User Tools

Site Tools


peraturan:pp:135tahun2000
                   PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                     NOMOR 135 TAHUN 2000

                        TENTANG

           TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 24 Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 TAHUN 2000, 
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa;

Mengingat :

1.  Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan 
    Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
2.  Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) 
    sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987);
    
                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN 
SURAT PAKSA.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1.  Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas Pembayaran pajak, 
    termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan 
    peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.  Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan 
    Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan 
    Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan 
    Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak 
    sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut 
    undang-undang dan peraturan daerah.

3.  Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan 
    sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.

4.  Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya 
    penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan 
    sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, 
    melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

5.  Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, 
    denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan  
    ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

6.  Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, 
    Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan 
    pajak.

7.  Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak.

8.  Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat untuk 
    melaksanakan penyitaan.

9.  Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.

10. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.

11. Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan 
    pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, 
    selain penambahan jumlah atau nilai.

12. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan 
    jaminan untuk melunasi Utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

13. Hari adalah hari kalender.


                        BAB II
                         PELAKSANAAN PENYITAAN

                        Pasal 2

(1) Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan 
    Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh Pejabat.

(2) Penyitaan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua 
    puluh empat) jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
     

                        Pasal 3

(1) Barang milik Penanggung Pajak yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal, tempat 
    usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak 
    lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa :
    a.  barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, 
        saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, 
        saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; 
        dan atau
    b.  barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

(2) Terhadap Penanggung Pajak Orang Pribadi penyitaan dapat dilaksanakan atas barang milik pribadi 
    yang bersangkutan, isteri, dan anak yang masih dalam tanggungan, kecuali dikehendaki secara tertulis 
    oleh suami atau isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.

(3) Terhadap Penanggung Pajak Badan penyitaan dapat dilaksanakan atas barang milik perusahaan, 
    pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat 
    kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.

(4) Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak kecuali dalam keadaan tertentu dapat 
    dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak.

(5) Urutan barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita ditentukan oleh Jurusita Pajak 
    dengan memperhatikan jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajak, kemudahan penjualan atau 
    pencairannya.
     

                        Pasal 4

(1) Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
    yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat  dipercaya.
     
(2) Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus :
    a.  memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak;
    b.  memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
    c.  memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.

(3) Setiap  melaksanakan penyitaan Jurusita Pajak harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang 
    ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi.

(4) Dalam hal Penanggung Pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita, Jurusita 
    Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan Berita 
    Acara Pelaksanaan Sita tersebut ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara 
    Pelaksanaan Sita tersebut tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat.
     
(5) Penyitaan tetap dapat dilaksanakan walaupun Penanggung Pajak tidak hadir, sepanjang salah seorang 
    saksi sebagaimana dimaksud dalam  ayat (1)  berasal  dari  Pemerintah  Daerah  setempat, sekurang-
    kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa.

(6) Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita 
    ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut tetap 
    sah dan mempunyai kekuatan mengikat.

(7) Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada barang bergerak dan atau barang tidak 
    bergerak yang disita, atau di tempat barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita 
    berada, atau di tempat-tempat umum.

(8) Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada :
    a.  Penanggung Pajak;
    b.  Kepolisian untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar;
    c.  Badan Pertanahan Nasional, untuk tanah yang kepemilikannya sudah terdaftar;
    d.  Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya belum 
        terdaftar;
    e.  Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, untuk kapal.


                        Pasal 5

(1) Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut :
    a.      membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar 
        yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    b.  membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

(2) Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut :
    a.  menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu daftar 
        yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    b.  membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    c.  menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya 
        ditempeli dengan segel sita dan kemudian menitipkannya pada Penanggung Pajak atau 
        menitipkannya pada bank.

