User Tools

Site Tools


peraturan:permd:36m-dagper82009
           DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
            MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a.  bahwa dalam rangka memelihara kelestarian tanaman rotan yang juga merupakan
    komoditas sumber penghasilan bagi para petani dan pengumpul rotan serta sebagai
    sumber bahan baku bagi industri pengolahan rotan, industri mebel dan industri
    kerajinan di Indonesia;

b.  bahwa untuk meningkatkan kepastian ketersediaan bahan baku bagi industri barang
    jadi rotan dalam negeri dan kepastian pemanfaatan rotan secara berkesinambungan,
    perlu dilakukan penataan kembali pengaturan ekspor rotan;

c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b,
    perlu ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1.  Bedrijfsreglementerings Ordonnantie Tahun 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86);

2.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun
    1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

3.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun
    1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612) sebagaimana telah diubah
    dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

4.  Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun
    1999 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);

5.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan
    Dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66,
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206);

6.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan
    Tugas Dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar
    Negeri;

7.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang
    Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah dengan
    Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005;

8.  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
    Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
    Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
    Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008;

9.  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi
    dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
    beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
    2008;

10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan
    Industri Nasional;

11. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/Kep/12/1998
    tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor, sebagaimana telah diubah beberapa kali
    terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor
    01/M-DAG/PER/1/2007;

12. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan
    Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
    dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/6/2009;

Memperhatikan:

Hasil rapat koordinasi bidang perekonomian mengenai finalisasi kebijakan rotan tanggal 14
Mei 2009;

            MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

            PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN EKSPOR
            ROTAN.

            Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.  Rotan Asalan adalah rotan dalam bentuk asalan, tidak dirunti, tidak dicuci, tidak
    diasap/dibelerang, yang termasuk dalam Pos Tarif/ex. HS 1401.20.00.00.

2.  Rotan Washed and Sulphurized (W/S), yang selanjutnya disebut Rotan W/S adalah
    rotan dalam bentuk natural yang berkulit dan telah mengalami proses pencucian dan
    pengasapan belerang, yang termasuk dalam Pos Tarif/ex. HS 1401.20.00.00.

3.  Rotan Setengah Jadi adalah rotan yang telah diolah lebih lanjut menjadi rotan poles
    halus, hati rotan dan kulit rotan yang termasuk dalam Pos Tarif/ex. HS 1401.20.00.00.

4.  Rotan poles halus adalah rotan yang telah dipoles sepanjang batang tanpa kulit ari
    yang termasuk dalam Pos Tarif/ex. HS 1401.20.00.00.

5.  Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat IPHHBK adalah
    industri yang mengolah bahan baku rotan asalan menjadi rotan Washed and
    Sulphurized (W/S).

6.  Eksportir Terdaftar Rotan yang selanjutnya disingkat ETR adalah perusahaan yang
    telah mendapat pengakuan untuk melakukan ekspor Rotan W/S dan/atau Rotan
    Setengah Jadi.

7.  Tim Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Ekspor Rotan yang selanjutnya disingkat TME
    adalah tim yang ditetapkan Menteri Perdagangan untuk melakukan monitoring dan
    evaluasi kebijakan ekspor rotan dengan susunan keanggotaan terdiri dari wakil
    instansi dan asosiasi terkait serta lembaga surveyor independen.

8.  Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
    Perdagangan.

9.  Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan.

            Pasal 2

(1) Rotan yang dapat diekspor dengan jenis dan jumlah tertentu meliputi:

    a.  Rotan W/S dari jenis rotan Taman/Sega (Calamus caesius) dan Irit (Calamus
        trachycoleus) dengan diameter 4 mm sampai dengan 16 mm; dan

    b.  Rotan Setengah Jadi dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit, dan Rotan Setengah
        Jadi bukan dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit dalam bentuk poles halus, kulit
        dan hati.

(2) Rotan yang dilarang diekspor meliputi:

    a.  Rotan Asalan;

    b.  Rotan W/S dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit yang diameternya dibawah
        4 mm dan diatas 16 mm; dan

    c.  Rotan W/S bukan dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit.

            Pasal 3

(1) Jenis dan jumlah Rotan yang dapat diekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
    2 ayat (1) ditetapkan dengan memperhatikan kelestarian tanaman rotan, produksi
    rotan nasional dan kebutuhan bahan baku industri rotan dalam negeri. (2)    Jenis dan
    jumlah rotan yang dapat diekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
    sebagai berikut:

    a.  Untuk Rotan W/S dan Rotan Setengah Jadi dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit
        sebanyak 35.000 (tiga puluh lima ribu) ton per tahun; dan

    b.  Untuk Rotan Setengah Jadi bukan dari jenis rotan Taman/Sega dan Irit
        ditetapkan dalam jumlah persentase tertentu dari realisasi bukti pasok oleh
        ETR selama periode 3 (tiga) bulan sebelumnya.

