User Tools

Site Tools


peraturan:perla:938dpbpr
                                           28 Desember 2007
        
            SURAT EDARAN DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT
                        NOMOR 9/38/DPBPR 

                        TENTANG

        TATA CARA PERIZINAN DAN PELAPORAN BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT
                DAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH
        YANG MELAKUKAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PEDAGANG VALUTA ASING

               DIREKTUR PENGAWASAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

Sehubungan dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007 tanggal 
5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 
118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4764), dipandang perlu untuk menetapkan Tata 
Cara Perizinan dan Pelaporan bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang 
melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Valuta Asing sebagai berikut:

I.  UMUM
    A.  Pedagang Valuta Asing Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau Bank Perkreditan Rakyat Syariah 
        (BPRS), yang untuk selanjutnya disebut PVA BPR/BPRS, adalah BPR atau BPRS, yang 
        melakukan kegiatan usaha jual beli uang kertas asing (banknotes) yang untuk selanjutnya
        disebut UKA dan pembelian Traveller's Cheque yang untuk selanjutnya disebut TC, yang telah 
        memenuhi ketentuan dan persyaratan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/11/PBI/2007
        tanggal 5 September 2007 tentang Pedagang Valuta Asing.
    B.  Persetujuan sebagai PVA yang diberikan kepada kantor pusat BPR/BPRS berlaku pula bagi 
        kantor cabang BPR/BPRS yang bersangkutan.
    C.  Penyampaian laporan dinyatakan telah diterima oleh Bank Indonesia berdasarkan:
        1.  Tanggal diterimanya laporan oleh Bank Indonesia apabila disampaikan secara langsung 
            ke Bank Indonesia, atau
        2.  Tanggal stempel pos apabila laporan disampaikan melalui kantor pos.

II.     TATA CARA PERIZINAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA
    A.  BPR/BPRS yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib memenuhi persyaratan 
        sebagai berikut:
        1.  memiliki tingkat kesehatan BPR selama 12 (dua belas) bulan terakhir tergolong sehat 
            atau memiliki tingkat kesehatan BPRS selama 12 (dua belas) bulan terakhir minimal 
            tergolong dalam peringkat komposit 2;
        2.  memenuhi persyaratan modal disetor (sesuai ketentuan pentahapan) dan 
            kepengurusan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi BPR/BPRS;
        3.  memiliki Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai dengan ketentuan 
            KPMM yang berlaku bagi BPR/BPRS;
        4.  rencana melakukan kegiatan usaha sebagai PVA tercantum dalam Rencana Kerja BPR/
            BPRS;
        5.  memiliki rencana kesiapan operasional.
    B.  Kantor pusat BPR/BPRS mengajukan permohonan persetujuan sebagai PVA BPR/BPRS secara 
        tertulis kepada Bank Indonesia yang wajib dilengkapi dengan dokumen rencana kesiapan 
        operasional, antara lain meliputi:
        1.  foto kantor BPR/BPRS yang akan melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA;
        2.  foto tempat kegiatan usaha di kantor BPR/BPRS yang diajukan dan tata letak ruang;
        3.  struktur organisasi kantor, termasuk Sumber Daya Manusia yang menangani kegiatan 
            PVA;
        4.  sarana penunjang kegiatan usaha, sekurang-kurangnya berupa:
            a.  kebijakan, sistem dan prosedur secara tertulis;
            b.  foto alat deteksi keaslian uang;
            c.  foto tempat penyimpanan uang;
            d.  foto papan kurs; dan
            e.  contoh warkat/dokumen yang akan digunakan.
    C.  Pengajuan permohonan persetujuan sebagai PVA BPR/BPRS sebagaimana dimaksud pada 
        huruf B disampaikan ke alamat sebagai berikut:
        1.  Bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI), 
            permohonan dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Pengawasan Bank 
            Perkreditan Rakyat, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
        2.  Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, permohonan dialamatkan 
            kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, 
            Jakarta 10350.
        3.  Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, permohonan 
            dialamatkan kepada Kantor Bank Indonesia (KBI) setempat dengan mengacu kepada 
            pembagian wilayah kerja KBI.
            Surat permohonan persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA BPR/
            BPRS tersebut di atas sesuai contoh pada Lampiran 1.
    D.  Bank Indonesia memberitahukan kepada kantor pusat BPR/BPRS secara tertulis mengenai 
        persetujuan atau penolakan atas permohonan persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha 
        sebagai PVA paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah dokumen permohonan diterima 
        secara lengkap.
    E.  BPR/BPRS wajib melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA paling lambat 30 (tiga puluh) hari 
        kalender sejak tanggal persetujuan Bank Indonesia. Apabila dalam jangka waktu tersebut BPR/
        BPRS tidak melaksanakan kegiatan usaha sebagai PVA maka persetujuan yang telah diberikan 
        dinyatakan tidak berlaku.

