User Tools

Site Tools


peraturan:pp:27tahun1998
                   PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 27 TAHUN 1998

                        TENTANG

               PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :

a.  bahwa dalam rangka pembinaan dan pengembangan usaha agar mampu menghadapi arus globalisasi 
    di bidang ekonomi, perlu diciptakan iklim, usaha yang sehat dan efisien;
b.  bahwa untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan efisien antara lain dapat ditempuh dengan 
    melakukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas;
c.  bahwa penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan Terbatas harus tetap 
    memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham, pihak ketiga, karyawan perseroan, dan 
    masyarakat;
d.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam butir a, b, dan c serta sebagai 
    pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, perlu ditetapkan 
    Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas.

Mengingat   :

1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.  Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Tahun 1995 
    Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3587).

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan  :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN 
TERBATAS.


                        BAB I
                        KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1.  Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk 
    menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang 
    menggabungkan diri menjadi bubar.

2.  Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan 
    diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang meleburkan diri 
    menjadi bubar.

3.  Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan 
    untuk mengambilalih baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat 
    mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

4.  Menteri adalah Menteri Kehakiman Republik Indonesia.


                        Pasal 2

Penggabungan dan peleburan sebagaimana di atur dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan tanpa 
mengadakan likuidasi terlebih dahulu.


                        Pasal 3

Penggabungan dan peleburan yang dilakukan tanpa likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
mengakibatkan :

a.  pemegang saham perseroan yang menggabungkan diri atau yang meleburkan diri menjadi pemegang 
    saham perseroan yang menerima penggabungan atau perseroan hasil peleburan; dan

b.  aktiva dan pasiva perseroan yang menggabungkan diri atau yang meleburkan diri beralih karena 
    hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan atau perseroan hasil peleburan.


                        BAB II
        SYARAT-SYARAT PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN

                        Pasal 4

(1) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan :
    a.  kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, dan karyawan perseroan yang 
        bersangkutan;
    b.  kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

(2) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas 
    untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar.

(3) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan Rapat Umum Pemegang Saham mengenai 
    penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan hanya dapat menggunakan haknya agar saham yang 
    dimilikinya dibeli dengan harga yang wajar sesuai dengan ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 
    1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

(4) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak menghentikan proses pelaksanaan 
    penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.


                        Pasal 5

Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan juga harus memperhatikan kepentingan kreditor.


                        Pasal 6

(1) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Rapat 
    Umum Pemegang Saham.

(2) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Umum 
    Pemegang Saham yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) 
    bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 
    (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.

(3) Bagi Perseroan Terbuka, dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak tercapai 
    maka syarat kehadiran dan pengambilan keputusan ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
    undangan di bidang pasar modal.


                        BAB III
              TATA CARA PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN

                          Bagian Pertama
                           Penggabungan

                        Pasal 7

(1) Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan menerima penggabungan masing-masing 
    menyusun usulan rencana penggabungan.

(2) Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapat persetujuan komisaris dan sekurang-
    kurangnya memuat :
    a.  nama dan tempat kedudukan perseroan yang akan melakukan penggabungan;
    b.  alasan serta penjelasan masing-masing Direksi perseroan yang akan melakukan 
        penggabungan dan persyaratan penggabungan;
    c.  tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan 
        terhadap saham perseroan hasil penggabungan;
    d.  rancangan perubahan Anggaran Dasar perseroan hasil penggabungan;
    e.  neraca, perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari semua perseroan 
        yang akan melakukan penggabungan; dan
    f.  hal-hal yang perlu diketahui oleh pemegang saham masing-masing perseroan, antara lain :
        1)  neraca proforma perseroan hasil penggabungan sesuai dengan standar akuntansi 
            keuangan, serta perkiraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan dan 
            kerugian serta masa depan perseroan yang dapat diperoleh dari penggabungan 
            berdasarkan hasil penilaian ahli yang independen;
        2)  cara penyelesaian status karyawan perseroan yang akan menggabungkan diri;
        3)  cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan terhadap pihak ketiga;
        4)  cara penyelesaian hak-hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap 
            penggabungan perseroan;
        5)  susunan, gaji dan tunjangan lain bagi Direksi dan Komisaris perseroan hasil 
            penggabungan;
        6)  perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan;
        7)  laporan mengenai keadaan dan jalannya perseroan serta hasil yang telah dicapai;
        8)  kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku yang sedang berjalan;
        9)  rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang 
            mempengaruhi kegiatan perseroan;
        10) nama anggota Direksi dan Komisaris; dan
        11) gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Komisaris.


