User Tools

Site Tools


peraturan:perdbc:16bc2005
                  PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI 
                               NOMOR P - 16/BC/2005

                                 TENTANG

           TATACARA PENDIRIAN, PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI TEMPAT
            PENIMBUNAN BERIKAT DI PULAU BATAM, BINTAN DAN KARIMUN 

                    DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :

a.  bahwa dalam rangka menunjang iklim investasi yang konsisten dan berkepastian hukum di Pulau 
    Batam, Kawasan Bintan Industrial Estate dan Kawasan Karimun Industrial Cooperation, dipandang 
    perlu untuk mengatur pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2005 tentang
    Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan dan Karimun;
b.  bahwa dalam rangka pelaksanaan huruf a tersebut diatas, dipandang perlu untuk mengatur Tatacara
    Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan
    Karimun;
c.  bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan b tersebut di atas, dipandang perlu untuk menetapkan
    Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tatacara Pendirian, Pemasukan dan Pengeluaran
    Barang ke dan dari Tempat Penimbunan Berikat di Pulau Batam, Bintan dan Karimun;

Mengingat :

1.  Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Nomor 3262) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 
    Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 3263) sebagaimana telah 
    beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    3985);
3.  Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
    Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, 
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264), sebagaimana telah beberapa kali
    diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
4.  Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
5.  Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
6.  Peraturan Pemerintah Nomor 30 TAHUN 1995 tentang Perlakuan Perpajakan Dalam Rangka Kegiatan
    Konstruksi dan Kegiatan Operasi Pembangunan Proyek Pengembangan Pulau Bintan dan Pulau
    Karimun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 3604);
7.  Peraturan Pemerintah Nomor 33 TAHUN 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
    3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 1997 (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Nomor 3717);
8.  Peraturan Pemerintah Nomor 63 TAHUN 2003 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
    Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30
    Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara
    Republik Indonesia Nomor 4514);
9.  Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;
10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.01/1996 tentang Gudang Berikat;
11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah
    beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 587/PMK.04/2004;
12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 123/KMK.05/2000 tentang Entrepot untuk Tujuan Pameran;
13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000 tentang Toko Bebas Bea;
14. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003 tentang Tata Laksana Kemudahan Impor 
    Tujuan Ekspor dan Pengawasannya;
15. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 583/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak
    Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah
    Industri Pulau Batam;
16. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 584/KMK.04/2003 tentang Pemasukan Barang Dari Luar Pabean
    ke Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam sebagaimana telah diubah dengan
    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2005;
17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2005 tentang Tempat Penimbunan Berikat di Pulau
    Batam, Bintan dan Karimun;
18. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan
    Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor;

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIR   EKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATACARA PENDIRIAN, PEMASUKAN DAN 
PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI TEMPAT PENIMBUNAN BERIKAT DI PULAU BATAM, BINTAN DAN 
KARIMUN.


                         BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan :
1.  BBK adalah Pulau Batam, Kawasan Bintan Industrial Estate dan Kawasan Karimun Industrial 
    Cooperation.
2.  KB adalah Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
    1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, di BBK.
3.  PKB adalah Penyelenggara Kawasan Berikat di BBK.
4.  PDKB adalah Pengusaha di Kawasan Berikat di BBK.
5.  GB adalah Gudang Berikat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun
    1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, di BBK.
6.  PGB adalah Penyelenggara Gudang Berikat di BBK.
7.  PPGB adalah Pengusaha Pada Gudang Berikat di BBK.
8.  ETP adalah Entrepot untuk Tujuan Pameran sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah
    Nomor 33 TAHUN 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, di BBK.
9.  PETP adalah Pengusaha Entrepot untuk Tujuan Pameran di BBK.
10. TBB adalah Toko Bebas Bea sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 
    1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, di BBK. 
11. TPB adalah Tempat Penimbunan Berikat yang terdiri dari KB, GB, ETP dan TBB di BBK.
12. DPIL Pulau Batam adalah Daerah Pabean Indonesia Lainnya di Pulau Batam.
13. DPIL adalah selain DPIL Pulau Batam.
14. LDP adalah Luar Daerah Pabean.
15. PDRI adalah Pajak Dalam Rangka Impor meliputi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
    atas Barang Mewah (PPnBM) serta Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
16. Perusahaan KITE adalah Perusahaan penerima fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor 
    sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 580/KMK.04/2003.
17. Gate TPS adalah suatu tempat di Kawasan Pabean dan di luar Kawasan Pabean yang digunakan 
    sebagai :
    a.  tempat pemasukan barang untuk tujuan TPB dari LDP, DPIL/KITE, TPB luar BBK dan TPB 
        dibawah KPBC yang berbeda; serta
    b.  tempat pengeluaran barang dari TPB untuk tujuan LDP, DPIL/KITE, TPB di luar BBK dan TPB
        dibawah KPBC yang berbeda;
    dimana ditempatkan petugas Bea dan Cukai.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
19. KPBC adalah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di BBK.
20. Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk
    melaksanakan tugas tertentu.
21. Petugas adalah pegawai pelaksana Bea dan Cukai di BBK yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas
    tertentu.
22. BC 2.3 BBK adalah Pemberitahuan Pemasukan Barang Impor Ke Tempat Penimbunan Berikat BBK
    sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.04/2005.
23. BC.2.5 BBK adalah Pemberitahuan Pengeluaran Barang untuk tujuan-tujuan tertentu dari Tempat
    Penimbunan Berikat BBK sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    60/PMK.04/2005.
24. SPPB BC 2.3 BBK adalah Surat Persetujuan Pengeluaran Barang dan merupakan dokumen pelindung
    pengangkutan barang dari TPS ke TPB yang diterbitkan berdasarkan penggunaan BC 2.3 BBK.
25. SPPB BC 2.5 BBK adalah Surat Persetujuan Pengeluaran Barang dan merupakan dokumen pelindung
    pengangkutan barang yang diterbitkan berdasarkan penggunaan BC 2.5 BBK.


