User Tools

Site Tools


peraturan:pp:33tahun1996
                   PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                    NOMOR 33 TAHUN 1996

                        TENTANG

                        TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :

a.  bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing produk ekspor di pasaran global, diperlukan antara 
    lain peningkatan efisiensi dengan mendekatkan persediaan bahan baku bagi kebutuhan industri dalam 
    negeri yang tepat waktu, serta tersedianya sarana promosi untuk mendukung pemasarannya, perlu 
    diberikan kemudahan di bidang Kepabeanan, cukai, dan perpajakan;
b.  bahwa untuk tujuan tersebut dan sesuai dengan Pasal 44 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 
    tentang Kepabeanan, dipandang perlu mengatur tempat tertentu di dalam Daerah Pabean sebagai 
    Tempat Penimbunan Berikat dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat   :

1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah 
    dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan 
    Lembaran Negara Nomor 3566);
3.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 
    Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah terakhir dengan 
    Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan 
    Lembaran Negara Nomor 3567);
4.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang 
    Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), 
    sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 
    1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
5.  Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
6.  Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);

                         MEMUTUSKAN :

Menetapkan  :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1.  Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan 
    tertentu di dalam Daerah Pabean yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, 
    dan/atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan perlakuan khusus di bidang 
    Kepabeanan, Cukai, dan perpajakan yang dapat berbentuk Kawasan Berikat, Pergudangan Berikat, 
    Entrepot untuk Tujuan Pameran, atau Toko Bebas Bea.

2.  Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di 
    dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, 
    perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan 
    bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya 
    terutama untuk tujuan ekspor.

3.  Gudang Berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas tertentu yang didalamnya 
    dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merek/
    label, pemotongan, atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang 
    asal impor untuk tujuan dimasukkan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya, Kawasan Berikat, atau 
    direekspor tanpa adanya pengolahan.

4.  Entrepot untuk Tujuan Pameran adalah suatu bangunan atau kawasan dengan batas-batas tertentu 
    yang didalamnya dilaksanakan kegiatan usaha penyelenggaraan pameran barang hasil industri impor 
    atau barang industri dari dalam Daerah Pabean yang penyelenggaraannya bersifat internasional.

5.  Toko Bebas Bea adalah bangunan dengan batas-batas tertentu yang dipergunakan untuk melakukan 
    kegiatan usaha menjual barang asal impor atau barang asal Daerah Pabean kepada orang yang 
    berhak membeli barang dalam batas nilai tertentu dengan mendapatkan pembebasan Bea Masuk, 
    Cukai, dan Pajak.

6.  Penyelenggara adalah Perseroan Terbatas, koperasi yang berbentuk badan hukum, atau yayasan, 
    yang memiliki, menguasai, mengelola, dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak 
    lain yang melakukan kegiatan usaha di Tempat Penimbunan Berikat yang diselenggarakannya 
    berdasarkan izin untuk menyelenggarakan Tempat Penimbunan Berikat.

7.  Pengusaha adalah Perseroan Terbatas atau koperasi yang melakukan kegiatan usaha di Tempat 
    Penimbunan Berikat.


                        Pasal 2

(1) Barang atau bahan impor yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat diberikan fasilitas berupa :
    a.  penangguhan bea masuk;
    b.  pembebasan cukai;
    c.  tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) 
        dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

(2) Atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam negeri ke Tempat Penimbunan Berikat diberikan fasilitas 
    berupa tidak dipungut PPN, dan PPnBM.

(3) Atas pemasukan Barang Kena Cukai yang berasal dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya 
    dibebaskan dari pengenaan cukai.

(4) Barang atau bahan yang mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan 
    ayat (3) bukan merupakan barang untuk dikonsumsi sendiri di Tempat Penimbunan Berikat yang 
    bersangkutan.


                        Pasal 3

(1) Penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat dilakukan oleh penyelenggara yang berkedudukan di 
    Indonesia.

(2) Pengusahaan Tempat Penimbunan Berikat dilakukan oleh Pengusaha yang berkedudukan di Indonesia.


                        Pasal 4

Penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat dapat juga bertindak sebagai Pengusaha Tempat Penimbunan 
Berikat.