                        Pasal 8

Dalam hal perseroan yang akan melakukan penggabungan tergabung dalam satu grup atau antar grup, usulan 
rencana penggabungan memuat neraca konsolidasi dan neraca proforma dari perseroan hasil penggabungan.


                        Pasal 9

Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8 merupakan bahan untuk menyusun Rancangan 
Penggabungan yang disusun bersama oleh Direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan.


                        Pasal 10

Rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sekurang-kurangnya memuat hal-hal yang tercantum dalam 
usulan rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8.


                        Pasal 11

Selain hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Rancangan Penggabungan harus memuat penegasan 
dari perseroan yang akan menerima penggabungan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban 
dari perseroan yang akan menggabungkan diri.


                        Pasal 12

Ringkasan atas Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib diumumkan oleh 
Direksi dalam 2 (dua) surat kabar harian serta diumumkan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang 
akan melakukan penggabungan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum 
Pemegang Saham masing-masing perseroan.


                        Pasal 13

(1) Rancangan Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 berikut konsep Akta Penggabungan 
    wajib dimintakan persetujuan kepada Rapat Umum Pemegang Saham masing-masing perseroan.

(2) Konsep Akta Penggabungan yang telah mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham 
    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Akta Penggabungan yang dibuat di hadapan 
    notaris dalam bahasa Indonesia.


                        Pasal 14

(1) Apabila penggabungan perseroan dilakukan dengan mengadakan perubahan Anggaran Dasar 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, maka 
    penggabungan mulai berlaku sejak tanggal persetujuan perubahan Anggaran Dasar oleh Menteri.

(2) Apabila penggabungan perseroan dilakukan dengan disertai perubahan Anggaran Dasar yang tidak 
    memerlukan persetujuan menteri, maka penggabungan mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran Akta 
    Penggabungan dan akta perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar Perusahaan.

(3) Apabila penggabungan perseroan dilakukan tanpa diserta perubahan Anggaran Dasar, maka 
    penggabungan mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Penggabungan


                        Pasal 15

(1) Dalam hal penggabungan perseroan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 14 ayat (1), maka Direksi perseroan yang akan menerima penggabungan wajib mengajukan 
    permohonan persetujuan akta perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri dan mendaftarkan dalam 
    Daftar Perusahaan serta mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia setelah 
    mendapat persetujuan dari Menteri.

(2) Dalam hal penggabungan perseroan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 14 ayat (2), maka Direksi perseroan yang akan menerima penggabungan wajib melaporkan 
    Akta Penggabungan perseroan dan akta perubahan Anggaran Dasar tersebut kepada Menteri dan 
    mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara 
    Republik Indonesia.


                        Pasal 16

(1) Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), diajukan secara tertulis 
    kepada Menteri dengan melampirkan akta perubahan Anggaran Dasar beserta Akta Penggabungan.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam 
    puluh) hari setelah permohonan diterima.

(3) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon 
    secara tertulis beserta alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).


                        Pasal 17

Permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar atau penyampaian laporan Akta Penggabungan 
perseroan dan akta perubahan Anggaran Dasar perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dilakukan 
dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan Rapat Umum Pemegang 
Saham.


                        Pasal 18

(1) Apabila penggabungan perseroan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 14 ayat (1), maka perseroan yang menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal persetujuan 
    Menteri atas perubahan Anggaran Dasar.

(2) Apabila penggabungan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 
    ayat (2), maka perseroan yang menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal pendaftaran Akta 
    Penggabungan dan akta perubahan Anggaran Dasar perseroan dalam Daftar Perusahaan.

(3) Apabila penggabungan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 
    ayat (3) maka perseroan yang menggabungkan diri, terhitung sejak tanggal penandatanganan Akta 
    Penggabungan.


