Table of Contents
Perubahan
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-03/PJ/2022
TENTANG
FAKTUR PAJAK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
a. bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak serta Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak dengan karakteristik konsumen akhir telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor **18/PMK.03/2021** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
b. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi Pengusaha Kena Pajak dalam membuat dan mengadministrasikan Faktur Pajak, perlu diberikan pedoman pelaksanaan atas Peraturan Menteri Keuangan dimaksud;
c. bahwa saat ini, ketentuan mengenai Faktur Pajak terdapat dalam beberapa peraturan yang terpisah sehingga perlu dilakukan simplifikasi dalam 1 (satu) peraturan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Faktur Pajak.
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 2021** tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
2. Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 2021** tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
3. Peraturan Pemerintah Nomor **1 TAHUN 2012** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor **9 TAHUN 2021** tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6621);
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor **18/PMK.03/2021** tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 153).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG FAKTUR PAJAK.
BAB I - KETENTUAN UMUM
Pasal 1 - Definisi
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor **6 TAHUN 1983** tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta perubahannya.
2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor **8 TAHUN 1983** tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah beserta perubahannya.
3. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang PPN.
5. Barang Kena Pajak yang selanjutnya disingkat BKP adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
6. Jasa Kena Pajak yang selanjutnya disingkat JKP adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
7. Pembeli BKP adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan BKP dan yang membayar atau seharusnya membayar harga BKP tersebut.
8. Penerima JKP adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan JKP dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian atas JKP tersebut.
9. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
10. Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
11. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
12. Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/atau perolehan JKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan/atau impor BKP.
13. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), posel (email), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
14. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
15. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
16. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
17. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia.
18. Nomor Seri Faktur Pajak yang selanjutnya disingkat NSFP adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
19. Kode Aktivasi adalah kode berupa karakter yang dapat terdiri atas angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat pemberitahuan Kode Aktivasi.
20. Password adalah kode berupa karakter yang dapat terdiri atas angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui alamat posel (email).
21. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
22. Surat Pemberitahuan Masa yang selanjutnya disebut SPT Masa adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan untuk suatu Masa Pajak.
23. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-04/PJ/2020** yang selanjutnya disebut **PER-04/PJ/2020** adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-04/PJ/2020** tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak beserta perubahannya.
Pasal 2 - Gambaran Besar
(1) PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP wajib memungut PPN yang terutang dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN.
(2) Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP.
(3) Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP wajib berbentuk elektronik.
(4) PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan Faktur Pajak.
(5) PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual.
(6) Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material.
(7) Faktur Pajak wajib dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
(8) PKP dapat mengajukan permintaan data Faktur Pajak berbentuk elektronik apabila data Faktur Pajak berbentuk elektronik dimaksud rusak atau hilang.
(9) Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) dapat dibuat dalam hal terjadi keadaan tertentu.
BAB II - KEWAJIBAN DAN SAAT PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
Pasal 3 - Untuk dan Saat
(1) PKP wajib membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) untuk setiap:
a. penyerahan BKP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau Pasal 16D Undang-Undang PPN;
b. penyerahan JKP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPN;
c. ekspor BKP berwujud sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f Undang-Undang PPN;
d. ekspor BKP tidak berwujud sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang PPN; dan/atau
e. ekspor JKP sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang PPN.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
a. saat penyerahan BKP dan/atau JKP;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
d. saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP; atau
e. saat lain yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPN.
(3) Saat penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, serta saat ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 4 - Faktur Pajak Gabungan
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), PKP dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
(3) Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
(4) Dalam hal terdapat pembayaran baik sebagian maupun seluruhnya sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP yang diterima dalam bulan penyerahan, Faktur Pajak gabungan tetap dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib dibuat Faktur Pajak dengan menggunakan lebih dari 1 (satu) kode transaksi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, PKP dapat membuat Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atas penyerahan dengan kode transaksi yang sama, untuk tiap-tiap kode transaksi dimaksud.
(6) Faktur Pajak gabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dibuat atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP ke dan/atau dari kawasan tertentu atau tempat tertentu.
(7) Contoh mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB III - KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK DAN KETENTUAN PENGISIAN KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK
Pasal 5 - Minimal Isi Faktur
Keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP yang harus dicantumkan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b. identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:
1. nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
2. nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
4. nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan;
c. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPnBM yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Pasal 6 - Penulisan Alamat
(1) Nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan BKP atau JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, dan NPWP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP.
(2) Identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor yang sebenarnya atau sesungguhnya.
(3) Bagi subjek pajak dalam negeri, nama dan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diisi sesuai dengan nama dan alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP.
(4) Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dan/atau alamat dalam surat keterangan terdaftar atau surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
(5) Permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
(6) Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang merupakan tempat dilakukannya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, tetapi BKP dan/atau JKP dimaksud dikirim atau diserahkan ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. nama dan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu nama dan NPWP PKP tempat dilakukannya pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang; dan
b. alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu alamat tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan yang menerima BKP dan/atau JKP.
(7) Pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yaitu pemusatan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai tempat pendaftaran Wajib Pajak dan pelaku usaha melalui sistem elektronik dan/atau tempat pelaporan usaha PKP pada kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, kantor pelayanan pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan kantor pelayanan pajak madya.
(8) Contoh pencantuman alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) serta pencantuman nama, alamat, dan NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 7 - Keterangan Jenis
(1) Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c wajib diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai BKP dan/atau JKP yang diserahkan.
(2) Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP berupa kendaraan bermotor baru kepada Pembeli BKP untuk dilakukan registrasi kendaraan bermotor baru sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, jenis barang yang dicantumkan dalam Faktur Pajak wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa merek, tipe, varian, dan nomor rangka kendaraan bermotor baru dimaksud.
