peraturan:perpres:76tahun2007
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 76 TAHUN 2007
TENTANG
KRITERIA DAN PERSYARATAN PENYUSUNAN BIDANG USAHA YANG TERTUTUP
DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN
DI BIDANG PENANAMAN MODAL
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa dalam rangka pelaksanaan pasal 12 ayat (4) dan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal dipandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kriteria dan
Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan
Di Bidang Penanaman Modal;
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502);
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Republik Indonesia
Nomor 4724);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3718);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3743);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG KRITERIA DAN PERSYARATAN PENYUSUNAN BIDANG USAHA YANG TERTUTUP
DAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA DENGAN PERSYARATAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini, yang dimaksud dengan:
1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam
negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
2. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan
modal dalam negeri.
3. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia yang di lakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing
sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
4. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang
dapat berupa penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing.
5. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia,
negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik
Indonesia.
6. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau
pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
7. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang di miliki oleh penanam
modal yang mempunyai nilai ekonomis.
8. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan
usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh
modalnya dimiliki oleh pihak asing.
9. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga
negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.
BAB II
LINGKUP KEGIATAN DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha
yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
(2) Bidang usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan
penanaman modal oleh penanam modal.
(3) Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu, yang dapat diusahakan
sebagai kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu.
Pasal 3
Penentuan kriteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan bertujuan untuk:
1. meletakkan landasan hukum yang pasti bagi penyusunan peraturan yang terkait dengan penanaman
modal;
2. menjamin transparansi dalam proses penyusunan daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha
yang terbuka dengan persyaratan;
3. memberikan pedoman dalam menyusun dan menetapkan bidang usaha tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan;
4. memberikan pedoman dalam melakukan pengkajian ulang atas daftar bidang usaha yang tertutup dan
bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan;
5. memberikan pedoman apabila terjadi perbedaan penafsiran atas daftar bidang usaha yang tertutup dan
bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan.
Pasal 4
(1) Daftar bidang usaha yang tertutup dan daftar bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
merupakan rujukan penanam modal dalam melakukan pilihan bidang usaha kegiatan penanam modal.
(2) Pilihan bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi persyaratan bentukan badan usaha
yang berbadan hukum bagi penanam modal, terutama bagi penanam modal asing sebelum melakukan
kegiatan penanaman modal di Indonesia.
BAB III
PRINSIP-PRINSIP
Pasal 5
Penentuan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan menggunakan
prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
1. Penyederhanaan
2. Kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional
3. Transparansi
4. Kepastian hukum
5. Kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal.
Pasal 6
(1) Prinsip penyederhanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 adalah bahwa bidang usaha
yang dinyatakan tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, berlaku secara nasional
dan bersifat sederhana serta terbatas pada bidang usaha yang terkait dengan kepentingan nasional
sehingga merupakan bagian kecil dari keseluruhan ekonomi dan bagian kecil dari setiap sektor dalam
ekonomi.
(2) Prinsip kepatuhan terhadap perjanjian atau komitmen internasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 angka 2 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan
tidak boleh bertentangan dengan kewajiban Indonesia yang termuat dalam perjanjian atau komitmen
internasional yang telah diratifikasi.
(3) Prinsip transparansi sebagaimana dimaksud dalam, angka 3 adalah bahwa bidang usaha yang
dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan harus jelas, rinci, dapat diukur, dan tidak
multi-tafsir serta berdasarkan kriteria tertentu.
(4) Prinsip kepastian hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 adalah bahwa bidang usaha
yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak dapat diubah kecuali dengan Peraturan
Presiden.
(5) Prinsip kesatuan wilayah Indonesia sebagai pasar tunggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka
5 adalah bahwa bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan tidak
menghambat kebebasan arus barang, jasa, modal, sumber daya manusia dan informasi di dalam
wilayah kesatuan Republik Indonesia.
BAB IV
DASAR PERTIMBANGAN PENGGUNAAN KRITERIA
Pasal 7
Penyusunan kriteria bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan didasarkan
pada pertimbangan sebagai berikut:
1. mekanisme pasar tidak efektif dalam mencapai tujuan;
2. kepentingan nasional tidak dapat dilindungi dengan lebih baik melalui instrumen kebijakan lain;
3. mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan adalah efektif untuk
melindungi kepentingan nasional;
4. mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan adalah konsisten dengan
keperluan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi pengusaha nasional dalam kaitan dengan
penanaman modal asing dan/atau masalah yang dihadapi pengusaha kecil dalam kaitan dengan
penanaman modal besar secara umum;
5. manfaat pelaksanaan mekanisme bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan
melebihi biaya yang ditimbulkan bagi ekonomi Indonesia.
BAB V
KRITERIA BIDANG USAHA YANG TERTUTUP
Pasal 8
Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri ditetapkan dengan
berdasarkan kriteria kesehatan, keselamatan, pertahanan dan keamanan, lingkungan hidup dan moral/budaya
(K3LM) dan kepentingan nasional lainnya.
Pasal 9
Kriteria K3LM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dirinci antara lain:
1. memelihara tatanan hidup masyarakat;
2. melindungi keaneka ragaman hayati;
3. menjaga keseimbangan ekosistem;
4. memelihara kelestarian hutan alam;
5. mengawasi penggunaan Bahan Berbahaya Beracun;
6. menghidari pemalsuan dan mengawasi peredaran barang dan/atau jasa yang tidak direncanakan;
7. menjaga kedaulatan negara, atau
8. menjaga dan memelihara sumber daya terbatas.
