User Tools

Site Tools


peraturan:pp:29tahun2009
           DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 TAHUN 1997
tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang
Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Terutang;

Mengingat:

1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2.  Undang-Undang Nomor 20 TAHUN 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran
    Negara Republik Indonesia Nomor 3687);

            MEMUTUSKAN:

Menetapkan:
            PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENENTUAN JUMLAH,
            PEMBAYARAN, DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
            YANG TERUTANG.

            BAB I KETENTUAN UMUM

            Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1.  Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang
    tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

2.  Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

3.  Instansi Pemerintah adalah Departemen dan Lembaga Non Departemen.

4.  Pimpinan Instansi Pemerintah adalah menteri atau pimpinan lembaga non
    departemen.

5.  Pejabat Instansi Pemerintah adalah pejabat yang berwenang menurut ketentuan
    peraturan perundang-undangan bertanggung jawab atas penentuan jumlah,
    pembayaran termasuk angsuran dan penundaan pembayaran, penagihan, dan
    penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.

6.  Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan
    kewajiban membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai ketentuan peraturan
    perundang-undangan.

7.  Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah Penerimaan Negara Bukan
    Pajak yang harus dibayar pada suatu saat, atau dalam suatu periode tertentu
    menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.

            BAB II
            PENENTUAN JUMLAH PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG
            TERUTANG

            Pasal 2

Penerimaan Negara Bukan Pajak menjadi terutang:

1.  sebelum Wajib Bayar menerima manfaat atas kegiatan Instansi Pemerintah; atau

2.  sesudah Wajib Bayar menerima manfaat atas kegiatan Instansi Pemerintah.

            Pasal 3

(1) Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditentukan dengan cara:

    1.  ditetapkan oleh Instansi Pemerintah; atau

    2.  dihitung sendiri oleh Wajib Bayar.

(2) Dalam hal Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dihitung sendiri oleh Wajib
    Bayar, Pimpinan Instansi Pemerintah atau Pejabat Instansi Pemerintah dapat
    menetapkan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

            Pasal 4

(1)     Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dihitung dengan menggunakan
    tarif:

    1.  spesifik; dan/atau

    2.  advalorem.

(2) Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang dihitung dengan
    menggunakan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara
    mengalikan tarif dengan volume.

(3) Selain dihitung dengan menggunakan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
    jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditetapkan sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.

            BAB III
            PEMBAYARAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG

            Pasal 5

(1) Wajib Bayar wajib membayar seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang
    secara tunai paling lambat pada saat jatuh tempo pembayaran sesuai ketentuan
    peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang melampaui
    jatuh tempo pembayaran yang ditetapkan, Wajib Bayar dikenakan sanksi administrasi
    berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari bagian yang terutang dan
    bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.

(3) Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan
    untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

            Pasal 6

(1) Dalam hal terjadi kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
    Terutang, Wajib Bayar wajib segera melunasi kekurangan pembayaran tersebut.

(2) Dalam hal terjadi keterlambatan pembayaran kekurangan Penerimaan Negara Bukan
    Pajak yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Wajib Bayar dikenakan
    sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah
    kekurangan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan bagian dari bulan
    dihitung 1 (satu) bulan penuh.

(3) Sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan
    untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

            Pasal 7

(1) Pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, kekurangan
    pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, dan/atau sanksi
    administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal
    6 dilakukan secepatnya ke Kas Negara.

(2) Wajib Bayar yang menghitung sendiri Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang
    harus menyampaikan surat tanda bukti pembayaran yang sah kepada Menteri c.q.
    Direktur Jenderal Anggaran.

            Pasal 8

(1) Dalam hal berdasarkan penghitungan Wajib Bayar terdapat kelebihan pembayaran
    Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang, Wajib Bayar dapat mengajukan
    permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran tersebut kepada Pimpinan
    Instansi Pemerintah disertai dengan dokumen pendukung yang sah dan lengkap.

