peraturan:permd:72m-indper102008
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa dalam rangka pencegahan kegiatan produksi Sigaret (rokok) illegal, perlu
dilakukan pembinaan melalui pendaftaran mesin pelinting sigaret (rokok) dan
pengawasan terhadap penggunaannya;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan pendaftaran dan pengawasan penggunaan mesin
pelinting sigaret (rokok) sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu diatur ketentuan
dan tata caranya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu
dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1995 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Pengaturan, Pembinaan dan
Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin Usaha Industri (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3596);
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/P Tahun 2007;
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi
dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
17 Tahun 2007;
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan
Industri Nasional;
10. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Departemen Perindustrian;
11. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 07/M-IND/PER/5/2006 tentang Penetapan
Jenis-jenis Industri Dalam Pembinaan Masing-masing Direktorat Jenderal di Lingkungan
Departemen Perindustrian;
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 tentang Penggunaan Dana Bagi
Hasil Tembakau dan Sanksi Atas Penyalahgunaan Alokasi Dana bagi Hasil Cukai Hasil
Tembakau;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PENDAFTARAN DAN
PENGAWASAN PENGGUNAAN MESIN PELINTING SIGARET(ROKOK).
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Izin Usaha Industri yang selanjutnya disebut IUI adalah izin yang diperlukan bagi
setiap pendirian perusahaan industri dan atau perluasannya.
2. Tanda Daftar Industri yang selanjutnya disebut TDI adalah tanda daftar yang diberikan
kepada industri kecil.
3. Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) adalah Nomor Pokok yang
wajib dimiliki oleh Pengusaha Barang Kena Cukai.
4. Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah jenis produk olahan tembakau berupa Sigaret
(rokok) yang dibuat dari tembakau rajangan dicampur dengan cengkeh, melalui proses
pelintingan dengan menggunakan mesin.
5. Sigaret Putih Mesin (SPM) adalah jenis produk olahan tembakau berupa Sigaret (rokok)
yang dibuat dari tembakau rajangan tanpa dicampur cengkeh, melalui proses
pelintingan dengan menggunakan mesin.
6. Mesin pelinting sigaret (rokok) adalah mesin yang digunakan untuk melinting
tembakau yang sudah dirajang dan dicampur atau tidak dicampur dengan bahan
tambahan lainnya yang dioperasikan dengan motor penggerak untuk menghasilkan
Sigaret (rokok).
7. Pendaftaran/registrasi adalah proses pelaporan mesin pelinting sigaret (rokok) yang
dimiliki oleh setiap perusahaan industri SKM, SPM dan atau perusahaan industri
rekondisi.
8. Perusahaan industri rekondisi adalah perusahaan industri yang memiliki IUI atau TDI
yang melakukan kegiatan usaha pemulihan dan perbaikan mesin pelinting sigaret
(rokok) untuk difungsikan kembali.
9. Verifikasi adalah kegiatan pemeriksaan dalam rangka memperoleh kepastian dan atau
kebenaran spesifikasi mesin pelinting sigaret (rokok).
10. Sertifikat Registrasi Mesin adalah persetujuan tertulis yang menyatakan bahwa
perusahaan industri SKM, SPM dan atau perusahaan industri rekondisi yang telah
melakukan registrasi mesin.
11. Kode Registrasi adalah Kode berupa angka-angka.
12. Pengawasan adalah kegiatan pemantauan terhadap kepemilikan dan penggunaan
mesin pelinting sigaret (rokok) oleh industri SKM, SPM serta kepemilikan oleh
perusahaan industri rekondisi.
13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia.
14. Kepala Dinas Propinsi adalah Kepala Dinas Propinsi yang melaksanakan tugas urusan
pemerintahan di bidang perindustrian.
15. Kepala Dinas Kabupaten/Kota adalah Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang
melaksanakan tugas urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
Pasal 2
(1) Setiap perusahaan industri sigaret (rokok) dan perusahaan industri rekondisi wajib
memiliki IUI atau TDI sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap perusahaan industri Sigaret (rokok) yang telah memiliki izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wajib memasang papan nama yang sekurang-kurangnya
dengan jelas memuat:
a. nama perusahaan;
b. alamat lengkap;
c. nomor telepon;
d. jenis usaha;
e. nomor IUI atau TDI; dan
f. NPPBKC.
(3) Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dipasang di setiap lokasi
bangunan pabrik dengan penempatan yang mudah terbaca oleh umum.
Pasal 3
(1) Setiap mesin pelinting sigaret (rokok) yang dimiliki oleh Perusahaan industri SKM, SPM
dan perusahaan industri rekondisi wajib didaftarkan pada Dinas Provinsi dan memiliki
Sertifikat Registrasi yang mencantumkan Kode Registrasi.
(2) Mesin pelinting sigaret (rokok) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak/belum
didaftarkan pada Dinas Provinsi dilarang untuk memproduksi sigaret (rokok).
(3) Pendaftaran mesin dan permohonan Sertifikat Registrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), wajib dilengkapi dengan:
a. keterangan mengenai spesifikasi teknis mesin;
b. keterangan asal mesin; dan
c. lokasi keberadaan mesin.
(4) Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-kurangnya meliputi:
a. kapasitas terpasang mesin persatuan waktu;
b. merek mesin dan atau nomor seri mesin;
c. nama perusahaan pembuat/manufaktur;
d. negara asal;
e. tahun pembuatan; dan
f. kondisi mesin.