                        Pasal 5

(1) Barang asal impor yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan diimpor untuk 
    dipakai, sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh 
    fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, atau pajak dalam rangka impor :
    a.  dipungut bea masuk berdasarkan tarif yang berlaku pada saat diimpor untuk dipakai dan Nilai 
        Pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat;
    b.  yang merupakan Barang Kena Cukai, dilunasi cukainya;
    c.  dikenakan PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 berdasarkan harga penyerahan.

(2) Terhadap barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan umum di bidang impor.


                        Pasal 6

Barang yang dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat dengan tujuan untuk diekspor diberlakukan 
ketentuan umum di bidang ekspor.


                        BAB II
                      KAWASAN BERIKAT

                         Bagian Pertama
                          Penyelenggara

                        Pasal 7

(1) Penetapan suatu kawasan atau tempat sebagai Kawasan Berikat (KB) serta pemberian izin 
    penyelenggara KB (PKB) dilakukan dengan Keputusan Presiden.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi PKB harus 
    memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    a.  Memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan, tempat atau kawasan yang 
        mempunyai batas-batas yang jelas (pagar pemisah);
    b.  Memiliki Surat Izin Usaha Industri, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, dan izin lainnya 
        yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
    c.  Memiliki penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan melampirkan Surat 
        Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT) PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib 
        menyerahkan SPT;
    d.  Rencana tata letak KB.


                        Pasal 8

KB yang penyelenggaraannya dilakukan oleh PKB yang telah mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam 
pasal 7 dapat diperuntukkan bagi satu atau beberapa perusahaan yang melakukan kegiatan usaha industri 
pengolahan.


                        Pasal 9

(1) Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi/perluasan KB dan peralatan 
    perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB yang telah mendapat izin sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 7 diberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh 
    Pasal 22.

(2) PKB berkewajiban untuk melakukan penelitian kelengkapan persyaratan yang diwajibkan kepada 
    Pengusaha KB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang akan melakukan kegiatan usaha industri 
    di KB yang diselenggarakannya.

(3) PKB melaporkan kepada Menteri Keuangan tentang adanya Pengusaha baru yang telah memenuhi 
    persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


                            Bagian Kedua
                              Pengusaha

                        Pasal 10

(1) Pengusaha yang akan melakukan kegiatan usaha di KB (PDKB) harus memenuhi persyaratan sebagai 
    berikut :
    a.  Memiliki Surat Izin Usaha Industri;
    b.  Memiliki penetapan sebagai PKP dan melampirkan SPT Tahunan PPh tahun terakhir bagi 
        perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT.

(2) PDKB yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melapor kepada 
    Menteri Keuangan dalam jangka waktu empat belas hari sebelum mulai melakukan kegiatan usahanya.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pemasukan barang dan bahan atau pengeluaran barang hasil olahan 
    bagi para PDKB diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.


                        Pasal 11

PKB yang akan bertindak sebagai PDKB wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.


                        Pasal 12

(1) PDKB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang terutang atas barang yang 
    dimasukkan atau dikeluarkan dari perusahaannya.

(2) PDKB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang 
    berada di perusahaannya :
    a.  musnah tanpa sengaja;
    b.  telah diekspor, direekspor, atau diimpor untuk dipakai;
    c.  dimasukkan ke KB lainnya, dipindahkan ke Tempat Penimbunan Sementara, atau Tempat 
        Penimbunan Pabean.


                           Bagian Ketiga
                             Subkontrak
                
                        Pasal 13

(1) PDKB dapat mengsubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahannya kepada perusahaan industri 
    yang berada di dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya atau PDKB lainnya kecuali pekerjaan 
    pengetesan, sortasi, atau pengepakan.

(2) Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh jenis produk dan harus 
    diselesaikan selama-lamanya 60 (enam puluh) hari sejak dikeluarkannya barang dan/atau bahan dari 
    KB.

(3) Pekerjaan Subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan melalui kontrak yang 
    sekurang-kurangnya memuat jangka waktu, jumlah barang dan/atau bahan yang diterima dari PDKB 
    dan jumlah hasil pekerjaan yang dikembalikan kepada PDKB.

(4) Penyerahan pekerjaan subkontrak kepada perusahaan industri yang berada di Daerah Pabean 
    Indonesia lainnya harus disertai dengan jaminan yang diserahkan kepada Bendaharawan Kantor 
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi KB berupa :
    a.  jaminan bank;
    b.  Surety Bond atau Customs Bond yang dikeluarkan oleh Perusahaan Asuransi yang disetujui 
        Menteri Keuangan; atau
    c.  Surat Sanggup Bayar (SSB) bagi perusahaan yang termasuk dalam daftar putih yang 
        ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

(5) Ketentuan mengenai tata cara pekerjaan subkontrak bagi para PDKB diatur lebih lanjut oleh Menteri 
    Keuangan.