(3) Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito berjangka, 
    tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan 
    sebagai berikut :
    a.      Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan penyampaian 
        Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan;
    b.      bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari Pejabat dan 
        membuat berita acara pemblokiran serta menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan 
        Penanggung Pajak;
    c.      Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan 
        Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada bank agar memberitahukan saldo 
        kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Jurusita Pajak;
    d.      dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank sebagaimana dimaksud 
        dalam huruf c, Pejabat meminta Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk 
        memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang 
        tersimpan pada bank yang dimaksud;
    e.  setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Jurusita Pajak melaksanakan 
        penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan Berita 
        Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan;
    f.      Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung 
        Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan Pajak;
    g.      Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung 
        Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya Penagihan 
        Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.

(4) Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang diperdagangkan 
    di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut :
    a.  Pemblokiran Rekening Efek pada Kustodian dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari 
        Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya kepada Ketua Badan Pengawas Pasar 
        Modal dengan menyebutkan nama Pemegang Rekening atau nomor Pemegang Rekening 
        sebagai Penanggung Pajak, sebab dan alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan;
    b.  Berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana 
        dimaksud pada huruf a, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dapat menyampaikan perintah 
        tertulis kepada Kustodian untuk melakukan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung 
        Pajak;
    c.  Berdasarkan perintah tertulis dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal sebagaimana dimaksud  
        pada huruf b, Kustodian melakukan pemblokiran;
    d.  Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang 
        Rekening Efek pada Kustodian, maka permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak harus 
        memuat nama Pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut;
    e.  Kustodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang Rekening Efek 
        Pemegang Rekening membuat Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian 
        Keterangan;
    f.  Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan tersebut disampaikan 
        kepada Direktur Jenderal Pajak dan salinannya disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas 
        Pasar Modal dan Pemegang Rekening sebagai Penanggung Pajak, selambat-lambatnya 2 (dua) 
        hari kerja setelah pemblokiran dan pemberian keterangan tersebut dilakukan;
    g.  Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan atas Efek dan atau  dana dalam Rekening Efek pada 
        Kustodian segera setelah menerima Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian 
        Keterangan;
    h.  Jurusita Pajak yang melakukan penyitaan harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang 
        ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak dan saksi-saksi;
    i.  Dalam hal Penanggung Pajak tidak hadir, Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh 
        Jurusita Pajak dan saksi-saksi;
    j.  Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada Penanggung Pajak, dan salinannya 
        disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Kustodian;
    k.  Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung 
        Pajak kepada Kustodian, setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan 
        pajak;
    l.  Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung 
        Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya Penagihan 
        Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran;
    m.  Efek yang diperdagangkan di bursa  yang telah disita, dijual di bursa melalui Perantara 
        Pedagang Efek Anggota Bursa atas permintaan Pejabat.

(5) Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan
    di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut :
    a.  melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah dan nilai nominal atau 
        perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan 
        lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    b.  membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    c.  membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari Penanggung Pajak 
        kepada Pejabat.
            
(6) Penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut :
    a.  melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang  jenis dan jumlah piutang yang disita 
        dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    b.  membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    c.  membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang dari Penanggung Pajak 
        kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan pihak yang 
        berkewajiban membayar utang.

(7) Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya 
    dilaksanakan sebagai berikut :
    a.  melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal pada 
        perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    b.  membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    c.  membuat Akte Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada perusahaan lain dari 
        Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat 
        penyertaan modal.

(8) Tata cara pemblokiran diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.


                        Pasal 6

Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus 
pidana, baru dapat dilaksanakan setelah barang bukti tersebut dikembalikan kepada Penanggung Pajak.


                        Pasal 7

Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan sampai dengan jumlah nilai barang yang 
disita diperkirakan cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.


                        Pasal 8

(1) Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, kecuali apabila menurut pertimbangan 
    Jurusita Pajak barang sitaan tersebut perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain.

(2) Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak :
    a.  barang bergerak yang telah disita dapat dititipkan kepada aparat Pemerintah Daerah setempat 
        yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita;
    b.  barang tidak bergerak pengawasannya diserahkan kepada aparat Pemerintah Daerah 
        setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita tersebut.

(3) Tempat lain yang dapat digunakan sebagai tempat penitipan barang yang telah disita sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (1) adalah Kantor Pegadaian, bank, Kantor Pos atau tempat lain yang ditetapkan 
    oleh Menteri Keuangan.


