User Tools

Site Tools


peraturan:pp:14tahun1993
                   PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 14 TAHUN 1993

                        TENTANG

                PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA 

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial 
    Tenaga Kerja, diperlukan adanya ketentuan yang mengatur penyelenggaraan program jaminan sosial 
    tenaga kerja;
b.  Bahwa sehubungan dengan hal tersebut, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah 
    mengenai penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja;
         
Mengingat :

1.  Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.  Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 
    3468);

                            MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYELENGGARA PROGRAM JAMINAN SOSIAL 
TENAGA KERJA.   


                         BAB I
                            PENGERTIAN

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.  Badan Penyelenggara adalah badan hukum yang bidang usahanya menyelenggarakan program 
    jaminan sosial tenaga kerja.    
2.  Peserta adalah pengusaha dan tenaga kerja yang ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga 
    kerja.  
3.  Upah sebulan adalah upah yang sebenarnya diterima oleh tenaga kerja selama satu bulan yang 
    terakhir dengan ketentuan sebagai berikut : 
   a.  Jika upah dibayarkan secara harian, maka upah sebulan sama dengan upah sehari dikalikan 
        30 (tiga puluh);    
   b.  Jika upah dibayarkan upah dibayarkan secara borongan atau satuan maka upah sebulan 
        dihitung dari upah rata-rata 3 (tiga) bulan terakhir;   
   c.  Jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca yang upahnya didasarkan pada upah borongan, 
        maka upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir.   
4.  Pelaksanaan  Pelayanan Kesehatan adalah orang atau Badan yang ditunjuk oleh Badan Penyelenggara 
    untuk memberikan pelayanan kesehatan.   
5.  Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan. 


                        BAB II
                          KEPESERTAAN

                         Bagian Pertama
                          Persyaratan Kepesertaan

                        Pasal 2

(1) Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, terdiri 
    dari : 
    A.  Jaminan berupa uang yang meliputi :    
        1.  Jaminan Kecelakaan Kerja;    
        2.  Jaminan Kematian;    
        3.  Jaminan Hari Tua.  
    B.  Jaminan berupa pelayanan, yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.     

(2)        Program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan oleh 
    Badan Penyelenggara. 

(3) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau 
    membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikutsertakan 
    tenaga kerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).  

(4) Pengusaha sebagaimana dimaksud  dalam ayat (3) yang telah menyelenggarakan sendiri program 
    pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerjanya dengan manfaat yang lebih baik dari Paket Jaminan 
    Pemeliharaan Kesehatan Dasar menurut Peraturan Pemerintah ini, tidak wajib ikut dalam Jaminan 
    Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.   

(5) Pengusaha dan tenaga kerja yang telah ikut program asuransi sosial tenaga kerja sebelum berlakunya 
    Peraturan Pemerintah ini, melanjutkan kepesertaannya dalam program jaminan sosial tenaga kerja 
    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).    

(6) Pengusaha yang telah ikut serta program jaminan sosial tenaga kerja tetap menjadi peserta meskipun 
    tidak memenuhi lagi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).    


                        Pasal 3

Kepesertaan tenaga kerja harian lepas, tenaga kerja borongan dan tenaga kerja kontrak dalam program 
jaminan sosial tenaga kerja diatur lebih lanjut oleh Menteri.


                        Pasal 4

Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program jaminan sosial tenaga kerja pengusaha wajib 
memberikan Jaminan Keselamatan Kerja kepada tenaga kerjanya sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.


                           Bagian Kedua
                  Tata Cara Pendaftaran Kepesertaan

                        Pasal 5

(1) Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) wajib mendaftarkan perusahaan dan tenaga 
    kerjanya sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja pada Badan Penyelenggara dengan 
    mengisi formulir yang disediakan oleh Badan Penyelenggara.  

(2) Pengusaha harus menyampaikan formulir jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam 
    ayat (1) kepada Badan Penyelenggara selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya 
    formulir dari Badan Penyelenggara.  

(3) Bentuk formulir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.    


                        Pasal 6

(1) Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak formulir pendaftaran dan pembayaran iuran 
    pertama diterima, Badan Penyelenggara menerbitkan dan menyampaikan kepada pengusaha :
   a.  Sertifikat kepesertaan untuk masing-masing perusahaan sebagai tanda kepesertaan 
        perusahaan; 
   b.  Kartu peserta untuk masing-masing tenaga kerja sebagai tanda kepesertaan dalam program 
        jaminan sosial tenaga kerja;    
   c.  Kartu Pemeliharaan Kesehatan untuk masing-masing tenaga kerja bagi yang mengikuti 
        program jaminan pemeliharaan kesehatan. 

(2) Pengusaha menyampaikan kepada masing-masing tenaga kerja kartu peserta program jaminan sosial 
    tenaga kerja dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari Badan Penyelenggara.  

(3) Kartu peserta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dan c berlaku sampai dengan 
    berakhirnya masa kepesertaan tenaga kerja yang bersangkutan dalam program jaminan sosial tenaga 
    kerja.  

(4) Tenaga kerja yang pindah tempat kerja dan masih menjadi peserta program jaminan sosial tanaga 
    kerja harus memberitahukan kepesertaannya kepada pengusaha tempat bekerja yang baru dengan 
    menunjukkan kartu peserta.  

(5) Bentuk sertifikat kepesertaan, kartu peserta dan kartu pemeliharaan kesehatan sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Badan Penyelenggara 


                        Pasal 7

Kepesertaan perusahaan dan tenaga kerja dalam program jaminan sosial tenaga kerja berlaku sejak 
pendaftaran dan pembayaran iuran pertama dilakukan oleh pengusaha.


                        Pasal 8

(1) Pengusaha wajib melaporkan kepada Badan Penyelenggara apabila terjadi perubahan mengenai :  
   a.  Alamat perusahaan;  
   b.  Kepemilikan perusahaan; 
   c.  Jenis atau bidang usaha;    
   d.  Jumlah tenaga kerja dan keluarganya; dan    
   e.  Besarnya upah setiap tenaga kerja.  

(2)    Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak 
    terjadinya perubahan. 

(3) Tenaga kerja peserta program jaminan sosial tenaga kerja wajib menyampaikan daftar susunan 
    keluarga kepada pengusaha, termasuk segala perubahannya.    