(3) Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan, jenis barang yang dicantumkan dalam Faktur Pajak wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa alamat lengkap tanah dan/atau bangunan dimaksud.
(4) Bagi PKP yang melakukan penyerahan BKP kepada Pembeli BKP di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, keterangan jenis barang yang dicantumkan dalam Faktur Pajak wajib diisi dengan nama BKP sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya berikut kode pos tarif sesuai dengan buku tarif kepabeanan Indonesia.
Pasal 8 - Rupiah Kurs
(1) PPN yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d dan PPnBM yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e dihitung dalam satuan mata uang Rupiah.
(2) Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan dengan menggunakan mata uang selain Rupiah, penghitungan PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut harus dikonversi ke dalam satuan mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak, bea keluar, dan pajak penghasilan, yang berlaku pada saat Faktur Pajak seharusnya dibuat.
Pasal 9 - NSFP
(1) Kode dan NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f terdiri atas 16 (enam belas) digit, yaitu:
a. 2 (dua) digit kode transaksi;
b. 1 (satu) digit kode status; dan
c. 13 (tiga belas) digit NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Tanggal pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f merupakan tanggal Faktur Pajak dibuat.
(3) Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat. (1) tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 10 - Penandatangan Faktur
(1) Nama PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g wajib diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam kartu tanda penduduk bagi warga negara Indonesia atau paspor bagi warga negara asing, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
(2) PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP, yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang namanya telah didaftarkan sebagai penandatangan Faktur Pajak pada aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) pejabat/pegawai yang menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, dan pejabat/pegawai yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum pemusatan ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak setelah pemusatan, PKP tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang harus mendaftarkan pejabat/pegawai dimaksud sebagai penandatangan Faktur Pajak.
(5) Tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g dalam Faktur Pajak berupa Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 11 - Keterangan Faktur
(1) Penjelasan mengenai tata cara pengisian keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
BAB IV - BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN FAKTUR PAJAK
Pasal 12 - Bentuk e-Faktur
(1) Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dibuat dengan menggunakan aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan dicantumkan tanda tangan berbentuk Tanda Tangan Elektronik.
(2) Faktur Pajak berbentuk elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut e-Faktur.
(3) Bentuk e-Faktur yaitu berupa dokumen elektronik Faktur Pajak yang dihasilkan dari aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Aplikasi atau sistem yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disebut aplikasi e-Faktur.
(5) Aplikasi e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan petunjuk penggunaan (user manual) yang merupakan satu kesatuan dengan aplikasi e-Faktur.
(6) e-Faktur tidak diwajibkan untuk dicetak dalam bentuk kertas (hardcopy).
(7) Contoh tampilan e-Faktur dalam hal e-Faktur dicetak dalam bentuk portable document format dan/atau kertas (hardcopy) tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 13 - Aplikasi e-Faktur
(1) Aplikasi e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4) terdiri atas:
a. aplikasi e-Faktur Client Desktop;
b. aplikasi e-Faktur Web Based; dan
c. aplikasi e-Faktur Host-to-Host;
(2) Aplikasi e-Faktur Host-to-Host sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat digunakan oleh PKP yang membuat e-Faktur melalui penyedia jasa aplikasi perpajakan yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menyelenggarakan layanan penyediaan aplikasi perpajakan berupa penyelenggaraan aplikasi e-Faktur Host-to-Host.
(3) Penyedia jasa aplikasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai penyedia jasa aplikasi perpajakan.
Pasal 14 - Syarat membuat e-Faktur
(1) PKP dapat membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) sepanjang memiliki:
a. Sertifikat Elektronik;
b. akun PKP yang telah diaktivasi; dan
c. NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Permintaan dan pemberian Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan berdasarkan **PER-04/PJ/2020**.
(3) Permintaan dan pemberian keputusan aktivasi akun PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan berdasarkan **PER-04/PJ/2020**.
(4) Dalam hal atas permintaan aktivasi akun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam **PER-04/PJ/2020**, kepala kantor pelayanan pajak atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan:
a. menyerahkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi secara langsung kepada PKP; dan
b. mengirimkan Password kepada PKP melalui alamat posel (email) yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Contoh format surat pemberitahuan Kode Aktivasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 15 - Permintaan NSFP, Kode Aktivasi, dan Password
(1) NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c diperoleh berdasarkan permintaan yang disampaikan oleh PKP secara:
a. elektronik melalui laman yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak; atau
b. langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan atau melalui kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi:
1. tempat tinggal PKP, bagi PKP orang pribadi dan PKP warisan belum terbagi; atau
2. tempat kedudukan PKP, bagi PKP badan dan PKP instansi pemerintah.
(2) Pengajuan permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan berdasarkan petunjuk penggunaan (user manual) yang disediakan dan/atau ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Pengajuan permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara menyampaikan surat permintaan NSFP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) NSFP hanya diberikan kepada PKP yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki Kode Aktivasi dan Password sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4);
b. memiliki akun PKP yang telah diaktivasi; dan
c. telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) Masa Pajak terakhir sesuai dengan kewajibannya yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal PKP mengajukan permintaan NSFP.