                        Pasal 19

(1) Sejak tanggal penandatanganan Akta Penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), 
    Direksi perseroan yang menggabungkan diri tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali 
    diperlukan dalam rangka pelaksanaan penggabungan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tanggung jawab 
    Direksi perseroan yang bersangkutan.


                             Bagian Kedua
                               Peleburan

                        Pasal 20

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 
berlaku juga untuk perbuatan hukum peleburan.


                        Pasal 21


(1) Pendiri perseroan hasil peleburan adalah perseroan yang akan meleburkan diri.

(2) Pemegang saham perseroan yang akan didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah 
    pemegang saham perseroan yang akan meleburkan diri.

(3) Kekayaan perseroan yang akan didirikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah seluruh 
    kekayaan perseroan yang akan meleburkan diri.


                        Pasal 22

(1) Akta Peleburan yang dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) 
    menjadi dasar pembuatan Akta Pendirian perseroan hasil peleburan.

(2) Direksi perseroan yang meleburkan diri wajib mengajukan permohonan pengesahan Akta Pendirian 
    perseroan hasil peleburan kepada Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung 
    sejak tanggal keputusan Rapat Umum Pemegang Saham dan mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan 
    serta mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, setelah mendapat 
    pengesahan Menteri.

(3) Permohonan pengesahan Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan secara 
    tertulis kepada Menteri dengan melampirkan Akta Peleburan.

(4) Menteri memberikan pengesahan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dalam 
    waktu paling lama 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima.

(5) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis 
    beserta alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (4).


                        Pasal 23

Perseroan yang meleburkan diri bubar terhitung sejak tanggal Akta Pendirian perseroan hasil peleburan 
disahkan oleh Menteri.

                
                        Pasal 24

(1) Sejak tanggal penandatanganan Akta Peleburan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Direksi 
    perseroan yang meleburkan diri dilarang melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan dalam 
    rangka pelaksanaan peleburan.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tanggung jawab 
    Direksi perseroan yang bersangkutan.


                        Pasal 25

Terhadap hukum yang dilakukan sebelum Akta Pendirian perseroan hasil peleburan disahkan Menteri, berlaku 
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan 
Terbatas.


                            Bagian Ketiga
                          Pengambilalihan

                        Pasal 26

(1) Pihak yang akan mengambilalih menyampaikan maksud untuk melakukan pengambilalihan kepada 
    Direksi perseroan yang akan diambilalih.

(2) Direksi perseroan yang akan diambilalih dan pihak yang akan mengambilalih masing-masing 
    menyusun usulan rencana pengambilalihan.

(3) Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing wajib mendapat persetujuan Komisaris 
    perseroan yang akan diambilalih dan yang mengambilalih atau lembaga serupa dari pihak yang akan 
    mengambilalih, dengan memuat sekurang-kurangnya :
    a.  nama dan tempat kedudukan perseroan serta badan hukum lain, atau identitas orang 
        perseorangan yang melakukan pengambilalihan;
    b.  alasan serta penjelasan masing-masing Direksi perseroan, pengurus badan hukum atau orang 
        perseorangan yang melakukan pengambilalihan;
    c.  laporan tahunan terutama perhitungan tahunan tahun buku terakhir dari perseroan dan badan 
        hukum lain yang melakukan pengambilalihan;
    d.  tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan yang melakukan pengambilalihan 
        apabila pembayaran pengambilalihan dilakukan dengan saham;
    e.  rancangan perubahan Anggaran Dasar perseroan hasil pengambilalihan;
    f.  jumlah saham yang akan diambilalih;
    g.  kesiapan pendanaan;
    h.  neraca gabungan proforma perseroan setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan 
        standar akuntansi keuangan, serta perkiraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan 
        keuntungan dan kerugian serta masa depan perseroan tersebut berdasarkan hasil penilaian 
        ahli yang independen;
    i.  cara penyelesaian hak-hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan 
        perusahaan;
    j.  cara penyelesaian status karyawan dari perseroan yang akan diambilalih;
    k.  perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan;


                        Pasal 27

Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 merupakan bahan untuk penyusunan Rancangan 
Pengambilalihan yang disusun bersama antara Direksi perseroan yang akan diambilalih dengan pihak yang 
akan mengambilalih.


                        Pasal 28

Rancangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sekurang-kurangnya memuat hal-hal yang tercantum 
dalam usulan rencana pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26.