(4) Dalam hal terjadi perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf d, dalam waktu paling lambat 
    7 (tujuh) hari sejak laporan diterima, Badan Penyelenggara wajib menerbitkan :  
   a.  Kartu peserta tenaga kerja baru, kecuali tenaga kerja yang bersangkutan telah mempunyai 
        kartu peserta;  
   b.  Kartu pemeliharaan kesehatan yang baru. 


                               BAB III
                                IURAN

                          Bagian Peratama
                           Besarnya Iuran

                        Pasal 9

(1) Besarnya iuran sosial tenaga kerja adalah sebagai berikut : 
    a.  Jaminan Kecelakaan kerja yang perincian besarnya iuran berdasarkan kelompok jenis usaha 
        sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, sebagai berikut : 
        Kelompok I      :   0,24% dari upah sebulan
        Kelompok II     :   0,54% dari upah sebulan
        Kelompok III    :   0,89% dari upah sebulan
        Kelompok IV     :   1,27% dari upah sebulan
        Kelompok V  :   1,74% dari upah sebulan     
   b.  Jaminan Hari Tua, sebesar 5,70 % dari upah sebulan  
   c.  Jaminan Kematian, sebesar 0,30 % dari upah sebulan  
   d.  Jaminan Pemeliharaan kesehatan, sebesar 6 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang 
        sudah berkeluarga, dan 3 % dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga.  

(2) Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan ditanggung 
    sepenuhnya oleh pengusaha.  

(3) Iuran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, sebesar 3,70 % ditanggung 
    oleh pengusaha dan sebesar 2 % ditanggung oleh tenaga kerja.    

(4) Dasar perhitungan iuran Jaminan Pemeliharaan kesehatan dari upah sebulan sebagaimana dimaksud 
    dalam ayat 1 (satu) huruf d, setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).  


                            Bagian Kedua
                          Tata Cara Pembayaran Iuran

                        Pasal 10

(1) Penyetoran iuran yang dilakukan oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara, dilakukan setiap 
    bulan dan disetor secara lunas paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya dari bulan iuran 
    yang bersangkutan.  

(2) luran Jaminan Hari Tua yang ditanggung tenaga Kerja diperhitungkan langsung dari upah bulanan 
    tenaga kerja yang bersangkutan, dan penyetorannya kepada Badan Penyelenggara dilakukan oleh 
    pengusaha.  

(3) Keterlambatan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1), dikenakan denda 
    sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dan ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha.

(4) Pembayaran denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dilakukan sekaligus bersama-sama 
    dengan peryetoran iuran bulan berikutnya.   

(5) luran program jaminan sosial tenaga kerja dan denda yang belum dibayar lunas merupakan piutang 
    Badan Penyeleggara terhadap pengusaha yang bersangkutan 


                        Pasal 11

(1) Badan Penyelenggara menghitung kelebihan atau kekurangan iuran program jaminan sosial tenaga 
    kerja sesuai dengan upah tenaga kerja.  

(2) Dalam hal terjadi kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat 
    (1), Badan Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha yang bersangkutan 
    selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diterimanya iuran.  

(3) Kelebihan atau kekurangan pembayaran iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dapat 
    diperhitungkan dengan pembayaran iuran bulan berikutnya.    


                                 BAB IV

                       BESAR DAN TATA CARA 
                  PEMBAYARAN DAN PELAYANAN JAMINAN
 
                            Bagian Pertama 
                            Jaminan Kecelakaan Kerja
 
                        Pasal 12

(1) Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan berhak atas Jaminan Kecelakaan Kerja berupa penggantian 
    biaya yang rneliputi:   
   a.  Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke Rumah Sakit dan atau 
        ke rumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;    
   b.  Biaya pemeriksaan, pengobatan, dan atau perawatan selama di Rumah Sakit, termasuk rawat 
        jalan,  
   c.  Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (prathese) bagi tenaga kerja 
        yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja.  

(2) Selain penggantian biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kepada tenaga kerja yang tertimpa 
    kecelakaan kerja diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi: 
   a.  Santunan sernentara tidak mampu bekerja;    
   b.  Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya,   
   c.  Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental,dan atau 
   d.  Santunan kematian.  

(3) Besarnya Jaminan kecelakaan kerja adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan 
    Pemerintah ini. 

                        Pasal 13

Untuk keperluan perhitungan pembayaran santunan Jaminan Kecelakaan Kerja bagi tenaga kerja sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 8 ayal (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1993 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
a.  Magang atau murid atau narapidana dianggap menerima upah sebesar upah sebulan tenaga kerja yang 
    melakukan pekerjaan yang sama pada perusahaan yang bersangkutan;    
b.  Perorangan yang memborong pekerjaan dianggap menerima upah sebesar upah tertinggi dan tenaga 
    kerja pelaksana yang bekerja pada perusahaan yang memborongkan pekerjaan.   


                        Pasal 14
 
Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf  a dan b dibayar terlebih dahulu oleh pengusaha.


                        Pasal 15

(1) Badan Penyelenggara berdasarkan surat keterangan dari Dokter Pemeriksa dan atau Dokter 
    Penasehat menetapkan dan membayar semua biaya dan santunan sebagaimana dimaksud dalam 
    pasal 12, paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan pembayaran Jaminan,    

(2) Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dibayarkan kepada pengusaha.  

(3) Santunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan langsung kepada tenaga kerja.

(4) Dalam hal tenaga kerja meninggal dunia, pembayaran santunan kematian dibayarkan kepada yang 
    berhak sesuai urutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.   


                        Pasal 16

(1) Dalam rangka pembayaran santunan, penetapan akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Badan 
    Penyelenggara berdasarkan surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasehat   

(2) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai akibat kecelakaan kerja sebagaimana dimaksud 
    dalam ayat (1), penetapan akibat kecelakaan dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan.    

(3) Dalam hal penetapan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) 
    tidak dapat diterima oleh Badan Penyelenggara atau pengusaha atau tenaga kerja, maka penetapan 
    akibat kecelakaan kerja dilakukan oleh Menteri. 

(4) Ketentuan lebih lanjut miengenai tata cara penyelesaian perbedaan pendapat tentang pensiapan akibat 
    kecelakaan kerja ditetapkan oleh Menteri.   


                        Pasal 17

(1) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai kecelakaan kerja atau bukan kecelakaan kerja, 
    Menteri dapat menetapkan dan mewajibkan pengusaha untuk memberikan Jaminan kecelakaan Kerja 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian perbedaan pendapat sebagaimana dalam Pasal 12  


                        Pasal 18

(1) Pengusaha wajib memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi tenaga kerja yang tertimpa 
    kecelakaan. 