                          Bagian Keempat
                           Pengeluaran Mesin dari KB
    
                        Pasal 14

(1) Mesin dan/atau peralatan pabrik yang akan dipergunakan untuk mengerjakan pekerjaan subkontrak 
    dapat dipinjamkan oleh PDKB kepada PDKB lainnya atau Subkontraktor dalam Daerah Pabean 
    Indonesia lainnya untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dapat diperpanjang untuk 
    paling lama 2 (dua) kali dua belas bulan.

(2) PDKB dapat mengeluarkan mesin dan/atau peralatan pabrik ke dalam Daerah Pabean Indonesia 
    lainnya dengan tujuan untuk direparasi/diperbaiki.

(3) Dengan menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) kepada Bendaharawan 
    Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi KB, pengeluaran mesin dan/atau peralatan 
    pabrik dengan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) ke dalam Daerah Pabean 
    Indonesia lainnya diberikan penangguhan pembayaran bea masuk, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22.

(4) Reparasi/perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diizinkan untuk jangka waktu paling lama 
    12 (dua belas) bulan sejak mesin dan/atau peralatan pabrik dikeluarkan dari KB.

(5) Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari KB ke luar negeri dengan tujuan reparasi/perbaikan 
    dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.

(6) Ketentuan mengenai tata cara pengeluaran mesin/peralatan pabrik oleh PDKB diatur lebih lanjut oleh 
    Menteri Keuangan.


                            Bagian Kelima
                     Pengeluaran Barang Olahan dari KB
    
                        Pasal 15

(1) Pengeluaran barang yang telah diolah di KB ke dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya hanya dapat 
    dilakukan setelah ada realisasi ekspor dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 5.

(2) Realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan persentase dari nilai 
    ekspor yang besarnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.


                        BAB III
                        GUDANG BERIKAT

                          Bagian Pertama
                           Penyelenggara

                        Pasal 16

(1) Penetapan suatu bangunan, tempat, atau kawasan sebagai Gudang Berikat diberikan oleh Menteri 
    Keuangan kepada Penyelenggara Gudang Berikat (PGB) dengan menerbitkan izin penyelenggaraan 
    Gudang Berikat.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi PGB harus 
    memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    a.  Memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan, tempat atau kawasan yang 
        mempunyai batas-batas yang jelas (pagar pemisah);
    b.  Memiliki Surat Izin Usaha dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
    c.  Memiliki penetapan sebagai PKP dan melampirkan SPT PPh tahun terakhir bagi perusahaan 
        yang sudah wajib menyerahkan SPT;
    d.  Rencana tata letak Gudang Berikat.


                        Pasal 17

Gudang Berikat yang berbentuk suatu kawasan yang penyelenggaraannya dilakukan oleh PGB yang telah 
mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dapat diperuntukkan bagi satu atau beberapa 
perusahaan yang melakukan kegiatan usaha pergudangan.


                        Pasal 18

(1) Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi Gudang Berikat yang telah 
    mendapat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diberikan fasilitas berupa penangguhan bea 
    masuk, tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22.

(2) PGB yang Gudang Berikatnya dapat ditempati oleh lebih dari satu pengusaha Gudang Berikat, 
    berkewajiban memberikan rekomendasi bagi kepentingan para pengusaha dalam rangka pengurusan 
    izin pengusahaan Gudang Berikat dari Menteri Keuangan.


                           Bagian Kedua
                              Pengusaha
    
                        Pasal 19

(1) Izin sebagai Pengusaha pada Gudang Berikat (PPGB) diberikan oleh Menteri Keuangan.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha yang akan menjadi PPGB 
    harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    a.  Memiliki Surat Izin Usaha dan izin sebagai importir dari instansi teknis terkait;
    b.  Memiliki penetapan sebagai PKP dan melampirkan SPT Tahunan PPh tahun terakhir bagi 
        perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
    c.  Memiliki rekomendasi dari PGB;
    d.  Meletakkan jaminan.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pemasukan atau pengeluaran barang impor dan jaminan yang 
    diwajibkan kepada para PPGB diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan.


