peraturan:permd:20m-dagper52008
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 20/M-DAG/PER/5/2008
TENTANG
KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa upaya untuk melancarkan kegiatan ekspor produk industri kehutanan sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 09/M-DAG/PER/2/2007 belum dapat
memenuhi sasaran;
b. bahwa kriteria teknis yang digunakan untuk menentukan produk industri kehutanan tertentu yang
dapat diekspor sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 09/M-DAG/PER/2/2007 dalam perkembangannya sudah tidak sesuai dengan kondisi yang ada
sehingga harus diubah;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut dalam huruf a, dan huruf b, perlu mencabut Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 09/M-DAG/PER/2/2007 dan mengatur kembali ketentuan
dimaksud;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, huruf b dan huruf c di atas perlu menetapkan Peraturan
Menteri Perdagangan;
Mengingat :
1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie Tahun 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 30,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan Dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan sebagaimana telah diubah terakhir kali dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008;
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan
Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;
7. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005;
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007;
10. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan
Umum di Bidang Ekspor, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/MDAG/PER/1/2007;
11. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 34/M-DAG PER/8/2007;
12. Peraturan Bersama Menteri Perindustrian Republik Indonesia, Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Dan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 08/M-Ind/PER/2/2006, Nomor
01/M-DAG/PER/2/2006 dan Nomor P.08/Menhut-VI/2006 Tentang Pencabutan Keputusan Bersama
Menteri Kehutanan Republik Indonesia dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor SK.350/Menhut-VI/2004 Dan Nomor 598/MPP/Kep/9/2004 Tentang Larangan Ekspor Bantalan
Rel Kereta Api Dari Kayu Dan Kayu Gergajian.
MEMUTUSKAN :
Mencabut :
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09/M-DAG/PER/2/2007 TANGGAL 14
PEBRUARI 2007 TENTANG KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN;
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Bantalan Rel Kereta Api dari kayu adalah kayu yang digergaji atau dibelah membujur, irisan atau
dikuliti, diketam atau tidak, diampelas atau tidak, dengan ketebalan, lebar dan panjang tidak dibatasi
dari semua jenis kayu yang masuk dalam Pos Tarif/HS.4406.
2. Kayu Gergajian adalah kayu yang digergaji atau dibelah memanjang, diiris atau dikuliti, tidak diketam,
tidak diampelas, tidak end-jointed dengan ketebalan melebihi 6 mm yang masuk dalam Pos
Tarif/HS.4407.
3. Produk Industri Kehutanan adalah produk kayu olahan dan turunannya serta barang jadi rotan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.
4. Menteri adalah Menteri Perdagangan.
5. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan.
Pasal 2
Bantalan Rel Kereta Api Dari Kayu (yang termasuk HS.4406) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1,
dan Kayu Gergajian (yang termasuk HS.4407) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dilarang diekspor.
Pasal 3
Produk Industri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 diatur ekspornya sesuai Peraturan
Menteri ini.
Pasal 4
(1) Produk Industri Kehutanan yang termasuk dalam kelompok Ex HS.4407, Ex HS.4409, Ex HS.4412, Ex
HS.4415, Ex HS.4418 dan Ex HS.9406 hanya dapat diekspor apabila memenuhi kriteria teknis
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.
(2) Khusus untuk Produk Industri Kehutanan dari kayu kelapa dan kayu kelapa sawit dalam bentuk
Surface Four Side (S4S) atau Pole (olahan bulat halus) dan olahan lanjutannya dapat diekspor tanpa
dikenakan pembatasan ukuran.
Pasal 5
(1) Ekspor Produk Industri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 hanya dapat
dilaksanakan oleh perusahaan industri kehutanan yang telah diakui sebagai Eksportir Terdaftar Produk
Industri Kehutanan (ETPIK) oleh Direktur Jenderal.
(2) Perusahaan industri kehutanan yang dapat diakui sebagai ETPIK adalah perusahaan industri
kehutanan yang telah memiliki izin usaha industri yang diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 6
(1) Untuk mendapat pengakuan sebagai ETPIK, perusahaan industri kehutanan harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dokumen sebagai berikut:
a. berita acara pemeriksaan fisik industri dan rekomendasi dari instansi teknis di daerah yang
membina bidang industri kehutanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. fotokopi Izin Usaha Industri (IUI) atau Tanda Daftar Industri (TDI);
c. fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan
e. fotokopi akte notaris pendirian perusahaan beserta perubahannya sesuai peraturan yang
berlaku.
(3) Apabila diperlukan terhadap pemohon ETPIK dapat dilakukan verifikasi tentang keabsahan perusahaan
yang meliputi lokasi, dokumen/perijinan yang dimiliki sesuai ketentuan yang berlaku oleh tim yang
ditunjuk Direktur Jenderal.
