User Tools

Site Tools


peraturan:perdbc:42bc2008
           DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang:

bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
144/PMK.04/2007 tentang Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai, perlu menetapkan
Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran
Barang Impor untuk Dipakai;

Mengingat:

1.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17
    Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

2.  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1995 Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor
    39 tahun 2007 (Lembaran Negara tahun 2007 nomor 105, tambahan Lembaran
    negara nomor 4755);

3.  Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik
    Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;

4.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 114/PMK.04/2007 tentang Nilai Tukar Mata Uang
    Asing yang Digunakan Untuk Penghitungan dan Pembayaran Bea Masuk;

5.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di
    Bidang Impor;

6.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.04/2007 tentang Tatacara Pengeluaran
    Barang Impor untuk Dipakai;

7.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.04/2007 tentang Pengawasan Terhadap
    Impor atau Ekspor Barang Larangan dan/atau Pembatasan;

8.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata
    Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
    Keuangan Nomor 149/PMK.01/2008;

            MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

            PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK
            PELAKSANAAN PENGELUARAN BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI.

            BAB I
            KETENTUAN UMUM

            Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini yang dimaksud dengan:

1.  Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
    Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun
    2006.

2.  Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut,
    bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang
    sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

3.  Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

4.  Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

5.  Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal tempat
    dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan, yaitu:

    a.  Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat dengan
        KPU BC;

    b.  Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Madya yang selanjutnya
        disingkat dengan KPPBC Madya; atau

    c.  Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat
        dengan KPPBC.

6.  Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal yang ditunjuk dalam jabatan tertentu
    untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.

7.  Unit Pengawasan adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal yang melakukan kegiatan
    intelijen, penindakan, penyidikan, dan kegiatan lain dalam rangka pengawasan.

8.  Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

9.  Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.

10. Barang Impor adalah barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.

11. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan Impor.

12. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat dengan PPJK
    adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban
    pabean untuk dan atas nama Importir.

13. Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun dan/atau
    dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim, disimpan, diproses,
    diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan menggunakan komputer
    atau perangkat pengolah data elektronik, optikal, atau cara lain yang sejenis.

14. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat dengan PDE adalah alir
    informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi
    dengan menggunakan standar yang disepakati bersama.

15. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai
    pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway
    Bill, dokumen pemenuhan persyaratan Impor, dan dokumen lainnya yang
    dipersyaratkan.

16. Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat dengan PIB adalah
    Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai.

17. Media Penyimpan Data Elektronik adalah media yang dapat menyimpan data elektronik
    seperti disket, compact disk, flash disk, dan yang sejenisnya.

18. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS adalah
    bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di
    kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau
    pengeluarannya.

19. Tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS adalah bangunan dan/atau lapangan
    atau tempat yang disamakan dengan itu yang berada di luar kawasan pabean untuk
    menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.

20. Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk yang selanjutnya disingkat NDPBM adalah nilai
    tukar yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan bea masuk.

21. Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk.

22. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah pajak yang
    dipungut oleh Direktorat Jenderal atas impor barang yang terdiri dari Pajak
    Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan.

23. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak yang selanjutnya disingkat dengan SSPCP
    adalah surat yang digunakan untuk melakukan pembayaran dan sebagai bukti
    pembayaran atau penyetoran penerimaan negara berupa bea masuk, cukai, PDRI, dan
    PNBP.

24. Nomor Pendaftaran adalah nomor yang diberikan oleh Kantor Pabean sebagai
    pengesahan PIB.

25. MITA Prioritas adalah Importir yang penetapannya dilakukan oleh Direktur Teknis
    Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal untuk mendapatkan kemudahan pelayanan
    kepabeanan.

26. MITA Non Prioritas adalah Importir yang penetapannya dilakukan oleh Direktur Teknis
    Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal berdasarkan usulan Kepala Kantor Pabean
    untuk mendapatkan kemudahan pelayanan kepabeanan.

27. Jalur MITA Prioritas adalah proses pelayanan dan pengawasan yang diberikan kepada
    MITA Prioritas untuk pengeluaran Barang Impor tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan
    penelitian dokumen.