                        Pasal 9

Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila :
a.  nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak; 
    atau
b.  hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang 
    pajak.
    

                        Pasal 10

(1) Atas barang yang disita dapat ditempeli atau diberi segel sita.

(2) Penempelan segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis, sifat dan bentuk barang sitaan.
     
(3) Segel sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya :
    a.  kata "DISITA";
    b.  nomor dan tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita;
    c.  larangan untuk memindahtangankan, memindahkan hak, meminjamkan, merusak barang 
        yang disita.
            

                        Pasal 11

(1) Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan 
    utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau berdasarkan putusan badan peradilan pajak 
    atau ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau Gubernur atau Bupati/Walikota.

(2) Pencabutan sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Pencabutan 
    Sita yang diterbitkan oleh Pejabat.

(3) Surat Pencabutan Sita sekaligus berfungsi sebagai pencabutan Berita Acara Pelaksanaan Sita 
    disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak dan instansi yang terkait, diikuti dengan 
    pengembalian penguasaan barang yang disita kepada Penanggung Pajak.

(4) Pencabutan sita terhadap :
    a.  deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau yang dipersamakan dengan itu 
        dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan 
        tembusannya disampaikan kepada bank yang bersangkutan;
    b.  surat berharga berupa obligasi, saham atau sejenisnya baik yang diperdagangkan maupun 
        yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan dengan menyampaikan Surat 
        Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak 
        terkait yang sekaligus berfungsi sebagai pembatalan Berita Acara Pengalihan Hak Atas Surat 
        Berharga tersebut;
    c.  piutang dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak 
        dan tembusannya disampaikan kepada pihak yang berutang yang sekaligus berfungsi sebagai 
        pembatalan Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang;
    d.  penyertaan modal pada perusahaan lain dilaksanakan dengan menyampaikan Surat 
        Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak 
        terkait serta membuat Akte Pembatalan Pengalihan Hak.


                        Pasal 12

Penanggung Pajak dilarang :
a.  memindahkan  hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, 
    menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita;
b.  membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang 
    tertentu;
c.  membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang 
    tertentu; dan atau
d.  merusak, mencabut atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita yang 
    telah ditempel pada barang sitaan.


                        Pasal 13

(1) Pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyitaan atas barang-barang sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f  Undang-undang Nomor 19 Tahun 
    1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
    Nomor 19 TAHUN 2000, wajib membantu pelaksanaan penyitaan.

(2) Setiap orang dilarang dengan sengaja untuk tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan 
    menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan 
    tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh Juru Sita Pajak.


                        Pasal 14

(1) Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, 
    Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang atau tidak secara lelang, maupun 
    menggunakan atau memindahbukukan barang yang disita untuk pelunasan utang pajak dan atau biaya
    penagihan pajak dimaksud.

(2) Penjualan secara lelang dilakukan melalui Kantor Lelang dan dilaksanakan paling cepat setelah jangka 
    waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak Pengumuman Lelang;

(3) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dilaksanakan paling cepat setelah lewat 
    jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak penyitaan.

(4) Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan 
    utang pajak, maka pelaksanaan lelang dihentikan dan sisa barang serta kelebihan uang hasil lelang 
    dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak paling lambat 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan 
    lelang.
     

                        Pasal 15

Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak selama 
barang yang telah disita belum dijual, digunakan atau dipindahbukukan.


                        Pasal 16

(1)     Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap 
    pemberitahuan Surat Paksa dan Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan Surat 
    Perintah Melaksanakan Penyitaan.

(2) Besarnya tambahan biaya penagihan pajak yang dibayar oleh Penanggung Pajak dalam hal barang 
    yang telah disita dijual adalah sebagai berikut :
    a.  secara lelang, 1% (satu persen) dari pokok lelang.
    b.  tidak secara lelang, 1% (satu persen) dari hasil penjualan.

