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan ekspor barang yang dapat berupa tulisan di atas
formulir atau media elektronik.
5. Eksportir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan ekspor.
Pasal 2
(1) Barang Ekspor Tertentu dapat dikenakan Pungutan ekspor.
(2) Barang Ekspor Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan tujuan untuk :
a. menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri;
b. melindungi kelestarian sumber daya alam;
c. mengantisipasi pengaruh kenaikan harga yang cukup drastis dari barang ekspor tertentu
di pasar internasional; atau
d. menjaga stabilitas harga barang tertentu di dalam negeri.
(3) Penetapan Barang Ekspor tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri
Keuangan setelah mendapat pertimbangan dan/atau usul menteri yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang perdagangan dan/atau menteri teknis terkait lainnya.
Pasal 3
(1) Tarif Pungutan Ekspor dapat ditetapkan secara advalorum atau secara spesifik.
(2) Dalam hal tarif Pungutan Ekspor ditetapkan secara advalorum, penentuan jumlah Pungutan Ekspor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dihitung berdasarkan rumus : Tarif Pungutan Ekspor x
Jumlah Satuan Barang x Harga Patokan Ekspor (HPE) x Nilai Kurs.
(3) Dalam hal tarif Pungutan Ekspor ditetapkan secara spesifik, penentuan jumlah Pungutan Ekpor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dihitung berdasarkan rumus : Tarif Pungutan Ekspor
dalam satuan mata uang tertentu x Jumlah Satuan Barang x Nilai Kurs.
(4) Tarif atas Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan paling tinggi 60% (enam
puluh persen).
(5) Besarnya tarif Pungutan Ekspor yang berlaku ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat
pertimbangan dan/atau usul menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan dan/
atau menteri teknis terkait lainnya.
(6) Harga Patokan Ekpor (HPE) sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan setiap bulan oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan setelah mendapat pertimbangan
dan/atau usul Menteri Keuangan dan/atau menteri teknis terkait lainnya.
(7) Nilai Kurs sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan secara berkala oleh Menteri Keuangan.
Pasal 4
(1) Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terutang pada saat dokumen FEB
didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemenuhan kewajiban pabean.
(2) Dalam hal ekspor dibatalkan, eksportir yang mengajukan permohonan pengembalian Pungutan
Ekspor secara tertulis kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan dokumen secara lengkap.
(3) Pengembalian Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikenakan biaya administrasi
sebesar 2% (dua persen) dari jumlah Pungutan Ekspor yang dibayarkan.
(4) Eksportir dapat dibebaskan dari pengenaan biaya administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan apabila :
a. eksportir dapat membuktikan secara tertulis adanya pembatalan sepihak oleh pihak pembeli;
b. tidak ada kapal pengangkut yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang
berwenang; atau
c. ada force majeur.
Pasal 5
(1) Pembayaran Pungutan Ekspor dilakukan paling lambat pada saat FEB didaftarkan pada Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemenuhan kewajiban pabean.
(2) Dalam hal pembayaran Pungutan Ekspor melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), eksportir yang dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk waktu
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
Pasal 6
(1) Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor yang disebakan oleh kesalahan
pengenaan tarif Pungutan Ekspor, jumlah satuan barang, HPE, kurs, penghitungan atau kesalahan
administrasi, eksportir wajib untuk segera melunasinya.
(2) Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran kekurangan Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), eksportir dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah
kekurangan Pungutan Ekspor untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari
bulan dihitung sebagai satu bulan penuh.
Pasal 7
Menteri Keuangan atas permohonan eksportir setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, dapat
memberikan persetujuan tertulis kepada eksportir untuk mengangsur atau menunda pembayaran Pungutan
Ekspor yang terutang, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
Pasal 8
(1) Dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor yang disebabkan oleh kesalahan
pengenaan tarif Pungutan Ekspor, jumlah satuan barang, HPE, kurs, penghitungan, atau kesalahan
administrasi, eksportir dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran
tersebut kepada Menteri Keuangan.
(2) Kelebihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperhitungkan sebagai pembayaran dimuka atas
jumlah Pungutan Ekspor yang terutang dari eksportir yang bersangkutan pada periode berikutnya.
(3) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha eksportir dan terdapat kelebihan pembayaran Pungutan
Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka jumlah kelebihan tersebut dapat dikembalikan
secara tunai kepada eksportir.
Pasal 9
Menteri Keuangan dapat meminta instansi yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan terhadap eksportir
sesuai ketentuan yang belaku, berdasarkan :
a. hasil pemantauan Departemen Keuangan terhadap eksportir yang bersangkutan;
b. laporan dari pihak ketiga; atau
c. permintaan eskportir atas kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor yang terutang.
Pasal 10
(1) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 terdapat kekurangan
pembayaran Pungutan Ekspor, Menteri Keuangan menerbitkan penetapan atas kekurangan tersebut.
(2) Atas kekurangan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), eksportir wajib
melunasi kekurangan tersebut ditambah denda administrasi sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak Pungutan Ekspor terutang.