                        Pasal 29

Ringkasan Rancangan Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 wajib diumumkan oleh Direksi 
dalam 2 (dua) surat kabar harian serta diberitahukan secara tertulis kepada karyawan perseroan yang 
melakukan pengambilalihan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang 
Saham masing-masing perseroan.


                        Pasal 30

Rancangan Pengambilan wajib mendapat persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham perseroan yang akan 
diambilalih dan yang akan mengambilalih atau lembaga serupa dari pihak yang akan mengambilalih.


                        Pasal 31

(1) Rancangan Pengambilalihan yang telah disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dituangkan 
    dalam Akta Pengambilalihan.

(2) Akta Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat di hadapan notaris dalam bahasa 
    Indonesia.


                        Pasal 32

(1) Apabila pengambilalihan perseroan dilakukan dengan mengadakan perubahan Anggaran Dasar 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang 
    Perseroan Terbatas, maka pengambilalihan mulai berlaku sejak tanggal persetujuan perubahan 
    Anggaran Dasar oleh Menteri.

(2) Apabila pengambilalihan perseroan dilakukan dengan disertai perubahan Anggaran Dasar yang tidak 
    memerlukan persetujuan Menteri, maka pengambilalihan mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran Akta 
    Pengambilalihan dalam Daftar Perusahaan.

(3) Apabila pengambilalihan perseroan tidak mengakibatkan perubahan Anggaran Dasar, maka 
    pengambilalihan mulai berlaku sejak tanggal penandatanganan Akta Pengambilalihan.


                        BAB IV
                      KEBERATAN TERHADAP PENGGABUNGAN, 
                PELEBURAN, ATAU PENGAMBILALIHAN 
                            PERSEROAN

                        Pasal 33

(1) Direksi wajib menyampaikan dengan surat tercatat Rancangan Penggabungan, Peleburan, dan 
    Pengambilalihan kepada seluruh kreditor paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan 
    Rapat Umum Pemegang Saham.

(2) Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada perseroan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum 
    pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham yang akan memutus mengenai rencana penggabungan, 
    peleburan dan pengambilalihan yang telah dituangkan dalam Rancangan tersebut.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kreditor tidak mengajukan 
    keberatan, maka kreditor dianggap menyetujui penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

(4) Keberatan kreditor sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan dalam Rapat Umum 
    Pemegang Saham guna mendapat penyelesaian.

(5) Selama penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) belum tercapai, maka penggabungan, 
    peleburan, dan pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.


                                 BAB V
                         KETENTUAN LAIN

                        Pasal 34

(1) Direksi perseroan hasil penggabungan atau peleburan wajib mengumumkan hasil penggabungan atau 
    peleburan dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal 
    berlakunya penggabungan atau peleburan.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula terhadap Direksi dari perseroan yang 
    memiliki nilai kekayaan tertentu yang melakukan pengambilalihan.

(3) Nilai kekayaan perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan 
    Menteri.


                        Pasal 35

(1) Dalam melaksanakan tugasnya dalam rangka penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, Direksi 
    bertindak semata-mata untuk kepentingan perseroan.

(2) Dalam hal terjadi benturan kepentingan antara perseroan dan Direksi, maka Direksi wajib 
    mengungkapkan hal tersebut dalam usulan rencana dan Rancangan Penggabungan, Peleburan dan 
    Pengambilalihan.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berlaku pula bagi Komisaris.


                        BAB VI
                     KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 36

Peraturan Pemerintah ini berlaku bagi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan dengan tidak 
mengurangi peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur secara khusus penggabungan, peleburan, 
dan pengambilalihan perseroan.


                        Pasal 37

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.





                            Ditetapkan di Jakarta
                            pada tanggal 24 Februari 1998
                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

                            ttd

                            SOEHARTO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Februari 1998
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd

MOERDIONO




             LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 40




                             PENJELASAN
                          ATAS

                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 27 TAHUN 1998

                        TENTANG

               PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

UMUM

Keberadaan Perseroan Terbatas dalam dunia usaha dan perdagangan adalah sangat penting dan strategis 
untuk menggerakkan dan mengarahkan kegiatan pembangunan di bidang ekonomi, terutama dalam rangka 
menghadapi arus globalisasi dan liberalisasi perekonomian dunia yang semakin kompleks. Oleh sebab itu, 
perlu diupayakan penciptaan suatu iklim usaha yang sehat dan efisien, sehingga terbuka kesempatan yang 
cukup leluasa bagi Perseroan Terbatas untuk tumbuh dan berkembang secara lebih dinamis sesuai dengan 
perkembangan dunia usaha.

