User Tools

Site Tools


peraturan:perdbc:08bc2009
           DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang:

bahwa dalam rangka memberikan panduan yang cukup untuk pembangunan Sistem Komputer
Pelayanan Bea dan Cukai dan untuk memberikan waktu kepada pengguna jasa untuk
menyesuaikan dengan Sistem Komputer Pelayanan Bea dan Cukai berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor: P-42/BC/2008, perlu menetapkan Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai
Nomor: P-42/BC/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk
Dipakai;

Mengingat:

1.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara
    Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik
    Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 17
    Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);

2.  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik
    Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
    Tahun 1995 Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor
    39 tahun 2007 (Lembaran Negara tahun 2007 nomor 105, tambahan Lembaran
    negara nomor 4755);

3.  Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik
    Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;

4.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 114/PMK.04/2007 tentang Nilai Tukar Mata Uang
    Asing yang Digunakan Untuk Penghitungan dan Pembayaran Bea Masuk;

5.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.04/2007 tentang Pemeriksaan Pabean di
    Bidang Impor;

6.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 144/PMK.04/2007 tentang Tatacara Pengeluaran
    Barang Impor untuk Dipakai;

7.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 161/PMK.04/2007 tentang Pengawasan Terhadap
    Impor atau Ekspor Barang Larangan dan/atau Pembatasan;

8.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata
    Kerja Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
    Keuangan Nomor 149/PMK.01/2008;

9.  Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang Petunjuk
    Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor Untuk Dipakai;

            MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

            PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PERUBAHAN
            ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR
            P-42/BC/2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELUARAN
            BARANG IMPOR UNTUK DIPAKAI.

            Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengeluaran Barang Impor untuk Dipakai diubah sebagai berikut:

1.  Ketentuan Pasal 1 angka 28 diubah sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

            Pasal 1

    Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:

    1.  Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995
        tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang
        Nomor 17 Tahun 2006.

    2.  Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan
        laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang
        yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan
        Cukai.

    3.  Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    4.  Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

    5.  Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal tempat
        dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan,
        yaitu:

        a.  Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat
            dengan KPU BC;

        b.  Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya yang
            selanjutnya disingkat dengan KPPBC Madya; atau

        c.  Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai yang selanjutnya
            disingkat dengan KPPBC.

    6.  Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal yang ditunjuk dalam jabatan
        tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang
        Kepabeanan.

    7.  Unit Pengawasan adalah unit kerja pada Direktorat Jenderal yang melakukan
        kegiatan intelijen, penindakan, penyidikan, dan kegiatan lain dalam rangka
        pengawasan.

    8.  Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

    9.  Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.

    10. Barang Impor adalah barang yang dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.

    11. Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan
        impor.

    12. Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan yang selanjutnya disingkat dengan
        PPJK adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan
        kewajiban pabean untuk dan atas nama importir.

    13. Data Elektronik adalah informasi atau rangkaian informasi yang disusun
        dan/atau dihimpun untuk kegunaan khusus yang diterima, direkam, dikirim,
        disimpan, diproses, diambil kembali, atau diproduksi secara elektronik dengan
        menggunakan komputer atau perangkat pengolah data elektronik, optikal,
        atau cara lain yang sejenis.

    14. Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat dengan PDE adalah alir
        informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang
        terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama.

    15. Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai
        pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya Invoice, Packing List, Bill of
        Lading/Airway Bill, dokumen pemenuhan persyaratan impor, dan dokumen
        lainnya yang dipersyaratkan.

    16. Pemberitahuan Impor Barang yang selanjutnya disingkat dengan PIB adalah
        Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang yang diimpor untuk dipakai.

    17. Media Penyimpan Data Elektronik adalah media yang dapat menyimpan data
        elektronik seperti disket, compact disk, flash disk, dan yang sejenisnya.

    18. Tempat Penimbunan Sementara yang selanjutnya disingkat dengan TPS adalah
        bangunan dan/atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di
        kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan
        atau pengeluarannya.