                        BAB II
                         PENDIRIAN TPB

                        Pasal 2

(1) Perusahaan yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh ijin sebagai :
    a.  PKB/PKB merangkap PDKB/PDKB;
    b.  PGB/PGB merangkap PPGB/PPGB;
    c.  PETP;
    d.  Pengusahaan TBB
    harus mengajukan permohonan dengan melengkapi dokumen yang dipersyaratkan secara lengkap
    dan benar kepada Kepala KPBC.
(2) Berdasarkan pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPBC melakukan penelitian
    administratif dengan cara meneliti kelengkapan dan kebenaran data pada dokumen yang 
    dipersyaratkan.
(3) Terhadap permohonan yang berkas dokumennya kurang lengkap, dibuatkan pemberitahuan 
    kekuranglengkapan permohonan kepada yang bersangkutan.
(4) Selanjutnya KPBC melakukan pemeriksaan/peninjauan lokasi yang hasilnya dituangkan dalam Berita
    Acara pemeriksaan/peninjauan lokasi.
(5) Pemberian ijin diberikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya 
    dokumen secara lengkap dan benar.
(6) Permohonan ijin sebagai TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baik bangunan sudah berdiri
    maupun belum, kecuali untuk Ijin ETP setelah fisik bangunan berdiri, dengan menggunakan contoh
    dalam Lampiran XIV Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh dalam Lampiran XIV Peraturan
    Direktur Jenderal ini.
(8) Tatacara untuk memperoleh ijin sebagai PKB/PKB merangkap PDKB/PDKB sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diatur dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Tatacara untuk memperoleh ijin sebagai PGB/PGB merangkap PPGB/PPGB sebagaimana dimaksud
    pada ayat (1) diatur dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10)    Tatacara untuk memperoleh ijin sebagai PETP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
    Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11)    Tatacara untuk memperoleh ijin sebagai Pengusahaan TBB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    diatur dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 3

(1) Bagi TPB yang pada saat mengajukan permohonan Ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 belum
    menyelesaikan/belum memulai pembangunan untuk TPBnya, maka pembuatan Berita Acara 
    Pemeriksaan Lokasi sebagaimana contoh lampiran XIV Peraturan Direktur Jenderal ini dilakukan
    setelah fisik bangunan selesai dan TPB siap beroperasi selambat-lambatnya 2 tahun sejak 
    diberikannya Ijin sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (5).
(2) Pengusaha pemegang Ijin sebagai TPB yang pada saat mengajukan permohonan belum 
    menyelesaikan pembangunan fisik bangunan dan tidak memulai pekerjaan fisik bangunan dalam 
    jangka waktu 6 bulan atau tidak menyelesaikan fisik bangunan dalam jangka waktu 2 tahun sejak 
    diberikannya Ijin sebagai TPB, maka terhadap Ijin tersebut dapat dicabut dan barang yang telah 
    diimpor diselesaikan dengan cara :
    a.  diekspor kembali;
    b.  dipindahtangankan kepada TPB lain;
    c.  dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 Impor sepanjang
        telah memenuhi ketentuan umum serta tatalaksana kepabeanan dibidang impor.
    d.  dimusnahkan dibawah pengawasan pegawai untuk barang-barang yang dapat habis 
        dimusnahkan; atau
    e.  diserahkan untuk dimusnahkan kepada perusahaan pengolah limbah yang telah diakreditasi
        oleh Pemerintah untuk barang-barang yang mengandung B3.


                        Pasal 4

TPB harus memenuhi persyaratan fisik meliputi :
a.  Lokasi TPB dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut
    barang.
b.  lokasi TPB tidak boleh berhubungan langsung dengan bangunan lain.
c.  Lokasi TPB dapat mempunyai fasilitas sistem satu pintu utama dan/atau lebih untuk pemasukan dan 
    pengeluaran barang ke dan dari TPB.
d.  Lokasi TPB mempunyai pagar pembatas keliling, kecuali untuk TPB yang mempunyai karakteristik
    produksi tersendiri (antara lain perusahaan galangan kapal sehingga lokasi TPB sebagian tidak dapat
    dipagari).
e.  Batas alam seperti tebing dan jurang, dapat dianggap sebagai pagar sebagaimana dimaksud pada
    huruf d, namun harus diberi tanda yang jelas sebagai pembatas.
f.  Menyediakan ruangan bagi petugas Bea dan Cukai apabila sewaktu-waktu diperlukan dalam 
    melakukan pekerjaan di TPB tersebut atas permintaan pengusaha yang bersangkutan.
g.  Memasang papan nama yang dapat dibaca dan tampak jelas di depan perusahaan baik fisik bangunan
    sudah maupun belum berdiri.


