User Tools

Site Tools


peraturan:perda:9tahun1998
           PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
                           NOMOR 9 TAHUN 1998

                             TENTANG

                       PAJAK HOTEL DAN RESTORAN

                            DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

                    GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA,

Menimbang :

a.  bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1996 telah 
    ditetapkan ketentuan tentang Pajak Pembangunan 1 di Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 
b.  bahwa untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna pemungutan Pajak Pembangunan 1 di 
    Daerah Khusus Ibukota Jakarta ketentuan dalam Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta 
    Nomor 5 Tahun 1996 perlu dilakukan penyesuaian dengan berpedoman kepada Undang-Undang 
    Nomor 18 TAHUN 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan mengubah nomenklatur Pajak 
    Pembangunan 1 menjadi Pajak Hotel dan Restoran; 
c.  bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan b perlu menetapkan ketentuan tentang 
    Pajak Hotel dan Restoran dengan Peraturan Daerah. 

Mengingat :

1.  Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah (Lembaran Negara 
    Tahun 1974 nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037); 
2.  Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 nomor 
    78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427); 
3.  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota negara 
    Republik Indonesia Jakarta (Lembaran Negara Tahun 1990 nomor 84, Tambahan Lembaran Negara 
    Nomor 3430); 
4.  Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 1997 tentang Badan penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara 
    Tahun 1997 nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684); 
5.  Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara 
    Tahun 1997 nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685); 
6.  Undang-Undang Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran 
    Negara Tahun 1997 nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686); 
7.  Peraturan Pemerintah Nomor 19 TAHUN 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 
    nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3691); 
8.  Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan 
    Peraturan Daerah Perubahan; 
9.  Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak 
    Daerah; 
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan 
    Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; 
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 TAHUN 1997 tentang Tata Cara Pemerikasaan dibidang 
    Pajak Daerah; 
12. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 1986 tentang Penyidik Pegawai 
    Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 
13. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 9 Tahun 1995 tentang Organisasi dan Tata 
    Kerja Dinas Pendapatan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 
14. Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 12 Tahun 1997 tentang Usaha Pariwisata di 
    Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 

                     Dengan persetujuan
                DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI
                  DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN.


                         BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a.  Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 
b.  Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 
c.  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Khusus Ibukota
    Jakarta; 
d.  Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan daerah sesuai dengan 
    peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
e.  Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 
f.  Kantor kas Daerah adalah Kantor Kas Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta; 
g.  Bank adalah Bank Pembangunan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang selanjutnya disebut 
    Bank DKI atau Bank lain yang ditunjuk; 
h.  Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, 
    perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, 
    persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, lembaga, dana 
    pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya; 
i.  Pengusaha hotel dan Restoran adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun dalam 
    lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, melakukan usaha dibidang jasa penginapan dan atau 
    rumah makan; 
j.  Pajak Hotel dan restoran yang selanjutnya disebut pajak adalah pajak atas pelayanan hotel dan 
    restoran; 
k.  Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, 
    memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran termasuk bagunan lainnya yang 
    menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran; 
l.  Rumah Penginapan adalah semua penginapan dalam bentuk klasifikasi apapun beserta fasilitasnya 
    yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk umum; 
m.  Restoran atau rumah makan adalah tampat menyantap makanan atau minuman yang disediakan 
    dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau katering; 
n.  Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas penyerahan 
    barang atau pelayanan sebagai pembayaran kepada pemilik hotel dan atau rumah makan; 
o.  Bon Penjualan (Bill) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pemungutan pajak, yang 
    dibuat oleh Wajib Pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakai kamar atau tempat 
    penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya, makanan dan atau minuman kepada subjek pajak; 
p.  Surat Pemberiahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan 
    oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut 
    peraturan Daerah ini; 
q.  Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib 
    Pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kantor Kas Daerah atau 
    tempat lain yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah; 
r.  Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat keputusan yang 
    menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang; 
s.  Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat 
    keputusan yang menentukan besarnya jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok 
    pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar; 
t.  Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjunya disingkat SKPDKBT adalah 
    surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan; 
u.  Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan 
    yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak yang telah diayar 
    lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang; 
v.  Surat Ketetapan pajak Daerah nihil yang yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat keputusan 
    yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak 
    tidak terutang, dan tidak ada kredit pajak; 
w.  Suarat Tagiahan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat ketetapan untuk 
    melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda dan tidak ada 
    kredit pajak; 
x.  Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan 
    hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Daerah ini, yang terdapat dalam SKPD, 
    SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN, atau STPD; 
y.  Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKPD, SKPDKB, 
    SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh Pihak Ketiga yang 
    diajukan oleh Wajib Pajak; 
z.  Putusan Banding adalah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak atas banding terhadap Surat 
    Keputusan Keberatan yang diajukan oleh wajib pajak; 
aa. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data, 
    dan informasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya, 
    serta harga jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dan menyusun 
    laporan keuangan berupa neraca dan perhitunga rugi laba, pada setiap Tahun Pajak berakhir; 
bb. Pemerikasaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan 
    atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan 
    daerah ini; 
cc. Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan 
    oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta 
    mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan yang 
    terjadi, serta menemukan tersangkanya; 


                        BAB II
                     NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK

                        Pasal 2

Dengan nama Pajak Hotel dan Restoran dipungut pajak atas pembayaran pelayanan di Hotel dan Restoran.


                        Pasal 3

1.  Objek Pajak Hotel dan Restoran adalah pelayanan yang disediakan dengan pembayaran di hotel dan 
    atau restoran : 
    a.  fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek; 
    b.  pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan atau tinggal jangka pendek 
        yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan; 
    c.  fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu hotel, bukan untuk umum; 
    d.  jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan dihotel; 
    e.  penjualan makanan dan atau minuman ditempat yang disertai fasilitas penyantapannya. 