(5) Atas permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan secara elektronik surat pemberian NSFP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(6) Atas permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat pemberian NSFP dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H angka 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(7) Jumlah NSFP yang diberikan kepada:
a. PKP yang baru dikukuhkan pada bulan diajukannya permintaan NSFP atau PKP yang belum pernah membuat dan melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN, yaitu sejumlah yang diminta paling banyak 75 (tujuh puluh lima) NSFP; atau
b. PKP yang sebelumnya telah membuat dan melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN, mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1. dalam hal jumlah Faktur Pajak pada 3 (tiga) Masa Pajak sebelumnya sama dengan atau kurang dari 75 (tujuh puluh lima) Faktur Pajak, yaitu sejumlah yang diminta paling banyak 75 (tujuh puluh lima) NSFP; atau
2. dalam hal jumlah Faktur Pajak pada 3 (tiga) Masa Pajak sebelumnya lebih dari 75 (tujuh puluh lima) Faktur Pajak, yaitu sejumlah yang diminta paling banyak 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah Faktur Pajak yang dibuat pada 3 (tiga) Masa Pajak sebelumnya yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
(8) Dalam hal lupa atau kehilangan Kode Aktivasi atau Password sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, PKP dapat mengajukan permohonan cetak ulang Kode Aktivasi dan kirim ulang Password secara tertulis, dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
Pasal 16 - Permintaan NSFP Jumlah Tertentu
(1) Dikecualikan dari ketentuan mengenai jumlah NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (7), permintaan NSFP dengan jumlah tertentu dapat diajukan oleh PKP yang:
a. baru dikukuhkan sebagai PKP pada bulan diajukannya permintaan NSFP;
b. telah melakukan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang; dan/atau
c. mengalami peningkatan usaha,
yang karena kegiatan usahanya membutuhkan NSFP dengan jumlah tertentu.
(2) Permintaan NSFP dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Masa Pajak sejak dikukuhkan sebagai PKP.
(3) Permintaan NSFP dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) Masa Pajak sejak berlakunya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang.
(4) PKP yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengajukan permintaan NSFP dengan jumlah tertentu secara langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan atau melalui kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan yang wilayah kerjanya meliputi:
1. tempat tinggal PKP, bagi PKP orang pribadi dan PKP warisan belum terbagi; atau
2. tempat kedudukan PKP, bagi PKP badan dan PKP instansi pemerintah,
dengan cara menyampaikan surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F angka 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(5) Atas permintaan NSFP dengan jumlah tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (3), serta memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4), kepala kantor pelayanan pajak menerbitkan surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H angka 2 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 17 - Tanggal Mulai Buat Faktur
NSFP digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak mulai tanggal surat pemberian NSFP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) atau ayat (6), atau Pasal 16 ayat (5) sesuai dengan tahun peruntukan yang tercantum dalam surat pemberian NSFP dimaksud.
Pasal 18 - Jangka Waktu Unggah
(1) e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) wajib diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak menggunakan aplikasi e-Faktur dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-Faktur.
(2) Persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sepanjang:
a. NSFP yang digunakan untuk penomoran e-Faktur merupakan NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini; dan
b. e-Faktur diunggah (di-upload) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak bukan merupakan Faktur Pajak.
(4) Contoh mengenai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), tercantum dalam Lampiran huruf A angka 3 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 19 - Faktur Penjualan e-Faktur
Faktur penjualan yang diterbitkan oleh PKP termasuk dalam pengertian e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) sepanjang:
a. dicantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5; dan
b. diunggah (di-upload) dengan menggunakan aplikasi e-Faktur Host-to-Host dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak, paling lambat pada batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1).
Pasal 20 - Tidak Pungut Bebas DTP
Faktur Pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, dibebaskan dari pengenaan PPN, atau PPN atau PPN dan PPnBM ditanggung pemerintah, harus diberikan keterangan mengenai
a. PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut, dibebaskan, atau ditanggung pemerintah; dan
b. peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mendasarinya,
melalui aplikasi e-Faktur.
Pasal 21 - TLDDP Berikat KEK
(1) PKP di tempat lain dalam daerah pabean, tempat penimbunan berikat, atau kawasan ekonomi khusus wajib membuat e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) atas penyerahan BKP kepada Pembeli BKP di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
(2) Dikecualikan dari kewajiban pembuatan e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), Faktur Pajak atas:
a. penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir, dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5a) Undang Undang PPN;
b. penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/atau ekspor JKP, yang bukti pungutan PPN-nya berupa dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak, dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang PPN; dan
c. penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E Undang-Undang PPN, dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri.
BAB V - TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN DAN PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
Pasal 22 - Faktur Pengganti
(1) PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) yang salah dalam pengisian atau penulisan sehingga tidak memuat keterangan yang benar, lengkap, dan jelas, dengan cara membuat Faktur Pajak pengganti.
(2) Tata cara pembuatan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 23 - Pembatalan Faktur
(1) PKP harus melakukan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) untuk Faktur Pajak yang telah dibuat atas penyerahan:
a. BKP dan/atau JKP yang transaksinya dibatalkan; atau
b. barang dan/atau jasa yang seharusnya tidak dibuatkan Faktur Pajak.
(2) Tata cara pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 24 - Pembetulan SPT Ganti Batal
(1) Pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilakukan menggunakan aplikasi e-Faktur.
(2) Pembuatan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dapat dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan dimaksud masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal PKP yang menyerahkan BKP atau barang dan/atau menyerahkan JKP atau jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SPT Masa PPN, PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Dalam hal PKP Pembeli BKP atau pembeli barang dan/atau Penerima JKP atau penerima jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SPT Masa PPN, PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
BAB VI - FAKTUR PAJAK BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK PEDAGANG ECERAN
Pasal 25 - PKP Pedagang Eceran
(1) Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) merupakan penyerahan yang dilakukan secara eceran.
(2) Karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pembeli barang dan/atau penerima jasa mengonsumsi secara langsung barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima; dan
b. pembeli barang dan/atau penerima jasa tidak menggunakan atau memanfaatkan barang dan/atau jasa yang dibeli atau diterima untuk kegiatan usaha.
(3) PKP yang seluruh atau sebagian kegiatan usahanya melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), termasuk yang dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, merupakan PKP pedagang eceran.