(2) Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan persetujuan atau penolakan atas
    permohonan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) disetujui oleh Pimpinan Instansi Pemerintah, kelebihan pembayaran
    diperhitungkan sebagai pembayaran di muka atas jumlah Penerimaan Negara Bukan
    Pajak yang Terutang dari Wajib Bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya.

(4) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar, Pimpinan Instansi
    Pemerintah menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri disertai rekomendasi tertulis.

(5) Menteri berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menyetujui atau menolak
    permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

(6) Dalam hal permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui,
    Menteri menerbitkan penetapan persetujuan pengembalian kelebihan pembayaran
    secara tunai.

(7) Pengembalian kelebihan pembayaran secara tunai sebagaimana dimaksud pada ayat
    (6) kepada Wajib Bayar dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal
    penetapan persetujuan oleh Menteri.

(8) Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran dilakukan melampaui batas waktu
    sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan
    kepada Wajib Bayar ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
    untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(9) Dalam hal permohonan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak,
    permohonan pengembalian kelebihan pembayaran dikembalikan kepada Pimpinan
    Instansi Pemerintah.

(10)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran
    Penerimaan Negara Bukan Pajak secara tunai diatur dengan Peraturan Menteri.

            Pasal 9

(1) Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan kepada Pimpinan Instansi Pemerintah
    untuk mengangsur dan/atau menunda pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak
    yang Terutang.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada
    Pimpinan Instansi Pemerintah paling lambat 20 (dua puluh) hari sebelum tanggal jatuh
    tempo pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang disertai alasan,
    data pendukung, dan dokumen lainnya secara lengkap.

(3) Pimpinan Instansi Pemerintah menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) dilampiri rekomendasi tertulis kepada Menteri paling lambat 30 (tiga
    puluh) hari sejak permohonan Wajib Bayar diterima secara lengkap.

(4) Menteri berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menyetujui atau menolak
    permohonan mengangsur dan/atau menunda pembayaran Penerimaan Negara Bukan
    Pajak yang Terutang yang disampaikan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah
    sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau menentukan lain pembayaran Penerimaan
    Negara Bukan Pajak yang Terutang.

(5) Menteri menerbitkan surat persetujuan atau penolakan atas permohonan mengangsur
    dan/atau menunda pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan
    menyampaikannya kepada Pimpinan Instansi Pemerintah paling lambat 30 (tiga puluh)
    hari sejak surat permohonan Pimpinan Instansi Pemerintah diterima secara lengkap.

(6) Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan persetujuan atau penolakan atas
    permohonan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 7 (tujuh)
    hari setelah mendapat persetujuan atau penolakan Menteri sebagaimana dimaksud
    pada ayat (5).

(7) Dalam hal permohonan angsuran dan/atau penundaan pembayaran Penerimaan
    Negara Bukan Pajak yang Terutang disetujui, jumlah dan jangka waktu angsuran atau
    penundaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang ditetapkan
    dalam surat persetujuan Menteri.

(8) Pengangsuran dan/atau penundaan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak
    yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikenakan bunga sebesar 2%
    (dua persen) per bulan dari bagian yang terutang dan bagian dari bulan dihitung
    1 (satu) bulan penuh.

(9) Dalam hal permohonan angsuran dan/atau penundaan pembayaran Penerimaan
    Negara Bukan Pajak yang Terutang ditolak, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib
    menagih seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang kepada Wajib Bayar
    paling lambat 7 (tujuh) hari sejak Surat Penolakan diterima oleh Wajib Bayar.

            Pasal 10

(1) Wajib Bayar yang menghitung sendiri jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
    Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, dapat dilakukan
    pemeriksaan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan
    peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Bayar sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) terdapat kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan
    Pajak yang Terutang, Pimpinan Instansi Pemerintah menerbitkan penetapan
    atas kekurangan tersebut.

(3) Kekurangan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilunasi oleh Wajib Bayar dengan
    ditambah sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) per bulan dari
    kekurangan tersebut untuk waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung
    sejak Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

            Pasal 11

(1) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kelebihan pembayaran Penerimaan
    Negara Bukan Pajak yang Terutang, Pimpinan Instansi Pemerintah menerbitkan
    penetapan atas kelebihan tersebut.