Pasal 11
(1) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 terdapat kelebihan
pembayaran Pungutan Ekspor, Menteri Keuangan menerbitkan penetapan atas kelebihan tersebut.
(2) Kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperhitungkan
sebagai pembayaran di muka atas jumlah Pungutan Ekspor yang terutang dari eksportir yang
bersangkutan pada periode berikutnya.
(3) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha eskportir, jumlah kelebihan pembayaran Pungutan
Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikembalikan secara tunai kepada eksportir paling
lambat 1 (satu) bulan sejak dikeluarkannya penetapan.
(4) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan kepada eksportir dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk waktu paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan.
Pasal 12
Pemeriksaan Pungutan Ekspor didasarkan pada peraturan perundang-undangan mengenai Pemeriksaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 13
(1) Jumlah Pungutan Ekspor, denda administrasi, bunga dan/atau kekurangan Pungutan Ekspor yang
terutang wajib dibayar oleh eksportir yang bersangkutan secara tunai dan disetor ke Kas Negara.
(2) Pembayaran Pungutan Ekspor, denda administrasi, bunga dan/atau kekurangan Pungutan Ekspor
yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui Bank Persepsi, kecuali
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
(3) Atas pembayaran Pungutan Ekspor, denda administrasi, bunga dan/atau kekurangan Pungutan Ekspor
yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), eksportir menerima surat tanda bukti
pembayaran sesuai ketentuan yang berlaku dan divalidasi oleh Bank Devisa Persepsi yang menerima
pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 14
(1) Dalam hal eksportir keberatan atas penetapan jumlah Pungutan Ekspor terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), eksportir dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada
Menteri Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal dikeluarkannya penetapan.
(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menunda kewajiban membayar
Pungutan Ekspor yang terutang.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri
Keuangan.
Pasal 16
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai
Pajak Ekspor, yang dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Pungutan Ekspor, disesuaikan paling lambat
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 17
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 September 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 10 September 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I.,
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 82
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2005
TENTANG
PUNGUTAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR TERTENTU
I. UMUM
Peranan sumber daya alam dan hasil pertanian dalam perekonomian Indonesia sangat signifikan dan
strategis, karena selain diminati di pasar internasional juga dibutuhkan di dalam negeri. Hal ini
menempatkan masalah pelestarian sumber daya alam dan pengendalian ekspor atas barang tertentu
untuk kebutuhan dalam negeri menjadi tugas Pemerintah yang amat penting.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan pelestarian sumber daya alam, menjamin terpenuhinya
kebutuhan bahan baku bagi industri dalam negeri serta menciptakan stabilitas harga barang tertentu
di dalam negeri maka diperlukan kepastian hukum dalam pelaksanaan dan pengelolaan Pungutan
Ekspor. Sebagai upaya mewujudkan kepastian hukum tersebut perlu dilakukan penyempurnaan
peraturan perundang-undangan dibidang Pungutan Ekspor. Sehubungan dengan hal ini dan untuk
melaksanakan ketentuan Undang-undang Nomor 20 TAHUN 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pungutan Ekspor Atas Barang Ekspor Tertentu.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1) dan Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Sebelum suatu barang ekspor ditetapkan menjadi barang ekspor tertentu, instansi
terkait perlu memperhatikan saran atau usul dari pemangku kepentingan (stak
holder) yang terkait.
Pasal 3
Ayat (1)
Tarif yang ditetapkan secara advaloroem adalah tarif yang ditetapkan dengan
persentase.
Tarif yang ditetapkan secara spesifik adalah tarif yang ditetapkan dengan nilai
nominal uang.
Ayat (2)
Contoh perhitungan menurut ayat ini sebagai berikut :
Ekspor komoditi "X" Bulan Februari 2003 sejumlah 1.000 MT dengan tarif Pungutan
Ekspor sebesar 3%, HPE sebesar US$ 160,00/MT dan kurs 1 US$ = Rp 8.8000,00
maka jumlah Pungutan Ekspor terutang adalah :
3% x 1.000 MT X US$ 160,00 X Rp. 8.800,00 = Rp. 42.240.000,00
Ayat (3)
Contoh perhitungan menurut ayat ini sebagai berikut :
Ekspor Komoditi "Y" bulan Mei 2003 sejumlah 1.000 M3 dengan tarif Pungutan Ekspor
sebesar US$ 5,00/M3, dan Kurs I US$ = Rp. 8.600,00 maka jumlah Pungutan Ekspor
terutang adalah : US$ 5,00 X 1.000 M3 X Rp. 8.600,00 = Rp. 43.000.000,00.
Tarif spesifik digunakan dalam hal tidak terdapat harga suatu komoditi di pasar
Internasional atau belum ditetapkannya Harga Patokan Ekspor (HPE).