(4) PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha, tetapi berdasarkan transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 26 - Faktur Pedagang Eceran
(1) PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) dapat membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan:
a. keterangan mengenai identitas Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b; dan
b. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g,
untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dengan mencantumkan keterangan yang paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP;
b. jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
c. PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut; dan
d. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
(3) Nama, alamat, dan NPWP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, dan NPWP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP yang menyerahkan BKP atau JKP.
(4) Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b wajib diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai BKP dan/atau JKP yang diserahkan.
(5) PPN atau PPN dan PPnBM yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat:
a. termasuk dalam harga jual atau penggantian; atau
b. dicantumkan secara terpisah dari harga jual atau penggantian.
(6) Kode dan nomor seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dapat ditentukan sendiri sesuai dengan kelaziman usaha PKP pedagang eceran.
(7) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat paling sedikit untuk:
a. Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP; dan
b. arsip PKP pedagang eceran.
(8) Arsip PKP pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b dapat berupa rekaman Faktur Pajak dalam bentuk media elektronik sebagai sarana penyimpanan data.
(9) PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Pasal 27 - Bentuk Faktur PKP PE
(1) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dapat berupa bon kontan, faktur penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, atau tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk elektronik.
(3) PKP pedagang eceran dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kelaziman usaha PKP pedagang eceran.
(4) Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disesuaikan dengan kepentingan PKP pedagang eceran.
(5) Pengadaan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh PKP pedagang eceran.
Pasal 28 - Faktur Swaguna Non-Hubungan PE Fasilitas
(1) PKP dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) atas:
a. pemakaian sendiri BKP dan/atau JKP yang tidak berkaitan dengan kegiatan produksi selanjutnya atau digunakan untuk kegiatan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP yang bersangkutan; dan
b. pemberian cuma-cuma atas BKP dan/atau JKP kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2).
(2) PKP pedagang eceran dapat membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pasal 29 - BKP JKP Tertentu ke Konsumen Akhir
(1) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), Faktur Pajak atas penyerahan BKP tertentu dan/atau JKP tertentu kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) dibuat sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3).
(2) BKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
b. angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht,
c. angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara;
d. tanah dan/atau bangunan; dan
e. senjata api dan/atau peluru senjata api.
(3) JKP tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. jasa penyewaan angkutan darat berupa kendaraan bermotor;
b. jasa penyewaan angkutan air berupa kapal pesiar, kapal ekskursi, kapal feri, dan/atau yacht,
c. jasa penyewaan angkutan udara berupa pesawat terbang, helikopter, dan/atau balon udara; dan
d. jasa penyewaan tanah dan/atau bangunan.
BAB VII - PERSYARATAN FORMAL DAN MATERIAL FAKTUR PAJAK, FAKTUR PAJAK TIDAK LENGKAP, FAKTUR PAJAK TERLAMBAT DIBUAT, DAN FAKTUR PAJAK DIANGGAP TIDAK DIBUAT
Pasal 30 - Syarat Formal Material
(1) Faktur Pajak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) apabila diisi secara benar, lengkap, dan jelas, sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2) Faktur Pajak memenuhi persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6) apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, ekspor JKP, impor BKP, atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
Pasal 31 - Tidak Formal Tidak Lengkap
(1) Faktur Pajak yang tidak memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dalam hal:
a. e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 atau Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2);
b. mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau sesungguhnya; dan/atau
c. berisi keterangan yang tidak sesuai dengan ketentuan pengisian keterangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
(2) Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap.
(3) PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
(4) PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
(5) Contoh mengenai Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 4 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 32 - Faktur Terlambat Dibuat
(1) Faktur Pajak terlambat dibuat dalam hal tanggal yang tercantum dalam Faktur Pajak melewati saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 4 ayat (3).
(2) PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
(3) Contoh mengenai Faktur Pajak terlambat dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tidak terlambat dibuat tercantum dalam Lampiran huruf A angka 5 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Pasal 33 - Faktur Dianggap Tidak Dibuat
(1) Faktur Pajak dianggap tidak dibuat dalam hal Faktur Pajak dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atau Pasal 4 ayat (3).
(2) PKP yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
(3) PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
(4) Contoh mengenai Faktur Pajak dianggap tidak dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A angka 6 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
BAB VIII - PELAPORAN FAKTUR PAJAK
Pasal 34 - Kewajiban Pelaporan Faktur di SPT Masa
(1) PKP yang membuat Faktur Pajak wajib melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) pada Masa Pajak yang sama dengan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
(2) Tata cara pelaporan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian, serta penyampaian SPT Masa PPN.
(3) PKP yang tidak memenuhi kewajiban melaporkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
BAB IX - TATA CARA PENGAJUAN PERMINTAAN DAN PEMBERIAN DATA e-FAKTUR YANG RUSAK ATAU HILANG
Pasal 35 - Permintaan Data e-Faktur
(1) Permintaan data e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (8) dapat diajukan oleh PKP secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau langsung ke kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan jika data e-Faktur rusak atau hilang.
(2) Permintaan data e-Faktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada data e-Faktur yang dibuat clan telah diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak serta telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Permintaan data e-Faktur secara langsung ke kantor pelayanan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan surat permintaan data e-Faktur menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Kepala kantor pelayanan pajak memberikan data e-Faktur yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara langsung paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan data e-Faktur diterima secara lengkap.
BAB X - KEADAAN TERTENTU
Pasal 36 - Keadaan Tertentu
(1) PKP diperkenankan untuk membuat Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (9) dalam hal terjadi keadaan tertentu yang menyebabkan PKP tidak dapat membuat e-Faktur.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu keadaan yang disebabkan oleh peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran, dan sebab lainnya di luar kuasa PKP, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Bentuk dan ukuran Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat paling sedikit untuk:
a. Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP; dan
b. arsip PKP yang membuat Faktur Pajak.