28. Jalur MITA Non Prioritas adalah proses pelayanan dan pengawasan yang diberikan
    kepada MITA Non Prioritas untuk pengeluaran Barang Impor tanpa dilakukan
    pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen, kecuali dalam hal:

    a.  barang ekspor yang diimpor kembali;

    b.  barang yang terkena pemeriksaan acak; atau

    c.  barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.

29. Jalur Hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor
    dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen setelah
    penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

30. Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor
    dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian dokumen
    sebelum penerbitan SPPB.

31. Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor
    dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum penerbitan SPPB.

32. Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan yang selanjutnya disingkat
    dengan NPBL adalah nota yang dibuat oleh Pejabat kepada Importir agar memenuhi
    ketentuan larangan dan/atau pembatasan impor.

33. Nota Hasil Intelijen yang selanjutnya disingkat dengan NHI adalah produk dari
    kegiatan intelijen yang menunjukkan indikasi mengenai adanya pelanggaran di bidang
    kepabeanan dan/atau cukai.

34. Pemindai Peti Kemas (container scanner) adalah alat yang digunakan untuk melakukan
    pemeriksaan fisik barang dalam peti kemas atau kemasan dengan menggunakan
    teknologi sinar X (X-Ray) atau sinar gamma (Gamma Ray).

35. Koordinator Pelayanan Pengguna Jasa yang selanjutnya disebut dengan client
    coordinator adalah Pejabat yang ditunjuk untuk menjadi penghubung antara
    Direktorat Jenderal dengan Orang.

            BAB II
            PEMBERITAHUAN IMPOR BARANG

            Bagian Pertama
            Penyampaian PIB

            Pasal 2

(1) Pengeluaran Barang Impor dari Kawasan Pabean, atau tempat lain yang diperlakukan
    sama dengan TPS dengan tujuan diimpor untuk dipakai wajib diberitahukan dengan
    Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang disampaikan ke Kantor Pabean.

(2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah untuk:

    a.  barang pindahan;

    b.  barang impor melalui jasa titipan;

    c.  barang penumpang dan awak sarana pengangkut;

    d.  barang kiriman melalui PT (Persero) Pos Indonesia; atau

    e.  barang impor pelintas batas.

(3) Importir wajib melakukan pembayaran PNBP atas pelayanan PIB melalui bank devisa
    persepsi, pos persepsi, atau Kantor Pabean paling lambat pada saat penyampaian
    PIB.

(4) Ketentuan mengenai tarif, tata cara pengenaan, dan pembayaran PNBP dilaksanakan
    sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang PNBP.

(5) Ketentuan atas pengeluaran Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    diatur tersendiri dengan Peraturan Direktur Jenderal.

            Pasal 3

(1) PIB dibuat oleh Importir berdasarkan dokumen pelengkap pabean dan dokumen
    pemesanan pita cukai dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan PDRI yang
    seharusnya dibayar.

(2) Dalam hal pengurusan PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan
    sendiri, Importir menguasakannya kepada PPJK.

            Pasal 4

(1) Importir wajib memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan impor yang
    ditetapkan oleh instansi teknis.

(2) Penelitian pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:

    a.  portal Indonesia National Single Window (INSW); atau

    b.  Pejabat yang menangani penelitian barang larangan dan/atau pembatasan.

(3) PIB dilayani setelah ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) dipenuhi.

            Bagian Kedua
            Cara Penyampaian PIB

            Pasal 5

(1) Penyampaian PIB ke Kantor Pabean dilakukan untuk setiap pengimporan atau secara
    berkala setelah pengangkut menyampaikan Pemberitahuan Pabean mengenai barang
    yang diangkutnya (BC.1.1), kecuali bagi Importir yang diberikan izin untuk
    menyampaikan pemberitahuan pendahuluan (prenotification).

(2) PIB disampaikan dalam bentuk data elektronik atau tulisan diatas formulir.

(3) PIB dalam bentuk data elektronik disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan atau
    menggunakan media penyimpan data elektronik.

(4) Penyampaian PIB ke Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan
    dilakukan melalui sistem PDE Kepabeanan.