(3) Biaya penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan tambahan biaya penagihan pajak 
    sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

(4) Tata cara pengelolaan dan penggunaan biaya penagihan pajak dan tambahan biaya penagihan pajak 
    diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


                        BAB III
                    KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 17

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini diatur dengan Keputusan 
Menteri Keuangan.


                        Pasal 18

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 3 TAHUN 1998 tentang Tata 
Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia 
Tahun 1998 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3725) dinyatakan tidak berlaku.


                        Pasal 19

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




                            Ditetapkan di Jakarta
                            pada tanggal 20 Desember 2000
                            PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                        
                                ttd

                            ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Desember 2000
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DJOHAN EFFENDI




              LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 247









                             PENJELASAN
                           ATAS

                    PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                    NOMOR 135 TAHUN 2000

                        TENTANG

           TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

UMUM

Berdasarkan Pasal 24 Undang-undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa 
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 TAHUN 2000, dengan Peraturan Pemerintah ini 
diatur tentang tata cara penyitaan barang milik Penanggung Pajak.

Dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak 
sebagaimana mestinya. Dalam rangka pencairan tunggakan pajak maka terhadap Penanggung Pajak yang 
belum melunasi utang pajaknya dilakukan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dalam bentuk tindakan 
penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak untuk dijadikan jaminan pelunasan utang pajak dan biaya 
penagihan pajak.

Untuk melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut diperlukan suatu prosedur yang 
mengatur secara rinci, jelas dan tegas yang meliputi status, nilai, serta tempat penyimpanan atau penitipan 
barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepentingan pihak ketiga 
maupun masyarakat Wajib Pajak.

Dalam rangka upaya mengamankan penerimaan negara yang berasal dari pencairan tunggakan pajak, 
Peraturan Pemerintah ini mengatur sanksi pidana terhadap Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan 
tentang penagihan Pajak.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

    Cukup jelas

Pasal 2

    Cukup jelas

Pasal 3

    Ayat (1)

        Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak. 
        Oleh karena itu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik 
        yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak atau di 
        tempat lain termasuk yang penguasaanya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan 
        sebagai pelunasan utang tertentu, misalnya barang yang dihipotikkan, digadaikan atau 
        diagunkan.

        Yang dimaksud dengan penguasaan berada ditangan pihak lain, misalnya disewakan atau 
        dipinjamkan.

        Yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
        undang Perbankan.

        Yang dimaksud dengan kapal dengan isi kotor tertentu adalah kapal dengan isi kotor paling 
        sedikit 20 (dua puluh) meter kubik.

    Ayat (2)

        Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak Orang Pribadi termasuk penyitaan 
        terhadap barang milik isteri, dan atau milik anak-anak yang masih menjadi tanggungannya. 
        Ketentuan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi penghindaran penyitaan terhadap barang 
        yang sebenarnya adalah milik Penanggung Pajak sendiri tetapi diatasnamakan isteri atau 
        anaknya. Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian pemisahan harta adalah perjanjian 
        yang dibuat sebelum perkawinan dilakukan.

    Ayat (3)

        Ketentuan tentang penyitaan terhadap barang-barang milik Penanggung Pajak Badan, pada 
        dasarnya dilakukan terhadap barang milik perusahaan. Namun apabila nilai barang tersebut 
        tidak mencukupi atau barang milik perusahaan tidak dapat ditemukan atau karena kesulitan 
        dalam melaksanakan penyitaan terhadap barang milik perusahaan, maka penyitaan dapat 
        dilakukan terhadap barang-barang milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, 
        penanggung jawab, pemilik modal atau ketua untuk yayasan kecuali mereka dapat 
        membuktikan bahwa tidak ikut bertanggung jawab sehubungan dengan terjadinya utang pajak 
        tersebut.

    Ayat (4)

        Pada dasarnya penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak namun dalam 
        keadaan tertentu penyitaan dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak 
        tanpa melaksanakan penyitaan terhadap barang bergerak. Keadaan tertentu misalnya Jurusita 
        Pajak tidak menjumpai barang bergerak yang dapat dijadikan objek sita atau barang bergerak 
        yang dijumpai tidak mempunyai nilai atau harganya tidak memadai jika dibandingkan dengan 
        Utang pajaknya.