Namun demikian upaya penciptaan iklim usaha yang sehat dan efisien dalam rangka peningkatan 
pembangunan ekonomi tersebut, operasionalnya harus tetap mengacu pada asas pembangunan ekonomi 
nasional yang berlandaskan asas kekeluargaan sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang 
Dasar 1945.

Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka upaya penciptaan iklim dunia usaha yang sehat dan efisien 
tidak boleh mengarah kepada penguasaan sumber ekonomi dan pemusatan kekuatan ekonomi pada suatu 
kelompok atau golongan tertentu. Oleh karena itu, tindakan penggabungan (merger), peleburan (konsolidasi), 
dan pengambilalihan (akuisisi) perseroan yang dapat mendorong ke arah terjadinya monopoli, monopsoni atau 
persaingan curang harus dapat dihindari sejak dini, dengan kata lain tindakan penggabungan, peleburan, dan 
pengambilalihan perseroan hendaknya tetap memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham, 
karyawan perseroan, atau masyarakat termasuk pihak ketiga yang berkepentingan.

Meskipun dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas telah diatur mengenai prinsip-
prinsip yang berkaitan dengan perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan 
Terbatas, akan tetapi persyaratan dan tata cara proses penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan 
perseroan yang lebih rinci, diperintahkan untuk diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Adapun materi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi, persyaratan, tata cara, pembuatan 
rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, kewajiban mengumumkan, pemberitahuan kepada 
karyawan, hal-hal yang harus dimuat dalam rancangan penggabungan, keberatan terhadap rancangan serta 
hak pengajuan pembatalan terhadap tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan Perseroan 
Terbatas.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

    Angka 1 dan Angka 2

        Cukup jelas.

    Angka 3

        Pengertian "sebagian besar" dalam hal ini meliputi baik lebih dari 50% (lima puluh perseratus) 
        maupun suatu jumlah tertentu yang menunjukkan bahwa jumlah tersebut lebih besar daripada 
        kepemilikan saham dari pemegang saham lainnya.

        Bagi perseroan yang akan diambilalih maka saham yang akan dialihkan adalah saham yang 
        telah dikeluarkan termasuk saham yang dibeli kembali oleh perseroan tersebut berdasarkan 
        ketentuan Pasal 30 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

        Sebagai pembayaran atau imbalan, perseroan yang akan mengambilalih memberikan kepada 
        pemegang saham perseroan yang diambilalih, berupa :
        a.  uang dan atau
        b.  bukan uang, yang terdiri dari :
            1.  benda atau kekayaan lainnya;
            2.  saham yang telah dikeluarkan atau saham baru yang akan dikeluarkan oleh 
                perseroan yang akan mengambilalih atau perseroan lain.

    Angka 4

        Cukup jelas

Pasal 2

    Cukup jelas

Pasal 3

    Saat berlaku efektifnya penggabungan dan peleburan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan 
    huruf b adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 18.

Pasal 4

    Ayat (1) dan Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Dengan penegasan ketentuan ini maka hak pemegang saham yang tidak setuju adalah 
        sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan 
        Terbatas, dan bukan yang diatur dalam Pasal 54 Undang-undang tersebut. Hal ini karena 
        Pasal 55 tersebut merupakan ketentuan yang diperuntukkan secara khusus bagi pemegang 
        saham dalam peristiwa tertentu antara lain dalam hal terjadi penggabungan, peleburan, dan 
        pengambilalihan.

    Ayat (4)

        Cukup jelas.

Pasal 5

    Ketentuan ini merupakan pelaksanaan prinsip hukum perjanjian. Kreditor dalam hal ini adalah kreditor 
    perseroan yang akan melakukan penggabungan atau meleburkan diri atau yang akan mengambilalih 
    dan diambilalih.

Pasal 6

    Cukup jelas.