2.  Dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah : 
    a.  penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal lainnya yang tidak 
        menyatu dengan hotel; 
    b.  pelayanan tinggal di asrama atau pondok pesantren; 
    c.  fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang dipergunakan oleh bukan tamu 
        hotel dengan pembayaran; 
    d.  pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh umum dihotel; 
    e.  pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan dapat dimanfaatkan oleh 
        umum; 
    f.  pelayanan usaha jasa boga/katering; 
    g.  pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredaran usahanya tidak 
        melebihi Rp 30.000.000.00. (tga puluh juta) pertahun. 


                        Pasal 4

1.  Subjek Pajak Hotel dan Restoran adalah pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran atas 
    pelayanan hotel dan atau restoran. 
2.  Wajib Pajak Hotel dan Restoran adalah pegusaha hotel dan restoran. 


                        BAB III
                  DASAR PENGENAAN, TARIF, DAN CARA 
                     PENGHITUNGAN PAJAK 

                        Pasal 5

Dasar pengenaan Pajak Hotel dan Restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel dan atau 
restoran.


                        Pasal 6

Tarif Pajak Hotel dan restoran ditetapkan 10% (sepuluh persen).


                        Pasal 7

Besarnya Pajak Hotel dan Restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pejak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.


                        BAB IV
                          PENGUKUHAN WAJIB PAJAK

                        Pasal 8

1.  Wajib Pajak wajib mendaftarkan usahanya kepada Dinas Pendapatan Daerah dalam jangka waktu 
    selambat-lambatnya 30 (triga puluh) hari sebelum dimulainya kegiatan usaha untuk dikukuhkan dan 
    diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah. 
2.  Apabila Wajib Pajak tidak mendaftarkan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, 
    Kepala Dinas Pendapatan Daerah menetapkan secara jabatan. 
3.  Tata cara pendaftaran dan pengkuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, ditetapkan oleh 
    Gubernur Kepala Daerah. 


                        BAB V
                MASA PAJAK DAN SAAT TERUTANG PAJAK


                        Pasal 9

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau ditentukan lain oleh 
pejabat.


                        Pasal 10

Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pembayaran atau pelayanan di Hotel dan Restoran.


                        BAB VI
                    WILAYAH PEMUNGUTAN 

                        Pasal 11

Wilayah Pemungutan adalah Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.


                        BAB VII
                SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH

                        Pasal 12

1.  Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD kecuali ditetapkan lain oleh Gubernur Kepala Daerah. 
2.  SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ini harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta 
    ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya. 
3.  SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah 
    selambat-lambatnya 15 (lima beas) hari setelah berakhirnya masa pajak. 
4.  Bentuk isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh kepala Daerah. 


                        Pasal 13

Dalam hal pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, maka harga jual atau penggantian dihitung atas 
dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel, atau pada saat pembelian makanan atau 
minuman.


                        Pasal 15

1.  Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Gubernur kepala Daerah dapat 
    menerbitkan : 
    a.  SKPDKB apabila : 
        1.  berdasarkan hasil pemerikasaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau 
            kurang di bayar; 
        2.  SPTPD tidak disampaikan kepada Gubernur Kepala Daerah dalam jangka waktu 
            tertentu dan setelah ditegur secara tertulis; 
        3.  kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, wajib pajak terutang dihitung secara 
            jabatan. 
    b.  SKPDKBT apabila ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang 
        menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. 
    c.  SKPDN apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah pajak yang dibayar 
        atau pajak tidak terutang. 

2.  Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a 
    angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari 
    pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak 
    saat terutangnya pajak. 

3.  Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 
    b dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan pajak 
    tersebut. 

4.  Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, tidak dikenakan apabila Wajib pajak 
    melaporkan diri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. 

5.  Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) 
    dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak ditambah sanksi 
    administrsi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar 
    untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. 


                        Pasal 16

1.  Gubernur Kepala Daerah dapat menerbikan STPD apabila : 
    a.  Pajak Hotel dan Restoran dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; 
    b.  Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan 
        atau salah hitung; 
    c.  Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. 
2.  Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a 
    dan huruf b, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan 
    untuk paling lama 15 (lima belas) sejak saat terutangnya pajak. 
3.  Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi 
    adminstrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan, dan ditagih melaui STPD. 


                        Pasal 17

Bentuk, isi, tata cara penerbitan dan penyampaian laporan realisasi SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, 
SKPDLB, SKPDN, dan STPD ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.


                        BAB XI
                TATA CARA PEMUNGUTAN, PEMBAYARAN 
                         DAN PENAGIHAN

                        Pasal 18

Pungutan Pajak Hotel dan Restoran tidak dapat diborongkan.


                        Pasal 19

1.  Pajak yang terutang harus dilunasi selambat-lambatnya pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya 
    dari Masa Pajak yang terutang setelah berakhirnya Masa Pajak. 
2.  Pembayaran dilakukan di Kantor Kas Daerah atau Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Gubernur 
    Kepala Daerah. 
3.  Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran pada hari libur, maka pembayaran dilakukan pada hari kerja 
    berikutnya. 
4.  Gubernur Kepala Daerah atas permohonan Wajib Pajak setelah memenuhi persyaratan yang 
    ditentukan, dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur atau menunda 
    pembayaran pajak, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan. 


                        Pasal 20

1.  SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan 
    putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi 
    dengan jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. 
2.  Tata cara pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran pajak ditetapkan oleh Gubernur 
    Kepala Daerah. 