Ayat (4) dan Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Penetapan HPE pada ayat ini berpedoman pada harga rata-rata internasional sebagai
berikut :
a. untuk komoditi CPO dan produk turunannya digunakan harga rata-rata di
bursa Rotterdam dan Kuala Lumpur dalam satu bulan sebelum penetapan
HPE.
b. untuk komoditi kayu digunakan harga rata-rata di bursa Internasional
Tropical Timber Organization (ITTO) dalam satu bulan sebelum penetapan
HPE.
c. untuk barang ekspor lainnya (selain komoditi CPO dan Produk Turunannya
dan komoditi kayu) digunakan harga rata-rata di bursa internasional yang
memperdagangkan barang ekspor tersebut dalam satu bulan sebelum
penetapan HPE.
d. untuk barang ekspor yang tidak ada harga rata-ratanya dibursa internasional
digunakan harga rata-rata FOB di beberapa pelabuhan di Indonesia dalam
satu bulan sebelum penetapan HPE.
Ayat (7)
Nilai Kurs yang digunakan dalam penghitungan Pungutan Ekspor terutang adalah nilai
kurs yang berlaku pada saat pembayaran Pungutan Ekspor oleh eksportir.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "dibatalkan" pada ayat ini adalah ekspor yang tidak jadi
dilakukan dan dibuktikan dengan persetujuan pembatalan dari Kepala Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai tempat PEB didaftarkan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "force majeur" pada ayat ini meliputi bencana alam, wabah
penyakit, huru-hara, kebakaran yang dapat dibuktikan oleh eksportir dengan surat
keterangan dari pihak yang berwenang.
Pasal 5
Ayat (1)
Pada prinsipnya Pungutan Ekspor dibayar tunai selambat-lambatnya pada saat PEB
didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, sehingga pembayaran Pungutan
Ekspor dapat dapat pula dilakukan sebelum PEB didaftarkan. Dalam hal terdapat
perbedaan nilai kurs pada saat pembayaran dengan nilai kurs pada saat pendaftaran
PEB, maka perbedaan nilai kurs tersebut tidak diperhitungkan sebagai kekurangan
atau kelebihan pembayaran Pungutan Ekspor.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kesalahan administrasi pada ayat ini antara lain akibat salah
pengetikan.
Ayat (2)
Eksportir dikenakan denda administrasi apabila pembayaran kekurangan Pungutan
Ekspor dilakukan melebihi tanggal pendaftaran PEB pada Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai.
Pasal 7
Persyaratan yang ditentukan sebelum memberikan persetujuan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran Pungutan Ekspor adalah dokumen-dokumen yang terkait yang
diperlukan untuk diverifikasi.
Pasal 8
Ayat (1) dan Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud pengakhiran kegiatan usaha adalah :
a. Eksportir tidak melakukan kegiatan ekspor barang yang terkena Pungutan
Ekspor dalam waktu sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan berturut-turut dan
dinyatakan dengan surat pernyataan di atas kertas bermeterai;
b. Pailit, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Instansi yang berwenang;
c. Pemerintah menetapkan tarif Pungutan Ekspor sebesar 0% (nol persen) dan
eksportir tidak melakukan kegiatan ekspor barang yang terkena Pungutan
Ekspor; atau
d. Pemerintah menetapkan larangan ekspor atas komoditi yang bersangkutan
dan eksportir tidak melakukan kegiatan ekspor barang yang terkena
Pungutan Ekspor.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Denda administrasi dihitung 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kekurangan
Pungutan Ekspor untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak
tanggal pendaftaran PEB yang bersangkutan.
Pasal 11
Ayat (1) dan Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengertian pengakhiran kegiatan usaha dalam ketentuan ini adalah sebagaimana
dimaksud dalam penjelasan Pasal 8 ayat (3).
Ayat (4)
Penghitungan bunga adalah sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah kelebihan
terhitung sejak tanggal diterbitkannya penetapan untuk waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan " Kas Negara" pada ayat ini adalah Rekening Bendahara Umum
Negara Nomor : 502.000.000 pada Bank Indonesia.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Bank Devisa Persepsi dalam ayat ini adalah bank devisa
persepsi sesuai peraturan perundang-undangan.
Menteri Keuangan dapat menetapkan tempat pembayaran Pungutan Ekspor selain
Bank Devisa misalnya Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Pengertian keberatan dalam ketentuan ini adalah keberatan eksportir atas perbedaan
jumlah Pungutan Ekspor yang terutang antara yang dihitung oleh eksportir dengan
penetapan Menteri Keuangan berdasarkan hasil verifikasi dan/atau audit.
Ayat (2)
Apabila pada saat pengajuan keberatan, eksportir masih mempunyai kewajban
membayar Pungutan Ekspor, Eksportir wajib segera memenuhi kewajibannya tanpa
harus menunggu penetapan atas keberatan.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut yang akan diatur oleh Menteri Keuangan antara lain mengenai tata cara
pembayaran, penyetoran, penagihan, pengembalian, keberatan, angsuran atau penundaan
pembayaran Pungutan Ekspor.
Pasal 16 dan Pasal 17
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 4531
peraturan/pp/35tahun2005.txt · Last modified: by 127.0.0.1