III.    TATA CARA PELAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA
    A.  Kantor pusat BPR/BPRS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha 
        sebagai PVA wajib melaporkan secara tertulis pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA paling 
        lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA BPR/
        BPRS ke alamat sebagai berikut:
        1.  Bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada Bank 
            Indonesia, u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, Jl. M.H. Thamrin 
            No. 2, Jakarta 10350, dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter u.p.
            Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA dan Administrasi.
        2.  Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada Bank 
            Indonesia, u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350, 
            dengan tembusan kepada Direktorat Pengelolaan Moneter u.p. Bagian Pengaturan dan 
            Pengawasan PVA dan Administrasi.
        3.  Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada 
            KBI setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI, dengan 
            tembusan kepada:
            a.  Direktorat Pengelolaan Moneter, u.p. Bagian Pengaturan dan Pengawasan PVA 
                dan Administrasi , Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350; dan
            b.  KBI dimana kantor cabang BPR/BPRS yang akan melakukan kegiatan usaha 
                sebagai PVA tersebut berada, dalam hal kantor cabang BPR/BPRS tersebut 
                berada di wilayah kerja KBI yang berbeda dengan kantor pusatnya; dan/atau
            c.  Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin No. 2, 
                Jakarta 10350, dalam hal kantor cabang BPRS yang akan melakukan kegiatan 
                usaha sebagai PVA berada di wilayah kerja KPBI.
            Laporan pelaksanaan kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana tersebut di atas, 
            sesuai contoh pada Lampiran 2.
    B.  Bagi BPR/BPRS yang telah memperoleh persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai 
        PVA dan akan melakukan kegiatan PVA di kantor lainnya, diatur sebagai berikut :
        1.  Kantor pusat BPR/BPRS wajib melaporkan secara tertulis kepada Bank Indonesia 
            mengenai rencana kegiatan usaha sebagai PVA pada kantor BPR/BPRS tertentu paling 
            lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan kegiatan usaha PVA 
            tersebut dilakukan oleh kantor BPR/BPRS terkait.
        2.  Rencana kegiatan usaha sebagai PVA dari kantor BPR/BPRS terkait telah tercantum 
            dalam Rencana Kerja BPR/BPRS yang bersangkutan.
        3.  Laporan sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib dilengkapi dengan dokumen 
            rencana kesiapan operasional, sebagaimana dimaksud pada Bab II huruf B.
        4.  Laporan rencana kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana dimaksud pada angka 1, 
            disampaikan oleh kantor pusat BPR/BPRS ke alamat sebagai berikut:
            a.  Bagi BPR yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada 
                Bank Indonesia, u.p. Direktorat Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat, 
                Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
            b.  Bagi BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI, permohonan 
                dialamatkan kepada Bank Indonesia, u.p. Direktorat Perbankan Syariah, 
                Jl. M.H. Thamrin No. 2, Jakarta 10350.
            c.  Bagi BPR yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan kepada 
                KBI setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI, dengan 
                tembusan kepada KBI dimana kantor cabang BPR yang akan melakukan 
                kegiatan usaha sebagai PVA tersebut berada, dalam hal kantor cabang BPR 
                yang akan melakukan kegiatan usaha sebagai PVA berada di wilayah kerja 
                KBI yang berbeda dengan kantor pusatnya.
            d.  Bagi BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, dialamatkan 
                kepada KBI setempat dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI, 
                dengan tembusan kepada:
                1)  KBI dimana kantor cabang BPRS yang akan melakukan kegiatan 
                    usaha sebagai PVA tersebut berada, dalam hal kantor cabang BPRS 
                    tersebut berada di wilayah kerja KBI yang berbeda dengan kantor 
                    pusatnya; atau
                2)  Bank Indonesia u.p. Direktorat Perbankan Syariah, Jl. M.H. Thamrin 
                    No. 2, Jakarta 10350, dalam hal kantor cabang BPRS yang akan 
                    melakukan kegiatan usaha sebagai PVA berada di wilayah kerja KPBI.
                Laporan rencana kegiatan usaha sebagai PVA tersebut di atas sesuai contoh 
                pada Lampiran 3.
        5.  Laporan pelaksanaan pembukaan kegiatan usaha PVA bagi kantor cabang wajib 
            disampaikan oleh kantor pusat BPR/BPRS ke alamat sebagaimana dimaksud pada Bab 
            III huruf A di atas, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan 
            kegiatan PVA, sesuai contoh pada Lampiran 4.