    Ayat (5)

        Cukup jelas

Pasal 4

    Ayat (1)

        Kehadiran para saksi dimaksudkan untuk menyakinkan bahwa pelaksanaan penyitaan 
        dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Ayat (2)

        Ketentuan ini mengatur keharusan bagi Jurusita Pajak dalam melaksanakan kewajibannya 
        dilengkapi dengan kartu tanda pengenal yang diterbitkan oleh Pejabat. Hal ini dimaksudkan 
        sebagai bukti diri bagi Jurusita Pajak bahwa yang bersangkutan adalah Jurusita Pajak yang 
        sah dan betul-betul bertugas untuk melaksanakan tindakan penagihan pajak.
        
    Ayat (3)

        Berita Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan kepada Penanggung Pajak dan 
        masyarakat bahwa penguasaan barang Penanggung Pajak telah  berpindah dari Penanggung 
        Pajak kepada Pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap penyitaan Jurusita Pajak harus membuat 
        Berita Acara Pelaksanaan Sita secara jelas dan lengkap yang sekurang-kurangnya memuat 
        hari dan tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak, nama Penanggung Pajak, nama saksi, nama 
        dan jenis barang yang disita dan tempat penyitaan.
        
        Penandatanganan Berita Acara Pelaksanaan Sita :

        -   untuk perseroan terbatas oleh pengurus meliputi Direksi, Komisaris, pemegang saham 
            tertentu, dan orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan 
            kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perseroan.
            
            Pengertian Komisaris meliputi Komisaris sebagai orang yang lazim disebut Dewan 
            Komisaris dan Komisaris sebagai orang perseroan yang lazim disebut anggota 
            Komisaris. Yang dimaksud dengan pemegang saham tertentu adalah pemegang saham 
            pengendali atau pemegang saham mayoritas dari perseroan terbatas terbuka dan 
            seluruh Pemegang saham dari perseroan terbatas tertutup;
            
        -   untuk Bentuk Usaha Tetap oleh kepala perwakilan, kepala cabang atau penanggung 
            jawab;

        -   untuk badan usaha lainnya seperti persekutuan, perseroan komanditer, firma oleh 
            direktur, pemilik modal atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan dan 
            mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan dimaksud;

        -   untuk yayasan oleh ketua, atau orang yang melaksanakan dan mengendalikan serta 
            bertanggung jawab atas yayasan dimaksud.

            Penandatanganan ini dimaksudkan untuk  memberi pengertian bahwa mereka turut 
            bertanggung jawab atas kewajiban badan usaha tersebut sehingga barang-barang 
            milik mereka juga dapat dijadikan jaminan utang pajak (dapat disita).
            
    Ayat (4)

        Cukup jelas

    Ayat (5)

        Yang dimaksud dengan seorang saksi dari Pemerintah Daerah setempat setingkat Sekretaris 
        Kelurahan atau Sekretaris Desa adalah pegawai Pemerintah Daerah setempat sekurang-
        kurangnya golongan II/a di Kantor Kelurahan/Desa atau di Kantor Kecamatan.
        
    Ayat (6)

        Dalam pelaksanaan sita yang tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, Berita Acara Pelaksanaan 
        Sita harus memuat alasan ketidakhadiran Penanggung  Pajak. Saksi dari Pemerintah Daerah 
        setempat diperlukan sebagai saksi legalisator.

    Ayat (7)

        Pada dasarnya terhadap barang yang disita harus ditempeli salinan Berita Acara Pelaksanaan 
        Sita kecuali jika sesuai dengan sifatnya barang yang disita tidak dapat ditempeli salinan Berita 
        Acara Pelaksanaan Sita, misalnya uang tunai atau sebidang tanah.
        
        Yang dimaksud dengan tempat-tempat umum seperti kantor kelurahan/desa, papan 
        pengumuman di kantor Pejabat dan instansi terkait.