(2) Pengusaha wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja yang menimpa tenaga kerjanya kepada Kantor 
    Departemen Tenaga Kerja dan Badan Penyelenggara setempat atau terdekat sebagai laporan 
    kecelakaan kerja tahap 1, dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam 
    terhitung sejak terjadinya kecelakaan.  

(3) Pengusaha wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja dan 
    Badan Penyelenggara setempat atau terdekat sebagai laporan kecelakaan kerja tahap II dalam waktu 
    tidak lebih dari 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah ada surat keterangan Dokter Pemeriksa 
    atau Dokter Penasehat yang menyatakan bahwa tenaga kerja tersebut:  
   a.  Sementara tidak mampu bekerja telah berakhir;   
   b.  Cacat sebagian untuk selama-lamanya;    
   c.  Cacat total untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;  
   d.  Meninggal dunia.    

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai rasa cara pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat 
    (3) ditetapkan oleh Menteri.    

(5) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) sekaligus merupakan pengajuan pembayaran Jaminan 
    Kecelakaan Kerja kepada Badan Penyelenggara dengan melaporkan:  
   a.  Foto copy kartu peserta;    
   b.  Surat keterangan Dokter Pemeriksa atau Dokter Penasehat yang menerangkan mengenai 
        tingkat kecacatan yang diderita tenaga kerja;   
   c.  Kwitansi biaya pengobatan dan pengangkutan; 
   d.  Dokumen pendukung lain yang diperlukan oleh Badan Penyelenggara.    


                        Pasal 19

Pengusaha wajib melaporkan penyakit yang timbul karena hubungan kerja dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 
(dua kali dua puluh empat jam) setelah ada hasil diagnosis dari  Dokter Pemeriksa.


                        Pasal 20

(1) Selama tenaga kerja yarg tertimpa kecelakaan kerja masih belum rnampu bekerja, pengusaha tetap 
    membayar upah tenaga kerja yang bersangkutan, sampai penetapan akibat kecelakaan kerja yang 
    dialami diterima semua pihak atau dilakukan oleh Menteri.   

(2) Badan Penyelenggara rnengganti santunan sementara tidak mampu bekerja kepada pengusaha yang 
    telah membayar upah tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1).  

(3) Dalam hal santunan yang di berikan oleh Badan Penyelenggara lebih besar dari yang dibayarkan oleh 
    pengusaha maka selisihnya dibayarkan langsung kepada tenaga kerja   

(4) Dalam hal penggantian santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara lebih kecil dan upah yang 
    telah dibayarkan oleh pengusaha maka selisihnya tidak dimintakan pengembaliannya kepada tenaga 
    kerja.  


                        Pasal 21

Dalam hal jumlah santunan kematian dari Jaminan kecelakaan kerja lebih kecil dari Jaminan Kematian, maka 
yang didapatkan keluarga dari tenaga kerja yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja dalam Jaminan 
Kematian.


                            Bagian Kedua 
                         Jaminan Kematian

                        Pasal 22

(1) Jaminan Kematian dibayar sekaligus kepada Janda atau Duda, atau Anak, dan meliputi :    
   a.  Santunan kematian sebesar Rp.1.000.000,-(satu juta rupiah); 
   b.  Biaya pemakaman sebesar Rp.200.000,- (dua ratus ribu rupiah).   

(2) Dalam Janda atau Duda atau Anak tidak ada, maka Jaminan Kematian dibayar sekaligus kepada 
    keturunan sedarah yang ada dari tenaga kerja, menurut garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas 
    dihitung sampai derajat kedua.  

(3) Dalam hal tenaga kerja tidak mempunyai keturunan sedarah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), 
    maka Jaminan Kematian dibayarkan sekaligus kepada pihak yang ditunjuk oleh tenaga kerja dalam 
    wasiatnya   

(4) Dalam hal tidak ada wasiat, biaya pemakaman dibayarkan kepada pengusaha atau pihak lain guna 
    pengurusan pemakaman.   

(5) Dalam hal magang atau murid, dan mereka yang memborong pekerjaan, serta narapidana meninggal 
    dunia bukan karena akibat kecelakaan kerja, maka keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas 
    Jaminan Kematian.   


                        Pasal 23

(1) Pihak yang berhak sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 mengajukan pembayaran Jaminan 
    Kematian kepada Badan Penyelenggara dengan disertai bukti-bukti :   
   a.  Kartu peserta;  
   b.  Surat keterangan kematian.  

(2) Berdasarkan pengajuan pembayaran jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Badan 
    Penyelenggara membayarkan santunan kematian dan biaya pemakaman kepada yang berhak.


                             Bagian Ketiga 
                           Jaminan Hari Tua

                        Pasal 24

(1) Besarnya Jaminan Hari Tua adalah keseluruhannya iuran yang telah disetor, beserta hasil 
    pengembangannya.    

(2) Jaminan Hari Tua dibayar kepada tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun 
    atau cacat total untuk selama-lamanya, dan dapat dilakukan :    
   a.  Secara sekaligus apabila jumlah seluruh Jaminan Hari Tua yang harus dibayar kurang dari 
        Rp.3.000.000,- (tiga juta rupiah).  
   b.  Secara berkala apabila seluruh jumlah Jaminan Hari Tua mencapai Rp.3.000.000,- (tiga juta 
        rupiah) atau lebih, dan dilakukan paling lama 5 (lima) tahun.   
   c.  Pembayaran Jaminan Hari Tua secara berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b 
        dilakukan atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan.  

(3) Pembayaran Jaminan Hari Tua secara berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b 
    dilakukan atas pilihan tenaga kerja yang bersangkutan.  


                        Pasal 25

(1) Dalam hal tenaga kerja meninggalkan wilayah Indonesia untuk selama-lamanya, pembayaran Jaminan 
    Hari Tua dilakukan sekaligus.   

(2) Tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua 
    kepada Badan Penyelenggara. 


                        Pasal 26

(1) Pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sekaligus kepada Janda atau Duda dalam hal :  
   a.  Tenaga kerja yang rnenerima pembayaran jaminan secara berkala meninggal dunia, sebesar 
        sisa Jaminan Hari Tua yang belum dibayarkan;    
   b.  Tenaga kerja meninggal dunia.   

