User Tools

Site Tools


peraturan:perla:indper72008
           PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
                        NOMOR 43/M- IND/PER/7 /2008

                        TENTANG

               PENETAPAN KELOMPOK INDUSTRIYANG DAPAT MEMANFAATKAN TARIF
            BEA MASUK DENGAN SKEMA USER SPECIFIC DUTY FREE SCHEME (USDFS)
                  DALAM RANGKA PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN
                JEPANG MENGENAI SUATU KEMITRAAN EKONOMI

                MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  bahwa dalam rangka kemitraan ekonomi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang, telah 
    ditetapkan Framework Agreement yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia 
    berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengesahan Agreement between the 
    Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership (persetujuan Antara Republik Indonesia 
    dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi);
b.  bahwa berdasarkan kekhususan Section 3 Notes for Schedule of Indonesia Note 2 in section 1 Part 3 of 
    Annex 1 referred to in Chapter 2 in Basic Agreement dan Operational Procedures Rule 4, Rule 5, Rule 6, 
    diatur mengenai User Spesific Duty Free Scheme (USDFS); 
c.  bahwa dalam rangka mengimplementasikan kemitraan ekonomi dimaksud, perlu ditetapkan kelompok 
    industri yang dapat memanfaatkan fasilitas USDFS dimaksud;
d.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu 
    dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian;

Mengingat :

1.  Undang-UndangNomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
2.  Undang-Undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana 
    telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
3.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/MTahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet 
    Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden 
    Republik Indonesia Nomor 77/P Tahun 2007;
4.  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, 
    Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah 
    beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
5.  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I 
    Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
    Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007;
6.  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pengesahan Agreement between 
    The Republic of Indonesia and Japan for An Economic Partnership (Persetujuan antara Republik 
    Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi);
7.  Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/ 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja 
    Departemen Perindustrian;
8.  Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 07/M-IND/PER/5/ 2005 tentang Penetapan Jenis-jenis Industri 
    Dalam Pembinaan Masing-masing Direktorat Jenderal di Lingkungan Departemen Perindustrian;
9.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2006 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang 
    dan Pembebanan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan 
    Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.011/2007;
10. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 27/M-IND/PER/5/ 2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara 
    Verifikasi Bagi Industri yang Memanfaatkan Fasilitas Keringanan dan atau Pembebasan Bea Masuk;
11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 94/PMK.011/2008 tentang Modalitas Penurunan Tarif Bea Masuk 
    Dalam Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi;
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 95/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam 
    Rangka Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi;
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam 
    Rangka User Spesific Duty Free Scheme (USDFS) Dalam Persetujuan Antara Republik Indonesia dan 
    Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PENETAPAN KELOMPOK INDUSTRI YANG DAPAT 
MEMANFAATKAN TARIF BEA MASUK DENGAN SKEMA USER SPECIFIC DUTY FREE SCHEME (USDFS) DALAM 
RANGKA PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN JEPANG MENGENAI SUATU KEMITRAAN EKONOMI


                        Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan : 
1.  Industri Pengguna (User) adalah industri yang melakukan impor bahan baku dalam rangka keperluan 
    produksi dalam lingkup kerjasama antara Indonesia dengan Jepang melalui Fasilitas Pembebasan Bea 
    Masuk (USDFS) yang telah mendapat Surat Keterangan Verifikasi Industri-USDFS yang diterbitkan oleh 
    Surveyor yang ditunjuk oleh Menteri.
2.  Kelompok Industri adalah Kelompok industri sebagaimana dimaksud dalam Klasifikasi Baku Lapangan 
    Usaha Indonesia (KBLI) 2005 yang dapat memanfaatkan fasilitas USDFS.
3.  Fasilitas USDFS adalah penetapan tarif bea masuk untuk produk-proauk yang belum dibuat di dalam 
    negeri sesuai dengan Lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.011/2008 untuk keperluan 
    produksi bagi industri pengguna.
4.  Jasa Industri untuk Berbagai Pekerjaan Khusus Terhadap Logam dan Barang-barang dari Logam 
    (Steel Service Center) adalah perusahaan yang termasuk dalam KBLI 28920.
5.  Surat Keterangan Verifikasi Industri adalah hasil verifikasi terhadap industri yang mengajukan 
    permohonan fasilitas USDFS, yang diterbitkan oleh Surveyor dan telah ditandasahkan oleh Menteri 
    Perindustrian atau pejabat yang ditunjuknya.
6.  Surveyor adalah surveyor independen yang memiliki kompetensi kegiatan verifikasi industri yang 
    ditunjuk untuk melakukan kegiatan verifikasi.
7.  Direktur Jenderal Pembina Industri adalah Direktur Jenderal di lingkungan Departemen Perindustrian 
    yang melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam pembinaan jenis industri sesuai kewenangan 
    sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 07/M-IND/PER/5/2005.
8.  Menteri adalah Menteri yang melaksanakan sebagian tugas urusan Pemerintahan di bidang perindustrian.