(5) PIB, dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran bea masuk, cukai dan PDRI
    disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang.

(6) Dalam hal barang impor berupa Barang Kena Cukai (BKC) yang pelunasan cukainya
    dengan cara pelekatan pita cukai, selain bukti pembayaran bea masuk, PPnBM, PPh,
    dan PNBP, dokumen pemesanan pita cukai disampaikan kepada Pejabat di Kantor
    Pabean tempat pengeluaran barang.

(7) Ketentuan mengenai penyampaian PIB secara berkala sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) diatur tersendiri dengan Peraturan Direktur Jenderal.

            Pasal 6

(1) Untuk PIB yang disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan, PIB, dokumen pelengkap
pabean, dan bukti pelunasan bea masuk, cukai, PDRI, PNBP, dan dokumen pemesanan pita
cukai harus disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang dalam
jangka waktu:

    a.  3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM)
        untuk jalur merah;

    b.  3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Surat Pemberitahuan Jalur Kuning (SPJK)
        untuk jalur kuning;

    c.  3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPPB untuk jalur hijau; dan

    d.  5 (lima) hari kerja setelah tanggal SPPB untuk jalur MITA Prioritas dan jalur
        MITA Non Prioritas.

(2) Dikecualikan dari penyampaian hasil cetak PIB dan bukti pelunasan bea masuk, cukai,
    PDRI, PNBP, dan dokumen pemesanan pita cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    terhadap MITA Prioritas dan MITA Non Prioritas.

(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi, penyampaian
    PIB berikutnya oleh Importir yang bersangkutan tidak dilayani sampai dipenuhinya
    ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

            Bagian Ketiga
            Permohonan Perubahan Data PIB

            Pasal 7

(1) Importir dapat melakukan perubahan atas kesalahan data PIB dengan mengajukan
    permohonan kepada Kepala Kantor Pabean.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang perubahan atas kesalahan data PIB sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1) diatur tersendiri dengan Peraturan Direktur Jenderal.

            Bagian Keempat
            Pembayaran Bea Masuk, Cukai, dan PDRI

            Pasal 8

(1) Pembayaran bea masuk dan PDRI dilakukan dengan cara:

    a.  pembayaran tunai; atau

    b.  pembayaran berkala.

(2) Pembayaran berkala dapat dilakukan oleh MITA Prioritas dan Importir yang diberikan
    kemudahan PIB berkala.

(3) Dalam hal pembayaran dilakukan secara tunai, Importir melakukan pembayaran bea
    masuk, cukai untuk impor etil alkohol, dan PDRI, sebelum menyampaikan PIB ke Kantor
    Pabean.

(4) Pembayaran bea masuk, cukai untuk impor etil alkohol, dan PDRI sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dilakukan di Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi.

(5) Khusus terhadap importasi di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE
    Kepabeanan, pembayaran bea masuk, cukai untuk impor etil alkohol, dan PDRI
    sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan di Bank Devisa Persepsi atau Pos
    Persepsi yang terhubung dengan sistem PDE Kepabeanan.

(6) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan menggunakan
    SSPCP.

(7) SSPCP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang disampaikan ke Kantor Pabean
    harus mencantumkan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)
    dan/atau Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).

(8) NTB/NTP dan/atau NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) atas PIB yang
    didaftarkan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan
    disampaikan secara elektronik oleh Bank Devisa Persepsi atau Pos Persepsi ke Kantor
    Pabean.

            BAB III
            BEA MASUK, CUKAI, DAN PDRI

            Bagian Pertama
            Nilai Pabean

            Pasal 9

(1) Nilai Pabean untuk penghitungan bea masuk dan PDRI adalah nilai transaksi dari
    barang yang bersangkutan.

(2) Dalam hal Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditentukan
    berdasarkan nilai transaksi, nilai pabean ditentukan secara hierarki berdasarkan nilai
    transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa, metode deduksi, metode
    komputasi atau tata cara yang wajar dan konsisten.

(3) Nilai Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihitung berdasarkan
    Cost Insurance Freight (CIF).