                        Pasal 21

Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) Peraturan Daerah ini, jumlah 
pajak yang terutang berdasarkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat 
Keputusan Keberatan, dan putusan banding dapat ditagih seketika dan sekaligus apaila :
a.  Wajib Pajak akan meninggalkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk selama-lamanya atau berniat 
    untuk itu; 
b.  Wajib Pajak akan menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaannya, atau 
    pekerjaan yang dilakukannya di Daerah Khusus Ibukota Jakarta ataupun memindahtangankan barang 
    bergerak atau barang tidak bergerak yang dimikinya atau dikuasainya; 
c.  pembubaran badan atau niat untuk membubarkannya dan pernyatan pailit; 
d.  terjadi penyitaan atas barang bergerak oleh Pihak Ketiga. 


                        Pasal 22

1.  Pajak terutang berdasarkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat 
    Keputusan Keberatan, dan putusan banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada 
    waktunya, dapat ditagih dengan Surat Paksa. 
2.  Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang 
    berlaku. 


                        Pasal 23

1.  Dalam menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan Peraturan Daerah ini, Wajib 
    Pajak dapat diwakili; 
    a.  Badan oleh Pengurus atau kuasanya; 
    b.  Badan dalam pembubaran atau pailit oleh orang atau badan yang dibebani untuk melakukan 
        pemberesan (likuidasi); 
    c.  suatu warisan yang belum terbagi, oleh salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau yang 
        mengurus harta peninggalannya; 
    d.  anak yang belum dewasa atau orang yang berada dibawah pengampuan oleh wali pengampu. 

2.  Wakil Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini bertanggung jawab secara pribadi, 
    dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak yang terutang, kecuali apabila dapat 
    membuktikan dan meyakinkan Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk, bahwa merekan 
    dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak terutang 
    tersebut. 

3.  Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa, dengan surat kuasa khusus untuk 
    menjalankan hak dan memenuhi kewajiban menurut Peraturan Daerah ini. 


                         BAB X
                    KEBERATAN DAN BANDING

                        Pasal 24

1.  Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Gubernur kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk 
    atas suatu : 
    a.    SKPD; 
    b.    SKPDKB; 
    c.    SKPDKBT; 
    d.    SKPDLB; 
    e.    SKPDN; 
2.  Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. 
3.  Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara jabatan, Wajib Pajak 
    harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. 
4.  Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka 
    waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. 
5.  Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3) dan ayat (4) 
    pasal ini tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. 
6.  Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak 
    sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 

                        Pasal 25

1.  Gubernur Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal Surat Keberatan 
    diterima, harus memberi suatu keputusan atas keberatan yang diajukan. 
2.  Keputusan Gubernur Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau 
    sebagian, menolak, menambah besarnya pajak yang terutang. 
3.  Apabila jangka waktu yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini telah lewat dan Gubernur 
    Kepala Daerah tidak memberi keputusan, Keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. 


                        Pasal 26

1.  Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Badan Penyelesaian Sengketa 
    Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. 
2.  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diajukan secara tertulis dalam Bahasa 
    Indonesia, dengan alasan yang jelas, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, 
    dilampiri salinan dari surat keputusan tersebut. 
3.  Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan 
    penagihan pajak. 


                        Pasal 27

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan 
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk 
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.


                        BAB XI
                PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN 
                    KETETAPAN, DAN PENGHAPUSAN ATAU 
                    PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI

                        Pasal 28

1.  Gubernur Kepala Daerah karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan 
    SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan 
    hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Daerah ini. 
2.  Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat : 
    a.  mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda,dan kenaikan pajak 
        yang terutang menurut Peraturan Daerah ini, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena 
        kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; 
    b.  mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar. 
3.  Tata Cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan pengurangan atau pembatalan 
    ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, ditetapkan oleh Gubernur Kepala 
    Daerah. 


                        BAB XII
                PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

                        Pasal 29

1.  Atas kelebihan pembayaran pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada 
    Gubernur Kepala Daerah secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya : 
    a.  Nama dan Alamat Wajib Pajak; 
    b.  Masa Pajak; 
    c.  Besarnya kelebihan pembayaran pajak; 
    d.  Alasan yang jelas. 
2.  Gubernur Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya permohonan 
    kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, harus memberikan 
    keputusan. 
3.  Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini telah dilampaui dan Gubernur 
    Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran pajak 
    dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. 
4.  Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak daerah lainnya, kelebihan pembayaran pajak 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih 
    dahulu utang pajak daerah tersebut. 
5.  Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan 
    dalam jangka waktu paling lama 2 bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. 
6.  Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) 
    bulan, Gubernur Kepala Daerah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas 
    keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak. 


                        Pasal 30

1.  Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 
    (1) harus diajukan kepada Gubernur Kepala Daerah dengan melampirkan : 
    a.  STPD untuk Masa Pajak yang bersangkutan; 
    b.  Perhitungan pajak yang seharusnya dibayar; 
    c.  Bukti pembayaran pajak. 
2.  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini diajukan selambat-lambatnya 6 bulan 
    setelah akhir tahun pajak. 
3.  Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk segera mengadakan penelitian atau pemeriksaan 
    terhadap : 
    a.  kebenaran kelebihan pembayaran pajak yang diajukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud 
        pada ayat (1) pasal ini; 
    b.  pemenuhan kewajiban pembayaran pajak Daerah lainnya. 


                        BAB XIII
                          KEDALUWARSA PENAGIHAN

                        Pasal 31

1.  Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 tahun 
    terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib pajak melakukan tindak pidana 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 Peraturan Daerah ini. 
2.  Kedaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini tertangguh, apabila : 
    a.  diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau : 
    b.  ada pengakuan utang pajak dari Wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung. 