(2) Kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diperhitungkan sebagai
    pembayaran dimuka atas jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dari
    Wajib Bayar yang bersangkutan pada periode berikutnya.

(3) Dalam hal terjadi pengakhiran kegiatan usaha Wajib Bayar, pengembalian kelebihan
    pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dilaksanakan sesuai
    ketentuan Pasal 8 ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), dan ayat (8).

            BAB IV
            PENAGIHAN, PEMUNGUTAN, DAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA
            BUKAN PAJAK YANG TERUTANG

            Pasal 12

(1) Terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang jumlahnya ditetapkan
    oleh Instansi Pemerintah, Pimpinan Instansi Pemerintah selaku Pengguna Anggaran
    wajib melakukan penagihan dan/atau pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak
    yang Terutang.

(2) Penagihan dan/atau pemungutan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
    Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perhitungan dengan
    menggunakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(3) Pimpinan Instansi Pemerintah selaku Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) wajib mengangkat Bendahara Penerimaan untuk menerima
    pembayaran, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan
    mempertanggungjawabkan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang diterima sesuai
    ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penagihan dan/atau pemungutan
    Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang diatur dengan Peraturan Menteri.

            Pasal 13

(1) Terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang yang jumlahnya dihitung
    sendiri oleh Wajib Bayar, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan penagihan
    terhadap Wajib Bayar yang sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran yang
    ditentukan belum melunasi kewajibannya dan/atau masih terdapat kekurangan
    pembayaran jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

(2) Dalam melaksanakan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan
    Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Tagihan Pertama atas Penerimaan Negara
    Bukan Pajak yang Terutang.

(3) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan
    Pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan Wajib Bayar belum atau
    tidak melunasi kewajibannya, Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Tagihan Kedua.

(4) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan
    Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan Wajib Bayar belum atau tidak
    melunasi kewajibannya, Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Tagihan Ketiga.

(5) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal Surat Tagihan
    Ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan Wajib Bayar belum atau tidak
    melunasi kewajibannya, Instansi Pemerintah menerbitkan Surat Penyerahan Tagihan
    kepada instansi yang berwenang mengurus Piutang Negara untuk diproses lebih lanjut
    penyelesaiannya.

            Pasal 14

(1) Dalam hal tertentu, Wajib Bayar dapat mengajukan permohonan kepada Pimpinan
    Instansi Pemerintah untuk ditinjau kembali dari kewajiban pembayaran Penerimaan
    Negara Bukan Pajak yang Terutang dan/atau sanksi administrasi berupa denda.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada
    Pimpinan Instansi Pemerintah disertai penjelasan, dokumen, dan data pendukung.

(3) Pimpinan Instansi Pemerintah menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (2) kepada Menteri dilengkapi dengan rekomendasi tertulis.

(4) Menteri berdasarkan pertimbangan tertentu dapat menyetujui atau menolak
    permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk sebagian atau seluruhnya.

(5) Menteri menerbitkan surat persetujuan atau surat penolakan atas permohonan untuk
    ditinjau kembali pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan
    menyampaikannya kepada Pimpinan Instansi Pemerintah.

(6) Pimpinan Instansi Pemerintah memberikan persetujuan atau penolakan atas
    permohonan Wajib Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapat
    persetujuan atau penolakan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling
    lambat 15 (lima belas) hari kerja.

(7) Dalam hal permohonan untuk ditinjau kembali pembayaran Penerimaan Negara Bukan
    Pajak yang Terutang ditolak, Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menagih seluruh
    Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang kepada Wajib Bayar paling lambat
    1 (satu) bulan sejak surat penolakan diterbitkan.

(8) Penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara untuk ditinjau kembali dari kewajiban
    pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang dan/atau sanksi
    administrasi berupa denda diatur dengan Peraturan Menteri.

            Pasal 15

(1) Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang wajib disetor secepatnya ke
    Kas Negara.