(3) Besarnya jumlah persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan
    oleh Direktur Jenderal setelah mendapat pertimbangan dari TME.

            Pasal 4

(1) Ekspor rotan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya dapat dilakukan
    oleh perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai ETR dari Direktur Jenderal.

(2) Pengakuan sebagai ETR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada
    perusahaan yang berdomisili di daerah penghasil rotan.

(3) Setiap perusahaan, kelompok perusahaan atau perusahaan yang berafiliasi hanya
    dapat memiliki satu pengakuan sebagai ETR sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Setiap perusahaan yang telah memiliki pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar Produk
    Industri Kehutanan (ETPIK) tidak dapat diberikan pengakuan sebagai ETR.

(5) Permohonan untuk mendapat pengakuan sebagai ETR sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) harus diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal.

(6) Permohonan ETR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus dilengkapi dengan
    persyaratan sebagai berikut:

    a.  fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

    b.  fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

    c.  fotokopi penetapan Pengusaha Kena Pajak (PKP);

    d.  fotokopi surat Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan Kayu (IUIPHHBK)
        yang dilegalisir oleh instansi penerbit untuk ETR W/S, dan fotokopi surat Izin
        Usaha Industri (IUI) untuk ETR Rotan Setengah Jadi;

    e.  Berita Acara Pemeriksaan fisik industri dari Dinas Kabupaten/Kota yang tugas
        dan tanggung jawabnya di bidang industri; dan

    f.  Rekomendasi dari Dinas Provinsi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
        perdagangan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
        pada huruf e.

(7) Direktur Jenderal menerbitkan pengakuan sebagai ETR sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima
    secara lengkap dan benar.

(8) Setiap perubahan data perusahaan, pemegang ETR wajib melaporkan dan
    mengajukan permohonan perubahan ETR kepada Direktur Jenderal.

            Pasal 5

(1) Ekspor Rotan hanya dapat dilakukan oleh ETR setelah mendapat Persetujuan Ekspor
    dari Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan.

(2) Persetujuan jenis dan jumlah rotan yang dapat diekspor, diberikan kepada ETR setiap
    triwulan dalam bentuk Surat Persetujuan Ekspor (SPE) oleh Direktur Jenderal dalam
    hal ini Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Departemen Perdagangan.

(3) Persetujuan ekspor untuk rotan setengah jadi bukan dari jenis Taman/Sega dan Irit
    dapat diberikan dengan mempertimbangkan:

    a.  bukti pasok oleh ETR kepada industri di dalam negeri, terhadap jenis rotan
        yang terserap di dalam negeri.

    b.  rekomendasi dari Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen
        Kehutanan, terhadap jenis rotan yang tidak terserap di dalam negeri.

(4) Permohonan untuk memperoleh SPE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
    diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Ekspor Produk
    Pertanian dan Kehutanan Departemen Perdagangan dengan dilengkapi persyaratan
    sebagai berikut:

    a.  Untuk rotan W/S dan Setengah Jadi dari jenis Taman/Sega dan Irit:

        1.  fotokopi ETR;

        2.  bukti stok rotan dan kapasitas produksi bagi ETR yang belum pernah
            memperoleh SPE; dan

        3.  bukti realisasi ekspor selama periode 3 (tiga) bulan sebelumnya bagi
            yang telah memperoleh SPE.

    b.  Untuk rotan Setengah Jadi bukan dari jenis Taman/Sega dan Irit:

        1.  fotokopi ETR;

        2.  bukti pasok bahan baku rotan kepada Industri barang jadi rotan dalam
            negeri selama periode 3 (tiga) bulan sebelumnya, dalam hal jenis rotan
            yang akan diekspor terserap oleh industri dalam negeri;

        3.  surat rekomendasi dari Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan
            Departemen Kehutanan, dalam hal jenis rotan yang akan diekspor tidak
            terserap oleh industri dalam negeri;

(5) Bentuk bukti pasok sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 2 tercantum
    dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(6) Setiap permohonan SPE untuk rotan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf
    b wajib mencantumkan jenis dan nama rotan yang akan diekspor.

(7) Penerbitan SPE untuk rotan W/S dan Setengah Jadi dari jenis Taman/Sega dan Irit
    sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, diberikan dengan mempertimbangkan
    jumlah ETR dan/atau realisasi ekspor.