(6) Dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembetulan atau penggantian, Faktur Pajak pengganti dibuat berbentuk kertas (hardcopy).
(7) Dalam hal keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak, data Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (6) wajib direkam dan diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak oleh PKP menggunakan aplikasi e-Faktur untuk memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.
(8) Dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terhadap Faktur Pajak perlu dilakukan pembatalan, pembatalan Faktur Pajak direkam pada aplikasi e-Faktur pada saat keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan telah berakhir oleh Direktur Jenderal Pajak.
(9) Ketentuan mengenai batas waktu mengunggah (meng-upload) Faktur ke Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) tidak berlaku dalam hal terjadi keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
BAB XI - KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 37 - Pengkreditan Pajak Masukan
(1) e-Faktur yang telah diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) merupakan Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP.
(2) PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang PPN merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP sepanjang PPN dimaksud:
a. bukan merupakan PPN atas pengeluaran sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN; dan
b. tercantum dalam Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan persyaratan material sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2).
(3) Pengkreditan Pajak Masukan oleh PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tergantung pada pelaporan Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN PKP yang membuat Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dimaksud.
BAB XII - KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 38 - Peralihan PM Dapat Dikreditkan - saat Peraturan ini mulai berlaku:
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
1. dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4), PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak yang:
a. mencantumkan alamat Pembeli BKP atau Penerima JKP yang berbeda dengan alamat yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP, sepanjang alamat dimaksud merupakan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya;
b. dibuat sebelum implementasi aplikasi e-Faktur dan menggunakan NSFP selain yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak;
c. dibuat sebelum implementasi aplikasi e-Faktur dan menggunakan NSFP ganda;
d. dibuat sebelum implementasi aplikasi e-Faktur dan tanggal pembuatannya mendahului tanggal surat pemberian NSFP; dan/atau
e. ditandatangani oleh PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak, tetapi tidak diberitahukan atau terlambat diberitahukan ke kantor pelayanan pajak,
yang dibuat berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-24/PJ/2012** tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-04/PJ/2020** tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan di bidang perpajakan; dan
2. aplikasi e-Faktur Host-to-Host yang digunakan oleh PKP yang membuat e-Faktur sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (2) huruf a Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-16/PJ/2014** tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-10/PJ/2020** tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-11/PJ/2019** tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan, tetap dapat digunakan sampai dengan dicabutnya Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penetapan sebagai PKP yang menggunakan aplikasi e-Faktur Host-to-Host.
BAB XIII - KETENTUAN PENUTUP
Pasal 39 - Pencabutan saat Peraturan mulai berlaku:
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-58/PJ/2010** tentang Bentuk dan Ukuran Formulir serta Tata Cara Pengisian Keterangan pada Faktur Pajak bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran;
b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-24/PJ/2012** tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-04/PJ/2020** tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-16/PJ/2014** tentang Tata Cara Pembuatan dan Pelaporan Faktur Pajak Berbentuk Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-10/PJ/2020** tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor **PER-11/PJ/2019** tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan; dan
d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor **KEP-754/PJ./2001** tentang Tata Cara Pelaksanaan Konfirmasi Faktur Pajak dengan Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 40 - Mulai Berlaku 1 April 2022
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022.
Akhir
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2022
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd.
SURYO UTOMO
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran A - CONTOH KASUS
- Contoh mengenai pembuatan Faktur Pajak gabungan.
PT A yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada PT B dan menerima pembayaran dari PT B selama bulan April 2022 sebagai berikut:
Tanggal Uraian Harga Jual/
Pembayaran (Rp)4 Penyerahan BKP 1.000.000,00 11 Penyerahan BKP 1.500.000,00 18 Penyerahan BKP 2.000.000,00 19 Penerimaan pembayaran dari PT B atas penyerahan tanggal 4 April 2022 1.000.000,00 25 Penyerahan BKP 2.500.000,00 26 Penerimaan pembayaran uang muka dari PT B untuk penyerahan yang akan dilakukan pada bulan Mei 2022 250.000,00 30 Penyerahan BKP 3.000.000.00 Dalam hal atas penyerahan tersebut hanya menggunakan 1 (satu) kode transaksi dan PT A memilih membuat Faktur Pajak gabungan maka PT A wajib membuat Faktur Pajak gabungan pada tanggal 30 April 2022 yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan dan pembayaran uang muka yang diterima pada bulan April 2022, yaitu dengan dasar pengenaan pajak sebesar Rp10.250.000,00 (Rp1.000.000,00 + Rp1.500.000,00 + Rp2.000.000,00 + Rp2.500.000,00 + Rp250.000,00 + Rp3.000.000,00).
- PTA yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada CV C sebagai berikut:
- penjualan BKP berupa komputer pada tanggal 2, 9, 16, 23, dan 30 April 2022; dan
- pemberian cuma-cuma BKP berupa keyboard dan mouse komputer pada tanggal 4, 11, 18, dan 25 April 2022. .. Berdasarkan data di ates maka PT A wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan kode transaksi 01 atas penyerahan (penjualan) BKP berupa komputer dan kode transaksi 04 atas penyerahan (pemberian cuma-cuma) BKP berupa keyboard dan mouse komputer. Dalam hal PT A memilih untuk membuat Faktur Pajak gabungan maka PT A wajib membuat:
- 1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 30 April 2022 dengan menggunakan kode transaksi 01 yang meliputi seluruh penyerahan BKP berupa komputer yang dilakukan pada bulan April 2022; dan
- 1 (satu) Faktur Pajak gabungan pada tanggal 25 April 2022 atau paling lama tanggal 30 April 2022 dengan menggunakan kode transaksi 04 yang meliputi seluruh penyerahan BKP berupa keyboard dan mouse komputer yang dilakukan pada bulan April 2022.