Pasal 4
(1) Mesin yang didaftar dan dimohonkan Sertifikat Registrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3) dilakukan pemeriksaan atas kebenaran dan kepastian terhadap
spesifikasi teknis, keterangan asal mesin dan lokasi keberadaan mesin melalui
verifikasi.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor.
(3) Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. berbentuk badan hukum;
b. memiliki SIUP, TDP dan NPWP;
c. memiliki Surat Ijin Usaha Jasa Survey (SIUJS) yang diterbitkan oleh Departemen
Perdagangan;
d. berpengalaman di bidang survey industri sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun;
e. memiliki tenaga ahli berpengalaman dalam bidangnya; dan
f. memiliki tenaga surveyor dan verifikator yang berpengalaman.
(4) Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Dinas Propinsi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 5
(1) Sertifikat Registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diterbitkan
berdasarkan kebenaran dan atau kepastian spesifikasi teknis, keterangan asal mesin
dan lokasi keberadaan mesin sesuai dengan laporan hasil verifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1).
(2) Sertifikat Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala
Dinas Propinsi untuk setiap mesin pelinting sigaret (rokok).
(3) Sertifikat Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk jangka waktu
5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
(4) Kode Registrasi yang tercantum pada Sertifikat Registrasi wajib dicantumkan pada
mesin pelinting sigaret (rokok).
(5) Pencantuman Kode Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh
petugas Dinas Propinsi dan didampingi petugas Dinas Kabupaten/Kota.
Pasal 6
(1) Perusahaan industri SKM, SPM dan perusahaan industri rekondisi dapat mengalihkan
mesin pelinting sigaret (rokok) yang dimiliki melalui jual beli, hibah, pewarisan, wasiat,
atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
(2) Pengalihan hak dari perusahaan industri SKM dan atau SPM sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dilakukan kepada industri Sigaret (rokok) yang memiliki IUI, TDI
atau perusahaan industri rekondisi yang telah memiliki IUI atau TDI, kecuali untuk
diekspor.
(3) Pengalihan hak atas kepemilikan mesin pelinting dari perusahaan industri rekondisi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan kepada perusahaan Sigaret
(rokok) yang telah memiliki IUI, TDI atau perusahaan industri rekondisi lain yang telah
memiliki IUI atau TDI, kecuali untuk diekspor.
Pasal 7
(1) Kepala Dinas Propinsi wajib melaporkan rekapitulasi penerbitan Sertifikat Registrasi
mesin pelinting sigaret (rokok) dan atau perubahannya kepada Direktur Jenderal.
(2) Perusahaan industri SKM, industri SPM dan perusahaan industri rekondisi yang telah
memiliki Sertifikat Registrasi wajib melaporkan setiap ada perubahan kepemilikan dan
atau perubahan lokasi mesin pelinting sigaret (rokok) kepada Kepala Dinas Propinsi
dengan tembusan Kepala Dinas Kabupaten/Kota.
(3) Setiap perubahan kepemilikan atau perubahan lokasi mesin pelinting sigaret (rokok)
sebagaimana dimaksud ayat (2) wajib melakukan perubahan Sertifikat Registrasi,
kecuali perubahan lokasi dalam satu Kabupaten/Kota untuk kepemilikan dan
perusahaan yang sama.
Pasal 8
(1) Pengawasan terhadap penggunaan dan kepemilikan mesin pelinting sigaret (rokok)
pada perusahaan industri SKM, industri SPM dan perusahaan industri rekondisi
dilakukan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat secara berkala setiap 6 (enam)
bulan sekali dan sewaktu-waktu apabila diperlukan.
(2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Kepala
Dinas Propinsi setempat dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
Pasal 9
(1) Laporan Penerbitan Sertifikat Registrasi dan Hasil Pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (2) dievaluasi oleh Tim Monitoring
yang dibentuk oleh Direktur Jenderal.
(2) Laporan Penerbitan Sertifikat Registrasi dan Hasil Pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (2) serta hasil evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan dalam data base Direktorat Jenderal
Industri Agro dan Kimia.
Pasal 10
Biaya yang timbul sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri ini sepanjang terkait dengan:
a. kegiatan yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab Direktur Jenderal
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Departemen
Perindustrian; dan
b. kegiatan yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab Pemerintah Daerah Propinsi
atau Kabupaten/Kota, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) masing-masing.
Pasal 11
(1) Perusahaan industri SKM, industri SPM dan perusahaan industri rekondisi yang tidak
memenuhi ketentuan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1), Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) dikenakan
sanksi administrasi berupa peringatan tertulis, pembekuan atau pencabutan Izin
Usaha Industri.
(2) Pengenaan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
tahapan sebagai berikut:
a. Peringatan tertulis diberikan maksimal sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut
dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan, untuk memberikan
kesempatan perusahaan memenuhi ketentuan;
b. Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah diberi peringatan tertulis,
perusahaan tidak memenuhi ketentuan, dilakukan pembekuan Izin Usaha
Industri (IUI) atau Tanda Daftar Industri (TDI) selama-lamanya 6 (enam) bulan
sejak diterbitkan Surat Penetapan Pembekuan; dan
c. Pencabutan IUI atau TDI dan Pencabutan Sertifikat Registrasi dengan
pencabutan Kode Registrasi, apabila perusahaan yang bersangkutan dalam
waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak memenuhi
ketentuan Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri ini diatur dalam petunjuk
teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 6 (enam) bulan sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 14 Oktober 2008
Menteri Perindustrian R.I.,
ttd,
Fahmi Idris
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 24 Oktober 2008
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,
ttd,
Andi Mattalatta
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 65.
peraturan/permd/72m-indper102008.txt · Last modified: by 127.0.0.1