                         BAB III
                           FASILITAS TPB

                        Pasal 5

(1) Pemasukan barang dari Luar Daerah Pabean ke TPB diberikan penangguhan Bea Masuk (BM), 
    pembebasan cukai, dan tidak dipungut PDRI, kecuali barang-barang yang berdasarkan ketentuan yang 
    berlaku dikenakan BM dan PDRI dan yang tidak digunakan baik langsung maupun tidak langsung 
    untuk proses produksi KB dan kegiatan TPB, yang pemasukannya mempergunakan dokumen BC 2.0.
(2) Pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari DPIL ke TPB tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(3) Pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari DPIL ke TPB diberikan pembebasan cukai.
(4) Pemasukan barang dari TPB diluar BBK ke TPB tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(5) Pemasukan barang dalam rangka sub kontrak dari PDKB, PDKB di luar BBK atau dari DPIL ke PDKB
    tidak dipungut PPN dan PPnBM termasuk PPN atas jasa pekerjaan sub kontrak.
(6) Pemasukan barang ke TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) harus digunakan
    baik langsung maupun tidak langsung untuk proses produksi KB atau sesuai peruntukan kegiatan TPB
    tersebut.


                        Pasal 6

(1) Pemasukan barang modal dan peralatan pabrik dari LDP dalam kondisi bukan baru ke TPB tidak
    memerlukan persetujuan impor dari Departemen Perdagangan ataupun Certificate of Inspection
    dari Surveyor.
(2) Pemasukan barang dalam rangka relokasi pabrik dari LDP ke TPB tidak memerlukan persetujuan
    impor dari Departemen Perdagangan ataupun Certificate of Inspection dari Surveyor.


                        Pasal 7

(1) Pengeluaran barang impor dari TPB ke TPB diluar BBK diberikan penangguhan Bea Masuk, 
    pembebasan cukai, dan tidak dipungut PDRI. 
(2) Pengeluaran barang asal DPIL dari TPB ke TPB lainnya tidak dipungut PPN dan PPnBM atas 
    penyerahan BKP.
(3) Pengeluaran barang dari TPB di Pulau Batam ke DPIL Pulau Batam tidak dikenakan BM, Cukai dan 
    PDRI kecuali terhadap barang-barang yang berdasarkan ketentuan yang berlaku dikenakan BM dan 
    PDRI.
(4) Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL dikenakan BM, Cukai dan PDRI kecuali ditujukan kepada pihak
    yang memperoleh fasilitas penangguhan BM, Cukai dan tidak dipungut PDRI.
(5) Pengeluaran barang dan hasil olahan dalam rangka sub kontrak dari PDKB ke PDKB diluar BBK atau
    ke DPIL tidak dipungut BM, Cukai, dan PDRI termasuk PPN atas jasa pekerjaan sub kontrak.
(6) Pengeluaran barang dan/atau bahan dari PDKB ke DPIL berupa :
    a.  barang hasil olahan dari PDKB ke DPIL yang seluruh bahan bakunya berasal DPIL;
    b.  barang selain hasil olahan asal DPIL;
    c.  barang sisa dan/atau potongan dari hasil olahan yang bahan bakunya berasal dari DPIL;
    dipungut PPN, PPnBM dan Cukai sesuai ketentuan yang berlaku.
(7) Pengeluaran kembali barang asal DPIL yang direparasi/direkondisi di PDKB, dipungut BM dan PDRI
    atas komponen/Spare part yang berasal dari LDP yang dipasang pada barang tersebut.
(8) Pengeluaran kembali barang asal DPIL yang direparasi/direkondisi di PDKB dipungut PPN atas 
    komponen/Spare part yang berasal dari DPIL yang dipasang pada barang tersebut.
(9) Penyerahan Jasa Kena Pajak atas pengerjaan reparasi/rekondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
    dan ayat (8) tidak dipungut PPN atas jasa.
(10)    Pengeluaran barang asal LDP yang direparasi/direkondisi di PDKB ke DPIL, dipungut BM dan PDRI.
(11)    Pengeluaran barang asal LDP yang direparasi/direkondisi di PDKB dengan menggunakan komponen/
    Spare part asal DPIL ke DPIL, dipungut PPN atas komponen/Spare part yang berasal dari DPIL yang
    dipasang pada barang tersebut.
(12)    Pengeluaran barang asal DPIL yang tidak diproses lebih lanjut, kemudian dikembalikan (reject) dari
    PDKB ke DPIL tidak dipungut PPN sepanjang pengirim dan penerima barang di DPIL adalah perusahaan
    pemilik yang sama.