                        Pasal 20

PGB yang akan bertindak sebagai PPGB wajib memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.


                        Pasal 21

(1) PPGB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang terutang atas barang yang 
    dimasukkan atau dikeluarkan dari perusahaannya.

(2) PPGB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang be
    rada di perusahaannya :
    a.  musnah tanpa sengaja;
    b.  telah diekspor, direekspor, atau diimpor untuk dipakai;
    c.  dimasukkan ke KB, dipindahkan ke Gudang Berikat lainnya, Tempat Penimbunan Sementara, 
        atau Tempat Penimbunan Pabean.


                        BAB IV
                   ENTREPOT UNTUK TUJUAN PAMERAN

                        Pasal 22

(1) Penetapan suatu bangunan, atau kawasan sebagai Entrepot untuk Tujuan Pameran (ETP) diberikan 
    oleh Menteri Keuangan kepada Penyelenggara Entrepot untuk Tujuan Pameran (PETP) dengan 
    menerbitkan izin penyelenggaraan ETP.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi PETP harus 
    memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    a.  Memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan atau kawasan yang mempunyai 
        batas-batas yang jelas (pagar pemisah);
    b.  Memiliki Izin Usaha dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi terkait;
    c.  Memiliki penetapan sebagai PKP dan melampirkan SPT PPh tahun terakhir bagi perusahaan 
        yang sudah wajib menyerahkan SPT.


                        Pasal 23

Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi ETP yang telah mendapat izin 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 diberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk, tidak dipungut 
PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22.


                        Pasal 24

(1) PETP membantu pengurusan pemasukan sementara barang impor yang akan dipamerkan oleh para 
    peserta pameran.

(2) PETP bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang terutang atas barang impor yang 
    dimasukkan dalam rangka pameran.

(3) PETP dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal barang impor 
    yang berada di ETP yang bersangkutan :
    a.  musnah tanpa sengaja;
    b.  telah direekspor;
    c.  dimasukkan ke ETP lainnya atau dipindahkan ke Tempat Penimbunan Pabean.


                         BAB V
                         TOKO BEBAS BEA 

                        Pasal 25

Toko Bebas Bea (TBB) dapat berlokasi di :
a.  Terminal keberangkatan Bandara Internasional/Pelabuhan Utama;
b.  Terminal kedatangan Bandara Internasional/Pelabuhan Utama; atau
c.  Dalam kota.


                        Pasal 26

(1) Izin pengusahaan TBB diberikan oleh Menteri Keuangan kepada perusahaan berbentuk Perseroan 
    Terbatas (PT) yang khusus dibentuk untuk itu dengan menerbitkan izin TBB.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pihak yang akan menjadi Pengusaha 
    TBB (PTBB) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    a.  Memiliki Surat Izin Usaha dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi terkait;
    b.  Memiliki penetapan sebagai PKP dan melampirkan SPT PPh tahun terakhir bagi perusahaan 
        yang sudah wajib menyerahkan SPT;
    c.  Peta lokasi/tempat yang akan dijadikan TBB.


                        Pasal 27

(1) Orang yang berhak membeli barang-barang di TBB dengan mendapatkan fasilitas kepabeanan, cukai, 
    dan perpajakan adalah :
    a.  Para anggota Korps Diplomatik;
    b.  Tenaga Ahli Bangsa Asing yang bekerja pada lembaga-lembaga Internasional;
    c.  Orang yang bepergian ke luar negeri;
    d.  Orang yang tiba dari luar negeri.

(2) Ketentuan tentang batasan nilai barang yang dapat dibeli oleh mereka yang berhak sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1) baik untuk perseorangan maupun untuk keluarga ditetapkan oleh Menteri 
    Keuangan.


                        Pasal 28

(1) PTBB bertanggung jawab terhadap bea masuk, cukai, dan pajak yang terutang atas barang yang 
    dimasukkan atau dikeluarkan dari perusahaannya.

(2) PTBB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang yang 
    berada di perusahaannya :
    a.  musnah tanpa sengaja;
    b.  telah direekspor, atau dijual kepada yang berhak;
    c.  dipindahkan ke Tempat Penimbunan Pabean.