Pasal 10
Bidang usaha yang dinyatakan tertutup berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia baik untuk
kegiatan penanaman modal asing maupun untuk kegiatan penanaman modal dalam negeri.
BAB VI
KRITERIA BIDANG USAHA YANG TERBUKA
DENGAN PERSYARATAN
Pasal 11
Kriteria penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah antara lain:
1. perlindungan sumber daya alam;
2. perlindungan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK);
3. pengawasan produksi dan distribusi;
4. peningkatan kapasitas teknologi;
5. partisipasi modal dalam negeri; dan
6. kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk oleh Pemerintah.
BAB VII
PERSYARATAN BIDANG USAHA YANG TERBUKA
DENGAN PERSYARATAN
Pasal 12
(1) Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan terdiri dari:
a. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan pengembangan terhadap
UMKMK.
b. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan.
c. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal.
d. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan lokasi tertentu.
e. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus.
(2) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a hanya dapat dilakukan
berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi untuk melindungi UMKMK.
(3) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, terdiri atas bidang usaha yang
dicadangkan dan bidang usaha yang tidak dicadangkan dengan pertimbangan kelayakan bisnis.
(4) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c memberikan batasan
kepemilikan modal bagi penanam modal asing.
(5) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d memberikan pembatasan
wilayah administratif untuk penanaman modal.
(6) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e dapat berupa rekomendasi dari
instansi/lembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan terhadap
suatu bidang usaha termasuk merujuk ketentuan peraturan perundangan yang menetapkan monopoli
atau harus bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara, dalam bidang usaha tersebut.
(7) Persyaratan yang diberikan kepada penanam modal untuk dapat memulai beroperasi/berproduksi
komersial yang bersifat teknis dan yang non teknis diatur dalam Pedoman Tata-cara Perizinan Bidang
Usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknis/pimpinan lembaga yang memiliki kewenangan terkait
dengan bidang usaha tersebut.
BAB VIII
PENCADANGAN BIDANG USAHA DAN KEMITRAAN
Pasal 13
Pemerintah menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK dan bidang usaha yang terbuka dengan
syarat kemitraan.
Pasal 14
(1) Penentuan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Bidang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bidang-bidang usaha yang merupakan
bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK tanpa diharuskan menjadi bagian dari daftar bidang
usaha yang terbuka dengan persyaratan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK.
(3) Bidang usaha berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan "economies of small scale" apabila
diusahakan oleh UMKMK, menjadi bagian dari daftar bidang usaha terbuka dengan persyaratan bidang
usaha yang dicadangkan untuk UMKMK.
(4) Proses penetapan daftar bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan berdasarkan usulan Menteri teknis yang terkait dengan bidang usaha tersebut,
setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara Koperasi Usaha Kecil, dan Menengah, dengan
memperhatikan prioritas program pembinaan UMKMK.
Pasal 15
(1) Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan merupakan usaha yang dilakukan dalam bentuk
kerjasama antara UMKMK dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha
besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling
menguntungkan.
(2) Bidang usaha yang mewajibkan kemitraan penanam modal skala besar dengan UMKMK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan pola inti plasma, sub kontraktor, dagang umum,
keagenan dan bentuk lainnya, tanpa ada perubahan kepemilikan UMKMK, serta dilaksanakan
berdasarkan perjanjian tertulis.
(3) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 adalah persyaratan bagi penanam modal skala
besar untuk dapat membentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum.
(4) Disamping kemitraan dalam bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), kemitraan dapat dilakukan oleh penanam modal skala besar dengan UMKMK dalam
bidang usaha sesuai dengan izin usahanya sebagai persyaratan perijinan untuk beroperasi/berproduksi
komersial.
BAB IX
KLASIFIKASI BAKU
LAPANGAN USAHA INDONESIA
Pasal 16
Bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan disusun dengan menggunakan
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) pads tingkatan yang paling rinci yang dimungkinkan oleh
ketersediaan KBLI, atau dengan menggunakan gabungan metode klasifikasi lain pada tingkatan yang paling
rinci yang dimungkinkan.
BAB X
TATA CARA PENYUSUNAN
Pasal 17
(1) Daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dievaluasi dan
disempurnakan secara berkala sesuai dengan perkembangan ekonomi dan kepentingan nasional
berdasar kajian, temuan dan usulan penanam modal.
(2) Penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan
dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang kemudian ditetapkan dalam
Peraturan Presiden.
(3) Menteri atau Pimpinan instansi terkait mengusulkan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan beserta alasan pendukung kepada Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian dengan menggunakan kriteria dan pertimbangan berdasar Peraturan Presiden ini.
(4) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membentuk tim untuk menilai, menyusun,
mengevaluasi dan menyempurnakan daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan.
(5) Badan Koordinasi Penanaman Modal bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan pelaksanaan
Peraturan Presiden ini.
Pasal 18
Peraturan Presiden ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 3 Juli 2007
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd,
Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
peraturan/perpres/76tahun2007.txt · Last modified: by 127.0.0.1