(2)     Dalam hal tidak ada Janda atau Duda maka pembayaran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud 
    dalam ayat (1) dilakukan kepada Anak.   

(3) Janda atau Duda atau anak mengajukan pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.


                        Pasal 27

(1) Tenaga Kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun tetapi masih tetap bekerja, dapat 
    memilih untuk menerima pembayaran jaminan hari tuanya pada saat 55 (lima puluh lima) tahun atau 
    pada saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja.  

(2) Dalam hal tenaga kerja memilih untuk tidak menerima pembayaran Jaminan Hari Tua pada usia 55 
    (lima puluh lima) tahun, maka pembayaran Jaminan Hari Tua dilakukan sejak tenaga kerja yang 
    bersangkutan berhenti bekerja.  

(3) Tenaga Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), mengajukan pembayaran Jaminan 
    Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.    


                        Pasal 28

Tenaga kerja yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun dan tidak bekerja lagi mengajukan 
pembayaran Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.


                        Pasal 29

Tenaga kerja yang cacat total tetap untuk selama-lamanya sebelum mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun 
berhak mengajukan pembayaran, Jaminan Hari Tua kepada Badan Penyelenggara.


                        Pasal 30

Badan Penyelenggara menetapkan besarnya Jaminan Hari Tua paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum 
tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun dan memberitahukan kepada tenaga kerja yang 
bersangkutan


                        Pasal 31

Berdasarkan pengajuan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), Pasal ayat 26 ayat (3), 
Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 dan Pasal 29 Badan Penyelenggara membayarkan secara sekaligus atau berkala 
sesuai dengan ketentuan Pasal 24


                        Pasal 32

(1) Dalam hal tenaga kerja berhenti bekerja dari perusahaan sebelum mencapai usia 55 (lima puluh lima) 
    tahun dan mempunyai masa kepesertaan serendah-rendahnya 5 (lima) tahun dapat menerima 
    Jaminan Hari Tua secara sekaligus.  

(2) Pembayaran Jaminan Hari Tua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibayarkan setelah melewati 
    masa tunggu 6 (enam) bulan terhitung sejak saat tenaga kerja yang bersangkutan berhenti bekerja.

(3) Dalam hal tenaga kerja dalam masa tunggu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bekerja kembali, 
    jumlah Jaminan Hari Tua yang menjadi haknya diperhitungkan dengan Jaminan Hari Tua berikutnya.


                           Bagian Keempat 
                       Jaminan Pemeliharaan Kesehatan 

                        Pasal 33

(1) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diberikan kepada kerja atau suami atau isteri yang sah dan anak 
    sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang dari tenaga kerja.    

(2) Tenaga kerja atau suami atau isteri dan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak atas 
    pemeliharaan kesehatan yang sekurang-kurangnya sama dengan Paket Jaminan Pemeliharaan 
    Kesehatan Dasar yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara.  


                        Pasal 34

(1) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan diselenggarakan secara teratur, terpadu dan berkesinambungan.    

(2) Jaminan Pemeliharaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat menyeluruh dan 
    meliputi pelayanan peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan 
    kesehatan.  


                        Pasal 35

(1) Badan Penyelenggara menyelenggarakan Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar, yang 
    meliputi pelayanan :    
   a.  Rawat jalan tingkat pertama;    
   b.  Rawat jalan tingkat lanjutan;   
   c.  Rawat inap; 
   d.  Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;   
   e.  Penunjang diagnostik;   
   f.  Pelayanan khusus;   
   g.  Gawat darurat.  

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
    ditetapkan oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
    kesehatan.  


                        Pasal 36

Dalarn menyelenggarakan paket Jaminan pemeliharaan kesehatan dasar, Badan Penyelenggara wajib:
a.  Memberikan kartu pemeliharaan kesehatan kepada setiap peserta; dan  
b.  Memberikan keterangan yang perlu diketahui peserta mengenai paket pemeliharaan kesehatan yang 
    diselenggarakan.    


                        Pasal 37

(1) Pelaksanaan pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1), dilakukan oleh    
    Pelaksana Pelayanan Kesehatan berdasarkan perjanjian secara tertulis dengan Badan Penyelenggara.

(2) Badan Penyelenggara melakukan pembayaran kepada Pelaksana Pelayanan Kesehatan secara pra 
    upaya dengan system kapital.    

(3) Pemberian pelayanan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
    dilakukan sesuai dengan kebutuhan medis yang nyata dan standar pelayanan medis yang berlaku 
    dengan tetap memperhatikan mutu pelayanan.  


                        Pasal 38

(1) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak dapat memilih Pelaksana Pelayanan Kesehatan yang 
    ditunjuk oleh Badan Penyelenggara   

(2) Dalam hal tertentu yang ditetapkan oleh Menteri tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak dapat 
    memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan diluar Pelaksana Pelayanan Kesehatan sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (1) 

(3) Untuk memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), 
    tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak harus menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan    


                        Pasal 39

(1) Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama harus memberikan pelayanan sesuai standard 
    pelayanan rawat jalan tingkat pertama.  

(2) Dalam hal diperlukan pemeriksaan tingkat lanjutan bagi tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak, 
    Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama harus memberikan surat rujukan kepada Pelaksana 
    Pelayanan Kesehatan Tingkat lanjutan yang ditunjuk. 


                        Pasal 40

Pelaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama atau Tingkat Lanjutan memberikan surat rujukan dalam hal 
tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak memerlukan pelayanan penunjang diagnostik atau rawat inap.


                        Pasal 41

(1) Tenaga kerja, suami atau isteri atau anak yang memerlukan pelayanan gawat darurat dapat langsung 
    memperoleh pelayanan dari Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau Rumah Sakit yang terdekat dengan 
    menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan.   

(2) Dalam hal pelayanan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerlukan rawat inap di 
    Rumah Sakit, dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak mulai dirawat keluarga atau 
    pihak lain menyerahkan surat pernyataan dari Perusahaan kepada Rumah Sakit yang bersangkutan 
    bahwa tenaga kerja yang bersangkutan masih bekerja. 

(3) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang memerlukan rawat inap sebagaimana dimaksud 
    dalam ayat (2) dan memilih Rumah Sakit yang tidak ditunjuk, maka biayanya hanya ditanggung oleh 
    Badan Penyelenggara paling lama 7 (tujuh) hari sesuai dengan standar biaya yang telah ditetapkan.   


