User Tools

Site Tools


peraturan:perdbc:24bc2007
                PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI 
                            NOMOR P - 24/BC/2007

                              TENTANG

                          MITRA UTAMA

                   DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang:

a.  bahwa dalam rangka terwujudnya pelayanan yang cepat, efisien, pasti, responsif, transparan dan 
    tercapainya pengawasan yang efektif maka terhadap perusahaan yang mempunyai reputasi baik 
    dapat diberikan kemudahan sebagai mitra utama;
b.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan 
    Direktur Bea dan Cukai tentang Mitra Utama;

Mengingat:

1.  Undang-Undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1995 Nomor 75 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana 
    telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang 
    Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 
    Nomor 93);
2.  Undang-Undang Nomor 11 TAHUN 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    1995 Nomor 76 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
3.  Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 95 tahun 
    2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan;
4.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang 
    Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    112/KMK.04/2003;
5.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.01/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi 
    Vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
6.  Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-11/BC/2005 tentang Jalur Prioritas sebagaimana 
    telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 
    P-06/BC/2006.
7.  Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata 
    Laksana Kepabeanan di Bidang Impor pada Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok;


                        BAB I
                      KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

1.  Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya dalam peraturan ini disebut KPU adalah Instansi Vertikal 
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur 
    Jenderal.
2.  Mitra Utama yang selanjutnya dalam peraturan ini disebut MITA adalah:
    a.  Importir Jalur Prioritas, yang penetapannya dilakukan oleh Direktur Teknis Kepabeanan atas 
        nama Direktur Jenderal sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal tentang Jalur 
        Prioritas;
    b.  Orang yang memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai Mitra Utama oleh Kepala Kantor 
        Pelayanan Utama atas nama Direktur Jenderal berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini.
3.  Client Coordinator adalah pejabat bea dan cukai yang ditunjuk oleh Kepala Kantor untuk menjadi 
    penghubung antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan orang.
4.  Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
5.  Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat PPJK adalah badan usaha yang 
    melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa importir atau 
    eksportir.
6.  Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
7.  Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Pelayanan Utama.


                        BAB II
                          PERSYARATAN

                        Pasal 2

(1) MITA ditetapkan berdasarkan persyaratan:
    a.  dapat berhubungan dengan sistem jaringan elektronik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
    b.  mempunyai pola bisnis yang jelas;
    c.  memiliki sistem pengendalian yang memadai untuk menjamin keakuratan data yang disajikan;
    d.  memiliki rekam jejak keakuratan pemberitahuan pabean dan/atau cukai yang baik;
    e.  telah diaudit oleh kantor akuntan publik yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut 
        mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian untuk 2 (dua) tahun terakhir; dan
    f.  selalu dapat memenuhi ketentuan perizinan dan persyaratan impor dan ekspordari instansi 
        teknis terkait.
(2) Dalam hal perusahaan mendapatkan fasilitas pembebasan, keringanan, dan/atau penangguhan bea 
    masuk, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah dengan melakukan 
    penatausahaan dan pengelolaan sediaan barang yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat 
    diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan dan pengeluaran sediaan barang yang berkaitan 
    dengan fasilitas kepabeanan yang diperoleh dan/atau digunakan.
    

                        BAB III
                     PENGAJUAN PERMOHONAN MITA

                        Pasal 3

(1) Untuk menjadi MITA, perusahaan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor, dimana kegiatan 
    impornya paling banyak dilakukan.
(2  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
    a.  laporan keuangan periode 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik;
    b.  standard operating procedure (SOP) pembelian dan pembayaran impor, dan/atau penjualan 
        dan penerimaan kas ekspor;
        c.      standard operating procedure (SOP) pembuatan, pembayaran, dan penyerahan (transfer) 
        PIB dan/atau PEB yang selama ini dimiliki dan dijalankan oleh perusahaan;
    d.  surat pernyataan sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan 
        Direktur Jenderal ini; dan
    e.  keterangan lain yang dapat memberikan gambaran positif perusahaan, misalnya terdaftar 
        sebagai wajib pajak patuh pada Direktorat Jenderal Pajak, company profile, sertifikat ISO, 
        dan sertifikat ahli kepabeanan.
(3) Dalam hal perusahaan menggunakan PPJK, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
    dilampiri daftar nama PPJK yang diberi kuasa dan identitas modul PPJK yang diberi kuasa.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai contoh sebagaimana ditetapkan 
    dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 4

(1) Kepala Kantor melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 
    ayat (1).
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
        a.  penelitian dan penilaian data intern Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; dan
    b.  penelitian dan penilaian data yang diajukan perusahaan.
(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat meliputi pemeriksaan lapangan.
(4) Tatacara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran 
    III Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 5

(1) Kepala Kantor memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 3 ayat (1) dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak 
    diterimanya permohonan dengan lengkap.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam 3 ayat (1) disetujui, Kepala Kantor menerbitkan 
    surat penetapan.
(3) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor 
    membuat surat penolakan dengan menyebutkan alasannya.
(4) Permohonan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat diajukan kembali setelah 
    perusahaan memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam alasan penolakan.


                        Pasal 6

Kepala Kantor atas nama Direktur Jenderal berwenang secara jabatan menetapkan status perusahaan sebagai 
MITA tanpa permohonan dari perusahaan tersebut sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 2.