(2) Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
    ketentuan peraturan perundang-undangan.

            Pasal 16

(1) Bendahara Penerimaan wajib menyampaikan pertanggungjawaban atas penerimaan
    dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak bulan sebelumnya kepada Pimpinan
    Instansi Pemerintah pada departemen/lembaga yang bersangkutan, paling lambat
    pada tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan.

(2) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan oleh
    Pimpinan Instansi Pemerintah yang bersangkutan kepada Menteri paling lambat
    tanggal 20 (dua puluh) setiap bulan.

            BAB V
            KETENTUAN PENUTUP

            Pasal 17

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di   :   Jakarta
Pada tanggal    :   24 Maret 2009

Presiden Republik Indonesia,
ttd,

Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

Diundangkan di  :   Jakarta
Pada tanggal        :   24 Maret 2009

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia,
ttd,

Andi Mattalatta



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 58



            PENJELASAN
            ATAS
            PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
            NOMOR 29 TAHUN 2009
            TENTANG
            TATA CARA PENENTUAN JUMLAH, PEMBAYARAN, DAN PENYETORAN
            PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG TERUTANG

1.  UMUM

    Untuk melaksanakan pembangunan Nasional yang berkelanjutan di segala bidang
    diperlukan upaya-upaya optimalisasi penerimaan negara, salah satu di antaranya
    adalah melalui optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari
    berbagai sumber penerimaan Pemerintah Pusat di luar penerimaan perpajakan.

    Dalam rangka melaksanakan optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak dimaksud,
    diperlukan suatu tindak lanjut dengan cara menetapkan langkah-langkah yang lebih
    efektif dalam pengumpulan penerimaan (dana) dengan cara mengikutsertakan
    partisipasi dari seluruh pihak yang telah memperoleh manfaat ekonomi sebagai bagian
    dari tanggung jawabnya dalam mewujudkan maksud tersebut di atas.

    Sebagai tindak lanjut atas upaya optimalisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
    lebih efektif, perlu untuk menetapkan suatu Peraturan Pemerintah yang mengatur
    tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan
    Negara Bukan Pajak yang Terutang.

2.  PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1

        Cukup jelas.

    Pasal 2

        Penerimaan Negara Bukan Pajak menjadi Terutang sebelum Wajib Bayar
        menerima manfaat atas kegiatan Pemerintah seperti pemberian hak paten,
        pelayanan pendidikan, sedangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak menjadi
        terutang sesudah menerima manfaat seperti pemanfaatan sumber daya alam.

    Pasal 3

        Ayat (1)

            Huruf a

                Contoh jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang
                yang ditetapkan oleh Instansi Pemerintah antara lain
                pemberian paten, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan,
                dan penjualan karcis masuk.

            Huruf b

                Contoh jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang
                yang dihitung sendiri oleh Wajib Bayar antara lain pemanfaatan
                dari sumber daya alam.

        Ayat (2)

            Yang dimaksud dengan #dapat menetapkan# adalah terhadap Wajib
            Bayar yang menghitung sendiri Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
            Terutang dapat dilakukan koreksi dalam bentuk penetapan oleh
            Instansi Pemerintah untuk mendapatkan jumlah yang tepat dan benar.

    Pasal 4

        Ayat (1)

            Huruf a

                Yang dimaksud dengan #tarif spesifik# adalah tarif yang
                ditetapkan dengan nilai nominal uang.

            Huruf b

                Yang dimaksud dengan #tarif advalorem# adalah tarif yang
                ditetapkan dengan persentase (%) dikalikan dengan dasar
                pengenaan tertentu. Dasar pengenaan tertentu merupakan
                satuan nilai yang digunakan sebagai dasar perhitungan, antara
                lain Harga Patokan (HP), indeks harga, kurs, pendapatan kotor,
                atau penjualan bersih.

        Ayat (2)

            Contoh penghitungan (tarif spesifik):

            Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = tarif x volume

            Tarif = Rp. 50,00/m3

            Volume = 1.000 m3

            Maka jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah:

            Rp. 50,00/m3 x 1.000 m3 = Rp. 50.000,00.