                        Pasal 8

(1) Semua perusahaan TPB yang beroperasi di BBK digolongkan sebagai perusahaan yang masuk dalam
    kategori Daftar Putih.
(2) Pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah apabila suatu perusahaan
    TPB yang beroperasi di BBK berdasarkan suatu bukti pendahuluan yang cukup, dianggap telah 
    melakukan tindak pidana kepabeanan.
(3) Segala bentuk jaminan yang berdasarkan ketentuan yang berlaku dipersyaratkan bagi 
    penyelenggaraan TPB, dapat diberikan dalam bentuk Jaminan Tertulis.


                        Pasal 9

(1) PKB, PDKB, PGB, atau PPGB dengan persetujuan kepala KPBC, dapat menggunakan :
    a.  BC 2.3 BBK dengan fasilitas pengajuan Berkala;
    b.  BC 3.0 Berkala;
    c.  BC 2.5 BBK Berkala.
(2) PJT yang membawa barang TPB dengan persetujuan Kepala KPBC dapat menggunakan BC 2.3 BBK
    dengan fasilitas pengajuan Berkala.
(3) Penggunaan pemberitahuan berkala dan/atau pengajuan secara berkala sebagaimana dimaksud pada
    ayat (1) dapat diberikan kepada PKB, PDKB, PGB atau PPGB yang mempunyai reputasi baik, dengan 
    kriteria :
    a.  Penggunaan BC 2.3 BBK, BC 2.5 BBK dan BC 3.0 tersebut mempunyai frekuensi yang tinggi
        serta perlu segera digunakan; atau
    b.  Berdasarkan pertimbangan dari Kepala KPBC.
(4) Penggunaan BC 2.3 BBK dengan fasilitas pengajuan Berkala :
    a.  Memberitahukan kepada Kepala KPBC untuk mendapat persetujuan pengajuan Berkala BC 
        2.3 BBK;
    b.  Pengeluaran barang dengan mempergunakan dokumen pelengkap pabean (invoice, packing
        list, B/L dan dokumen lain yang diperlukan);
    c.  Pengeluaran barang dari TPS mempergunakan SPPB-BC2.3 BBK Berkala yang diterbitkan
        oleh KPBC dengan mencantumkan nomor dan tanggal BC 2.3 BBK;
    d.  BC 2.3 BBK dibuat untuk setiap SPPB BC 2.3 BBK yang diajukan pada bulan yang 
        bersangkutan.
    e.  Paling lambat pada hari kerja ketiga bulan berikutnya mengajukan seluruh BC 2.3 BBK dengan
        dilampiri dokumen pelengkap pabean, SPPB BC 2.3 BBK rangkap ke-1 dan bukti bayar PNBP
(5) Penggunaan BC 2.5 BBK Berkala :
    a.  Memberitahukan kepada Kepala KPBC untuk mendapat persetujuan pengajuan BC 2.5 BBK
        Berkala;
    b.  Pengeluaran barang dengan mempergunakan dokumen pelengkap pabean;
    c.  Pengeluaran barang dari TPB/TPS mempergunakan SPPB-BC2.5 BBK Berkala yang 
        diterbitkan oleh KPBC;
    d.  1 (satu) BC 2.5 BBK Berkala dibuat untuk seluruh SPPB-BC2.5 BBK Berkala yang diajukan
        pada bulan yang bersangkutan.
    e.  Paling lambat pada hari kerja ketiga bulan berikutnya pengajuan BC 2.5 BBK Berkala dengan
        dilampiri dokumen pelengkap pabean, SPPB BC 2.5 BBK Berkala dan bukti bayar PNBP untuk
        penjualan ke DPIL/KITE
(6) Penggunaan BC 3.0 Berkala :
    a.  Memberitahukan untuk mendapat persetujuan pengajuan BC 3.0 berkala;
    b.  Pengeluaran barang dengan mempergunakan dokumen pelengkap pabean;
    c.  Pemasukan barang ke TPS mempergunakan Persetujuan Ekspor (PE) Berkala yang diterbitkan
        oleh KPBC;
    d.  1 (satu) BC 3.0 Berkala dibuat untuk seluruh PE Berkala yang diajukan pada bulan yang
        bersangkutan;
    e.  Paling lambat pada hari kerja ketiga bulan berikutnya mengajukan BC3.0 Berkala dengan
        dilampiri dokumen pelengkap pabean, PE Berkala dan bukti bayar PNBP.


                         BAB IV
                          KEWAJIBAN TPB

                        Pasal 10

Pengusaha TPB berkewajiban untuk :
a.  Menyelenggarakan pembukuan, menyimpan dan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya
    buku, catatan, dokumen pabean serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya 
    sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Kepabeanan;
b.  Menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan TPB yang diwajibkan berdasarkan Peraturan
    Menteri Keuangan ini apabila dilakukan Audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau 
    Direktorat Jenderal Pajak.