                        BAB IV
                          HAK DAN KEWAJIBAN MITA

                        Pasal 7

(1) MITA mendapat kemudahan di KPU berupa:
    a.  tidak dilakukan penelitian dokumen dan/atau pemeriksaan fisik barang, kecuali terhadap:
        1.  barang Impor Sementara;
        2.  barang Re-impor;
        3.  barang yang terkena Nota Hasil Intelijen (NHI); dan
        4.  komoditi Resiko Tinggi.
    b.      Pemeriksaan fisik terhadap barang sebagaimana dimaksud pada huruf a butir 1 dan butir 2 
        dapat dilakukan di gudang importir tanpa pengajuan surat permohonan;
    c.  tidak perlu menyerahkan hardcopy PIB/PEB;
    d.  mendapatkan akses pelayanan client coordinator; dan
    e.  pemutakhiran data registrasi importir.
(2) Kemudahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tidak berlaku dalam hal dilakukan 
    pemeriksaan fisik barang dan/atau pemeriksaan dokumen.


                        Pasal 8

(1) MITA wajib memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh instansi teknis terkait sebelum menyampaikan 
    PIB.
(2) MITA wajib:
    a.  menyampaikan pemberitahuan pabean impor atau ekspor secara elektronik;
    b.  tidak memberikan dan/atau meminjamkan modul importir kepada pihak/perusahaan lain;
    c.  melaporkan kehilangan dan/atau penyalahgunaan modul importir pada kesempatan pertama;
    d.  memberitahukan perubahan nama-nama PPJK yang diberi kuasa kepada kepala kantor; dan
    e.  menyampaikan nama pegawai perusahaan yang ditunjuk untuk berhubungan dengan Client 
        Coordinator.


                        BAB V
                         PPJK YANG DIBERI KUASA

                        Pasal 9

(1) Pengajuan pemberitahuan pabean dapat dilakukan oleh MITA dan/atau PPJK.
(2) Kepala Kantor menerima atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
    berdasarkan profil PPJK.
(3) PPJK yang telah disetujui oleh Kepala Kantor, wajib membuat Perjanjian tentang Pertukaran Data 
    Elektronik dengan MITA dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


                        BAB VI
                  PENGAWASAN PROAKTIF DAN AUDIT

                        Pasal 10

Terhadap MITA dilakukan pengawasan proaktif dan audit kepabeanan dan/atau audit cukai.


                        Pasal 11

(1) Pengawasan proaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilakukan dengan melakukan analisis 
    terhadap data importasi dan hasilnya disampaikan kepada Client Coordinator atau unit terkait untuk 
    ditindaklanjuti.
(2) Hasil tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk pemutakhiran profil MITA.
(3) Pemutakhiran profil MITA dilakukan secara periodik.


                        Pasal 12

(1) Audit kepabeanan dan/atau audit cukai terhadap MITA dapat menggunakan teknik audit sampling 
    berdasarkan manajemen risiko.
(2)     Pelaksanaan teknik audit sampling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur tersendiri oleh 
    Direktur Jenderal


                        BAB VII
                       PENCABUTAN MITA

                        Pasal 13

(1) Kepala Kantor atas nama Direktur Jenderal melakukan pencabutan sementara selama 6 (bulan) status 
    perusahaan sebagai MITA dalam hal perusahaan tidak lagi memenuhi salah satu ketentuan 
    persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Pencabutan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang dalam hal 
    penanganan pelanggaran yang dilakukan MITA masih dalam proses penyelesaian.
(3) Status sebagai MITA yang dicabut sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku kembali 
    setelah berakhirnya jangka waktu pencabutan jika dalam jangka waktu tersebut MITA tidak 
    melakukan pelanggaran lain.


                        Pasal 14

Kepala Kantor atas nama Direktur Jenderal melakukan pencabutan status perusahaan sebagai MITA secara 
tetap dalam hal:
a.  atas permohonan perusahaan;
b.  dalam jangka waktu 6 (enam) bulan secara terus-menerus perusahaan tidak melakukan kegiatan 
    kepabeanan di bidang impor dan/atau ekspor;
c.      perusahaan telah melakukan 2 (dua) kali pelanggaran yang menyebabkan pencabutan sementara 
    MITA dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
d.  pengadilan memutuskan perusahaan bersangkutan telah melakukan tindak pidana kepabeanan dan/
    atau cukai; dan/atau
e.      perusahaan dinyatakan pailit oleh pengadilan.

            
                        Pasal 15

Status sebagai MITA berlaku di seluruh Kantor Pelayanan Utama.

 
                        BAB VIII
                      KETENTUAN KHUSUS

                        Pasal 16

(1) Pada tahap awal akan ditunjuk peserta uji coba MITA yang ditentukan oleh Direktur Jenderal.
(2) Peserta uji coba MITA yang dalam 3 (tiga) bulan tidak melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 13 ayat (1) ditetapkan sebagai MITA.

            
                        BAB IX
                    KETENTUAN LAIN-LAIN

                        Pasal 17

(1) Selain kemudahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Importir Jalur Prioritas 
    mendapatkan kemudahan sebagaimana diatur dalam ketentuan Jalur Prioritas.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Importir Jalur Prioritas wajib memenuhi 
    kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuan Jalur Prioritas.
(3) Ketentuan mengenai pencabutan sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan pencabutan 
    tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 untuk Importir Jalur Prioritas didasarkan pada ketentuan 
    Jalur Prioritas.


                        BAB X
                    KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 18

Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mulai berlaku sejak tanggal 17 Agustus 2007.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai 
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal  1 Agustus 2007
Direktur Jenderal Bea Dan Cukai,

ttd,

Anwar Suprijadi
NIP 120050332
peraturan/perdbc/24bc2007.txt · Last modified: 2023/02/05 06:00 by 127.0.0.1