                        BAB XIV
                        PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK

                        Pasal 32

1.  Piutang Pajak yang sudah kedaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 dapat dilakukan 
    penghapusan. 
2.  Penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, berdasarkan permohonan 
    pengahapusan piutang pajak dari Dinas Pendapatan Daerah. 
3.  Permohonan penghapusan piutang Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, sekurang-
    kurangnya memuat : 
    a.  nama dan alamat Wajib Pajak; 
    b.  jumlah piutang pajak; 
    c.  tahun pajak. 
4.  Permohonan penghapusan piutang pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, harus 
    dilampirkan : 
    a.  bukti salinan/tindasan SKPDKB, SKPDKBT; 
    b.  Surat Keterangan dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah, bahwa piutang pajak tersebut tidak 
        dapat ditagih lagi; 
    c.  daftar piutang pajak yang tidak tertagih. 
5.  Berdasarkan permohonan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, Gubernur 
    Kepala Daerah menetapkan penghapusan piutang pajak, dengan terlebih dahulu mendapat 
    pertimbangan dari tim yang dibentuk oleh Gubernur Kepala Daerah. 
6.  Pelaksanaan lebih lanjut penghapusan piutang pajak ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.


                        BAB XV
                       PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN

                        Pasal 33

1.  Wajib Pajak dengan peredaran usaha Rp 300.000.000.00 (tiga ratus juta rupiah) pertahun ke atas 
    wajib menyelenggarakan pembukuan, yang menyajikan keterangan yang cukup untuk menghitung 
    harga perolehan, harga jual dan harga penggantian, dari pemakai kamar hotel beserta fasiltas 
    penunjangnya dan penujualan makan dan atau minuman. 
2.  Bagi Wajib Pajak yang tidak diwajibkan membuat pembukuan, tetap diwajibkan menyelenggarakan 
    pencatatan nilai peredaran usaha secara teratur, yang menjadi dasar pengenaan pajak. 
3.  Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini di selenggarakan dengan sebaik-baiknya 
    yang mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya. 
4.  Pembukuan atau pencatatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan usaha atau perusahaan 
    dari Wajib Pajak harus disimpan selama 5 (lima) tahun. 
5.  Tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini ditetapkan oleh Gubernur Kepala 
    Daerah atau Pejabat yang ditunjuk. 


                        Pasal 34

1.  Setiap Wajib Pajak wajib menggunakan bon penjualan (bill), kecuali ditetapkan lain oleh Gubernur 
    Kepala Daerah. 
2.  Bon Penjualan atau (Bill) harus diserahkan kepada Subjek Pajak sebagai bukti pemungutan pada saat 
    Wajib Pajak mengajukan jumlah yang harus dibayar oleh Subjek Pajak. 
3.  Bagi Wajib Pajak yang wajib menggunakan bon penjualan (bill), tetapi tidak menggunakan bon 
    penjualan (bill) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) perbulan dari 
    dasar pegenaan pajak. 
4.  Dalam bon penjualan (bill) sekurang-kurangnya harus mencantumkan : 
    a.  catatan tentang pemakaiaan kamar atau tempat penginapan berserta fasilitas penunjangnya 
        dan atau; 
    b.  penyerahan pesanan makanan dan atau minuman, termasuk pula tambahannya. 
5.  Tata cara penggunaan bon penjualan (bill) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini, 
    ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah. 


                        Pasal 35

1.  Wajib Pajak melegalisasi bon penjualan (bill) kepada Dinas Pendapatan Daerah, kecuali ditetapkan lain 
    oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah. 
2.  Bagi Wajib Pajak yang dikecualikan melegalisasi bon penjualan (bill), wajib mengajukan permohonan 
    secara tertulis kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah. 
3.  Bagi Wajib pajak yang wajib melegalisasi Bon Penjualan (Bill) tetapi menggunakan Bon Penjualan (Bill) 
    yang tidak dilegalisasi dikenakan kenaikan sebesar 2% (dua prsen) perbulan dari dasar pengenaan 
    pajak. 


                        Pasal 36

1.  Gubernur Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban 
    perpajak Daerah, dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah ini. 

2.  Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Tanda Pengenal Pemeriksa 
    dan Surat Perintah Pemeriksaan serta harus memperlihatkan kepada wajib Pajak yang diperiksa. 

3.  Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya wajib : 
    a.  memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan serta, dokumen yang menjadi 
        dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan pajak terutang; 
    b.  memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu, dan 
        memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; 
    c.  memberikan keterangan yang diperlukan secara benar lengkap dan jelas; 
    d.  memenuhi ketentuan lainnya yang ditetapkan Gubernur Kepala Daerah. 

4.  Dalam hal wajib pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini, 
    pajak terutang di tetapkan secara jabatan. 

5.  Apabila dalam pengungkapan pembukuan, pencatatan atau dokumen serta memberikan keterangan 
    yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan maka kewajiban untuk 
    merahasiakan ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (2) pasal ini. 


                        Pasal 37

Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk dapat melakukan penyegelan tempat atau ruangan 
tertentu, apabila :
a.  Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) Peraturan 
    Daerah ini; 
b.  Wajib Pajak memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau di palsukan. 


                        Pasal 38

Tata cara pemeriksaan pembukuan, penetapan pajak secara jabatan dan penyegelan dalam rangka 
pemeriksaan ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.


                        BAB XVI
                       KETENTUAN PIDANA

                        Pasal 39

1.  Wajib pajak yang Karena Kealpaanya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah atau 
    mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar 
    sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana kurungan paling lama satu tahun dan denda 
    paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. 
2.  Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah atau 
    mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar 
    sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana pejara paling lama 2 (dua) tahun dan atau 
    denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. 


                        Pasal 40

Tidak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 39 tidak dapat dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 
tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.


                        BAB XVI
                             PENYIDIKAN 

                        Pasal 41

1.  Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintahan Daerah diberi wewenang khusus 
    sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah sebagaimana 
    dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 

2.  Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah : 
    a.  menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan 
        tindak pidana dibidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi 
        lebih lengkap dan jelas; 
    b.  meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang 
        kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana; 
    c.  meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan 
        tindak pidana; 
    d.  memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak 
        pidana; 
    e.  melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan 
        dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti lainnya tersebut; 
    f.  meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana; 
    g.  menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat 
        pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa 
        sebagaimana dimaksud pada huruf e; 
    h.  memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana; 
    i.  memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau sanksi; 
    j.  menghentikan penyidikan; 
    k.  melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana menurut 
        hukum yang dapat dipertanggung jawabkan;

3.  Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan 
    menyampaikan hasil penyidikan kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam 
    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. 