(4) Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
(5) Dalam hal terjadi perubahan data yang terdapat dalam dokumen dari perusahaan industri kehutanan
yang telah mendapat pengakuan sebagai ETPIK, perusahaan wajib mengajukan permohonan revisi
ETPIK disertai dengan dokumen perubahan dimaksud paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja setelah
perubahan data.
(6) Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan permohonan revisi ETPIK sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
Pasal 7
(1) Terhadap perusahaan yang telah mendapat pengakuan sebagai ETPIK dapat dilakukan verifikasi yang
meliputi:
a. keabsahan dokumen yang dipersyaratkan pada saat permohonan ETPIK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
b. keberadaan perusahaan baik industri maupun kantor; dan
c. aktivitas ekspor dan produksi sesuai dengan izin ETPIK yang dimiliki.
(2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pejabat dari Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan, Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia
Departemen Perindustrian dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan
secara berkoordinasi dan/atau oleh surveyor independen yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk Laporan Hasil
Verifikasi ETPIK.
(4) Laporan Hasil Verifikasi ETPIK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Direktur
Jenderal paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah dilakukan verifikasi.
(5) Tata cara pelaksanaan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Direktur Jenderal.
Pasal 8
(1) Setiap ekspor produk industri kehutanan yang berbahan baku kayu ulin harus memperoleh Surat
Persetujuan Ekspor (SPE) dari Direktur Jenderal setelah mendapatkan rekomendasi dari Departemen
Kehutanan.
(2) Tata cara mendapatkan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri Kehutanan.
(3) Untuk memperoleh SPE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perusahaan industri kehutanan yang
telah diakui sebagai ETPIK harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan
melampirkan fotokopi dokumen ETPIK dan rekomendasi dari Departemen Kehutanan.
(4) Direktur Jenderal menerbitkan persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima.
Pasal 9
(1) Ekspor Produk Industri Kehutanan yang termasuk dalam HS.4407, HS.4408, HS.4409, HS.4410,
HS.4411, HS.4412, HS.4413, HS.4415, HS.4418, Ex.HS.4421.90.99.00 (khusus paving block dari kayu),
HS.9406.00.92.00 harus mendapatkan pengesahan (endorsement).
(2) Endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga independen yang
ditetapkan oleh Menteri dengan memperhatikan usulan dari Menteri Kehutanan.
(3) Dokumen asli atas endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dokumen
pelengkap pabean yang diwajibkan untuk penyampaian pemberitahuan pabean ekspor kepada kantor
pabean.
(4) Tata cara pelaksanaan endorsement sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Direktur Jenderal.
(5) Lembaga independen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan pelaksanaan
endorsement paling lambat tanggal 15 (lima belas) pada bulan berikutnya kepada Menteri, dalam hal
ini Direktur Jenderal dan tembusannya kepada Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen
Perindustrian dan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan.
(6) Pelaksanaan ekspor produk industri kehutanan yang termasuk dalam HS. 4408, HS. 4410 dan Ex HS.
4412 (khusus kayu lapis) dilaksanakan atas dasar Cost dan Freight (C&F), Cost Insurance and Freight
(CIF) serta pembayarannya dilakukan melalui lembaga perbankan.
Pasal 10
(1) Ekspor Produk Industri Kehutanan yang termasuk dalam kelompok HS.4407, HS.4409, Ex HS.4412
(khusus laminated wood), Ex HS.4418 (kecuali daun pintu dan daun jendela) dan Ex HS.9406 (khusus
bangunan prefabrikasi dari kayu) hanya dapat dilakukan setelah verifikasi/penelusuran teknis sebelum
muat barang.
(2) Verifikasi/penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh surveyor
independen yang ditetapkan oleh Menteri.
(3) Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mempunyai kemampuan teknis dibidang
verifikasi Produk Industri Kehutanan serta mempunyai jaringan pelayanan yang luas di wilayah
Indonesia.
(4) Biaya yang timbul atas kegiatan verifikasi/penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibebankan kepada Pemerintah.
(5) Hasil verifikasi/penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk
Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan untuk
penyampaian pemberitahuan pabean ekspor kepada kantor pabean.
(6) Laporan hasil verifikasi/penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib disampaikan
oleh surveyor paling lambat tanggal 15 pada bulan berikutnya kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian dan Direktur
Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan.
(7) Tata cara pelaksanaan verifikasi/penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal.
Pasal 11
(1) Perusahaan industri kehutanan yang telah diakui sebagai ETPIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (4) wajib melaporkan:
a. rencana dan realisasi produksi tahunan; dan
b. rencana dan realisasi ekspor tahunan.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat akhir bulan Pebruari untuk
realisasi produksi dan ekspor tahun sebelumnya, serta rencana produksi dan ekspor tahun berjalan
dengan menggunakan format laporan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III, IV, V dan VI
Peraturan Menteri ini.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian dan Direktur
Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan.