                        BAB VI
                      KETENTUAN LAIN-LAIN

                        Pasal 29

(1) Tempat Penimbunan Berikat sepenuhnya berada dibawah pengawasan pabean.

(2) Pengawasan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap menjamin 
    kelancaran arus barang.


                        Pasal 30

(1) Izin Tempat Penimbunan Berikat dibekukan bilamana penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat :
    a.  berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan utangnya; atau
    b.  menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan Tempat Penimbunan Berikat.

(2) Pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi pencabutan bilamana 
    penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat :
    a.  tidak dapat melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; atau
    b.  tidak mampu lagi mengusahakan Tempat Penimbunan Berikat tersebut.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberlakukan kembali bilamana penyelenggara 
    Tempat Penimbunan Berikat :
    a.  telah melunasi utangnya; atau
    b.  telah mampu kembali mengusahakan Tempat Penimbunan Berikat tersebut.

(4) Izin Tempat Penimbunan Berikat dicabut dalam hal :
    a.  Penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat untuk jangka waktu satu tahun terus menerus 
        tidak lagi melakukan kegiatan;
    b.  Penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat mengalami pailit;
    c.  Penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat bertindak tidak jujur dalam usahanya; atau
    d.  terdapat permintaan dari yang bersangkutan.


                        Pasal 31

Bilamana izin Tempat Penimbunan Berikat telah dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), 
pengusaha dalam batas waktu tiga puluh hari sejak pencabutan izin harus :
a.  melunasi semua Bea Masuk yang terutang;
b.  mengekspor kembali barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat; atau
c.  memindahkan barang yang masih ada di Tempat Penimbunan Berikat ke Tempat Penimbunan Berikat 
    lain.


                        Pasal 32

Penyelenggara Tempat Penimbunan Berikat atau pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di Tempat 
Penimbunan Berikat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, selain dikenai 
sanksi yang secara tegas telah diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dapat pula dikenai sanksi administrasi 
berupa denda atau sanksi pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


                        BAB VII
                       KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 33

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur oleh Menteri 
Keuangan.


                        Pasal 34

(1) Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1986 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1990 dinyatakan 
    tidak berlaku lagi.

(2) Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor 
    dinyatakan sebagai Kawasan Berikat.

(3) Semua peraturan pelaksanaan yang mengatur tentang Kawasan Berikat, Entrepot Partikelir dan Toko 
    Bebas Bea, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku 
    sampai ada penggantinya.


                        Pasal 35

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




                            Ditetapkan di Jakarta
                            pada tanggal 4 Juni 1996
                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                            ttd

                            SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juni 1996
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO




              LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1996 NOMOR 50








                           PENJELASAN 
                         ATAS

                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                    NOMOR 33 TAHUN 1996

                        TENTANG

                        TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT

UMUM

Dalam era globalisasi perdagangan dunia sekarang ini, persaingan untuk mendapatkan pasar bagi produk 
industri bukan minyak dan gas bumi demikian ketatnya. Oleh karena itu daya saing produk ekspor Indonesia 
perlu ditingkatkan antara lain dengan jalan efisiensi proses produksi, peningkatan mutu barang, memperlancar 
arus keluar masuknya barang ke dan dari Indonesia serta tersedianya sarana promosi dalam mendukung 
pemasarannya. Peningkatan mutu barang dan efisiensi proses produksi tersebut dapat lebih dipacu apabila 
persediaan bahan baku bagi kebutuhan industri dalam negeri tersedia tepat waktu dan produk yang dihasilkan 
belum dibebani dengan kewajiban-kewajiban kepabeanan, cukai, dan perpajakan. Dengan adanya pemberian 
fasilitas tersebut, para investor akan lebih terangsang untuk melakukan kegiatan bisnisnya secara terpadu dan 
dapat lebih bersaing di pasaran internasional atas produk industri yang mereka hasilkan.

Selain itu pemberian fasilitas di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan secara internasional dan praktik 
kenegaraan, juga diberikan kepada para anggota korps diplomatik dan lembaga internasional secara timbal 
balik, serta kepada mereka yang akan berangkat ke luar negeri atau yang baru tiba dari luar negeri yang 
membeli barang dalam batas nilai tertentu.