                              BAB XVIII
                     KETENTUAN PERALIHAN

                        Pasal 42

1.  Terhadap Pajak Pembangunan yang turutang dalam Masa Pajak yang berakhir sebelum berlakunya 
    ketentuan Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pajak 
    Pembangunan I. 
2.  Selama peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah ini belum dikeluarkan, maka peraturan pelaksanaan 
    yang ada tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini. 


                        BAB XXII
                        KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 43

Hal-hal yang merupakan pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.


                        Pasal 44

1.  Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Daerah Khusus Ibukota Jakarta 
    Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pajak Pembangunan I (lembaran Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 
    1996 Nomor 84 Seri A Nomor 1), dinyatakan tidak berlaku lagi. 
2.  Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan 
penempatannya dalam Lembaran Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
 



                                Di tetapkan di Jakarta
                                Pada tanggal 20 Juli 1998
                                GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS
                                IBUKOTA JAKARTA,

                                ttd

                                SUTIYOSO

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
DAERAH DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA
KETUA,

ttd

H. EDY WALUYO, S.IP


Disahkan oleh menteri Dalam Negeri dengan
Surat keputusan Nomor 937.31-962 Tanggal
26 Oktober 1998.

Diundangkan dalam Lembaran Daerah Khusus
Ibukota Jakarta Nomor 29 TAHUN 1998 Seri A
Nomor 6 Tanggal 9 November 1998.

SEKERTARIS WILAYAH/DAERAH KHUSUS
IBUKOTA JAKARTA

ttd

IR. FAUZI BOWO
NIP. 470044314





                          PENJELASAN
                               ATAS

            PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
                           NOMOR 9 TAHUN 1998

                             TENTANG

                       PAJAK HOTEL DAN RESTORAN

 
I.  PENJELASAN UMUM 

    Peraturan Daerah ini merupakan pengaturan kembali dan sebagai pengganti Peraturan Daerah Daerah 
    Khusus Ibukota Jakarta Nomor 5 Tahun 1996 tentang Pajak Pembangunan l.

    Pengaturan kembali pemungutan Pajak Pembangunan l dalam Peraturan Daerah ini selain 
    dimaksudkan untuk lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor Pajak Daerah 
    Khususnya Pajak Daerah Pembangunan I yang merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah 
    untuk membiayai kegiatan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan juga untuk menyesuaikan 
    dengan Undang-Undang Nomor 18 tahun 97 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan 
    Pemerintah Nomor 18 TAHUN 1997 tentang Pajak Daerah dan serta mengubah nomunklatur Pajak 
    Pembangunan Pajak Pembangunan I menjadi pajak Hotel dan Restoran.

    Dalam peraturan Daerah ini diatur ketentuan tentang kewajiban pembayaran Pajak Hotel dan 
    Restoran untuk rumah penginapan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar 15 (lima belas) atau 
    lebih dan menyediakan fasilitas seperti rumah penginapan, disamping itu sesuai dengan Undang-
    Undang Nomor 18 TAHUN 1997 dalam Peraturan Daerah ini tidak diatur lagi pelayanan jasa boga/
    katering sebagai objek pajak.

    Sehubungan dengan hal tersebut diatas dan untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna 
    dalam pemungutan Pajak Hotel dan Restoran diwilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka 
    Peraturan Daerah ini mengatur antara lain dasar pengenaan, penetapan tarif pajak hotel dan restoran 
    serta subjek dan objek Pajak Hotel dan Restoran dengan ketetuan lain yang berlaku dalam 
    penyelenggaraan pemungutan Pajak Daerah sebagaimana diataur dalam Undang-Undang Nomor 18 
    Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 TAHUN 1997.


II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL 

    Pasal 1

        huruf a s.d m 

            Cukup jelas

        huruf n

            Pembayaran adalah jumlah uang seharusnya dibayarkan Subjek Pajak kepada Wajib 
            Pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang 
            seharusnya diminta Wajib Pajak sebagai penukaran atas pembelian makanan dan 
            atau minuman, dan atau pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang 
            termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga dilakukan berkaitan 
            dengan usaha hotel dan atau restoran, kecuali pajak yang dipungut menurut 
            Peraturan Daerah ini.

            Contoh pembayaran disini adalah :
            Seseorang menginap dihotel X  
            Untuk pembelian Makanan dan minuman         Rp.    500.000,00
            Untuk jasa sewa kamar               Rp. 2.500.000,00
            Untuk jasa binatu               Rp.    200.000,00 
            Untuk jasa telepon              Rp.    100.000,00
                                    --------------------
            Jumlah                      Rp. 3.300.000,00
            Servis charge 10%               Rp.    330.000,00
                                    --------------------
            Jumlah Pembayaran               Rp. 3.630.000,00 
            Pajak Hotel & Restoran
            10 % (sepuluh Persen)               Rp.    363.000,00
                                    --------------------
            jumlah yang haus dibayar            Rp. 3.993.000,00

            Pembayaran yang dimaksud adalah pemabayaran sebelum dikenakan Pajak Hotel 
            dan Restoran yaitu sebesar Rp. 3.630.000,00.

        huruf o s.d ab

            Cukup jelas.

    Pasal 2

        Cukup jelas.