                        Pasal 42

(1)     Tenaga kerja atau isteri tenaga kerja yang memerlukan pelayanan pemeriksaan kehamilan dan atau 
    persalinan, memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan dari Rumah Bersalin yang ditunjuk.  

(2) Dalam hal menurut pemeriksaan akan terjadi persalinan dengan penyulit, maka tenaga kerja atau 
    tenaga kerja dapat dirujuk ke Rumah Sakit.  


                        Pasal 43

(1) Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang mendapat resep obat, harus mengambil obat 
    tersebut pada apotik yang ditunjuk dengan menunjukkan kartu pemeliharaan kesehatan. 

(2) Apotik yang ditunjuk harus memberikan obat yang diperlukan tenaga kerja atau suami atau isteri atau 
    anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan standar obat yang berlaku.   

(3) Dalam hal obat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diluar standar yang berlaku maka selisih biaya 
    obat tersebut ditanggung sendiri oleh tenaga kerja yang bersangkutan    


                        Pasal 44

Pelayanan khusus sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf f hanya diberikan kepada tenaga 
kerja, berupa :
a.  Kaca mata, dengan mengajukan permintaan kepada Optik yang ditunjuk dan menunjukkan resep 
    kaca mata dari dokter spesialis mata yang ditunjuk serta kartu pemeliharan kesehatan.   
b.  Prothese mata, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit atau perusahaan alat-alat 
    kesehatan yang ditunjuk dan menunjukkan surat pengantar dari dokter spesialis mata serta kartu 
    pemeliharaan kesehatan. 
c.  Prothese gigi, dengan mengajukan permintaan kepada Balai Pengobatan gigi yang telah ditunjuk dan 
    menunjukkan resep dari dokter spesialis gigi yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan.  
d.  Alat bantu dengar, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit atau perusahaan alat-alat 
    kesehatan yang ditunjuk dan menunjukkan surat pengantar dari dokter spesialis THT yang ditunjuk 
    serta kartu pemeliharaan kesehatan  
e.  Prothese anggota gerak, dengan mengajukan permintaan kepada Rumah Sakit Rehabilitasi atau 
    perusahaan alat-alat kesehatan yang ditunjuk dan menunjukkan surat pengantar dari dokter spesialis 
    yang ditunjuk serta kartu pemeliharaan kesehatan.   


                        Pasal 45

Tenaga kerja atau suami atau isteri atau anak yang memerlukan pelayanan rawat inap, melebihi ketentuan 
yang ditetapkan oleh Menteri, maka selisih biayanya menjadi tanggung jawab tenaga kerja yang bersangkutan.


                        Pasal 46

(1)     Dalam menjaga mutu pelayanan, Badan Penyelenggara melakukan pemantauan pemberian pelayanan 
    kesehatan yang dilakukan oleh Pelaksana Pelaksanaan Kesehatan dengan mengutamakan kepentingan 
    peserta,    

(2) Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan dapat melakukan pemantauan pemberian pelayanan kesehatan 
    yang dilakukan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan.  


                        BAB V 
                               SANKSI

                               Pasal 47

Tanpa mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka :
a.  Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), Pasal 4, 
    Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 8 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), ayat (2). dan ayat (3), dan Pasal 
    19 serta Pasal 20 ayat (1), dan telah diberikan peringatan tatapi tetap tidak melaksanakan 
    kewajibannya dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan ijin usaha.    
b.  Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) 
    dikenakan denda sebesar 2 % (dua perseratus) untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari 
    iuran yang seharusnya dibayar.  
c.  Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 
    Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dikenakan ganti rugi 
    sebesar 1 % (satu perseratus) dari jumlah jaminan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah 
    ini, untuk setiap hari keterlambatan dan dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan   


                        BAB VI 
                     KETENTUAN LAIN-LAIN

                        Pasal 48

Tenaga kerja yang telah menjadi peserta Program Asuransi Tenaga Kerja berdasarkan peraturan Pemerintah 
Nomor 33 Tahun 1977, tabungan hari tuanya, diperhitungkan dan dilanjutkan sebagai Jaminan Hari Tua 
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.


                        Pasal 49

(1) Dalam hal tenaga kerja telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun tetapi tetap bekerja 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), maka kepesertaannya dalam program jaminan sosial 
    tenaga kerja tetap dilanjutkan  

(2) Pengusaha tetap membayar segala kewajiban yang berhubungan dengan kepesertaannya tenaga kerja 
    dalam program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)   


                        Pasal 50

(1) Tenaga kerja yang berdasarkan keterangan dokter yang ditunjuk dinyatakan menderita penyakit yang 
    timbul karena hubungan kerja, berhak memperoleh Jaminan kecelakaan Kerja meskipun hubungan 
    kerja telah berakhir.   

(2) Hak atas Jaminan Kecelakaan Kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan kepada 
    penyakit tersebut timbul dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak hubungan 
    kerja berakhir  


                        Pasal 51

Hak peserta program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tidak 
dapat dipindah tangankan, digadaikan, atau disita sebagai pelaksanaan putusan Pengadilan


                        BAB VII 
                    KETENTUAN PERALIHAN

                        Pasal 52

Sebelum ditetapkan Peraturan Pemerintah yang melaksanakan ketentuan Pasal 25 ayal (2) Undang-Undang 
Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maka Jaminan Sosial Tenaga Kerja sebagaimana 
dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini diselenggarakan oleh Perusahaan Perseroan Asuransi Sosial Tenaga 
Kerja agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




                                Ditetapkan di Jakarta
                                pada tanggal 27 Pebruari 1993
                                PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                ttd    

                                SOEHARTO    

Diundangkan di Jakarta 
Pada tanggal 27 Pebruari 1993
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA 
REPUBLIK INDONESIA

ttd 

MOERDIONO




                  LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1993 NOMOR 20






                             PENJELASAN 
                           ATAS

                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 14 TAHUN 1993

                        TENTANG

                PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA 

UMUM

Pembangunan nasional yang terus berlangsung selama ini telah memperluas kesempatan kerja dan 
memberikan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi tenaga kerja dan keluarganya. Namun 
kemampuan bekerja dan penghasilan tersebut dapat berkurang atau hilang karena berbagai risiko yang 
dialami tenaga kerja, yaitu kecelakaan, cacat, sakit, hari tua, dan meninggal dunia. Oleh karenanya untuk 
menanggulangi risiko-risiko tersebut, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga 
Kerja mengatur pemberian jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan hari tua dan 
jaminan kematian.