(4) Ketentuan mengenai tata cara penghitungan Nilai Pabean diatur tersendiri dengan
    Peraturan Direktur Jenderal.

            Bagian Kedua
            Penetapan NDPBM

            Pasal 10

(1) Untuk penghitungan bea masuk, cukai untuk impor etil alkohol, dan PDRI,
    dipergunakan NDPBM yang berlaku pada saat:

    a.  dilakukannya pembayaran bea masuk, cukai untuk impor etil alkohol, dan PDRI,
        dalam hal PIB dengan pembayaran bea masuk, PIB berkala atau PIB
        penyelesaian atas barang-barang yang mendapat fasilitas pembebasan;

    b.  diserahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, dan PDRI, dalam hal PIB
        dengan penyerahan jaminan; atau

    c.  PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean, dalam hal PIB dengan
        mendapatkan pembebasan bea masuk atau PIB dengan pembayaran berkala.

(2) Nilai tukar mata uang yang dipergunakan sebagai NDPBM sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
    diterbitkan secara berkala.

(3) Dalam hal nilai tukar mata uang yang dipergunakan sebagai NDPBM tidak tercantum
    dalam keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), nilai tukar
    yang dipergunakan sebagai NDPBM adalah nilai tukar spot harian valuta asing yang
    bersangkutan di pasar internasional terhadap dolar Amerika Serikat yang berlaku pada
    penutupan hari kerja sebelumnya.

            Bagian Ketiga
            Klasifikasi dan Pembebanan Barang Impor

            Pasal 11

(1) Klasifikasi dan pembebanan barang impor untuk penghitungan bea masuk dan PDRI
    berpedoman pada Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).

(2) Dalam hal terjadi perubahan ketentuan di bidang impor yang berakibat pembebanan
    yang berbeda dengan BTBMI maka berlaku ketentuan perubahan dimaksud.

(3) Klasifikasi dan pembebanan barang impor berlaku ketentuan pada saat PIB mendapat
    nomor pendaftaran di Kantor Pabean.

            Bagian Keempat
            Penghitungan Bea Masuk, Cukai, dan PDRI

            Pasal 12

(1) Bea masuk yang harus dibayar dihitung dengan cara sebagai berikut:

    a.  Untuk tarif advalorum, bea masuk = nilai pabean X NDPBM X pembebanan bea
        masuk; atau

    b.  Untuk tarif spesifik, bea masuk = jumlah satuan barang X pembebanan bea
        masuk per-satuan barang.

(2) PPN, PPnBM, dan PPh yang seharusnya dibayar dihitung dengan cara sebagai berikut:

    a.  PPN = % PPN x (nilai pabean + bea masuk + cukai);

    b.  PPnBM   = % PPnBM x (nilai pabean + bea masuk + cukai); dan

    c.  PPh = % PPh x (nilai pabean + bea masuk + cukai)

(3) Bea Masuk sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah bea masuk
    yang dibayar, ditangguhkan dan/atau ditanggung pemerintah.

(4) Bea masuk, cukai, dan PDRI dihitung untuk setiap jenis barang impor yang tercantum
    dalam PIB dan dibulatkan dalam ribuan Rupiah penuh untuk satu PIB.

            BAB IV
            PEMERIKSAAN PABEAN

            Bagian Pertama
            Pemeriksaan Pabean Secara Selektif

            Pasal 13

(1) Terhadap Barang Impor yang telah diajukan PIB dilakukan pemeriksaan pabean secara
    selektif berdasarkan manajemen risiko.

(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian
    dokumen dan pemeriksaan fisik barang.

            Bagian Kedua
            Penetapan Jalur

            Pasal 14

Dalam rangka pemeriksaan pabean secara selektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1), ditetapkan jalur pengeluaran Barang Impor.

            Pasal 15

(1) Jalur pengeluaran Barang Impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 adalah
    sebagai berikut:

    a.  Jalur Merah;

    b.  Jalur Kuning;

    c.  Jalur Hijau;

    d.  Jalur MITA Non-Prioritas; dan

    e.  Jalur MITA Prioritas.