    Pasal 3 

        ayat (1) 

            huruf a

                Fasilitas penginapan/fasilitas tinggal jangka pendek, antara lain, gubug 
                pariwisata, pesanggrahan (hostel), losmen dan rumah penginapan dan 
                sejenisnya. Dalam pengertian rumah penginapan termasuk rumah kos 
                dengan jumlah kamar 15 (lima belas) atau lebih yang menyediakan fasilitas 
                seperti rumah penginapan.

            huruf b

                Pelayanan penunjang, antara lain telepon, faksimili, teleks, fotokopi, 
                pelayanan cuci setrika, taksi dan pengangkutan lainnya, yang disediakan 
                atau dikelola hotel termasuk makanan dan minuman.

            huruf c

                Fasilitas olah raga dan hiburan, antara lain pusat kebugaran (fitnes center, 
                kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotek yang disediakan atau 
                dikelola hotel dan sejenisnya.

            huruf d

                Cukup jelas.

            huruf e

                Contoh Rumah Makan X menyediakan tempat penyantapan dan memberikan 
                pelayanan ditempat dan dibawa pulang (take away).

                Pengertian pasal 3 ayat (1) huruf e ini termasuk pula pelayanan dan 
                pemakaian ruangan untuk kegiatan acara pertemuan atau pesta.

        ayat (2)

            huruf a

                Apartemen dan atau fasilitas tempat tinggal yang tidak menyatu dengan hotel 
                yang bukan objek Pajak Hotel dan Restoran adalah yang benar-benar 
                digunakan untuk fasilitas tinggal jangka panjang.

                Dalam hal Apartemen atau faslitas tempat tinggal tersebut digunakan sebagai 
                fasilitas tinggal jangka pendek seperti layaknya hotel atau tempat penginapan 
                maka Apartemen atau fasilitas tempat tinggal tersebut adalah objek Pajak 
                Hotel dan Restoran.

            huruf d s.d e

                Cukup jelas.

            huruf f

                Termasuk dalam pengertian ini yaitu pelayanan usaha jasa boga/katering 
                yang dilakukan oleh hotel atau rumah penginapan hanya untuk pelayanan 
                keperluan diluar hotel dengan syarat usaha jasa boga/katering tersebut 
                termasuk dalam izin usaha yang diberikan untuk hotel atau rumah 
                penginapan tersebut.

                Pelayanan usaha jasa boga/katering untuk keperluan kegiatan atau acara 
                yang diselenggarakan dilingkungan Hotel adalah Objek Pajak.

            huruf g

                Cukup jelas.

    Pasal 4 s.d 13

        Cukup jelas.

    Pasal 14

        Contoh hubungan istimewa dalam pasal ini adalah apabila orang pribadi atau badan dengan 
        pengusaha hotel dan atau restoran, baik langsung maupun tidak lansung berada dibawah 
        pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang sama.

    Pasal 15 

        ayat (1)

            Cukup jelas.

            huruf a 

                angka 1)

                    Contoh :
                    Wajib Pajak " A " menyampikan SPTPD untuk masa Januari s.d 
                    Desember 1998. Dalam Janka waktu 5 (lima) tahun, ternyata dari 
                    hasil pemeriksaan SPTPD yang disampaikan tidak benar yang 
                    menyebabkan pajak terutang kurang dibayar. Atas pajak terutang 
                    yang kurang bayar tersebut, Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat 
                    yang ditunjuk dapat menerbitkan SKPDKB ditambah dengan sanksi 
                    administrasi.

                angka 2)

                    Contoh :
                    Wajib Pajak " B " tidak menyampikan SPTPD untuk masa pajak 
                    Januari 1998. Setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu juga 
                    belum menyampaikan SPTPD, maka dalam jangka waktu 5 (lima) 
                    tahun Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dapat 
                    menerbitkan SKPDKB atas pajak yang terutang.

                angka 3)

                    Yang dimaksud dengan perhitungan pajak secara jabatan adalah 
                    penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Gubernur 
                    Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk, berdasarkan data yang 
                    ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Kepala Dinas Pendapatan 
                    Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

            huruf b

                Terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan SKPDKB, apabila dalam jangka 
                waktu 5 (lima) tahun sesudah pajak terutang ditemukan data yang baru atau 
                data yang semula belum terungkap sehingga menyebabkan penambahan 
                jumlah pajak yang terutang maka Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau 
                Pejabat yang ditunjuk dan menerbitkan SKPDKBT.

            huruf c

                SKPDN dapat diterbitkan oleh Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang 
                ditunjuk apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak 
                menunjukan bahwa jumlah pajak yang terutang untuk masa pajak atau tahun 
                pajak sama besar dengan jumlah pajak yang disetor.

        ayat (2)

            Cukup jelas.

        ayat (3)

            Contoh :
            Wajib Pajak " C " telah dilakukan pemeriksaan untuk masa Pajak Januari s.d 
            Desember 1998 dan telah ditebitkan SKPDKB dengan pokok pajak terutang diluar
            sanksi administrasi adalah sebesar Rp 10.000.000,00. Pada bulan April 1999 
            ditemukan data yang baru yang menunjukan pada pokok pajak yang terutang untuk 
            masa Januari s.d Desember 1998 adalah sebesar Rp 15.000.000,00.