Jaminan sosial tenaga kerja yang menanggung risiko-risiko kerja sekaligus akan menciptakan ketenangan 
kerja yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan produktivitas kerja. Ketenangan kerja dapat 
tercipta karena jaminan sosial tenaga kerja mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam 
menghadapi berbagai risiko sosial-ekonomi tersebut. Selain itu jaminan sosial tenaga kerja yang 
diselenggarakan dengan metode pendanaan akan memupuk dana yang akan menunjang pembiayaan 
pembangunan nasional.

Agar kepesertaan dapat merata dan kemanfaatannya dinikmati secara luas, maka kepesertaan pengusaha dan 
tenaga kerja dalam jaminan sosial tenaga kerja bersifat wajib. Namun karena luasnya kepesertaan tersebut, 
maka pelaksanaannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan tehnis, administrative dan 
operasional baik dari Badan Penyelenggara maupun pengusaha dan tenaga kerja sendiri.

Pembiayaan jaminan sosial tenaga kerja ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja sesuai dengan jumlah 
yang tidak memberatkan beban keuangan kedua belah pihak. Pembiayaan Jaminan Kecelakaan Kerja 
ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha, karena kecelakaan dan penyakit yang timbul dalam hubungan kerja 
merupakan tanggung jawab penuh dari pemberi kerja. Pembiayaan Jaminan Kematian dan Jaminan 
Pemeliharaan Kesehatan juga menjadi tanggung jawab pengusaha yang harus bertanggung jawab atas 
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Sedangkan pembiayaan Jaminan Hari Tua ditanggung bersama 
oleh pengusaha dan tanaga kerja karena merupakan penghargaan dari pengusaha kepada tenaga kerjanya 
yang telah bertahun-tahun bekerja di perusahaan, dan sekaligus merupakan tanggung jawab tenaga kerja 
untuk hari tuanya sendiri.

Kemanfaatan jaminan sosial tenaga kerja pada hakekatnya bersifat dasar untuk menjaga harkat dan martabat 
tenaga kerja. Dengan kemanfaatan dasar tersebut, pembiayaanya dapat ditekan seminimal mungkin sehingga 
dapat dijangkau oleh setiap pengusaha dan tenaga kerja. Pengusaha dan tenaga kerja yang memiliki 
kemampuan keuangan yang lebih besar dapat meningkatkan kemanfaatan dasar tersebut melalui berbagai 
cara lainnya.

Agar kepesertaan wajib dari jaminan sosial tenaga kerja dipatuhi oleh segenap pengusaha dan tenaga kerja, 
maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah ini memberikan sanksi yang tujuannya 
untuk mendidik yang bersangkutan dalam memenuhi kewajibannya.Sanksi tersebut merupakan upaya 
terakhir, setelah upaya-upaya lain dilakukan, dalam rangka menegakkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Untuk menjamin pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja sesuai maksud dan tujuannya, maka 
penyelenggaranya dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk Perusahaan Perseroan dengan 
mengutamakan pelayanan kepada peserta.
 
 
PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

    Angka 1

        Yang dimaksud dengan Badan Hukum adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dituntut 
        untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja.

    Angka 2

        Cukup jelas

    Angka 3

        Cukup jelas

    Angka 4

        Cukup jelas

    Angka 5

        Cukup jelas

Pasal 2 

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Pada dasarnya setiap tenaga kerja berhak mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja 
        kepada Badan Penyelenggara. Namun mengingat kemampuan masyarakat pada umumnya 
        dan perusahaan pada khususnya dalam membiayai program dan administrasi, maka 
        perusahaan yang wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja kepada Badan 
        Penyelenggara adalah perusahaan yang mempekerjakan 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau 
        membayar upah paling sedikit Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).

        Namun demikian bagi perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan sosial tenaga 
        kerja kepada Badan Penyelenggara, dapat mengikuti, program jaminan sosial tenaga kerja 
        kepada Badan Penyelenggara atas kemauan sendiri/suka rela.
    
    Ayat (4)

        Mengingat sifat penyelenggara Jaminan Pemeliharaan Kesehatan berdasarkan Peraturan 
        Pemerintah ini adalah pelayanan kesehatan paket dasar, maka bagi pengusaha yang telah 
        memberikan jaminan kesehatan yang lebih baik pada saat ini tidak diperlukan lagi mengikuti 
        program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Badan Peyelenggara. 
        Dengan demikian pengusaha tidak boleh mengurangi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang 
        telah diberikan kepada tenaga kerja.

    Ayat (5)

        Peserta Asuransi Sosial Tenaga Kerja berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun1977 
        tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja yang telah menjadi peserta Asuransi Tenaga Kerja pada 
        Badan Penyelenggara tetap menjadi peserta program jaminan sosial tenaga kerja 
        berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

    Ayat (6)

        Cukup jelas 

Pasal 3

    Mengingat sifat kepesertaan tenaga kerja harian lepas, borongan dan kontrak (mempunyai 
    karakteristik) tersendiri maka penyelenggaraan program Jaminan sosial tenaga kerjanya perlu diatur 
    dalam Peraturan Menteri yang memuat hal-hal antara lain:
    1.  Persyaratan kepesertaan;    
    2.  Jenis program;  
    3.  Besarnya iuran; 
    4.  Besarnya jaminan;   
    5.  Tata cara pelaksanaan.  


Pasal 4

    Cukup jelas


Pasal 5

    Ayat (1)

    Formulir dimaksud sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai :
        1.  Data perusahaan;    
        2.  Daftar tenaga kerja dan keluarganya;    
        3.  Daftar upah.    

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 6

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

    Ayat (4)

        Dengan pindahnya tanaga kerja dari perusahaan yang satu ke perusahaan yang lain, tidak 
        berarti kepesertaannya pada program jaminan sosial tenaga kerja terputus.Pemberitahuan 
        pindah tempat kerja kepada Badan Penyelenggara dimaksudkan agar tidak terjadi penerbitan 
        dua kartu peserta atau lebih untuk satu tenaga kerja.

    Ayat (5)

        Cukup jelas.

Pasal 7

    Cukup jelas


Pasal 8

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari tersebut dimaksudkan untuk melindungi hak tenaga 
        kerja atas jaminan sosial tenaga kerja karena perubuhan dimaksud langsung atau tidak 
        langsung akan mempengaruhi manfaat yang akan diperoleh tenaga kerja.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

    Ayat (4)

        Cukup jelas.