- Contoh pencantuman nama, alamat, dan NPWP Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP dalam Faktur Pajak.
- Pada bulan Mei 2022, PT D yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP dengan rincian sebagai berikut.
- Penyerahan BKP kepada PT E yang beralamat di Gedung Tinggi, Lantai 9, Jalan Gatot Subroto No. 420, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Alamat PT E tersebut merupakan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya yang juga tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP PT E. Atas penyerahan tersebut, PT D wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan alamat PT E yaitu Gedung Tinggi, Lantai 9, Jalan Gatot Subroto No. 420, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190.
Penyerahan BKP kepada CV F yang beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Kav. 560, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Alamat CV F tersebut merupakan alamat yang sebenamya atau sesungguhnya, Namun, alamat yang masih tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP CV F yaitu Jalan Jenderal Sudirman Kav. 561, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Perbedaan alamat tersebut terjadi karena CV F baru pindah alamat dan belum mengajukan permohonan perubahan data. Atas penyerahan tersebut, PT D wajib membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan alamat CV F sesuai dengan:
- alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, yaitu Jalan Jenderal Sudirman Kav. 560, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190; atau
- alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP, yaitu Jalan Jenderal Sudirman Kav. 561, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190.
Mengingat alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP berbeda dengan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya maka CV F harus mengajukan permohonan perubahan data berupa alamat dalam surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya, sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
Penyerahan BKP kepada PT G yang kantor pusatnya beralamat di Jalan T.M.P. Kalibata No. 100G, RT 60/RW 70, Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan 12750. PT G pusat terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Dua dengan NPWP 01.999.999.9-055.000 sehingga tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutangnya dipusatkan di PT G pusat. PT G mempunyai cabang yang berada di kawasan berikat yang atas penyerahannya mendapat fasilitas PPN tidak dipungut. PT G cabang tersebut beralamat di Jalan Raya. Semarang Kendal KM 12, Kelurahan Randugarut, Kecamatan Tugu, Semarang 50181. PT G cabang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat dengan NPWP 01.999.999.9-503.001.
Dalam hal atas penyerahan tersebut, BKP dikirimkan ke alamat PT G cabang maka PT D wajib membuat Faktur Paiak yang mencantumkan nama, alamat, dan NPWP Pembeli BKP yaitu sebagai berikut:
- nama diisi dengan nama PT G pusat;
- NPWP diisi dengan NPWP PT G pusat, yaitu 01.999.999.9-055.000; dan
- alamat diisi dengan alamat PT G cabang, yaitu Jalan Raya Semarang Kendal KM 12, Kelurahan Randugarut, Kecamatan Tugu, Semarang 50181.
- Contoh mengenai batas waktu pengunggahan (peng-upload-an) dan persetujuan e-Faktur.
a. PT H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 11 April 2022. PT H membuat e-Faktur pada tanggal 11 April 2022 menggunakan aplikasi e-Faktur dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak 11 April 2022. Namun, e-Faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur pada tanggal 14 Mei 2022.
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, e-Faktur yang dibuat dan diunggah (di-upload) oleh PT H tersebut dapat diberikan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak karena diunggah (di—upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lambat tanggal 15 Mei 2022.
PT H yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 18 April 2022. PT H membuat e-Faktur pada tanggal 18 April 2022 menggunakan aplikasi e-Faktur dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak 18 April 2022. Namun, e-Faktur tersebut baru diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan aplikasi e-Faktur pada tanggal 16 Mei 2022.
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, Direktorat Jenderal Pajak tidak memberikan persetujuan (reject) atas e-Faktur yang diunggah (di-upload) tersebut karena diunggah (di-upload) setelah tanggal 15 Mei 2022. e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak (reject) tersebut bukan merupakan Faktur Pajak.
Contoh Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap.
PT I merupakan PKP yang melakukan kegiatan usaha di bidang industri (pabrikan) sepatu. Berdasarkan surat pengukuhan PKP, diketahui PT I memiliki NPWP 03.456.789.1-012.000 dan beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 42G, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Selain menjual sepatu kepada distributor, PT I juga melakukan penjualan kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir melalui toko ritelnya yang bernama Toko I-Sepatu.
PT I menjual sepatu kepada distributor Tuan Ogi, warga negara Indonesia orang pribadi, yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 423, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Atas penjualan sepatu tersebut, PT I membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan identitas Pembeli BKP sebagai berikut:
Nama : Ogi
Alamat : Jalan Gatot Subroto No. 42B, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190
NPWP : 00.000.000.0-000.000
NlK/paspor : -
Dengan demikian, PT I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena Faktur Pajak tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 humf b angka 2 Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu mencantumkan NPWP 00.000.000.0-000.000, tetapi tidak mencantumkan NIK.
- PT I menjual sepatu kepada distributor CV J, NPWP 72.345.678.9-012.000, yang beralamat di Jalan Gatot Subroto No. 42D, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12190. Atas penjualan sepatu tersebut, PT I membuat Faktur Pajak dengan mencantumkan kode transaksi 04 pada isian kode dan NSFP. Dengan demikian, PT I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena. Faktur Pajak berisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B angka 2 huruf a angka 1) Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu mencantumkan kode transaksi 04, seharusnya kode tansaksi 01.
PT I menjual sepatu kepada konsumen akhir Nyonya Fio melalui Toko I-Sepatu. Atas penjualan sepatu tersebut, PT I membuat Faktur Pajak bagi PKP pedagang eceran berupa faktur penjualan dengan mencantumkan identitas penjual BKP sebagai berikut:
Nama : PT I
NPWP :03.456.789.1-012.000
Dengan demikian, PT I membuat Faktur Pajak yang diisi secara tidak lengkap karena tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf a Peraturan Direktur Jenderal ini, yaitu tidak mencantumkan alamat PT I.