    Ayat (8)

        Cukup jelas

Pasal 5

    Ayat (1)

        Untuk mengetahui nilai perhiasan yang disita Jurusita Pajak dapat meminta bantuan jasa 
        penilai untuk mendapatkan taksiran harga perhiasan yang tidak diketahui harganya. 

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Cukup jelas

    Ayat (5)

        Cukup jelas

    Ayat (6)

        Cukup jelas

    Ayat (7)

        Cukup jelas

    Ayat (8)

        Cukup jelas

Pasal 6

    Cukup jelas

Pasal 7

    Dalam memperkirakan nilai barang yang disita, harus memperhatikan jumlah dan jenis barang 
    berdasarkan harga wajar sehingga Jurusita Pajak tidak dapat melakukan penyitaan secara berlebihan. 
    Dalam hal tertentu Jurusita Pajak dimungkinkan untuk meminta bantuan Jasa Penilai.

Pasal 8

    Ayat (1)

        Meskipun barang yang telah disita penguasaannya beralih dari penanggung  Pajak kepada 
        Pejabat, penyimpanannya dititipkan kepada Penanggung Pajak, misalnya tanah dan atau 
        bangunan. Namun ada barang karena sifatnya atau karena pertimbangan tertentu dari Jurusita 
        Pajak penyimpanannya dapat dititipkan pada bank atau kantor pegadaian atau disimpan di 
        kantor Pejabat seperti perhiasan atau peralatan elektronik.

        Dasar pertimbangan Jurusita Pajak untuk menentukan apakah barang Penanggung Pajak yang 
        telah disita perlu dititipkan di kantor Pejabat atau tempat lain antara lain :
        a.  resiko kehilangan, kecurian, atau kerusakan;
        b.  jenis, sifat, ukuran, atau jumlah barang yang disita.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 9

    Apabila diperkirakan hasil lelang barang yang disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak 
    dan utang pajak, Jurusita Pajak dapat melaksanakan penyitaan tambahan terhadap barang milik 
    Penanggung Pajak yang belum disita. Dengan demikian penyitaan dapat dilaksanakan lebih dari satu 
    kali sampai dengan jumlah yang cukup untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak baik 
    sebelum diumumkan lelang maupun sesudah penjualan barang secara lelang atau tidak secara lelang.
    
Pasal 10

    Ayat (1)

        Penempelan atau pemberian segel sita pada barang yang disita dimaksudkan sebagai 
        pengumuman bahwa penyitaan telah dilaksanakan, baik dihadiri  maupun tidak dihadiri oleh 
        Penanggung Pajak.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

Pasal 11

    Ayat (1)

        Yang dimaksud dengan putusan pengadilan adalah putusan hakim dari peradilan umum.

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Penyampaian Surat Pencabutan Sita kepada instansi terkait dimaksudkan sebagai 
        pemberitahuan bahwa penguasaan barang telah beralih dari Pejabat kepada Penanggung 
        Pajak, baik penguasaan barang sitaan yang dititipkan kepada Penanggung Pajak maupun 
        barang sitaan yang dititipkan di tempat lain.

    Ayat (4)

        Cukup jelas

Pasal 12

    Cukup jelas

Pasal 13

    Cukup jelas

Pasal 14

    Ayat (1)

        Barang yang disita yang penjualannya dilakukan tidak secara lelang adalah uang tunai, 
        kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank seperti deposito, tabungan, saldo 
        rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; obligasi, saham 
        atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lainnya.
        
    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Termasuk sebagai biaya penagihan pajak adalah biaya lelang, biaya jasa penilai, biaya 
        penitipan barang.

Pasal 15

    Cukup jelas

Pasal 16

    Ayat (1)

        Cukup jelas

    Ayat (2)

        Cukup jelas

    Ayat (3)

        Cukup jelas

    Ayat (4)

        Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam ketentuan ini 
        adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang penerimaan Negara Bukan 
        Pajak.
Pasal 17

    Cukup jelas

Pasal 18

    Cukup jelas

Pasal 19

    Cukup jelas





             TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4049
peraturan/pp/135tahun2000.txt · Last modified: 2023/02/05 18:16 by 127.0.0.1