Pasal 9

    Ayat (1)

        Huruf a 

            Cukup jelas

        Huruf b
        
            Cukup jelas

        Huruf c 

            Cukup jelas

        Huruf d

            Pembedaan besar iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi tenaga kerja yang 
            sudah berkeluarga dan yang belum berkeluarga dimaksudkan agar ada keseimbangan 
            antara kewajiban pengusaha dan pelayanan yang diberikan kepada tenaga kerja itu 
            sendiri.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal 10

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Besamya denda sehagaimana dirnahsud dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan BAB V.
    
    Ayat (4)

        Cukup jelas.

    Ayat (5)

        Cukup jelas.

Pasal 11

    Ayat (1)

        Upaya tenaga kerja yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah sesuai dengan daftar upah 
        yang disampaikan oleh pengusaha kepada Badan Penyelenggara.

    Ayat (2)

        Cukup jelas. 

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 12

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 13

    Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghitung besarnya pembayaran Santunan Jaminan Kecelakaan 
    kerja, karena tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak menerima upah seperti 
    tenaga kerja tetap.

    Huruf a

        Cukup jelas.

    Huruf b

        Yang dimaksud dengan tenaga kerja pelaksana, adalah tenaga kerja non manager.

Pasal 14

    Cukup jelas

Pasal 15

    Ayat (1)

        Jangka waktu 1 (satu) bulan dihitung sejak dipenuhi syarat-syarat tehnis dan administrasi.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

    Ayat (4)

        Penunjukan Pasal 22 dalam ketentuan ini,dimaksudkan hanya dalam rangka penerapan urutan 
        pihak yang berhak menerima santunan kematian dalam hal tenaga kerja meninggal dunia 
        akibat kecelakaan kerja.

Pasal 16

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan Dokter Pemeriksa adalah dokter perusahaan atau dokter yang 
        ditunjuk oleh perusahaan atau dokter pemerintah yang memeriksa dan merawat tenaga kerja. 
        Yang dimaksud Dokter Penasehat adalah dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan atas 
        usul Menteri.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

    Ayat (4)

        Cukup jelas.

Pasal 17

    Ayat (1)

        Dalam rangka meningkatkan perlindungan tenaga kerja, apabila tenaga kerja mengalami 
        kecelakaan tetapi sulit dibuktikan apakah kecelakaan tersebut akibat kecelakaan kerja atau 
        bukan maka, Menteri dapat menetapkan bahwa Jaminan Kecelakaan Kerja ditanggung oleh 
        pengusaha.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

Pasal 18

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

    Ayat (4)

        Cukup jelas.

    Ayat (5)

        Cukup jelas.

Pasal 19

    Yang dimaksud dengan penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan 
    oleh pekerjaan atau lingkungan kerja

Pasal 20

    Ayat (1)

        Ketentuan ini dimaksudkan untuk tetap menjamin kelangsungan penghasilan tenaga kerja 
        yang bersangkutan.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

    Ayat (4)

        Cukup jelas.

Pasal 21

    Cukup jelas.

Pasal 22

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

    Ayat (4)

        Cukup jelas.

    Ayat (5)

        Cukup jelas.

Pasal 23

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

Pasal 24

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Ketentuan ini menegaskan bahwa pembayaran Jaminan Hari Tua secara sekaligus atau 
        berkala, sepenuhnya merupakan pilihan tenaga kerja yang bersangkutan dan bukan 
        ditetapkan oleh Badan Penyelenggara.

Pasal 25

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

Pasal 26

    Ayat (1) 

        Huruf a 

            Cukup jelas.

        Huruf b 

            Ketentuan ini mencakup tenaga kerja yang meninggal dunia meskipun belum berusia 
            55 (lima puluh lima) tahun ataupun telah berusia 55 (lima puluh lima) tahun tetapi 
            belum menerima, Jaminan Hari Tua.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 27
    
    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 28

    Cukup jelas.

Pasal 29

    Walaupun tenaga kerja yang bersangkutan belum mencapai 55 (lima puluh lima) tahun, namun 
    mengingat tenaga kerja yang bersangkutan sudah cacat total tetap sehingga tidak mungkin bekerja 
    lagi, maka kepada tenaga kerja diberikan Jaminan Hari Tua.

Pasal 30

    Ketentuan ini dimaksudkan agar Jamnan Hari Tua dapat dibayarkan kepada tenaga kerja tepat pada 
    waktunya. Selain itu untuk memberikan kesempatan kepada tenaga kerja untuk memilih cara 
    pembayaran Jaminan Hari Tua baik secara berkala maupun sekaligus.

Pasal 31

    Cukup jelas.

Pasal 32

    Ayat (1)

        Berdasarkan ketentuan ini, maka tenaga kerja yang belum mencapai usia 55 tahun tetapi 
        sudah mempunyai masa kepesertaan sekurang-kurangnya 5 tahun, dan tidak bekerja lagi, 
        berhak menerima Jaminan Hari Tua secara sekaligus dengan memperhatikan masa tunggu 
        sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini.

        Masa kepesertaan dalam ketentuan ini, mencakup masa kepesertaan aktif dan non aktif. 
        Tenaga kerja mempunyai kepesertaan aktif, apabila selama masa kepesertaannya iuran tetap 
        dibayarkan. Sedangkan kepesertaan non aktif, apabila iuran tidak lagi dibayarkan.

    Ayat (2)

        Ketentuan pembayaran setelah melewati masa tunggu 6 (enam) bulan berarti Badan 
        Penyelenggara harus sudah membayar pada bulan ketujuh.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 33

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

Pasal 34

    Ayat (1)    

        Pemeliharaan kesehatan secara terstruktur yaitu pelayanan yang mengikuti pola dan prinsip 
        tertentu baik mengenai jenis maupun proses pembiayaannya. Terpadu dan berkesinambungan 
        berarti pelayanan bagi tenaga kerja, suami atau isteri dan anak dijamin kelanjutannya sampai 
        menuju suatu keadaan sehat.