Praktik pemberian fasilitas di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan tersebut diatas, dilaksanakan dengan 
membentuk suatu Tempat Penimbunan Berikat yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan pabean.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

    Cukup Jelas

Pasal 2 

    Ayat (1)

        Cukup Jelas

    Ayat (2)

        Cukup Jelas

    Ayat (3)

        Cukup Jelas

    Ayat (4)

        Yang dimaksud dengan barang konsumsi adalah barang-barang yang dikonsumsi secara 
        pribadi oleh penyelenggara atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat, seperti barang 
        keperluan sehari-hari berupa minuman, makanan, atau rokok.

Pasal 3

    Cukup jelas

Pasal 4

    Penyelenggara dan Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat merupakan dua kegiatan usaha yang 
    terpisah (sesuai pengertian Pasal 1 butir 6 dan butir 7). Penyelenggara yang sekaligus bertindak 
    selaku Pengusaha pada Tempat Penimbunan Berikat yang diselenggarakannya selain harus memenuhi 
    persyaratan sebagai Penyelenggara juga harus memenuhi segala persyaratan yang diwajibkan kepada 
    Pengusaha.

Pasal 5

    Ayat (1)

        Pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, atau 
        pajak dalam rangka impor adalah mereka yang memperoleh fasilitas berdasarkan ketentuan 
        peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti barang untuk perwakilan negara asing 
        atau badan internasional, barang untuk keperluan musium, atau kebun binatang.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 6

    Cukup jelas

Pasal 7

    Cukup jelas

Pasal 8

    KB dapat hanya terdiri dari satu perusahaan dimana PKB sekaligus bertindak selaku PDKB, atau KB 
    dapat juga diperuntukkan bagi beberapa PDKB yang melakukan kegiatan usaha industri pengolahan, 
    dimana PKB dapat juga menjadi salah satu dari PDKB yang melakukan kegiatan usaha di KB yang 
    diselenggarakannya, atau Penyelenggara hanya menyediakan fasilitas sarana dan prasarana bagi 
    beberapa PDKB yang melakukan kegiatan usaha di KB yang bersangkutan.

Pasal 9

    Ayat (1)

        Sebagai insentif bagi PKB yang telah mendapatkan izin penyelenggaraan KB, pemerintah 
        memberikan fasilitas penangguhan bea masuk dan pajak dalam rangka impor terhadap impor 
        barang modal atau peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai untuk pembangunan/
        konstruksi/perluasan atau penyelenggaraan kantor KB (peralatan kantor bukan merupakan 
        barang yang dipakai habis, seperti kertas, pita mesin tik, diskette).

    Ayat (2)

        Dalam rangka memberikan kemudahan bagi para investor yang akan menjadi PDKB maka 
        pemerintah memberikan tanggung jawab penelitian persyaratan yang wajib dipenuhi oleh 
        PDKB kepada PKB.

    Ayat (3)

        Pelaporan adanya PKB baru di KB yang diselenggarakannya kepada Menteri Keuangan 
        merupakan manifestasi dari tanggung jawab yang diterima oleh PKB.

Pasal 10

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Kewajiban PDKB untuk melapor kepada Menteri Keuangan sebelum mulai melakukan 
        kegiatan usahanya, dimaksudkan untuk keperluan pemberian pelayanan kepada PDKB yang 
        bersangkutan. Sehingga segala fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan yang diberikan 
        kepada PDKB dapat diterimanya.

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 11

    Cukup jelas

Pasal 12

    Ayat (1)

        Pemasukan dan pengeluaran barang oleh PDKB dilakukan secara self-assement yang 
        menuntut adanya kejujuran dari yang bersangkutan. Oleh karena itu jika dalam audit yang 
        dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas kebenaran barang yang dimasukkan 
        atau dikeluarkan oleh PDKB, ternyata terdapat ketidaksesuaian yang menyebabkan kerugian 
        hak-hak keuangan negara maka PDKB tersebut bertanggung jawab atas bea masuk, cukai 
        dan pajak dalam rangka impor dari barang atau bahan yang bersangkutan.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 13

    Cukup jelas

Pasal 14

    Cukup jelas

Pasal 15

    Ayat (1)

        Mengingat KB merupakan tempat kegiatan usaha pengelolaan yang hasil produksinya 
        terutama untuk tujuan ekspor maka pengeluaran barang yang telah diolah di KB ke dalam 
        Daerah Pabean Indonesia lainnya baru dapat dilakukan setelah adanya realisasi ekspor 
        dengan memenuhi kewajiban pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor 
        serta ketentuan umum dibidang impor.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 16

    Lihat penjelasan Pasal 7 dengan penyesuaian istilah.