- Contoh Faktur Pajak terlambat dibuat dan tidak terlambat dibuat.
PT K yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada CV L yang Faktur Pajaknya seharusnya dibuat pada tanggal 12 April 2022. PT K membuat Faktur Pajak pada tanggal 13 April 2022 dengan mengisi kolom tanggal Faktur Pajak 13 April 2022.
Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang terlambat dibuat. PT K dikenai sanksi adnfinistratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP. Dalam hal CV L merupakan PKP maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Berdasarkan contoh sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, Faktur Pajak yang dibuat oleh PT H bukan merupakan Faktur Paiak yang terlambat dibuat karena meskipun diunggah (di-upload) ke Direktorat Jenderal Pajak dan memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak pada tanggal 14 Mei 2022, tetapi tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut sama dengan tanggal saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, yaitu tanggal 11 April 2022.
Contoh Faktur Pajak dianggap tidak dibuat.
CV M yang merupakan PKP melakukan penyerahan BKP kepada. PT N yang Faktur Pajaknya seharusnya dibuat pada tanggal 20 April 2022. Namun, tanggal pembuatan Faktur Pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak yaitu 20 Juli 2022.
Berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, Faktur Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang dianggap tidak dibuat karena dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, yaitu setelah melewati tanggal 19 Juli 2022.
CV M dikenai sanksi administratif sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP, dan dalam hal PT N merupakan PKP maka PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan.
Lampiran B - FORMAT DAN TATA CARA PENGGUNAAN KODE DAN NSFP
Format kode dan NSFP.
Format kode dan NSFP terdiri atas 16 (enam belas) digit, yaitu:
- 2 (dua) digit pertama adalah kode transaksi;
- 1 (satu) digit berikutnya adalah kode status; dan
- 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah NSFP.
Format kode dan NSFP secara keseluruhan menjadi sebagai berikut:
Penulisan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit.
Direktorat Jenderal Pajak memberikan NSFP kepada PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan. Misalnya, untuk tahun 2022 akan dimulai dari NSFP 000-22.00000001, dan seterusnya.
Contoh penulisan kode dan NSFP yaitu sebagai berikut:
010.000-22.00000001,
berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, status Faktur Pajak normal (bukan Faktur Pajak pengganti), dengan NSFP 000-22.00000001 sesuai dengan NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak, tahun pembuatan Faktur Pajak 2022.
011.000-22.00000001,
berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPN-nya dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, status Faktur Pajak pengganti, dengan NSFP 000-22.00000001 sesuai dengan NSFP Faktur Pajak yang diganti, tahun pembuatan Faktur Pajak yang diganti 2022.
- Tata cara penggunaan kode dan NSFP.
- Tata Cara penggunaan kode transaksi pada Faktur Pajak.
- Kode transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut.
01: Digunakan untuk
02: Digunakan untuk
03: Digunakan untuk
04: Digunakan untuk
05: Digunakan untuk
06: Digunakan untuk
07: Digunakan untuk
08: Digunakan untuk
09: Digunakan untuk
- Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut atau ditanggung pemerintah, atau dibebaskan dari pengenaan PPN atau PPN dan PPnBM, tetap menggunakan kode transaksi 07 atau 08, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 01 sampai dengan 06 dan kode transaksi 09.
- Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08, penyerahan kepada pemungut PPN yang PPN atau PPN dan PPnBM-nya dipungut oleh pemungut PPN yang bersangkutan tetap menggunakan kode transaksi 02 atau 03, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 04, 05, 06, dan 09.
- Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 07 dan 08 serta 02 dan 03, penyerahan yang menggunakan tarif selain tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 16E Undang-Undang PPN tetap menggunakan kode transaksi 06, meskipun jenis penyerahannya juga termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 04, 05, den 09.
- Dalam hal jenis penyerahannya tidak termasuk dalam kategori penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode transaksi 02 sampai dengan 09 maka kode transaksi yang digunakan yaitu kode transaksi 01.
- Dalam hal penyerahannya kepada pemungut PPN, tetapi PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dikecualikan dari pemungutan oleh pemungut PPN yang bersangkutan maka. kode transaksi yang digunakan yaitu kode transaksi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 5).
- Tata cara penggunaan kode status pada Faktur Pajak.
- Kode status diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
- 0 (nol) untuk status normal; atau
- 1 [satu) untuk status pengganti.
- Dalam hal dibuat Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka kode status yang digunakan tetap kode status 1 (satu).
- Tata cara penggunaan NSFP.
- NSFP terdiri atas 11 (sebelas) digit nomor urut yang dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun pembuatan pads. digit keempat dan digit kelima.
NSFP diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal ini.
Contoh:
PKP meminta dan dapat diberikan 100 NSFP maka NSFP yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa;
- 900.22.00000001 s.d. 900.22.00000100;
- 900.22.99999901 s.d. 901.22.00000000;
- 900.22.99999999 s.d. 901.22.00000098, dan sebagainya.
NSFP digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak dalam tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun pembuatan yang tertera dalam NSFP sebagaimana dimaksud pada angka 1) mulai tanggal surat pemberian NSFP.
Berdasarkan contoh sebagaimana dimaksud pada angka 2) maka NSFP hanya dapat digunakan untuk pembuatan Faktur Pajak dalam tahun 2022.
Lampiran C - TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN DALAM FAKTUR PAJAK
Kode dan NSFP.
Diisi dengan kode dan NSFP yang format dan tata cara penggunaannya tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini.
Identitas PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP.
Nama
Diisi dengan nama PKP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP.
Alamat
Diisi dengan alamat PKP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP.
NPWP
Diisi dengan NPWP PKP yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP.
Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat pengukuhan PKP berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, PKP harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dam/atau alamat dalam surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
Identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP.