            Contoh penghitungan (tarif advalorem):

            Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = tarif x volume

            Tarif = persentase x dasar pengenaan

            Besaran persentase = 10%

            Dasar pengenaan = Rp. 1.000,00/m3

            Tarif = 10% x Rp. 1.000,00/m3

            Volume = 1.000 m3

            Maka jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang adalah:

            (10% x Rp. 1.000,00/m3) x 1.000 m3= Rp. 100.000,00

        Ayat (3)

            Penghitungan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang
            yang penghitungannya tidak dapat dihitung dengan menggunakan tarif
            spesifik dan/atau advalorem antara lain penetapan berdasarkan
            formula, kontrak, putusan pengadilan, dan hasil lelang.

    Pasal 5

        Ayat (1)

            Cukup jelas.

        Ayat (2)

            Contoh perhitungan sanksi administrasi berupa denda Pokok
            Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = Rp. 100.000.000,00

            Jatuh tempo tanggal = 2 Januari 2006

            Pembayaran tanggal = 3 Januari 2006

            Keterlambatan = 1 hari, dihitung 1 bulan

            Maka, jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang =
            (2% x Rp. 100.000.000,00) + Rp. 100.000.000,00 = Rp. 102.000.000,00.

            Apabila pembayaran dilakukan pada tanggal 3 Februari 2006, maka
            jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang =
            (2% x Rp. 102.000.000,00) + Rp. 102.000.000,00 = Rp. 104.040.000,00.

        Ayat (3)

            Selama Wajib Bayar tidak melunasi jumlah Penerimaan Negara Bukan
            Pajak yang Terutang, sanksi administrasi berupa denda diperhitungkan
            sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang. Pengenaan
            sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) hanya
            untuk selama 24 (dua puluh empat) bulan sejak jatuh tempo, setelah
            itu tidak dikenakan denda lagi.

            Contoh:

            Pokok Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = Rp.
            100.000.000,00

            Jatuh tempo tanggal = 2 Januari 2006

            Pembayaran tanggal = 3 Januari 2006

            Keterlambatan = 1 hari, dihitung 1 bulan

            Maka, jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang =
            (2% x Rp. 100.000.000,00) + Rp. 100.000.000,00 = Rp. 102.000.000,00.

            Contoh: Penghitungan sanksi administrasi berupa denda selama 24
            (dua puluh empat) bulan

            Pokok Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang =
            Rp. 100.000.000,00

            Jatuh tempo tanggal = 2 Januari 2006

            Pembayaran tanggal = 3 Januari 2008

            Keterlambatan = 1 hari, dihitung 1 bulan

            Maka, jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang bulan
            ke-1 = Rp. 100.000.000,00 + (Rp. 100.000.000,00 x 2%) =
            Rp. 102.000.000,00.

            Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang bulan ke-2
            = Rp. 100.000.000,00 + ((Rp. 102.000.000,00 x 2%) + Rp. 2.000.000,00))
            = Rp. 104.040.000,00.

            dst.

            Sehingga, Apabila pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
            Terutang tanggal 3 Nopember 2008, Maka Jumlah Penerimaan Negara
            Bukan Pajak yang Terutang bulan ke-23 = Rp. 100.000.000,00 +
            ((Rp. 157.597.967,08 x 2%) + Rp. 54.597.967,08)) = Rp. 157.689.926,42.

            Apabila pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang
            tanggal 3 Desember 2008, Maka Jumlah Penerimaan Negara Bukan
            Pajak yang Terutang bulan ke-24 = Rp. 100.000.000,00 + ((Rp.
            157.689.926,42 x 2%) + Rp. 57.689.926,42)) = Rp. 160.843.724,95.