Pasal 17

    Lihat penjelasan Pasal 8 dengan penyesuaian istilah.

Pasal 18

    Lihat penjelasan Pasal 9 dengan penyesuaian istilah.

Pasal 19

    Ayat (1)

        Berbeda dengan PDKB yang hanya melaporkan tentang dimulainya kegiatan usahanya, maka 
        terhadap PPGB yang akan melakukan kegiatan di Gudang Berikat diwajibkan untuk 
        mendapatkan izin dari Menteri Keuangan terlebih dahulu. Perbedaan perlakuan ini, karena 
        PPGB adalah importir yang melakukan kegiatan perdagangan dengan mendapatkan fasilitas 
        penangguhan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.

    Ayat (2)

        Yang dimaksud dengan meletakkan jaminan pada huruf e ayat ini adalah bahwa PPGB 
        meletakkan jaminan atas fasilitas penangguhan bea masuk, cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 
        22 yang diberikan terhadap impor yang dilakukan, sepanjang gudang tersebut dikelola secara 
        langsung oleh PPGB yang bersangkutan.

        Dalam hal Gudang Berikat yang dikelola oleh PPGB berada dibawah pengawasan langsung 
        Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu kunci gudang tersebut dipegang oleh PPGB dan 
        Direktorat Jenderal Bea dan Cukai secara bersama-sama maka PPGB tidak perlu meletakkan 
        jaminan dimaksud.

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 20

    Cukup jelas

Pasal 21

    Ayat (1)

        Lihat penjelasan Pasal 12 dengan penyesuaian istilah.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 22

    Lihat penjelasan Pasal 7 dengan penyesuaian istilah.

Pasal 23

    Lihat Penjelasan Pasal 9 (1) dengan penyesuaian istilah.

Pasal 24

    Ayat (1)

        Untuk memberikan kemudahan kepada para peserta pameran maka pengurusan pemasukan 
        sementara barang impor yang akan dipamerkan cukup dilakukan oleh PETP kepada Direktorat 
        Jenderal Bea dan Cukai.

    Ayat (2)

        Karena yang menyelenggarakan pameran dan mengurus pemasukan sementara barang yang 
        akan dipamerkan adalah PETP maka tanggung jawab atas bea masuk, cukai, dan pajak dalam 
        rangka impor dari barang yang bersangkutan terletak pada PETP.

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 25

    Cukup jelas

Pasal 26

    Lihat penjelasan Pasal 7 dengan penyesuaian istilah.

Pasal 27

    Ayat (1)

        Pada ayat ini ditegaskan mengenai siapa saja yang dapat mempergunakan fasilitas pembelian 
        barang di TBB. Dengan demikian PTBB diwajibkan untuk meneliti dan mendata seluruh orang 
        yang membeli barang di TBB yang diusahakannya.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

Pasal 28

    Lihat Penjelasan Pasal 12 dengan penyesuaian istilah.

Pasal 29

    Yang dimaksud dengan pengawasan pabean adalah pengawasan yang dilakukan sepenuhnya oleh 
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas keluar masuknya barang dari dan ke Tempat Penimbunan 
    Berikat, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan atas fasilitas yang diberikan pemerintah. Karena 
    penyalahgunaan tersebut pada akhirnya dapat mengakibatkan kerugian pada keuangan negara dan 
    terjadinya distorsi perdagangan dalam negeri.

Pasal 30

    Ayat (1)

        Pembekuan izin Tempat Penimbunan Berikat merupakan tindak lanjut dari hasil audit yang 
        dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai terhadap Tempat Penimbunan Berikat yang 
        bersangkutan.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal 31

    Cukup jelas

Pasal 32

    Cukup jelas

Pasal 33

    Cukup jelas

Pasal 34

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Mengingat perizinan, persyaratan, maupun fasilitas yang diberikan kepada Pengusaha KB dan 
        Pengusaha Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE) adalah sama maka untuk 
        memudahkan pelaksanaan pelayanan yang akan diberikan kepada Pengusaha tersebut, 
        penamaan KB dan EPTE disatukan menjadi KB

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 35

    Cukup jelas




               TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3638
peraturan/pp/33tahun1996.txt · Last modified: 2023/02/05 06:21 by 127.0.0.1