    19. Tempat lain yang diperlakukan sama dengan TPS adalah bangunan dan/atau
        lapangan atau tempat yang disamakan dengan itu yang berada di luar
        kawasan pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan
        atau pengeluarannya.

    20. Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk yang selanjutnya disingkat NDPBM adalah
        nilai tukar yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan bea masuk.

    21. Tarif adalah klasifikasi barang dan pembebanan bea masuk.

    22. Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah
        pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal atas importasi barang yang
        terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan
        Pajak Penghasilan.

    23. Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak yang selanjutnya disingkat dengan
        SSPCP adalah surat yang digunakan untuk melakukan pembayaran dan
        sebagai bukti pembayaran atau penyetoran penerimaan negara berupa bea
        masuk, cukai, PDRI, dan PNBP.

    24. Nomor Pendaftaran adalah nomor yang diberikan oleh Kantor Pabean sebagai
        pengesahan PIB.

    25. MITA Prioritas adalah Importir yang penetapannya dilakukan oleh Direktur
        Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal untuk mendapatkan
        kemudahan pelayanan kepabeanan.

    26. MITA Non Prioritas adalah Importir yang penetapannya dilakukan oleh Direktur
        Teknis Kepabeanan atas nama Direktur Jenderal berdasarkan usulan Kepala
        Kantor Pabean untuk mendapatkan kemudahan pelayanan kepabeanan.

    27. Jalur MITA Prioritas adalah proses pelayanan dan pengawasan yang diberikan
        kepada MITA Prioritas untuk pengeluaran Barang Impor tanpa dilakukan
        pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen.

    28. Jalur MITA Non Prioritas adalah proses pelayanan dan pengawasan yang
        diberikan kepada MITA Non Prioritas untuk pengeluaran barang impor tanpa
        dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen, kecuali dalam hal:

        a.  barang ekspor yang diimpor kembali;

        b.  barang yang terkena pemeriksaan acak; atau

        c.  barang impor sementara.

    29. Jalur Hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang
        impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian
        dokumen setelah penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB).

    30. Jalur Kuning adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang
        impor dengan tidak dilakukan pemeriksaan fisik, tetapi dilakukan penelitian
        dokumen sebelum penerbitan SPPB.

    31. Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran barang
        impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen sebelum
        penerbitan SPPB.

    32. Nota Pemberitahuan Barang Larangan/Pembatasan yang selanjutnya disingkat
        dengan NPBL adalah nota yang dibuat oleh Pejabat kepada Importir agar
        memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan impor.

    33. Nota Hasil Intelijen yang selanjutnya disingkat dengan NHI adalah produk dari
        kegiatan intelijen yang menunjukkan indikasi mengenai adanya pelanggaran di
        bidang kepabeanan dan/atau cukai.

    34. Pemindai Peti Kemas (container scanner) adalah alat yang digunakan untuk
        melakukan pemeriksaan fisik barang dalam peti kemas atau kemasan dengan
        menggunakan teknologi sinar X (X-Ray) atau sinar gamma (Gamma Ray).

    35. Koordinator Pelayanan Pengguna Jasa yang selanjutnya disebut dengan client
        coordinator adalah Pejabat yang ditunjuk untuk menjadi penghubung antara
        Direktorat Jenderal dengan orang.

2.  Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf d diubah, setelah ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf
    d ditambah 1(satu) ketentuan yakni huruf e, ketentuan Pasal 6 ayat (2) dihapus, dan
    2 (dua) ayat disisipkan diantara ayat (2) dan ayat (3) yakni ayat (2a) dan ayat (2b),
    sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

            Pasal 6

    (1) Untuk PIB yang disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan, hasil cetak PIB,
        dokumen pelengkap pabean, dan bukti pelunasan bea masuk, cukai, PDRI,
        PNBP, dan dokumen pemesanan pita cukai harus disampaikan kepada Pejabat
        di Kantor Pabean tempat pengeluaran barang dalam jangka waktu:

        a.  3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Surat Pemberitahuan Jalur Merah
            (SPJM) untuk jalur merah;

        b.  3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Surat Pemberitahuan Jalur Kuning
            (SPJK) untuk jalur kuning;

        c.  3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPPB untuk jalur hijau;

        d.  5 (lima) hari kerja setelah tanggal SPPF untuk jalur MITA Non Prioritas
            yang dilakukan pemeriksaan fisik, atau

        e.  3 (tiga) hari kerja setelah tanggal SPPB untuk jalur MITA Prioritas atau
            MITA Non Prioritas yang berdasarkan fasilitasnya harus menyerahkan
            hasil cetak PIB dan dokumen pelengkap pabean.