            Maka terhadap Wajib Pajak " C " diterbitkan SKPDKBT untuk masa Januari s.d 
            Desember 1998 dengan jumlah sebagai berikut :
            -   Pokok pajak terutang                Rp 15.000.000,00 
            -   Pokok pajak dengan SKPDKB           Rp 10.000.000,00 
                                        --------------------
            -   Pokok pajak kurang dihitung             Rp  5.000.000,00 
            -   Sanksi kenaikan :
                100% X Rp 5.000.000,00 =            Rp  5.000.000,00 
                                        --------------------
            -   Jumlah pajak yang harus dibayar sesuai 
                dengan SKPDKBT adalah           Rp 10.000.000,00 

        ayat (4)

            Sanksi adminstrasi berupa kenaikan tidak dikenakan, apabila Wajib Pajak dengan 
            kesadaranya sendiri melaporkan data baru atau data yang semula belum terungkap 
            tersebut sebelum diadakan tindakan pemeriksaan.

        ayat (5)

            Contoh :

            1.  Wajib Pajak " XYZ " tidak melaksanakan kewajiban mengisi dan 
                menyampaikan SPTPD untuk satu masa pajak yaitu Januari 1998, dan 
                berdasarkan data yang ada Wajib Pajak tidak melakukan penyetoran untuk 
                masa pajak tersebut. Kondisi tersebut baru diketahui pada awal Desember 
                1998, dan berdasarkan data yang ada pada Kepala Dinas Pendapatan Daerah 
                atau pejabat yang ditunjuk diketahui bahwa rata-rata peredaran usaha untuk 
                satu masa pajak adalah sebesar Rp 100.000.000,00. Jumlah peredaran usaha 
                tersebut dapat dijadikan dasar yang wajar untuk menetapkan pajak yang 
                terutang untuk masa Januari 1998 yaitu sebesar Rp 10.000.000,00

                Jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak " XYZ " untuk masa 
                Januari 1998 adalah sebesar : 
                -   Pokok pajak terutang            Rp 10.000.000,00
                -   Pokok pajak disetor                       nihil 
                                        ---------------------
                -   Pokok pajak kurang bayar        Rp 10.000.000,00 
                -   Sanksi kenaikan 
                    25% x Rp 10.000.000,00 =        Rp   2.500.000,00 
                -   Sanksi bunga untuk masa 
                    Januari s.d Desember : 
                    2% x 12 bulan x Rp 10.000.000,00 =  Rp   2.400.000,00 
                                        ---------------------
                -   Jumlah pajak yang disetor =         Rp 14.900.000,00 

            2.  Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban mengisi dan melaporkan 
                SPTPD seperti contoh Nomor 1 tersebut diatas, tetapi Wajib Pajak Wajib 
                Pajak melakukan penyetoran pajak untuk masa Januari 1998 tersebut 
                misalnya sebesar Rp 8.500.000,00 maka jumlah pajak yang harus dibayar 
                untuk masa Januari 1998 adalah sebagai berikut : 
                -   Pokok Pajak terutang            Rp 10.000.000,00 
                -   Pokok Pajak telah disetor       Rp   8.500.000,00 
                                        --------------------
                -   Pokok pajak kurang bayar        Rp   1.500.000,00 
                -   Sanksi kenaikan 
                    25% x Rp 10.000.000,00 =        Rp   2.500.000,00 
                -   Sanksi bunga untuk masa 
                    Januari s.d Desember
                    2% x 12 x Rp 1.500.000,00 =         Rp      360.000,00 
                                        ---------------------
                -   Jumlah pajak yang harus disetor     Rp   4.360.000,00 

    Pasal 16 

        ayat (1)

            Cukup jelas.

        ayat (2)

            Contoh :
            Wajib Pajak " P " telah menyampikan SPTPD untuk masa Januari 1998, oleh Dinas 
            Pendapatan Daerah dilakukan penelitian pada awal Desember 1999, ternyata terdapat 
            kesalahan hitung sehingga misalnya terdapat kekurangan bayar atas pokok pajak 
            sebesar Rp 100.000,00 maka STPD diterbitkan dengan jumlah kekurangan bayar 
            yang harus disetor Wajib Pajak sebesar :
            -   Pokok Pajak kurang bayar            Rp 100.000,00 
            -   Sanksi bunga untuk masa 
                Januari 1998 s.d Desember 1999 
                (selama 24 bulan) dihitung : 
                2% x 15 bulan x Rp 100.000,00           Rp   30.000,00 
                                        -----------------
            -   Jumlah yang harus disetor           Rp 130.000.00 

        ayat (3)

            Contoh :
            Wajib Pajak " Q " diwajibkan melunasi pajak terutang sebesar Rp 2.000.000,00 paling 
            lambat pada tanggal 1 April 1998 sebagaimana tertera dalam SKPDKB yang 
            diterimanya, akan tetapi Wajib Pajak baru melakukan pelunasan pada tanggal 5 April 
            1998, maka kepada Wajib Pajak " Q " diterbitkan STPD sebesar : 
            2% x 1 bulan x Rp 2.000.000,00 = Rp 40.000,00.

    Pasal 17

        Cukup jelas.

    Pasal 18

        Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan 
        pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, namun dimungkinkan adanya 
        kerjasama dengan pihak ketiga dalam rangka proses pemungutan Pajak, antara lain, 
        pencetakan, formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada Wajib Pajak, atau 
        penghimpun data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan

    Pasal 19 

        ayat (1) s.d (3)

            Cukup Jelas.

        ayat (4)

            Dalam hal Wajib Pajak diberikan persetujuan untuk mengangsur maka perhitungan 
            sanksi bunga dikenakan hanya terhadap sisa angsuran.

            Contoh :
            1.  Untuk pembayaran angsuran pajak Wajib Pajak " E " telah diberikan 
                persetujuan untuk mengangsur pajak yang terutang menurut SKPDKB 
                sebesar RP 10.000.000,00 sebanyak 5 (lima) kali angsuran. Pengenaan 
                bunga dengan jumlah angsuran yang seharusnya ditetapkan adalah 
                sebagai berikut :

                Angsuran    Utang Pajak    Pokok Angsuran    Bunga 2%    Jumlah Angsuran
                ----------------------------------------------------------------------------------------
                Ke - 1         10.000.000         2.000.000          200.000         2.200.000    
                Ke - 2           8.000.000         2.000.000          160.000         2.160.000    
                Ke - 3           6.000.000         2.000.000          120.000         2.120.000    
                Ke - 4           4.000.000         2.000.000            80.000         2.080.000    
                Ke - 5           2.000.000         2.000.000            40.000         2.040.000

            2.  Untuk pembayaran penundaaan Pajak Wajib Pajak " S " mempunyai utang 
                pajak Rp 10.000.000,00. Penudaan pemabayaran disetujui sampai dengan 
                5 (lima) bulan setelah jatuh tempo pemabayaran. Jumlah bunga dihitung 
                sebesar :
                2% x 5 bulan x Rp 10.000.000,00 = Rp 1.000.000,00.