                        Pasal 11                            

(1) Penyelenggara Kawasan Berikat atau Penyelenggara Gudang Berikat berkewajiban untuk :
    a.  Memberikan rekomendasi kepada calon PDKB/PPGB di wilayahnya yang akan mengajukan
        ijin sebagai PDKB/PPGB;
    b.  Menyediakan sarana dan prasarana bagi PDKB/PPGB di wilayahnya;
    c.  Memberikan laporan kepada KPBC dalam hal :
        1)  PDKB/PPHB tidak melakukan kegiatan berturut-turut selama 3 (tiga) bulan;
        2)  ada petunjuk bahwa PDKB/PPGB yang berada diwilayahnya akan menutup usahanya
            secara diam-diam;
        3)  ada petunjuk bahwa PDKB/PPGB yang berada diwilayahnya melakukan pelanggaran
            di bidang kepabeanan;
        4)  3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya kontrak sewa menyewa yang tidak diperpanjang
            antara PKB/PGB dengan PDKB/PPGB di wilayahnya.
(2) Pengusaha Di Kawasan Berikat atau Pengusaha Pada Gudang Berikat wajib menyerahkan kepada
    PKB/PGB copy dokumen pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari PDKB/PPGB (SPPB-BC 2.3
    BBK, SPPB-BC 2.5 BBK, Persetujuan Ekspor).


                         BAB V
                          PEMASUKAN BARANG KE TPB

                        Pasal 12

Pemasukan barang ke TPB dapat berasal dari :
a.  Luar Daerah Pabean (LDP)/Impor;
b.  Antar TPB yang berada dibawah pengawasan KPBC yang sama;
c.  Antar TPB yang berada dibawah pengawasan KPBC yang berbeda;
d.  TPB diluar BBK;
e.  DPIL;
f.  Perusahaan KITE di DPIL;
g.  DPIL di Pulau Batam.


                        Pasal 13

(1) Pemasukan barang dari LDP ke TPB adalah barang :
    a.  impor; dan/atau
    b.  reimpor.
(2) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan dokumen
    pemberitahuan BC 2.3 BBK.
(3) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilampiri PEB/BC 3.0 saat 
    pengeluaran barang ke LDP.
(4) BC 2.3 BBK dibuat oleh pengusaha TPB dan diajukan ke KPBC.
(5) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
    a.  tidak dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas Bea dan Cukai;
    b.  tidak dilakukan penyegelan maupun pengawalan oleh petugas Bea dan Cukai;
    c.  tidak diberlakukan ketentuan tataniaga di bidang impor, kecuali barang yang terkena 
        peraturan larangan impor.
(6) Pengeluaran barang dari TPS dan pemasukan ke TPB menggunakan SPPB-BC 2.3 BBK yang 
    diterbitkan oleh pejabat KPBC.
(7) Formulir SPPB-BC 2.3 BBK sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), sesuai contoh dalam Lampiran XIV
    Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Tatacara pemasukan barang dari LDP tujuan TPB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
    Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 14

(1) Pemasukan dan pengeluaran barang antar TPB yang berada dibawah KPBC yang sama dilakukan
    tanpa menggunakan dokumen pabean.
(2) Pemasukan dan pengeluaran barang antar TPB yang berada dibawah KPBC yang berbeda dilakukan
    dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 2.5 BBK.
(3) BC 2.5 BBK dibuat oleh Pengusaha TPB asal barang dan diajukan kepada KPBC yang membawahi
    TPB asal barang.
(4) Pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan penyegelan.
(5) Pengeluaran barang dari TPB asal barang dan pemasukan ke TPB tujuan barang menggunakan SPPB-
    BC 2.5 BBK yang diterbitkan oleh Pejabat KPBC yang membawahi TPB asal barang.
(6) Formulir SPPB-BC 2.5 BBK sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), sesuai contoh dalam Lampiran XIV
    Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Tatacara pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dalam 
    Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 15

(1) Pemasukan barang dari TPB di luar BBK ke TPB dengan menggunakan dokumen pemberitahuan 
    sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku mengenai Tempat Penimbunan Berikat
(2) Tatacara pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam :
    a.  Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan 
        Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Berikat;
    b.  Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan
        Pengeluaran Barang ke dan dari Gudang Berikat;
    c.  Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan
        Pengeluaran Barang ke dan dari Entrepot untuk Tujuan Pameran;
    d.  Keputusan Direktur Jenderal tentang Tatacara Pengusahaan dan Tatalaksana Pemasukan dan
        Pengeluaran Barang ke dan dari Toko Bebas Bea.


                        Pasal 16

(1) Pemasukan barang ke DPIL ke KB dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 4.0.
(2) Tatacara pemasukan barang-barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Keputusan
    Direktur Jenderal tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke 
    dan dari Kawasan Berikat.


                        Pasal 17

(1) Pemasukan barang dari perusahaan KITE di DPIL ke KB dengan menggunakan dokumen 
    pemberitahuan BC 2.4.
(2) Tatacara pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam Keputusan Direktur
    Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kemudahan Impor Tujuan Ekspor.