            =================================================================================
            Bulan       Pokok           Perhitungan denda               Akumulasi   Jumlah PNBP
                                                        Denda       yang Terutang
            =================================================================================
            (1)         (2)             (3)                         (4)     (5=2+=4)
            =================================================================================

            Bulan 1     100.000.000,00  (100.000.000 x 2%)              2.000.000,00    102.000.000,00

            Bulan 2     100.000.000,00  (102.000.000 x 2%) + 2.000.000      4.040.000,00    104.040.000,00

            Bulan 3     100.000.000,00  (104.040.000  x 2%) + 4.040.000     6.120.800,00    106.120.800,00

            Bulan 4     100.000.000,00  (106.120.800 x 2%) + 6.120.800      8.243.216,00    108.243.216,00

            Bulan 5     100.000.000,00  (108.243.216 x 2%) + 8.243.216      10.408.080,32   110.408.080,32

            Bulan 23    100.000.000,00  (157.597.967,08 x 2%) + 54.597.967,08   57.689.926,42   157.689.926,42

            Bulan 24    100.000.000,00  (157.689.926,42 x 2%) + 57.689.926,42   60.843.724,95   160.843.724,95

            =================================================================================

    Pasal 6

        Ayat (1)

            Penyebab kekurangan pembayaran antara lain adalah kesalahan
            penghitungan tarif, volume, dasar pengenaan tertentu, atau kesalahan
            administrasi.

        Ayat (2)

            Cukup jelas.

        Ayat (3)

            Cukup jelas.

    Pasal 7

        Ayat (1)

            Cukup jelas.

        Ayat (2)

            Yang dimaksud dengan #surat tanda bukti pembayaran yang sah#
            antara lain fotokopi tanda bukti yang sudah dilegalisasi oleh pejabat
            yang berwenang.

    Pasal 8

        Ayat (1)

            Penyebab kelebihan pembayaran antara lain adalah kesalahan
            penghitungan, tarif, volume, dasar pengenaan tertentu, atau
            kesalahan administrasi.

        Ayat (2)

            Cukup jelas.

        Ayat (3)

            Cukup jelas.

        Ayat (4)

            Yang dimaksud dengan #rekomendasi tertulis# adalah surat menteri
            teknis yang menjelaskan bahwa pengakhiran kegiatan usaha karena

            1.  izin usaha berakhir yang dibuktikan dengan surat keterangan
                dari instansi yang berwenang; atau

            2.  pailit, yang dibuktikan dengan putusan pengadilan.

        Ayat (5)

            Yang dimaksud dengan #pertimbangan tertentu#, misalnya Wajib
            Bayar yang izin usahanya berakhir atau pailit dapat ditolak
            permohonannya apabila masih mempunyai tunggakan terhadap
            Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang.

        Ayat (6)

            Cukup jelas.

        Ayat (7)

            Cukup jelas.

        Ayat (8)

            Penghitungan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah
            kelebihan terhitung sejak tanggal diterbitkannya penetapan.

        Ayat (9)

            Cukup jelas.

        Ayat (10)

            Cukup jelas.

    Pasal 9

        Ayat (1)

            Cukup jelas.

        Ayat (2)

            Yang dimaksud dengan #data pendukung# antara lain adalah laporan
            keuangan perusahaan yang meliputi neraca, laporan laba-rugi, dan
            laporan arus kas (cash flow) yang telah diaudit sekurang-kurangnya
            3 (tiga) tahun buku berturut-turut serta data penunjang keuangan
            lainnya.

            Yang dimaksud dengan #dokumen lainnya# antara lain adalah surat
            keterangan dari instansi yang berwenang.

        Ayat (3)

            Cukup jelas.

        Ayat (4)

            Yang dimaksud dengan #pertimbangan tertentu# pada ketentuan ini
            antara lain adalah kondisi keuangan perusahaan atau bencana alam
            (force majeur).

        Ayat (5)

            Cukup jelas.

        Ayat (6)

            Cukup jelas.

        Ayat (7)

            Cukup jelas.

        Ayat (8)

            Contoh pengangsuran Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang:

            Pokok Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang = Rp.
            100.000.000,00

            Berdasarkan ketetapan Instansi Pemerintah, Penerimaan Negara
            Bukan Pajak yang Terutang diangsur selama 5 (lima) bulan dan
            pembayaran dimulai pada tanggal 2 Januari sampai dengan 2 Mei 2008
            masing-masing sebesar Rp. 20.000.000,00 setiap bulan ditambah
            bunga 2% sebulan dari jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
            Terutang.