IV.     TATA CARA PELAPORAN
    A.  Kantor pusat BPR/BPRS yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib menyampaikan 
        laporan berkala berupa Laporan Kegiatan Usaha yang untuk selanjutnya disebut LKU kepada 
        Bank Indonesia, sebagai berikut:
        1.  Kantor pusat BPR/BPRS yang melakukan kegiatan usaha sebagai PVA wajib 
            menyampaikan LKU yang meliputi laporan transaksi penjualan dan pembelian UKA 
            serta pembelian TC, sesuai contoh pada Lampiran 5.
        2.  LKU disampaikan kepada Bank Indonesia secara berkala setiap triwulan sebagai 
            berikut:
            -   LKU periode triwulan I terdiri dari laporan bulan Januari, Februari dan Maret;
            -   LKU periode triwulan II terdiri dari laporan bulan April, Mei dan Juni;
            -   LKU periode triwulan III terdiri dari laporan bulan Juli, Agustus dan September;
            -   LKU periode triwulan IV terdiri dari laporan bulan Oktober, November dan 
                Desember.
        3.  LKU sebagaimana dimaksud pada angka 2 disampaikan paling lambat pada akhir bulan 
            berikutnya.
            Contoh : LKU periode triwulan I disampaikan kepada Bank Indonesia paling lambat 
            akhir bulan April tahun berjalan.
        4.  LKU yang disampaikan kepada Bank Indonesia merupakan laporan kegiatan usaha 
            sebagai PVA secara konsolidasi yang meliputi laporan kantor pusat dan seluruh kantor 
            cabang.
        5.  Dalam rangka keseragaman, pengisian LKU mengacu pada Lampiran 6.    
    B.  Selain laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A, kantor pusat BPR/BPRS yang melakukan 
        kegiatan usaha sebagai PVA wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan 
        serta laporan transaksi keuangan tunai sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Tindak Pidana 
        Pencucian Uang yang berlaku.
    C.  Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A dibuat secara lengkap, benar, akurat dan 
        distempel cap perusahaan, serta ditandatangani oleh Direksi atau pejabat BPR/BPRS yang 
        berwenang.
    D.  Laporan sebagaimana dimaksud pada huruf A disampaikan kepada Bank Indonesia dalam 
        media disket/compact disc (CD) dan hardcopy dengan surat pengantar yang ditandatangani 
        oleh Direksi atau pejabat BPR/BPRS yang berwenang.
    E.  Laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A disampaikan ke alamat sebagai berikut:
        1.  Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI disampaikan kepada Bank 
            Indonesia, Direktorat Pengelolaan Moneter u.p. Bagian Pengaturan dan Pengawasan 
            PVA dan Administrasi, Jl. M.H. Thamrin No.2, Jakarta 10350; atau
        2.  Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI disampaikan kepada 
            KBI dengan mengacu kepada pembagian wilayah kerja KBI.
    F.  Dalam hal tanggal berakhirnya penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam huruf A 
        jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau hari libur, maka laporan dimaksud disampaikan pada hari 
        kerja berikutnya.

