peraturan:permd:58m-dagper122008
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa industri tertentu di dalam negeri masih menggunakan limbah non bahan
berbahaya dan beracun (non B3) sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong untuk
kebutuhan proses produksinya;
b. bahwa ketersediaan limbah non B3 sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong
yang diperlukan untuk kebutuhan proses produksi industri tertentu tidak dapat
diperoleh sepenuhnya dari sumber di dalam negeri, sehingga perlu dilakukan
pengadaan tambahan dari sumber di luar negeri;
c. bahwa pengadaan limbah non B3 sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong dari
sumber di luar negeri harus tetap memperhatikan upaya perlindungan lingkungan
hidup di dalam negeri, sehingga importasinya perlu dilakukan secara terkendali dan
terbatas;
d. bahwa dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku untuk industri tertentu di
dalam negeri tanpa mengurangi efektifitas pengawasan impor limbah non B3, perlu
diatur kembali ketentuan mengenai impor limbah non B3;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
huruf c, dan huruf d perlu ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;
Mengingat:
1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86);
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994
Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
85 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910);
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan
Tugas Dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar
Negeri;
8. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan
Basel Convention on The Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes
and Their Disposal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 62);
9. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005;
10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008;
11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi
Dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2008;
12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
229/MPP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Impor;
13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
520/MPP/Kep/8/2003 tentang Larangan Impor Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3);
14. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
34/M-DAG/PER/8/2007;
15. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/7/2007
tentang Angka Pengenal Importir (API);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG
KETENTUAN IMPOR LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (NON
B3).
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun, selanjutnya disebut Limbah Non B3,
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan berupa sisa, skrap atau reja yang tidak
termasuk dalam klasifikasi/kategori limbah bahan berbahaya dan beracun.
2. Sisa adalah produk yang belum habis terpakai dalam proses produksi atau barang,
yang masih mempunyai karakteristik yang sama namun fungsinya telah berubah dari
barang aslinya.
3. Skrap adalah barang yang terdiri dari komponen-komponen yang sejenis atau tidak,
yang terurai dari bentuk aslinya dan fungsinya tidak sama dengan barang aslinya.
4. Reja adalah barang dalam bentuk terpotong-potong dan masih bersifat sama dengan
barang aslinya namun fungsinya tidak sama dengan barang aslinya.
5. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, selanjutnya disebut Limbah B3 adalah setiap
limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat
dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat
membahayakan kesehatan manusia.
6. Importir Produsen Limbah Non B3, selanjutnya disingkat IP Limbah Non B3, adalah
perusahaan yang melakukan kegiatan usaha industri yang disetujui untuk mengimpor
sendiri Limbah Non B3 yang diperlukan semata-mata untuk proses produksi dari
industrinya dan tidak boleh diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada
pihak lain.
7. Eksportir Limbah Non B3 adalah perusahaan di negara dimana Limbah Non B3
dihasilkan dan/atau dikapalkan yang melakukan pengiriman Limbah Non B3 ke
Indonesia.
8. Surveyor adalah perusahaan survey yang melakukan verifikasi atau penelusuran
teknis impor Limbah Non B3.
9. Rekomendasi adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat instansi/unit kerja terkait
yang berwenang memberikan pertimbangan teknis sebagai dasar dalam penerbitan
Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3.
10. Menteri adalah Menteri Perdagangan.
11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
Perdagangan.
Pasal 2
(1) Limbah Non B3 yang dapat diimpor hanya berupa Sisa, Skrap atau Reja yang
digunakan untuk bahan baku dan/atau bahan penolong industri.
(2) Limbah Non B3 yang dapat diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum
dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
(1) Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat diimpor oleh
perusahaan yang melakukan kegiatan usaha industri dan telah mendapat Pengakuan
sebagai IP Limbah Non B3 dari Direktur Jenderal.
(2) Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit memuat jumlah dan jenis Limbah Non B3 yang dapat diimpor oleh IP Limbah
Non B3 beserta ketentuan teknis pelaksanaan importasinya.