            ================================================================
            Jadwal                  Perhitungan     Akumulasi   Jumlah PNBP
            Pembayaran  Pokok           Bunga           Bunga       yang Terutang
            ================================================================
            (1)     (2)         (3)         (4)     (5=2+4)
            ================================================================

            2 Jan 2008  20.000.000,00   (100.000.000 x 2%)  2.000.000,00    22.000.000,00

            2 Feb 2008  20.000.000,00   (80.000.000 x 2%)   1.600.000,00    21.600.000,00

            2 Mar 2008  20.000.000,00   (60.000.000 x 2%)   1.200.000,00    21.200.000,00

            2 Apr 2008  20.000.000,00   (40.000.000 x 2%)   800.000,00  20.800.000,00

            2 Mei 2008  20.000.000,00   (20.000.000 x 2%)   400.000,00  20.400.000,00

            ================================================================
                    Jumlah PNBP yang Terutang   106.000.000,00
            ================================================================

        Ayat (9)

            Cukup jelas.

    Pasal 10

        Ayat (1)

            Pemeriksaan dalam ketentuan ini untuk menguji kepatuhan pemenuhan
            kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
            tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan dalam rangka
            melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut.

            Yang dimaksud dengan #instansi yang berwenang# adalah Badan
            Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan Badan Pemeriksa
            Keuangan tetap dapat melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan
            sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        Ayat (2)

            Cukup jelas.

        Ayat (3)

            Cukup jelas.

    Pasal 11

        Cukup jelas.

    Pasal 12

        Ayat (1)

            Cukup jelas.

        Ayat (2)

            Cukup jelas.

        Ayat (3)

            Untuk dapat melaksanakan kegiatannya secara bertanggung jawab,
            Bendahara Penerimaan harus diangkat oleh Pimpinan Instansi
            Pemerintah. Bendahara Penerimaan yang karena jabatannya dan/atau
            sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

        Ayat (4)

            Cukup jelas.

    Pasal 13

        Cukup jelas.

    Pasal 14

        Ayat (1)

            Yang dimaksud dengan #hal tertentu# misalnya kegiatan sosial,
            kepentingan keagamaan, kepentingan nasional, hubungan
            internasional, Wajib Bayar tidak mampu membayar kewajiban
            Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Terutang karena perusahaan
            tidak beroperasi lagi, mengalami kerugian yang dibuktikan dengan
            rekomendasi dari instansi yang berwenang melakukan pemeriksaan.

        Ayat (2)

            Yang dimaksud dengan #dokumen# antara lain surat keterangan dari
            instansi yang berwenang.

            Yang dimaksud dengan #data pendukung# antara lain adalah laporan
            keuangan perusahaan yang meliputi neraca, laporan laba-rugi dan
            laporan arus kas (cash flow) yang telah diaudit sekurang-kurangnya
            3 (tiga) tahun buku berturut-turut, serta data penunjang keuangan
            lainnya.

        Ayat (3)

            Yang dimaksud dengan #rekomendasi tertulis# adalah surat menteri
            teknis yang menjelaskan bahwa pemohon secara teknis telah
            memenuhi kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan
            perundang-undangan.

        Ayat (4)

            Yang dimaksud dengan #pertimbangan tertentu# antara lain
            keabsahan dokumen pendukung dan kondisi keuangan negara.

        Ayat (5)

            Cukup jelas.

        Ayat (6)

            Cukup jelas.

        Ayat (7)

            Cukup jelas.

        Ayat (8)

            Cukup jelas.

        Ayat (9)

            Cukup jelas.

    Pasal 15

        Cukup jelas.

    Pasal 16

        Cukup jelas.

    Pasal 17

        Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4995
peraturan/pp/29tahun2009.txt · Last modified: 2023/02/05 21:05 by 127.0.0.1