                        Pasal 18

(1) Pemasukan barang dari DPIL Pulau Batam ke TPB Pulau Batam dilakukan tanpa menggunakan 
    dokumen pabean.
(2) Pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dicatat oleh Pengusaha TPB, sebagai bagian dari
    penyelenggaraan pembukuan.
(3) Pemasukan barang dari DPIL Pulau Batam ke KB Kawasan Bintan Industrial Estate dan Karimun 
    Industrial Cooperation dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 4.0.
(4) Tatacara pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam keputusan Direktur
    Jenderal tentang Tatacara Pendirian dan Tatalaksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari
    Kawasan Berikat;


                        Pasal 19

(1) Pemasukan barang dari Luar Daerah Pabean (LDP)/Impor dan dari DPIL ke TPB dapat juga dilakukan
    dengan cara :
    a.  Melalui perusahaan Jasa Titipan;
    b.  Hand Carry;
(2) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dibatasi nilai dan berat barang.
(3) Tatacara pemasukan barang dari LDP ke TPB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
    Lampiran XII Peraturan Direktur Jenderal ini.


                         BAB VI
                      PENGELUARAN BARANG DARI TPB

                        Pasal 20

Pengeluaran barang dari TPB dapat ditujukan ke :
a.  Luar Daerah Pabean (LDP);
b.  TPB di luar BBK;
c.  TPB lain;
d.  DPIL;
e.  Perusahaan KITE di DPIL;
f.  DPIL Pulau Batam.


                        Pasal 21

(1) Pengeluaran barang dari TPB ke LDP dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BC 3.0.
(2) Tatacara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam keputusan Direktur
    Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Ekspor.


                        Pasal 22

(1) Pengeluaran barang dari TPB ke TPB diluar BBK dilakukan dengan menggunakan dokumen 
    pemberitahuan BC 2.5 BBK.
(2) BC 2.5 BBK dibuat oleh pengusaha TPB asal barang dan diajukan ke KPBC.
(3) Pengeluaran barang dari TPB dan pemasukan barang ke TPB di luar BBK menggunakan SPPB-BC 2.5
    BBK yang diterbitkan oleh pejabat KPBC.
(4) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    a.  tidak dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas Bea dan Cukai.
    b.   dilakukan penyegelan oleh Petugas Bea dan Cukai.
(5) Tatacara pengeluaran barang dari TPB ke TPB diluar BBK sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
    diatur dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 23

(1) Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan 2.5
    BBK.
(2) BC 2.5 BBK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh pengusaha TPB dan diajukan ke KPBC.
(3) Pengeluaran barang asal impor dari TPB ke DPIL dipungut BM, Cukai dan PDRI dan diberlakukan 
    ketentuan umum di bidang impor.
(4) Dasar perhitungan pungutan negara atas pengeluaran hasil olahan PDKB ke DPIL adalah sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 30.
(5) Pengeluaran barang dari TPB menggunakan SPPB-BC 2.5 BBK yang diterbitkan oleh pejabat KPBC.
(6) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik oleh petugas
    Bea dan Cukai.
(7) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan di TPB yang bersangkutan.
(8) Tatacara Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
    Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 24

(1) Pengeluaran barang dari TPB ke Perusahaan KITE di DPIL dilakukan dengan menggunakan dokumen
    pemberitahuan BC 2.5.BBK.
(2) BC 2.5 BBK diajukan oleh pengusaha TPB ke KPBC setelah ditandatangani dan dilakukan pembayaran
    BM dan PDRI oleh pengusaha KITE.
(3) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik di TPB oleh
    petugas Bea dan Cukai.
(4) Pengeluaran barang dari TPB menggunakan SPPB-BC 2.5 BBK yang diterbitkan oleh pejabat KPBC.
(5) Tatacara pengeluaran barang dari TPB ke Perusahaan KITE sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
    diatur dalam Lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 25

(1) Pengeluaran barang asal impor dari TPB di Pulau Batam ke DPIL Pulau Batam melalui darat dilakukan
    tanpa menggunakan dokumen pabean kecuali untuk barang-barang yang berdasarkan ketentuan yang
    berlaku dikenakan BM dan PDRI dilakukan dengan menggunakan dokumen pabean pemberitahuan
    BC 2.5 BBK.
(2) Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh Pengusaha TPB, sebagai bagian dari
    penyelenggaraan pembukuan.
(3) Pengeluaran barang asal impor dari TPB Kawasan Bintan Industrial Estate dan Kawasan Karimun
    Industrial Cooperation ke DPIL Pulau Batam menggunakan dokumen pabean pemberitahuan BC 2.5
    BBK sesuai dengan ketentuan umum di bidang impor.
(4) Pembayaran BM dan PDRI atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya untuk
    barang-barang yang berdasarkan ketentuan yang berlaku dikenakan BM dan PDRI.
(5) BC 2.5 BBK dibuat oleh pengusaha TPB dan diajukan ke KPBC.
(6) Dasar perhitungan pungutan negara atas pengeluaran hasil olahan PDKB ke DPIL Pulau Batam 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) adalah berdasarkan pada Pasal 30.
(7) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) dilakukan pemeriksaan fisik oleh
    petugas Bea dan Cukai.
(8) Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan di TPB yang bersangkutan.
(9) Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL Pulau Batam menggunakan SPPB-BC 2.5 BBK yang diterbitkan
    oleh Pejabat KPBC.
(10)    Tatacara pengeluaran barang dari TPB tujuan DPIL Pulau Batam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
    dan (3) diatur dalam Lampiran X Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 26

(1) Pengeluaran barang dari TPB ke Luar Daerah Pabean (LDP)/ekspor dan ke DPIL dapat juga dilakukan
    dengan cara :
    a.  Melalui perusahaan Jasa Titipan;
    b.  Hand Carry.
(2) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dibatasi nilai dan berat 
    barang.
(3) Tatacara pengeluaran barang dari TPB ke LDP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam
    Lampiran XIII Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 27

Pengeluaran barang yang telah diolah di TPB dapat dikeluarkan dengan tujuan DPIL atau DPIL di Pulau Batam
tanpa dikaitkan dengan realisasi ekspor.