Pasal 4
(1) Permohonan untuk mendapatkan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus diajukan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal dengan melampirkan dokumen:
a. fotokopi Izin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri dari departemen/instansi
teknis;
b. fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
d. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) atau Angka Pengenal Importir
Terbatas (API-T) yang bukan Angka Pengenal Importir Terbatas - Umum
(APIT-U);
e. fotokopi Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
f. Rekomendasi Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka
(ILMTA) atau Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia (IAK), Departemen
Perindustrian; dan
g. Rekomendasi Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengelolaan
Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun,
Kementerian Negara Lingkungan Hidup, khusus untuk jenis Limbah Non B3
dengan nomor urut 1 sampai dengan 5 pada Lampiran I Peraturan Menteri ini.
(2) Direktur Jenderal menerbitkan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling lambat dalam waktu 5 (lima) hari kerja terhitung sejak
permohonan diterima secara lengkap dan benar.
Pasal 5
(1) Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 yang diterbitkan berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) berlaku selama 1 (satu) tahun dan
dapat diperpanjang.
(2) Perpanjangan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 dapat dilakukan sebelum
berakhirnya masa berlaku IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam hal Limbah Non B3 yang disetujui untuk diimpor telah direalisasikan seluruhnya.
(3) Permohonan perpanjangan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan
melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:
a. Rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka
(ILMTA) atau Direktur Jenderal Industri Agro Kimia (IAK), Departemen
Perindustrian;
b. Rekomendasi dari Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Kementerian Negara Lingkungan
Hidup, khusus untuk jenis Limbah Non B3 dengan nomor urut 1 sampai dengan
5 pada Lampiran I Peraturan Menteri ini;
c. Asli Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 yang telah habis masa berlakunya;
dan
d. Perubahan atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
a, b, c, d dan e.
(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b, diperlukan apabila
jenis dan/atau volume limbah yang akan diimpor melebihi tahun sebelumnya.
Pasal 6
(1) Pelaksanaan impor Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 wajib dilengkapi Surat
Pernyataan dari Eksportir Limbah Non B3, yang menyatakan bahwa:
a. limbah yang diekspor bukan merupakan Limbah B3; dan
b. bersedia menerima kembali Limbah Non B3 yang telah diekspornya apabila
Limbah Non B3 tersebut terbukti sebagai Limbah B3.
(2) Dalam hal Limbah Non B3 yang diimpor terbukti sebagai Limbah B3 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, Limbah Non B3 tersebut wajib dikirim kembali paling
lama 90 (sembilan puluh) hari sejak kedatangan barang berdasarkan dokumen
kepabeanan yang berlaku.
(3) Pengiriman kembali Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
tanggungjawab Surveyor.
Pasal 7
(1) IP Limbah Non B3 wajib menyampaikan laporan tertulis baik melakukan maupun tidak
melakukan impor Limbah Non B3 setiap 3 (tiga) bulan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal
dalam hal ini Direktur Impor Departemen Perdagangan.
(3) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
(1) Setiap importasi Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 wajib dilakukan verifikasi atau
penelusuran teknis di negara muat sebelum dikapalkan.
(2) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Surveyor yang telah memenuhi persyaratan teknis, dan ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Ruang lingkup pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), yang mencakup:
a. identitas (nama dan alamat) importir dan eksportir dengan benar dan jelas;
b. nomor dan tanggal Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3;
c. jumlah/volume atau berat, jenis dan spesifikasi, serta nomor pos tarif/HS
Limbah Non B3 yang diimpor;
d. keterangan waktu dan negara pengekspor/pelabuhan muat Limbah Non B3
yang diimpor;
e. keterangan tempat atau pelabuhan tujuan bongkar Limbah Non B3 yang
diimpor;
f. keterangan Limbah Non B3 yang diimpor tidak terbukti sebagai Limbah B3; dan
g. keterangan lainnya yang diperlukan.
(4) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
khusus untuk jenis Limbah Non B3 dengan nomor urut 1 sampai dengan 5 dalam
Lampiran I Peraturan Menteri ini dilakukan oleh PT. Surveyor Indonesia (PT. SI) dan PT.