V.  PENGHENTIAN KEGIATAN USAHA SEBAGAI PVA BPR/BPRS
    A.  Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan apabila BPR/BPRS ditetapkan dalam status 
        pengawasan khusus atau belum memenuhi ketentuan modal disetor atau belum memenuhi 
        ketentuan kepengurusan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
    B.  Penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS diatur sebagai berikut:
        1.  Bagi BPR/BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus:
            Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan sejak penetapan status pengawasan 
            khusus.
        2.  Bagi BPR/BPRS yang belum memenuhi ketentuan modal disetor sebagaimana 
            dimaksud dalam ketentuan kelembagaan BPR/BPRS:
            Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan sejak batas waktu pemenuhan 
            pentahapan modal disetor berakhir.
        3.  Bagi BPR/BPRS yang tidak memenuhi ketentuan kepengurusan:
            Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dihentikan apabila BPR/BPRS yang 
            bersangkutan tidak memenuhi ketentuan kepengurusan lebih dari 6 (enam) bulan.
    C.  Kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS dapat dihentikan oleh BPR/BPRS, atas inisiatif sendiri.
    D.  Tata cara penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS atas inisiatif sendiri diatur 
        sebagai berikut:
        1.  Penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS:
            a.  Kantor pusat BPR/BPRS menyampaikan rencana penghentian kegiatan usaha 
                sebagai PVA BPR/BPRS secara tertulis kepada Bank Indonesia ke alamat 
                sebagaimana dimaksud pada Bab III huruf A, paling lambat 30 (tiga puluh) 
                hari kalender sebelum tanggal penghentian kegiatan usaha sebagai PVA, 
                sesuai contoh Lampiran 7.
            b.  Rencana penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS harus disertai 
                dengan dokumen:
                1)  Alasan penghentian; dan
                2)  Pernyataan bahwa seluruh hak dan kewajiban yang terkait dengan 
                    kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS yang dilaksanakan sebelum 
                    tanggal penghentian, telah diselesaikan, yaitu seluruh aktiva valas, 
                    baik UKA maupun TC yang dimiliki telah dijual atau dicairkan dalam 
                    mata uang rupiah dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab PVA BPR/
                    BPRS.
            c.  Persetujuan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS disampaikan 
                oleh Bank Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah surat 
                permohonan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA BPR/BPRS diterima 
                lengkap oleh Bank Indonesia.
            d.  Pelaksanaan penghentian kegiatan usaha sebagai PVA sebagaimana dimaksud 
                pada huruf a wajib dilaporkan oleh kantor pusat BPR/BPRS kepada Bank 
                Indonesia ke alamat sebagaimana dimaksud pada Bab III huruf A, paling 
                lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan penghentian
                kegiatan usaha PVA, seperti contoh pada Lampiran 8.
        2.  Penghentian kegiatan usaha PVA BPR/BPRS pada 1 (satu) atau lebih kantor BPR/BPRS 
            wajib dilaporkan oleh kantor pusat BPR/BPRS ke alamat sebagaimana diatur dalam 
            Bab III huruf A, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah tanggal pelaksanaan
            penghentian kegiatan usaha PVA di kantor cabang BPR/BPRS disertai alasan 
            penghentian sesuai contoh pada Lampiran 9.