(8) Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) atas pelaksanaan ekspor rotan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kantor Pabean di pelabuhan muat
    daerah penghasil rotan.

            Pasal 6

(1) ETR yang telah mendapat SPE wajib menyampaikan laporan ekspor rotan, baik
    terealisasi maupun tidak terealisasi, secara tertulis setiap tanggal 15 (lima belas)
    bulan berikutnya setelah masa berlaku SPE berakhir, kepada Direktur Jenderal dalam
    hal ini Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan dengan tembusan kepada:

    a.  Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia dalam hal ini Direktur Industri Hasil
        Hutan dan Perkebunan, Departemen Perindustrian; dan

    b.  Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan dalam hal ini Direktur Bina
        Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Departemen Kehutanan.

(2) Bentuk laporan realisasi ekspor rotan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
    dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri
    ini.

            Pasal 7

(1) Terhadap setiap pelaksanaan ekspor rotan oleh ETR, terlebih dahulu wajib dilakukan
    verifikasi atau penelusuran teknis ekspor.

(2) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis ekspor rotan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dilakukan oleh surveyor independen yang ditetapkan oleh Menteri.

(3) Hasil verifikasi atau penelusuran teknis ekspor rotan yang dilakukan oleh surveyor
    dituangkan dalam bentuk:

    a.  Laporan Surveyor (LS), untuk rotan yang diperiksa sesuai dengan ketentuan
        yang berlaku; atau

    b.  Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), untuk rotan yang diperiksa tidak sesuai
        dengan ketentuan yang berlaku.

(4) Laporan Surveyor (LS) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a digunakan
    sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan dibidang
    ekspor.

(5) Biaya yang timbul atas kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis ekspor
    sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada pemerintah.

(6) Laporan hasil verifikasi atau penelusuran teknis ekspor sebagaimana dimaksud pada
    ayat (2) wajib disampaikan oleh surveyor paling lambat tanggal 15 pada bulan
    berikutnya kepada Direktur Jenderal dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Pertanian
    dan Kehutanan dengan tembusan kepada:

    a.  Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia dalam hal ini Direktur Industri Hasil
        Hutan dan Perkebunan, Departemen Perindustrian; dan

    b.  Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan dalam hal ini Direktur Bina
        Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Departemen Kehutanan.

            Pasal 8

(1) Pengakuan sebagai ETR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dibekukan
    apabila pemegang ETR:

    a.  tidak melaksanakan kegiatan ekspor dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
        diterbitkan ETR atau sejak pelaksanaan ekspor terakhir;

    b.  tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (8);
        atau

    c.  tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1).

(2) Pengakuan sebagai ETR yang telah dibekukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dapat diaktifkan kembali apabila pemegang ETR:

    a.  akan melaksanakan kegiatan ekspor yang dibuktikan dengan kontrak
        pemesanan/penjualan;

    b.  telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (8)
        dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembekuan; dan/atau

    c.  telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
        dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari sejak tanggal pembekuan.

(3) Pengakuan sebagai ETR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dicabut apabila
    pemegang ETR:

    a.  tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (8)
        setelah 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembekuan;

    b.  dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai
        kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan
        penyalahgunaan ETR dan/atau pelanggaran ketentuan di bidang ekspor;

    c.  tidak menyampaikan data dan/atau dokumen yang benar pada saat
        mengajukan permohonan ETR atau permohonan perubahan ETR atau
        permohonan SPE;

    d.  telah dilakukan pembekuan ETR sebanyak 2 (dua) kali dan melakukan
        pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi berupa pembekuan; atau

    e.  tidak melakukan ekspor selama 1 (satu) tahun sejak pembekuan pertama.

            Pasal 9

Surveyor yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6)
dikenakan sanksi berupa pencabutan penetapan sebagai surveyor.

            Pasal 10

Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan dari Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.

            Pasal 11

Pengakuan sebagai ETR yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini
wajib disesuaikan paling lama 1 (satu) bulan sejak Peraturan Menteri ini berlaku.

            Pasal 12

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
12/M-DAG/PER/6/2005 tentang Ketentuan Ekspor Rotan sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 33/M-DAG/PER/7/2009 dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

            Pasal 13

Peraturan Menteri ini mulai berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal ditetapkan dan berlaku selama
2 (dua) tahun.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di   :   Jakarta
Pada tanggal    :   11 Agustus 2009

Menteri Perdagangan R.I.
ttd,

Mari Elka Pangestu
peraturan/permd/36m-dagper82009.txt · Last modified: 2023/02/05 06:06 by 127.0.0.1