                Sehingga jumlah yang harus dibayar adalah sebesar :
                Rp 10.000.000,00 + Rp 1.000.000,00 = Rp 11.000.000,00. 

    Pasal 20

        Cukup Jelas.

    Pasal 21

        huruf a dan b

            Cukup Jelas.

        huruf c

            Pembubaran Badan dalam hal ini dapat dilakukan oleh Negara berdasarkan keinginan 
            yang bersangkutan.

        huruf d

            Cukup Jelas.

    Pasal 22

        Cukup Jelas.

    Pasal 23 s.d 26

        Cukup Jelas.

    Pasal 27

        Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampi dengan diterbitkan SKPDLB.

        Contoh :
        -   Pajak terutang dilunasi pada tanggal 12 Agustus 1997 sebesar Rp 15.000.000,00. 
            (lima belas juta rupiah) 
        -   DKPDLB diterbitkan pada tanggal 20 Desember 1997 sebesar Rp 5.000.000,00. 
        -   Bunga dihitung sebesar 4 x 2% x Rp 5.000.000,00 = Rp 40.000,00. 

    Pasal 28

        Cukup Jelas.

    Pasal 29

        ayat (1)

            Cukup Jelas.

        ayat (2)

            Gubernur Kepala Daerah sebelum memberikan keputusan dalam hal pengambilan 
            kelebihan pembayaran pajak harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.

        ayat (3)

            Cukup Jelas.

        ayat (4)

            Atas kelebihan pembayaran pajak Hotel dan Restoran apabila masih mempunyai 
            hutang pajak Daerah lainnya, kelebihan pembayaran pajak arus diperhitungkan 
            untuk melunasi hutang pajak Daerah lainnya.

        ayat (5) dan (6)

            Cukup Jelas.

    Pasal 30 s.d 33

        Cukup Jelas

    Pasal 34 

        ayat (1)

            Termasuk pengertian penggunaan Bon (Bill) adalah Wajib Pajak yang menggunkan 
            mesin Cash Register sebagai bukti pembayaran.

        ayat (2)

            Kewajiban Pajak untuk menerbitkan dan menyerahkan bon penjualan (Bill) kepada 
            Subjek Pajak, selain untuk kepentingan pengawasan terhadap peredaran usaha Wajib 
            Pajak juga dimaksud sebagai bagian untuk memasyarakatkan kesadaran tentang 
            Pajak Hotel dan Restoran kepada masyarakat selaku subyek pajak.

        ayat (3)

            Contoh :
            Restoran " X " telah menerima pembayaran dengan tidak menggunakan atau 
            menyerahkan bon penjualan (bill) kepada Subyek Pajak sebesar Rp 1.000.000,00 
            maka terhadap Wajib Pajak tersebut ditagih Pajak Hotel dan Restoran berupa :
            -   Pokok pajak = 10% X Rp 1.000.000,00 = Rp 100.000,00. 
            -   Sanksi kenaikan = 2% x Rp 1.000.000,00 = Rp 20.000,00 
            -   Jumlah Pajak Hotel dan Restoran yang harus dibayar adalah Rp 120.000,00 

        ayat (4)

            Bon penjualan (Bill) selain harus mencantumkan catatan dan keterangan 
            sebagaimana dimaksud pada ayat ini, bon penjualan (bill) juga harus mempunyai 
            nomor urut dan seri, nama dan alamat usaha.

        ayat (5)

            Cukup Jelas.

    Pasal 35

        ayat (1)

            Yang dimaksud dengan legilasi disini antara lain perporasi atau stempel.

        ayat (2)

            Cukup Jelas.

        ayat (3)

            Contoh :
            Restoran " A " telah menerima pembayaran dengan menggunakan bon penjualan 
            (bill) yang tidak dilegalisasi sebesar Rp 1.000.000,00 maka terhadp Wajib Pajak 
            tersebut ditagih Pajak Hotel dan Restoran berupa :
            -   Pokok pajak = 10% X Rp 1.000.000,00 = Rp 100.000,00. 
            -   Sanksi kenaikan = 2% x Rp 1.000.000,00 = Rp 20.000,00 
            -   Jumlah Pajak Hotel dan Restoran yang harus dibayar adalah Rp 120.000,00 

    Pasal 36 

        ayat (1) dan (2)

            Cukup Jelas.

        ayat (3)

            huruf a

                Cukup Jelas.

            huruf b

                Termasuk memberikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan 
                pemeriksaan kas (kas opname).

            huruf c dan d

                Cukup Jelas.

        ayat (4)

            Bagi Wajib Pajak yang diperiksa tetapi tidak mematuhi ketentuan sebagaimana diatur 
            pada ayat ini, maka Kapala Dinas Pendapatan Daerah atau Pejabat yang ditunjuk 
            dapat menetapkan besarnya pajak terutang secara jabatan.

        ayat (5)

            Cukup Jelas.

    Pasal 37

        Pejabat yang ditunjuk dalah Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendapatan Daerah Daerah Khusus 
        Ibukota Jakarta yang ditetapkan oleh Gubernur KepalaDaerah.

    Pasal 38 s.d 44

        Cukup Jelas.




                        LEMBARAN DAERAH NOMOR 29 TAHUN 1998
peraturan/perda/9tahun1998.txt · Last modified: by 127.0.0.1