                        Pasal 28

Pengeluaran barang dari TPB ke DPIL berupa mesin dan perlengkapan pabrik yang pada saat pemasukannya
dalam kondisi bukan baru, menggunakan BC 2.5 BBK dilampiri Laporan Surveyor/Certificate of Inpection dari
Surveyor yang telah mendapat akreditasi dari pemerintah, yang menyatakan bahwa barang tersebut bukan
merupakan scrap.


                         BAB VII
                                PEMUSNAHAN

                        Pasal 29

(1) Pemusnahan barang asal impor di BBK yang dilakukan di bawah pengawasan KPBC yang sama, tidak
    menggunakan dokumen pabean.
(2) Pemusnahan barang asal impor di BBK yang dilakukan di bawah pengawasan KPBC yang berbeda
    atau di luar BBK dilakukan dengan :
    a.  menggunakan dokumen pemberitahuan BC 2.5 BBK;
    b.  diawasi oleh KPBC tempat pemusnahan;
    c.  dibuatkan Berita Acara Pemusnahan oleh KPBC tempat pemusnahan.
(3) Pemusnahan barang asal impor di BBK dan di luar BBK wajib dicatat sebagai kewajiban dalam
    menyelenggarakan pembukuan dan diberitahukan oleh pengusaha TPB kepada Kepala KPBC.
(4) Pengawasan oleh KPBC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak diperlukan apabila barang
    yang dimusnahkan tersebut merupakan barang yang mengandung B3 dan tempat pemusnahannya
    dilakukan ditempat pengolah limbah yang telah mendapat akreditasi dari pemerintah. Dalam hal 
    demikian surat keterangan yang dikeluarkan oleh perusahaan pengolah limbah tersebut dianggap
    sebagai Berita Acara Pemusnahan.
(5) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan setalah mendapat persetujuan Pejabat
    KPBC.
(6) Pemusnahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak dipungut BM, Cukai dan 
    PDRI.
(7) Tatacara pemusnahan barang dari TPB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Lampiran
    XI Peraturan Direktur Jenderal ini.


                        BAB VIII
                DASAR PERHITUNGAN PUNGUTAN NEGARA

                        Pasal 30

Dasar perhitungan pungutan negara atas pengeluaran hasil olahan PDKB ke DPIL atau DPIL Pulau Batam 
adalah sebagai berikut :
a.  BM berdasarkan tarif BM bahan baku dengan pembebanan dan kurs valuta asing yang berlaku pada
    saat dikeluarkan dari PDKB dan nilai pabean bahan baku pada saat diimpor ke PDKB;
b.  Apabila pembebanan tarif BM untuk bahan baku lebih tinggi dari pembebanan tarif BM untuk barang
    hasil olahan, BM didasarkan pada pembebanan tarif BM barang hasil olahan yang berlaku pada saat
    dikeluarkan dari PDKB dan nilai pabean bahan baku pada saat diimpor ke PDKB.
c.  Cukai berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d.  PPN,PPnBM berdasarkan tarif PPN atau PPnBM dikalikan harga jual;
e.  PPh Pasal 22 berdasarkan tarif PPN dan PPnBM dikalikan harga jual;
f.  PPh Pasal 22 berdasarkan tarif PPh dikalikan dengan prosentase kandungan bahan impor dikalikan
    harga jual, dalam hal bahan baku yang digunakan berasal impor dan DPIL.


                         BAB IX
                PELAYANAN DAN PENGAWAN KEPABEANAN

                        Pasal 31

(1) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak melakukan pengawasan atas pergerakan barang yang 
    diangkut lewat darat di TPB dan di DPIL Pulau Batam kecuali:
    a.  terhadap barang-barang yang berdasarkan ketentuan yang berlaku;
    b.  ada petunjuk yang nyata telah terjadi pelanggaran Kepabeanan.
(2)     Kepala KPBC di BBK tidak menempatkan pejabat Bea Cukai disetiap TPB kecuali atas permintaan
    Pengusaha TPB dalam rangka pelayanan Kepabeanan dan Cukai.
(3) Keberadaan pejabat Bea dan Cukai di TPB hanya dalam rangka pemeriksaan fisik barang yang diminta
    oleh pengusaha TPB berkenaan dengan kegiatan Kepabeanan.
(4) Pengawasan oleh Bea Cukai dilakukan di pelabuhan pemasukan dan pengeluaran barang di BBK.
(5) Pelayanan Kepabeanan dan Cukai dilaksanakan 7 (tujuh) hari dalam seminggu dan 24 (dua puluh 
    empat) jam sehari.
(6) Kepala KPBC mengatur pelaksanaan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan audit di bidang Kepabeanan terhadap pengusaha
    TPB.