(2) Terhadap Barang Impor yang merupakan:

    a.  barang ekspor yang diimpor kembali;

    b.  barang yang terkena pemeriksaan acak; atau

    c.  barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, yang pengeluarannya
        ditetapkan melalui jalur MITA Non Prioritas, diterbitkan Surat Pemberitahuan
        Pemeriksaan Fisik (SPPF) yang merupakan izin untuk dilakukan pemeriksaan
        fisik di tempat Importir.

(3) Dalam hal jalur pengeluaran Barang Impor ditetapkan Jalur Kuning dan diperlukan
    pemeriksaan laboratorium, Importir wajib menyiapkan barangnya untuk pengambilan
    contoh.

(4) Jalur Kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan
    pemeriksaan fisik melalui mekanisme NHI berdasarkan informasi dari Pejabat
    pemeriksa dokumen.

            Pasal 16

(1) Importir yang barang impornya ditetapkan jalur merah wajib:

    a.  menyerahkan hardcopy PIB, dokumen pelengkap pabean, dan SSPCP, dalam
        hal PIB disampaikan dengan menggunakan sistem PDE Kepabeanan;

    b.  menyiapkan barang untuk diperiksa; dan

    c.  hadir dalam pemeriksaan fisik, dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari
        kerja setelah tanggal Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM).

(2) Dalam hal Importir tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    maka dapat dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat atas risiko dan biaya Importir.

(3) Atas permintaan Importir atau kuasanya, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dapat diberikan perpanjangan apabila yang bersangkutan dapat memberikan
    alasan tentang penyebab tidak bisa dilakukannya pemeriksaan fisik.

(4) Untuk pelaksanaan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    pengusaha TPS wajib memberikan bantuan teknis yang diperlukan atas beban biaya
    Importir.

            Bagian Ketiga
            Pemeriksaan Fisik

            Pasal 17

(1) Pemeriksaan fisik barang harus dimulai paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah
    tanggal SPJM atau SPPF.

(2) Importir atau kuasanya menyampaikan kesiapan dimulainya pemeriksaan fisik barang
    kepada Pejabat.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan fisik barang impor diatur tersendiri dengan
    Peraturan Direktur Jenderal.

            Pasal 18

(1) Untuk Kantor Pabean yang mengoperasikan pemindai peti kemas, pemeriksaan fisik
    barang dapat dilakukan dengan menggunakan pemindai peti kemas.

(2) Pemeriksaan dengan menggunakan pemindai peti kemas sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dilakukan terhadap:

    a.  barang yang pengeluarannya ditetapkan jalur hijau dan terkena pemeriksaan
        acak melalui pemindai peti kemas;

    b.  barang yang pengeluarannya ditetapkan jalur merah namun hanya terdiri dari
        satu jenis (satu pos tarif);

    c.  barang impor dalam refrigerated container yang berdasarkan pertimbangan
        dari Pejabat yang menangani pelayanan pabean dapat diperiksa dengan
        pemindai;

    d.  barang yang berisiko tinggi berdasarkan hasil analisis intelijen;

    e.  barang peka udara; atau

    f.  barang lainnya yang berdasarkan pertimbangan Kepala Kantor Pabean atau
        Pejabat yang ditunjuk dapat dilakukan pemeriksaan melalui pemindai peti
        kemas.

(3) Dikecualikan dari pemeriksaan melalui pemindai peti kemas sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) terhadap:

    a.  barang impor peka cahaya;

    b.  barang impor yang mengandung zat radioaktif; atau

    c.  barang impor lainnya yang karena sifatnya dapat menjadi rusak apabila
        dilakukan pemindaian.

            Pasal 19

(1) Untuk mendapatkan keakuratan identifikasi Barang Impor, Pejabat pemeriksa
    dokumen dapat memerintahkan untuk dilakukan uji laboratorium.

(2) Terhadap uji laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan di
    Balai Pengujian dan Identifikasi Barang dikenakan PNBP.

            Bagian Keempat Penelitian Tarif dan Nilai Pabean

            Pasal 20

(1) Untuk pemenuhan hak keuangan negara dan ketentuan impor yang berlaku, Pejabat
    melakukan penelitian terhadap tarif dan nilai pabean yang diberitahukan.