                        Pasal 2

(1)     Industri Pengguna (Uset) yang dapat memanfaatkan fasilitas USFDS atas impor bahan baku terdiri dari:
    a.  Industri manufaktur, yang hanya mencakup industri sebagai berikut:
        1.  industri kendaraan bermotor dan komponennya (automotive, motorcycles, and 
            components thereof);
        2.  industri elektrik dan elektronika serta komponennya (electrical and electronic 
            appliances);
        3.  industri alat berat dan mesin konstruksi (construction machineries and heavy 
            equipments); atau
        4.  industri peralatan energi (petroleum, gas, and electric power);
    b.  Jasa Industri untuk Berbagai Pekerjaan Khusus Terhadap Logam dan Barang-barang dari Logam 
        (Steel Service Centre) yang hanya melakukan kegiatan manufaktur sebagai berikut:
        1.  pemotongan (cutting/shearing); 
        2.  penghalusan permukaan (grinding);
        3.  pembentukan (drawing) besi dan baja; dan atau
        4.  proses pengerjaan akhir (finishing).
(2)     Fasilitas USDFS oleh Steel Service Centre sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat 
    dimanfaatkan untuk kegiatan industri manufaktur sebagaimana ,dimaksud pada ayat (1) huruf a 
    berdasarkan kontrak kerja.


                        Pasal 3

Industri Manufaktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a sesuai dengan KBLI 5 digit 
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.


                        Pasal 4

Apabila terdapat perusahaan industri dalam negeri yang menyatakan mampu memproduksi bahan baku industri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), perusahaan dimaksud dapat mengajukan permohonan kepada 
Menteri cq. Direktur Jenderal Pembina Industri yang bersangkutan untuk dilakukan evaluasi terhadap fasilitas 
USDFS yang telah ditetapkan.


                        Pasal 5

(1)     Terhadap Industri Pengguna (User) yang memanfaatkan fasilitas USDFS sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 2 dan perusahaan industri dalam negeri yang menyatakan mampu memproduksi bahan baku 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal4 wajib dilakukan Verifikasi Industri oleh Surveyor.
(2)     Hasil verifikasi kemampuan memproduksi bahan baku industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    dilaporkan kepada Menteri Perindustrian cq. Direktur Jenderal Pembina Industri yang bersangkutan.
(3)     Biaya verifikasi industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada perusahaan yang 
    melapor.


                        Pasal 6

Industri Pengguna (User) sebagaimana dalam Pasal 2 dalam mengajukan permohonan fasilitas USDFS wajib 
memiliki Surat Keterangan Verifikasi Industri yang telah ditanda-sahkan oleh Menteri Perindustrfan.


                        Pasal 7

(1)     Kewenangan pemberian tanda sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilimpahkan kepada Direktur 
    Industri Logam.
(2)     Apabila pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan, kewenangan berada pada Direktur 
    Industri Mesin.
(3)     Apabila pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berhalangan, kewenangan berada 
    pada Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka.
(4)     Tanda sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk dan atas nama Menteri.


                        Pasal 8

Ketentuan teknis dan tata cara Verifikasi Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) diatur dengan 
Peraturan Direktur Jenderallndustri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka.


                        Pasal 9

Industri Pengguna (User) yang dapat memanfaatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ditinjau 
setiap 5 (lima) tahun.


                        Pasal 10

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita 
Negara Republik Indonesia.




                        Ditetapkan di Jakarta
                        pada tanggal 1 Juli 2008
                        MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA

                        ttd.

                        FAHMI IDRIS

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juli 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

ANDI MATTALAITA




              BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 17
peraturan/perla/indper72008.txt · Last modified: 2023/02/05 18:09 by 127.0.0.1