VI.     TATA CARA PENYELESAIAN SANKSI KEWAJIBAN MEMBAYAR
    Penyelesaian sanksi kewajiban membayar kepada Bank Indonesia dilaksanakan oleh BPR/BPRS dengan 
    cara sebagai berikut:
    A.  Pembayaran secara tunai:
        1.  Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di wilayah kerja KPBI menyetor kepada 
            Direktorat Pengedaran Uang u.p. Bagian Pengelolaan Uang Kas Keluar (BPUK).
        2.  Bagi BPR/BPRS yang berkantor pusat di luar wilayah kerja KPBI, menyetor kepada 
            KBI setempat.
            pada setiap hari kerja, waktu layanan kas, pukul 08.00 s.d 12.00 waktu setempat (hari 
            Senin s.d Kamis) atau pukul 08.00 s.d 11.30 waktu setempat (hari Jumat), untuk 
            untung rekening nomor :
            -   566.000446 "Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS" bagi BPRS;
            -   566.000447 "Rekening anggaran sehubungan dengan penerimaan sanksi 
                administratif BPR" bagi BPR konvensional.
    B.  Pembayaran secara non tunai:
        1.  Kliring
            Transfer ditujukan ke rekening nomor:
            a.  566.000446 "Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS" bagi BPRS, 
                dengan mencantumkan "pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS 
                XXX" pada kolom keterangan.
            b.  566.000447 "Rekening anggaran sehubungan dengan penerimaan sanksi 
                administratif BPR" bagi BPR konvensional, dengan mencantumkan 
                "pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX" pada kolom 
                keterangan.
        2.  BI-RTGS
            Transfer ditujukan ke rekening nomor:
            a.  566.000446 "Rekening penerimaan sanksi administratif BPRS" bagi BPRS, 
                dengan mencantumkan Transaction Reference Number (TRN) BIRBK566 dan 
                diberikan keterangan "pembayaran sanksi kewajiban membayar dari BPRS 
                XXX".
            b.  566.000447 "Rekening anggaran sehubungan dengan penerimaan sanksi 
                administratif BPR" bagi BPR konvensional, dengan mencantumkan Transaction 
                Reference Number (TRN) BIRBK566 dan diberikan keterangan "pembayaran 
                sanksi kewajiban membayar dari BPR XXX".
    C.  BPR/BPRS menyampaikan fotokopi bukti pembayaran sanksi kewajiban membayar kepada 
        Bank Indonesia dengan alamat sebagaimana pada Bab II huruf C.

VII.    KETENTUAN LAIN-LAIN
    A.  Tata cara penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi PVA BPR/BPRS mengacu pada Peraturan 
        Bank Indonesia yang berlaku tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.
    B.  PVA BPR/BPRS dapat memiliki saldo harian pos aktiva dalam valuta asing paling tinggi sebesar 
        20% (dua puluh per seratus) dari modal disetor. Saldo harian pos aktiva dalam valuta asing 
        dimaksud dihitung dengan menggunakan kurs tengah harian Bank Indonesia yang dapat dilihat 
        di website Bank Indonesia atau Reuters pada pukul 16.00 WIB. 
        Pengertian pos aktiva dalam valuta asing adalah mata uang kertas asing, uang logam asing 
        bukan emas dan TC yang masih berlaku, milik BPR/BPRS yang telah memperoleh persetujuan 
        untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA, yang dijabarkan dalam rupiah.
    C.  Persetujuan untuk melakukan kegiatan usaha sebagai PVA bagi PVA BPR/BPRS dinyatakan 
        tidak berlaku dalam hal seluruh kegiatan usaha BPR/BPRS yang bersangkutan dibekukan atau 
        izin usaha BPR/BPRS dicabut oleh Bank Indonesia.

VIII.   KETENTUAN PENUTUP
    Surat Edaran ini mulai berlaku pada tanggal 7 Januari 2008.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran ini dengan penempatannya  
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Demikian agar Saudara maklum.




BANK INDONESIA

ttd.

RATNA E. AMIATY
DIREKTUR PENGAWASAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT
peraturan/perla/938dpbpr.txt · Last modified: 2023/02/05 05:07 by 127.0.0.1