    (2) Dihapus.

    (2a)    Dalam hal PIB diajukan melalui portal INSW, dokumen pelengkap pabean
        sebagaimana dimaksud pada ayat(1) yang berupa izin impor barang
        larangan/pembatasan dapat disampaikan dalam bentuk hasil cetak dari portal
        INSW.

    (2b)    Dalam hal PIB diajukan dengan menggunakan kemudahan pemberitahuan
        pendahuluan, hasil cetak PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
        mencantumkan nomor dan tanggal BC 1.1 serta nomor pos/subpos BC 1.1.

    (3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi,
        penyampaian PIB berikutnya oleh importir yang bersangkutan tidak dilayani
        sampai dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

3.  Ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf c diubah sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai
    berikut:

            Pasal 10

    (1) Untuk penghitungan bea masuk, cukai untuk impor etil alkohol, dan PDRI,
        dipergunakan NDPBM yang berlaku pada saat:

        a.  dilakukannya pembayaran bea masuk, cukai untuk impor etil alkohol,
            dan/atau PDRI, dalam hal:

            1)  PIB dengan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau PDRI;

            2)  PIB berkala; atau

            3)  PIB penyelesaian atas barang-barang yang mendapat fasilitas
                pembebasan.

        b.  diserahkan jaminan sebesar bea masuk, cukai, dan PDRI, dalam hal PIB
            dengan penyerahan jaminan; atau

        c.  PIB mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean, dalam hal:

            1)  PIB dengan bea masuk dan Pajak dalam rangka impor
                dibebaskan atau ditanggung pemerintah; atau

            2)  PIB dengan pembayaran berkala.

    (2) Nilai tukar mata uang yang dipergunakan sebagai NDPBM sebagaimana
        dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri
        Keuangan yang diterbitkan secara berkala.

    (3) Dalam hal nilai tukar mata uang yang dipergunakan sebagai NDPBM tidak
        tercantum dalam keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada
        ayat (2), nilai tukar yang dipergunakan sebagai NDPBM adalah nilai tukar spot
        harian valuta asing yang bersangkutan di pasar internasional terhadap dollar
        Amerika Serikat yang berlaku pada penutupan hari kerja sebelumnya.

4.  Ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf c diubah sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai
    berikut:

            Pasal 15

    (1) Jalur pengeluaran barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 adalah
        sebagai berikut:

        a.  Jalur Merah;

        b.  Jalur Kuning;

        c.  Jalur Hijau;

        d.  Jalur MITA Non-Prioritas; dan

        e.  Jalur MITA Prioritas.

    (2) Terhadap barang impor yang merupakan:

        a.  barang ekspor yang diimpor kembali;

        b.  barang yang terkena pemeriksaan acak; atau

        c.  barang impor sementara, yang pengeluarannya ditetapkan melalui jalur
            MITA Non Prioritas, diterbitkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Fisik
            (SPPF) yang merupakan izin untuk dilakukan pemeriksaan fisik di
            tempat importir.

    (3) Dalam hal jalur pengeluaran barang impor ditetapkan Jalur Kuning dan
        diperlukan pemeriksaan laboratorium, importir wajib menyiapkan barangnya
        untuk pengambilan contoh.

    (4) Jalur Kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan
        pemeriksaan fisik melalui mekanisme NHI berdasarkan informasi dari Pejabat
        pemeriksa dokumen.