Pasal 7

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Huruf a s/d Huruf c

            Cukup jelas.

        Huruf d

            Rancangan perubahan Anggaran Dasar dalam hal ini hanya diwajibkan sebagai bagian 
            dari usulan apabila penggabungan tersebut menyebabkan adanya perubahan 
            Anggaran Dasar.

        Huruf e dan Huruf f

            Cukup jelas.

Pasal 8 s/d Pasal 12

    Cukup jelas.

Pasal 13

    Ayat (1)

        Konsep Akta Penggabungan berisikan pokok isi semua hal yang termuat dalam Rancangan 
        Penggabungan.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

Pasal 14

    Ayat (1)

        Cukup jelas.
    
    Ayat (2)

        Yang dimaksud dengan "Daftar Perusahaan" adalah daftar sebagaimana dimaksud dalam 
        Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 15 s/d Pasal 20

    Cukup jelas.

Pasal 21

    Ayat (1) dan Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Yang dimaksud dengan "kekayaan" dalam hal ini adalah seluruh harta perseroan yang 
        tercantum di bagian kelompok aset (aktiva) dalam neraca terakhir yang disahkan oleh Rapat 
        Umum Pemegang Saham.

Pasal 22 s/d Pasal 25

    Cukup jelas.

Pasal 26

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan "pihak" dalam hal ini dapat berupa perseroan, badan hukum lain yang 
        bukan perseroan atau orang perseorangan.

    Ayat (2)

        Sejauh mengenai prosedur, ketentuan mengenai pengambilalihan dalam hal ini merupakan 
        penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Pasal 103 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-
        undang No. 1 Tahun 1995  tentang Perseroan Terbatas, yaitu pengambilalihan yang dilakukan 
        dengan melibatkan Direksi perseroan baik yang akan diambilalih maupun yang mengambilalih.

    Ayat (3)

        Huruf a

            Yang dimaksud dengan "identitas" sekurang-kurangnya adalah nama lengkap, tempat 
            dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan orang yang 
            bersangkutan.

        Huruf b s/d Huruf d

            Cukup jelas.

        Huruf e

            Rancangan perubahan Anggaran dasar dalam hal ini hanya diwajibkan sebagai bagian 
            dari usulan apabila pengambilalihan tersebut menyebabkan adanya perubahan 
            Anggaran Dasar.

        Huruf f s/d Huruf k

            Cukup jelas.

Pasal 27 s/d Pasal 29

    Cukup jelas.

Pasal 30

    Lembaga serupa dari badan hukum bukan perseroan dalam ketentuan ini misalnya : Rapat Anggota 
    dalam Koperasi.

Pasal 31 dan Pasal 32

    Cukup jelas.

Pasal 33

    Ayat (1)

        Ketentuan ini tidak menutup kemungkinan bagi Direksi untuk memberitahu kreditor lebih awal 
        dengan menyampaikan usulan rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan.

        Pada saat penyampaian Rancangan tersebut sekaligus pula dicantumkan tanggal pemanggilan 
        Rapat Umum Pemegang Saham.

    Ayat (2) dan Ayat (3)

        Cukup jelas.

    Ayat (4)

        Pengertian penyelesaian dalam hal ini tidak harus berarti pembayaran kembali piutang 
        seketika, tetapi dapat juga berupa kesepakatan tentang penyelesaian keberatan kreditor.

    Ayat (5)

        Cukup jelas.

Pasal 34

    Ayat (1)

        Cukup jelas.
    
    Ayat (2)

        Pengumuman dalam hal ini dilakukan oleh pihak yang mengambilalih.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 35

    Cukup jelas.

Pasal 36

    Pada prinsipnya terhadap perbuatan hukum dalam rangka penggabungan dan peleburan yang 
    dilakukan perseroan, serta pengambilalihan perseroan berlaku ketentuan dalam Peraturan Pemerintah 
    ini, kecuali terdapat ketentuan khusus yang mengatur perseroan sesuai dengan sifat dan kegiatan 
    usahanya, seperti peraturan perundang-undangan di bidang perbankan dan pasar modal.

Pasal 37

    Cukup jelas.




               TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3741.
peraturan/pp/27tahun1998.txt · Last modified: 2023/02/05 06:06 by 127.0.0.1