                        Pasal 32

(1) Pemeriksaan fisik barang dilakukan di TPB atau tempat lain atas permintaan pengusaha TPB yang 
    disetujui oleh Kepala Kantor.
(2) Pemeriksaan dimulai paling lambat 3 (tiga) jam setelah diterimanya permintaan dari ybs.


                         BAB X
                    WEWENANG KEPALA KPBC
                DALAM PERSETUJUAN DAN PENCABUTAN TBB

                        Pasal 33

(1) Kepala KPBC berwenang untuk :
    a.  menetapkan suatu kawasan atau tempat sebagai TPB;
    b.  memberikan ijin sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB atau PDKB, PGB atau PGB 
        merangkap PPGB atau PPGB, PETP dan pengusahaan TBB;
    c.  mencabut penetapan suatu kawasan atau tempat sebagai TPB;
    d.  mencabut ijin sebagai sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB atau PDKB, PGB atau PGB
        merangkap PPGB atau PPGB, PETP dan pengusahaan TBB;
    e.  mengubah keputusan pemberian ijin sebagaimana dimaksud pada huruf;
    f.  memberikan ijin lainnya yang berkaitan dengan kegiatan TPB;
    g.  memberikan persetujuan terhadap permohonan pemusnahan barang di luar BBK.
(2) Pemberian ijin dan perubahan ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 7
    (tujuh) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(3) Kepala KPBC di BBK membuat laporan pertanggungjawaban kepada Direktur Jenderal apabila 
    pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan lebih dari 7 (tujuh hari) kerja.


                         BAB XI
                        DATA BASE KPBC

                        Pasal 34

(1) KPBC membuat Data Base masing-masing Pengusaha/Penyelenggara TPB untuk setiap pemasukan
    dan pengeluaran barang dari dan ke TPB di BBK yang diangkut melalui pelabuhan pembongkaran dan
    pemuatan di BBK.
(2) Data base sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk "T-account" yang :
    a.  dibagian debetnya sekurang-kurangnya memuat : nomor urut; tanggal dan nomor dokumen
        pemasukan; pelabuhan bongkar, jumlah dan jenis barang; jumlah devisa; asal barang.
    b.  dibagian kreditnya sekurang-kurangnya memuat : nomor urut; tanggal dan nomor dokumen
        pengeluaran; pelabuhan pemuatan, jumlah dan jenis barang; jumlah devisa; tujuan barang.


                         BAB XII
                  SANKSI ATAS PELANGGARAN YANG DILAKUKAN
                     OLEH PENGUSAHA TPB

                        Pasal 35

(1) Pengusaha TPB yang terbukti melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan berdasarkan suatu
    putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dicabut izinnya sebagai pengusaha
    TPB.
(2) Pengusaha TPB yang telah dicabut izinnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dimasukan ke 
    dalam daftar hitam (black list) dan tidak dapat diberikan pelayanan kepabeanan (diblokir).
(3) Pengajuan kembali sebagai pengusaha TPB dilayani setelah yang bersangkutan menjalani/memenuhi
    sanksi pidana yang dijatuhkan oleh Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.


                         BAB XIII
                      KETENTUAN LAIN-LAIN

                        Pasal 36

Pengajuan dokumen pabean dapat dilakukan secara manual, disket maupun melalui Pertukaran Data 
Elektronik (PDE).


                         BAB XIV
                      KETENTUAN PERALIHAN

                        Pasal 37

(1) Semua ketentuan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur tentang Tempat 
    Penimbunan Berikat sepanjang tidak diatur/disempurnakan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini,
    dinyatakan tetap berlaku.
(2) Dengan ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal ini, Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai
    Nomor KEP-58/BC/2005 tanggal 20 Juni 2005 dinyatakan tidak berlaku.
(3) Semua keputusan mengenai pendirian suatu kawasan atau tempat sebagai TPB dan persetujuan PKB
    atau PKB merangkap PDKB serta PGB atau PGB merangkap PPGB yang telah diterbitkan sebelum 
    diberlakukannya peraturan Direktur Jenderal ini dinyatakan tetap berlaku.
(4) Semua permasalahan yang menyangkut TPB yang belum diselesaikan pada waktu berlakunya 
    Peraturan Direktur Jenderal ini, dapat diselesaikan berdasarkan peraturan Direktur Jenderal ini.


                         BAB XV
                      KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 38

Apabila dikelak kemudian hari terdapat adanya kekeliruan dan kekurangan dalam peraturan ini akan diadakan
perbaikan dan penambahan seperlunya.


                        Pasal 39

Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku mulai tanggal 1 Oktober 2005.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 September 2005
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

EDDY ABDURRACHMAN
NIP 060044459
peraturan/perdbc/16bc2005.txt · Last modified: 2023/02/05 05:55 by 127.0.0.1