    Ayat (2)

        Peningkatan kesehatan (promotif) misalnya pemberian konsultasi, pencegahan penyakit 
        (preventif) misalnya imunisasi, penyembuhan penyakit (kuratif) misalnya tindakan medik dan 
        pemulihan kesehatan (rehabilitatif) misalnya pelayanan rehabilitasi yang diberikan secara 
        terpadu dalam pelayanan yang diberikan oleh Pelaksana Pelayanan Kesehatan

Pasal 35

    Ayat (1)

        Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar yaitu pelayanan kesehatan yang minimal 
        diberikan oleh Badan Penyelenggara kepada tenaga kerja, suami atau isteri dan anak.

        Apabila dipandang perlu, badan Penyelenggara dapat menyelenggarakan Paket Pemeliharaan 
        Kesehatan Tambahan untuk tenaga kerja, suami atau isteri dan anak yang telah mengikuti 
        Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar. Jenis pelayanan kesehatan dalam Paket 
        Pemeliharaan Tambahan diberikan sesuai dengan kesepakatan antara Badan Penyelenggara 
        dengan peserta.

        Huruf a

            Yang dimaksud rawat jalan tingkat pertama adalah semua jenis pemeliharaan 
            kesehatan perorangan yang dilakukan di Palaksana Pelayanan Kesehatan Tingkat 
            Pertama.

        Huruf b

            Yang dimaksud dengan rawat jalan tingkat lanjut adalah semua jenis pemeliharaan 
            kesehatan perorangan yang merupakan rujukan (lanjutan) dari Pelaksana Pelayanan 
            Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama.

        Huruf c

            Yang dmaksud dengan rawat inap adalah pemeliharaan kesehatan Rumah Sakit 
            dimana penderita tinggal/mondok sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari 
            Pelaksana Pelayanan Kesehatan atau Rumah Sakit Pelaksana Pelayanan Kesehatan 
            lain.

            Pelaksana Pelayanan Kesehatan Rawat Inap :
            1.  Rumah sakit pemerintah pusat dan daerah
            2.  Rumah sakit swasta yang ditunjuk.

        Huruf d

            Yang dimaksud dengan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan adalah 
            pertolongan persalinan normal, tidak normal dan/atau gugur kandungan.

        Huruf e

            Yang dimaksud dengan penunjang diagnostik adalah semua pemeriksaan dalam 
            rangka menegakkan diagnosa yang dipandang perlu oleh Pelaksana Pengobatan 
            Lanjutan dan dilaksanakan di bagian diagnostik, rumah sakit atau fasilitas khusus itu, 
            meliputi :
            1.  Pemeriksaan laboratorium;
            2.  Pemeriksaan radiology;
            3.  Pemeriksaan penunjang diagnosa lain.

        Huruf f

            Yang dimaksud dengan pelayanan termasuk perawatan khusus adalah pemeliharaan 
            kesehatan yang memerlukan perawatan khusus bagi penyakit tertentu serta 
            pemberian alat-alat organ tubuh agar dapat berfungsi seperti semula, yang meliputi :
            1.  Kaca mata   
            2.  Prothese gigi   
            3.  Alat bantu dengar   
            4.  Prothese anggota gerak  
            5.  Prothese mata   

        Huruf g

            Yang dimaksud dengan keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan yang 
            memerlukan pemeriksaan medis negara, yang apabila tidak dilakukan akan 
            menyebabkan hal yang fatal bagi penderita.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

Pasal 36

    Cukup jelas

Pasal 37

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 38

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 39

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

Pasal 40

    Cukup jelas.

Pasal 41

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Yang dimaksud dengan pihak lain, antara lain; teman sekerja, pihak perusahaan atau orang 
        lain yang mengurusnya.

    Ayat (3)

        Cukup jelas.

Pasal 42 

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Yang dimaksud persaingan dengan penyulit adalah persalinan yang memerlukan penanganan 
        khusus yang tidak mungkin dilakukan Rumah Sakit Bersalin, antara lain; operasi,persalinan 
        dengan bantuan alat vacuum dan pendarahan.

Pasal 43

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

    Ayat (3)

        Selisih harga obat dibayarkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan kepada apotik dan tidak 
        dapat dimintakan penggantian kepada Badan Penyelenggara.

Pasal 44

    Huruf a 

        Cukup jelas.

    Huruf b 

        Cukup jelas.

    Huruf c 

        Cukup jelas.

    Huruf d

        Cukup jelas.

    Huruf e

        Cukup jelas.

Pasal 45

    Dalam menjaga kelangsungan Badan Penyelenggara yang harus selalu memelihara keseimbangan 
    antara kewajiban Badan Penyelenggara dengan hak tenaga kerja. maka perlu ada pembatasan dalam 
    pelayanan rawat inap baik jangka waktu maupun kelas Rumah Sakit.

Pasal 46

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

Pasal 47

    Huruf a

        Cukup jelas

    Huruf b 

        Cukup jelas.

    Huruf c 

        Cukup jelas.

    Huruf d 

        Cukup jelas.

Pasal 48

    Cukup jelas.


Pasal 49

    Ayat (1)

        Cukup jelas.

    Ayat (2)

        Ketentuan ini menegaskan bahwa karena kepesertaan tenaga kerja dalam program jaminan 
        sosial tenaga kerja masih berlanjut, maka Pengusaha tetap membayar Iuran Jaminan 
        Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, serta Jaminan 
        Hari Tua yang menjadi kewajibannya.

Pasal 50

    Ayat (1)

        Mengingat penyakit yang timbul karena hubungan kerja tidak selalu dapat diketahui pada saat 
        tenaga kerja masih terikat dalam hubungan kerja, melainkan dapat saja baru timbul setelah 
        hubungan kerja berakhir, maka tenaga kerja yang bersangkutan tetap harus dijamin untuk 
        mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja. Tenaga kerja tersebut, mengajukan permohonan 
        pembayaran Jaminan Kecelakaan Kerja kepada Badan Penyelenggara dengan melampirkan 
        hasil diagnosis dokter, dan Badan Penyelenggara langsung membayarkan kepada tenaga 
        kerja yang bersangkutan.

    Ayat (2)

        Cukup jelas.

Pasal 51

    Cukup jelas

Pasal 52

    Ketentuan dimaksud agar tidak terjadi kekosongan penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga 
    Kerja. 

    Yang dimaksud dengan Perusahaan Perseroan Astek, adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan 
    berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1990.

Pasal 53

    Cukup jelas.

Pasal 55

    Cukup jelas.




               TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3520
peraturan/pp/14tahun1993.txt · Last modified: 2023/02/05 18:13 by 127.0.0.1