(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu
    paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PIB.

(3) Ketentuan mengenai tata cara penelitian tarif dan nilai pabean sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diatur tersendiri dengan Peraturan Direktur Jenderal.

            Pasal 21

(1) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1)
    mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI, Pejabat
    menerbitkan Surat Penetapan Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPTNP).

(2) Terhadap SPTNP yang terbit atas PIB yang ditetapkan jalur merah atau jalur kuning,
    Pejabat menerbitkan SPPB setelah:

    a.  Importir melunasi kekurangan bea masuk, cukai, PDRI, dan/atau sanksi
        administrasi berupa denda; atau

    b.  Importir menyerahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, PDRI, dan/atau
        sanksi administrasi berupa denda dalam hal diajukan keberatan.

            Bagian Kelima Keberatan

            Pasal 22

(1) Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas penetapan yang dilakukan
    oleh Pejabat mengenai:

    a.  tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang
        mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI;

    b.  pengenaan sanksi administrasi berupa denda;

    c.  kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI selain karena tarif
        dan/atau nilai pabean; dan/atau

    d.  penetapan pabean lainnya yang tidak mengakibatkan kekurangan
        pembayaran.

(2) Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada:

    a.  Direktur Jenderal u.p. Kepala KPU BC dalam hal keberatan diajukan di KPU BC;

    b.  Direktur Jenderal u.p. Direktur Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan
        Cukai melalui Kepala KPPBC Tipe Madya atau Kepala KPPBC dalam hal
        keberatan diajukan di KPPBC Tipe Madya atau di KPPBC.

(3) Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
    menyerahkan jaminan sebesar tagihan kepada negara, kecuali:

    a.  Barang Impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean sampai dengan
        keberatan mendapat keputusan, sepanjang terhadap importasi barang
        tersebut belum diterbitkan persetujuan pengeluaran oleh Pejabat;

    b.  tagihan telah dilunasi; atau

    c.  penetapan Pejabat tidak menimbulkan kekurangan pembayaran.

            BAB V
            PENGELUARAN BARANG IMPOR

            Pasal 23

Pengeluaran barang impor untuk dipakai dilakukan setelah mendapat persetujuan dari sistem
komputer pelayanan atau Pejabat.

            Pasal 24

(1) Ketentuan mengenai tata kerja penyelesaian Barang Impor untuk dipakai dengan PIB
    yang disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan ditetapkan sesuai lampiran
    I Peraturan Direktur Jenderal ini.

(2) Ketentuan mengenai tata kerja penyelesaian Barang Impor untuk dipakai dengan PIB
    yang disampaikan dalam bentuk media penyimpan data elektronik ditetapkan sesuai
    lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini.

(3) Ketentuan mengenai tata kerja penyelesaian Barang Impor untuk dipakai dengan PIB
    yang disampaikan menggunakan tulisan di atas formulir ditetapkan sesuai lampiran III
    Peraturan Direktur Jenderal ini.

            BAB VI
            LAIN-LAIN

            Bagian Pertama
            Pemberitahuan Pendahuluan (Prenotification)

            Pasal 25

(1) Importir dapat menyampaikan pemberitahuan pendahuluan dengan mengajukan PIB:

    a.  sebelum dilakukan pembongkaran barang impor bagi Importir MITA Prioritas
        tanpa harus mengajukan permohonan; atau

    b.  paling cepat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal perkiraan pembongkaran
        barang impor bagi Importir lainnya setelah mendapatkan persetujuan Kepala
        Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk.

(2) Penyampaian PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan menurut
    ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

            Bagian Kedua
            Barang Impor Eksep

            Pasal 26

(1) Apabila pada saat pengeluaran barang impor dari kawasan pabean terdapat selisih
    kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam PIB (eksep), penyelesaian atas barang
    yang kurang tersebut dilakukan dengan menggunakan PIB semula paling lama 60
    (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal SPPB.

(2) Ketentuan mengenai tata kerja penyelesaian barang impor eksep ditetapkan sesuai
    lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini.