5.  Ketentuan Pasal 22 ayat (3) huruf a diubah dan setelah Pasal 22 ayat (3) ditambah
    1(satu) ayat yakni ayat (4) sehingga Pasal 22 berbunyi sebagai berikut:

            Pasal 22

    (1) Orang dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas penetapan yang
        dilakukan oleh Pejabat mengenai:

        a.  tarif dan/atau nilai pabean untuk penghitungan bea masuk yang
            mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai dan PDRI;

        b.  pengenaan sanksi administrasi berupa denda;

        c.  kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan PDRI selain karena tarif
            dan/atau nilai pabean; dan/atau

        d.  penetapan pabean lainnya yang tidak mengakibatkan kekurangan
            pembayaran.

    (2) Dihapus.

    (3) Orang yang mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
        wajib menyerahkan jaminan sebesar tagihan kepada negara, kecuali:

        a.  barang impor belum dikeluarkan dari kawasan pabean sampai dengan
            keberatan mendapat keputusan, sepanjang terhadap importasi barang
            tersebut belum diterbitkan SPPB;

        b.  tagihan telah dilunasi; atau

        c.  penetapan Pejabat tidak menimbulkan kekurangan pembayaran.

    (4) Tatakerja pengeluaran barang impor untuk dipakai oleh orang yang
        mengajukan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
        sesuai ketentuan dalam Lampiran VI yang tidak terpisahkan dari Peraturan
        Direktur Jenderal ini.

6.  Ketentuan Pasal 25 ayat (1) diubah dan setelah ayat (2) ditambah 1 (satu) ayat yakni
    ayat (3) sehingga Pasal 25 berbunyi sebagai berikut:

            Pasal 25

    (1) Importir dapat menyampaikan pemberitahuan pendahuluan dengan
        mengajukan PIB sebelum penyerahan Inward Manifest, dengan ketentuan
        sebagai berikut:

        a.  Bagi Importir MITA Prioritas tanpa harus mengajukan permohonan;
            atau

        b.  Bagi importir lainnya setelah mendapatkan persetujuan Kepala Kantor
            Pabean atau Pejabat yang ditunjuk.

    (2) Penyampaian PIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan menurut
        ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Direktur Jenderal
        ini.

    (3) Terhadap penyampaian pemberitahuan pendahuluan oleh Importir MITA
        Prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Importir MITA Prioritas
        tersebut wajib menyerahkan rekapitulasi PIB dalam bentuk softcopy paling
        lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya kepada client coordinator, sesuai
        dengan format yang ditetapkan dalam Lampiran VIII yang tidak terpisahkan
        dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

7.  Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

            Pasal 32

    Tata kerja penyelesaian barang impor untuk dipakai dengan PIB yang disampaikan
    melalui sistem PDE Kepabeanan atau menggunakan media penyimpan data elektronik
    berdasarkan:

    a.  Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003 tentang
        Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana
        telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
        P-06/BC/2007; dan

    b.  Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-21/BC/2007 tentang
        Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor pada Kantor
        Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok sebagaimana telah diubah
        dengan peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-25/BC/2007, tetap
        berlaku sampai dengan tanggal sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII
        yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

8.  Mengubah Lampiran I peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008
    sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan
    dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

9.  Mengubah Lampiran II peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
    P-42/BC/2008 sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang
    tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

10. Mengubah Lampiran III peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor
    P-42/BC/2008 sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang
    tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

11. Mengubah Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008
    sehingga menjadi sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang tidak terpisahkan
    dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

12. Menambahkan lampiran baru, sebagai lampiran VI, Lampiran VII, dan Lampiran VIII
    Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-42/BC/2008 sebagaimana
    ditetapkan dalam lampiran V, Lampiran VI, dan Lampiran VII yang tidak terpisahkan
    dari Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini.

            Pasal II

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.



Ditetapkan di   :   Jakarta
Pada tanggal    :   30 Maret 2009

Direktur Jenderal,
ttd,

Anwar Suprijadi
NIP 120050332
peraturan/perdbc/08bc2009.txt · Last modified: by 127.0.0.1