Pasal 12
Pengakuan sebagai ETPIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dibekukan apabila perusahaan
industri pemegang ETPIK dan/atau pengurus/direksi perusahaan industri pemegang ETPIK:
a. tidak melakukan kegiatan produksi dan ekspor dalam jangka waktu 1 (satu) tahun;
b. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dalam jangka waktu 1
(satu) tahun;
c. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5); atau
d. tidak menyampaikan data atau dokumen yang benar pada saat mengajukan permohonan ETPIK atau
permohonan revisi ETPIK.
Pasal 13
(1) Pengakuan sebagai ETPIK yang telah dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dapat
diaktifkan kembali apabila perusahaan industri pemegang ETPIK dan/atau pengurus/direksi
perusahaan industri pemegang ETPIK:
a. kembali melakukan kegiatan produksi dan akan melaksanakan ekspor;
b. dalam waktu kurang dari 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembekuan telah melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
c. telah melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5); atau
d. telah menyampaikan perbaikan data atau dokumen permohonan atau revisi ETPIK sesuai
dengan ketentuan.
(2) Pengaktifan kembali ETPIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan
permohonan tertulis dari pengurus/direksi perusahaan industri pemegang ETPIK kepada Direktur
Jenderal.
(3) Pengaktifan kembali ETPIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan apabila
dokumen yang disampaikan pada saat mengajukan permohonan atau revisi ETPIK terbukti palsu.
(4) Permohonan pengajuan pengaktifan kembali ETPIK dilengkapi dengan dokumen Izin Usaha Industri
atau Tanda Daftar Industri, Tanda Daftar Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak dan akte notaris
perusahaan serta melampirkan dokumen yang mendukung terpenuhinya syarat-syarat pengaktifan
kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 14
Pengakuan sebagai ETPIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dicabut apabila perusahaan industri
pemegang ETPIK dan/atau pengurus/direksi perusahaan industri pemegang ETPIK:
a. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) atau Pasal 11 ayat (1)
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pembekuan;
b. terbukti melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan perizinan yang dimilikinya berdasarkan hasil
verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
c. dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan
ETPIK dan/atau pelanggaran ketentuan di bidang ekspor oleh keputusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap;
d. telah dilakukan pembekuan ETPIK sebanyak 2 (dua) kali dan memenuhi alasan untuk pembekuan
kembali; atau
e. tidak mengajukan pengaktifan kembali terhadap ETPIK yang telah dibekukan dalam jangka waktu 1
(satu) tahun.
Pasal 15
(1) Pembekuan, pengaktifan dan pencabutan ETPIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13 dan
Pasal 14 dilakukan oleh Direktur Jenderal.
(2) Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan pembekuan, pengaktifan dan pencabutan
ETPIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemegang ETPIK dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Departemen Keuangan, Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia
Departemen Perindustrian, Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan dan
instansi teknis di daerah yang membina bidang industri kehutanan.
Pasal 16
(1) Terhadap surveyor yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (6) dikenakan sanksi berupa pencabutan hak menerima imbalan jasa atas verifikasi
yang dilakukan pada bulan yang tidak dilaporkan.
(2) Terhadap lembaga independen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) dan/atau
kewenangannya berdasarkan penugasan yang diberikan, dikenakan sanksi pencabutan sebagai
lembaga independen pelaksana penerbitan endorsement.
Pasal 17
Terhadap ekspor produk industri kehutanan yang merupakan barang contoh, bahan penelitian dan barang
keperluan pameran ke luar negeri dikecualikan dari ketentuan dalam Peraturan Menteri ini setelah mendapat
persetujuan Direktur Jenderal.
Pasal 18
Ketentuan pelaksanaan Peraturan Menteri ini dapat diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Pasal 19
Pengakuan sebagai ETPIK yang telah diterbitkan sebelum dikeluarkan Peraturan Menteri ini dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
Pasal 20
(1) Penetapan pengecualian terhadap kriteria teknis yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Menteri
Perdagangan Nomor 09/MDAG/PER/2/2007 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan
dinyatakan tetap berlaku sampai dengan batas tanggal pengapalan terakhir Produk Industri Kehutanan
yang ditetapkan dalam penetapan tersebut.
(2) Dalam hal penetapan pengecualian terhadap kriteria teknis tidak ditetapkan masa berlakunya maka
dinyatakan tetap berlaku sampai dengan 2 (dua) bulan sejak berlakunya Peraturan Menteri ini.
Pasal 21
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 2 (dua) bulan sejak tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri ini dengan
menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Mei 2008
MENTERI PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA
ttd.
MARI ELKA PANGESTU
peraturan/permd/20m-dagper52008.txt · Last modified: by 127.0.0.1