            Bagian Ketiga
            Impor Barang Kena Cukai (BKC)

            Pasal 27

(1) Importir yang mengimpor BKC wajib memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena
    Cukai (NPPBKC).

(2) Barang Impor berupa BKC wajib dilunasi cukainya sebelum diterbitkan SPPB.

(3) Dikecualikan dari ketentuan pelunasan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    terhadap Barang Impor berupa BKC yang mendapat:

    a.  pembebasan cukai; atau

    b.  fasilitas cukai tidak dipungut.

            Bagian Keempat
            Barang Larangan dan/atau Pembatasan

            Pasal 28

Dalam hal terdapat Barang Impor yang terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan
diberitahukan dengan benar dalam dokumen PIB tetapi belum memenuhi persyaratan impor,
maka terhadap barang lainnya yang tidak terkena ketentuan larangan dan/atau pembatasan
dalam PIB yang bersangkutan dapat diizinkan untuk diberikan persetujuan pengeluaran
barang setelah dilakukan penelitian mendalam.

            Bagian Kelima
            Pembatalan PIB

            Pasal 29

(1) PIB yang diajukan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan
    hanya dapat dibatalkan dalam hal:

    a.  salah kirim yaitu data PIB dikirim ke Kantor Pabean lain dari Kantor Pabean
        tempat pengeluaran barang; dan/atau

    b.  penyampaian data PIB dari importasi yang sama dilakukan lebih dari satu kali.

(2) Pembatalan PIB dilakukan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat
    yang ditunjuk berdasarkan permohonan Importir.

            Bagian Keenam
            Formulir

            Pasal 30

Bentuk formulir yang digunakan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal ini ditetapkan
sesuai lampiran V.

            Bagian Ketujuh
            Ketentuan Khusus

            Pasal 31

Ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini tidak berlaku untuk pengeluaran Barang
Impor untuk dipakai yang diatur khusus dalam peraturan perundang-undangan di bidang
kepabeanan, seperti:

a.  impor tenaga listrik, barang cair, atau gas melalui transmisi atau saluran pipa; atau

b.  pengeluaran Barang Impor untuk diekspor kembali.

            BAB VII
            KETENTUAN PERALIHAN

            Pasal 32

Tata kerja penyelesaian barang impor untuk dipakai dengan PIB yang disampaikan melalui
sistem PDE Kepabeanan atau menggunakan media penyimpan data elektronik berdasarkan:

a.  Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk
    Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah diubah
    terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-06/BC/2007; dan

b.  Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-21/BC/2007 tentang Petunjuk
    Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor pada Kantor Pelayanan Utama
    Bea dan Cukai Tanjung Priok sebagaimana telah diubah dengan peraturan Direktur
    Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-25/BC/2007.

    tetap berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2009.

            BAB VIII
            PENUTUP

            Pasal 33

Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal atau Kepala KPU BC dapat
menetapkan lebih lanjut petunjuk teknis tentang tata cara pelayanan impor untuk dipakai
sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini.

            Pasal 34

Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, maka:

a.  Ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
    KEP-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang
    Impor sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan Direktur Jenderal Bea dan
    Cukai Nomor P-06/BC/2007, sepanjang yang telah diatur dalam Peraturan Direktur
    Jenderal ini;

b.  Ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
    KEP-97/BC/2003 tentang Profil Importir dan Profil Komoditi untuk Penetapan Jalur
    Dalam Pelayanan Impor, sepanjang yang telah diatur dalam Peraturan Direktur
    Jenderal ini; dan

c.  Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
    P-21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang
    Impor pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok sebagaimana telah
    diubah dengan peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-25/BC/2007,
    sepanjang yang telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, dicabut dan
    dinyatakan tidak berlaku.

            Pasal 35

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal
Bea dan Cukai ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di   :   Jakarta
Pada tanggal    :   31 Desember 2008

Direktur Jenderal,
ttd,

Anwar Suprijadi
NIP 120050332
peraturan/perdbc/42bc2008.txt · Last modified: 2023/02/05 18:17 by 127.0.0.1