Superintending Company of Indonesia (PT. SUCOFINDO) atau surveyor lainnya yang
memenuhi persyaratan teknis serta melaksanakan verifikasi atau penelusuran teknis
sesuai dengan ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk
impor Limbah Non B3 sebagaimana tercantum dalam nomor urut 6 sampai dengan 63
dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, dapat dilakukan oleh surveyor yang ditunjuk
oleh IP Limbah Non B3 yang bersangkutan untuk jangka waktu paling lama 6 (enam)
bulan terhitung mulai Peraturan Menteri ini ditetapkan, serta melaksanakan verifikasi
atau penelusuran teknis sesuai dengan ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) sejak tanggal 1 Februari 2009.
(6) Hasil verifikasi atau penelusuran teknis berdasarkan ruang lingkup sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk
digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di
bidang impor.
(7) Surveyor wajib bertanggung jawab terhadap hasil verifikasi atau penelusuran teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(8) Dalam hal Limbah Non B3 yang diimpor terbukti sebagai Limbah B3 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b yang dilakukan verifikasi atau penelusuran
teknis oleh Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pengiriman kembali Limbah
dimaksud menjadi tanggungjawab IP Limbah Non B3 yang bersangkutan.
(9) Setelah berakhirnya jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5), pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis untuk impor Limbah Non B3
sebagaimana tercantum dalam nomor urut 6 sampai dengan 63 dalam Lampiran
I Peraturan Menteri ini, dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(10) Dalam hal Limbah Non B3 dalam bentuk curah (bulk) akan dialih kapalkan di pelabuhan
transit, wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis ulang pada saat Limbah Non
B3 akan dimuat kembali ke kapal.
(11) Surveyor memungut imbalan jasa dari importir atas pelaksanaan verifikasi atau
penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (10) yang nilainya
ditentukan dengan memperhatikan azas manfaat.
(12) Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan laporan
mengenai kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis secara tertulis setiap bulan
kepada Direktur Jenderal.
Pasal 9
(1) Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 dibekukan apabila IP Limbah Non B3 yang
bersangkutan tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(2) Pembekuan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat diaktifkan kembali dalam waktu 1 (satu) bulan sejak IP Limbah Non B3 yang
bersangkutan telah melaksanakan kewajiban menyampaikan laporan.
(3) Pembekuan dan pengaktifan kembali Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 10
(1) Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 dicabut apabila IP Limbah Non B3 yang
bersangkutan:
a. mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam dokumen
Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3;
b. mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam Surat
Pernyataan dari eksportir;
c. melakukan penjualan atau pemindahtanganan Limbah Non B3 yang diimpor
kepada pihak lain; dan/atau
d. dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas tindak pidana yang berkaitan
dengan penyalahgunaan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3.
(2) Pencabutan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
(3) Pemilik IP Limbah Non B3 yang terkena sanksi pencabutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) hanya dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Pengakuan
sebagai IP Limbah Non B3 kembali setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak pencabutan
Pengakuan IP Limbah Non B3 ditetapkan.
Pasal 11
(1) Pelanggaran oleh Surveyor terhadap ketentuan dalam Pasal 8 ayat (12) dikenakan
sanksi administratif berupa pencabutan penunjukan sebagai Surveyor.
(2) Pencabutan penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan
peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu masing-masing 10
(sepuluh) hari.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Menteri ini dapat diatur oleh Direktur Jenderal.
Pasal 13
Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 yang telah diterbitkan berdasarkan:
a. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997
tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya dan Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan Nomor 231/MPP/Kep/7/1997 tentang Prosedur Impor Limbah; dan
b. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 41/M-DAG/PER/10/2008 tentang Ketentuan
Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (Non B3), dinyatakan tetap berlaku
sampai dengan berakhirnya masa berlaku IP Limbah Non B3 tersebut.
Pasal 14
(1) Dalam rangka pengawasan pelaksanaan Peraturan Menteri ini, Direktur Jenderal dapat
membentuk satuan tugas pengawasan yang terdiri dari instansi teknis terkait.
(2) Satuan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas melakukan
evaluasi dan monitor serta memberikan rekomendasi kepada Menteri melalui Direktur
Jenderal sebagai bahan pertimbangan menetapkan kebijakan.
Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
41/M-DAG/PER/10/2008 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun
(Non B3) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 24 Desember 2008
Menteri Perdagangan R.I.,
ttd,
Mari Elka Pangestu
peraturan/permd/58m-dagper122008.txt · Last modified: by 127.0.0.1