Diisi dengan identitas Pembeli BKP atau Penerima JKP yang meliputi:
- nama, alamat, dan NPWP, bagi Wajib Pajak dalam negeri badan dan instansi pemerintah;
- nama, alamat, dan NPWP atau NIK, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- nama, alamat, dan nomor paspor, bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi; atau
- nama dan alamat, bagi subjek pajak luar negeri badan atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan.
Nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor wajib diisi sesuai dengan nama, alamat, NPWP, NIK, dan nomor paspor yang sebenarnya atau sesungguhnya. Bagi subjek pajak dalam negeri, nama dan alamat dapat diisi sesuai dengan nama dan alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP Pembeli BKP atau Penerima JKP.
Penulisan alamat lazimnya didahului dengan nama jalan dan diikuti dengan nomor bangunan dan RT/RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos. Dalam hal terdapat kawasan/area (misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan) maka ditulis nama kawasan/area tersebut sebelum nama jalan.
Dikecualikan dari tata cara penulisan alamat di atas, dalam hal suatu alamat berdasarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya tidak mempunyai nama jalan atau tidak berada di suatu jalan tertentu dan tidak mempunyai nomor bangunan maka penulisan alamat paling sedikit mencantumkan nomor RT/RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos.
Dalam hal nama dan/atau alamat yang tercantum dalam surat keterangan terdaftar atau surat pengukuhan PKP berbeda dengan nama dan/atau alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya, Waiib Pajak harus mengajukan permohonan perubahan data berupa nama dan/atau alamat dalam surat keterangan terdaftar atau surat keterangan terdaftar dan surat pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai petunjuk teknis pelaksanaan administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP.
Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP yang merupakan tempat dilakukannya pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, tetapi BKP dan/atau JKP dimaksud dikirim atau diserahkan ke tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
- nama dan NPWP diisi dengan nama clan NPWP PKP tempat dilakukannya pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang; dan
- alamat diisi dengan alamat tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang yang dipusatkan yang menerima BKP dan/atau JKP.
Jika Pembeli BKP atau Penerima JKP mempakan subjek pajak dalam negeri orang pribadi dan dalam Faktur Pajak dicantumkan identitas berupa nama, alamat, dan NIK, maka kolom NPWP dapat diisi dengan NPWP orang pribadi tersebut atau 00.000.000.0-000.000.
Jika Pembeli BKP atau Penerima JKP merupakan subjek pajak luar negeri orang pribadi, subjek pajak luar negeri badan, atau bukan merupakan subjek pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang mengenai pajak penghasilan, maka kolom NPWP dalam Faktur Pajak diisi dengan 00.000.000.0-000.000.
- Pengisian mengenai BKP dan/ atau JKP yang diserahkan.
Kolom “No.”
Diisi dengan nomor urut dari BKP dan/ atau JKP yang diserahkan.
Kolom “Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak.”
Diisi dengan jenis BKP dan/atau JKP yang diserahkan yang menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
- Dalam hal diterima uang muka, termin, atau angsuran, kolom ini ditambah dengan keterangan, misalnya uang muka, termin, atau angsuran, atas penyerahan BKP den/atau JKP.
- Dalam hal diketahui jumlah unit atau satuan tertentu lainnya, PKP harus menambahkan keterangan jumlah unit atau satuan tertentu lainnya tersebut atas BKP dan/atau JKP yang diserahkan.
Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP berupa kendaraan bermotor baru kepada Pembeli BKP untuk dilakukan registrasi kendaraan bermotor baru, kolom ini wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa merek, tipe, varian, dan nomor rangka, dengan format:
#merek#tipe#varian#nomor rangka.
Contoh:
PT O yang merupakan PKP dealer kendaraan bermotor baru merek OTR menyerahkan 3 (tiga) unit kendaraan bermotor baru kepada Tuan P sebagai pembeli dengan rincian data sebagai berikut:
Merek Tipe Varian Jumlah Unit Harga Jual per unit (Rp) Nomor Rangka OTR Alpha MT 1 200.000.000 MHYKZEBISCJ115045 OTR Betha AT 2 350.000.000 MHYABCBICBA124588
MHYABCSICBA125124Berdasarkan data di atas, kolom “Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak” diisi sebagai berikut:
No. Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin 1. OTR#Alpha#MT#MHYKZEBISCJ115045 200.000.000 2. OTR#Betha#AT#MHYABCBICBA124588 350.000.000 3. OTR#Betha#AT#MHYABCSICBA125124 350.000.000 Dalam hal PKP melakukan penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan, kolom ini wajib diisi dengan keterangan yang paling sedikit memuat informasi berupa alamat lengkap tanah dan/atau bangunan dimaksud, yang lazimnya didahului dengan nama jalan dan diikuti dengan nomor unit (tanah/bangunan) dan RT/RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta. diakhiri dengan kode pos.
Dalam hal terdapat kawasan/area (misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan) maka ditulis nama kawasan/area tersebut sebelum nama jalan.
Dikecualikan dari tata cara penulisan alamat di atas:
- dalam hal suatu alamat berdasarkan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya tidak mempunyai nama jalan atau tidak berada di suatu jalan tertentu dan tidak mempunyai nomor unit (tanah/bangunan) maka penulisan alamat paling sedikit mencantumkan nomor RT/ RW, nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos; dan
- dalam hal penyerahan BKP berupa tanah dan/atau bangunan oleh PKP yang menyerahkan properti baru yang belum terbentuk struktur RT/RW dan belum memiliki nama jalan maka penulisan alamat paling sedikit mencantumkan nama kawasan/area (misalnya apartemen, gedung perkantoran, atau kompleks perumahan), nomor unit (tanah/bangunan), nama kelurahan/desa, kecamatan, dan kabupaten/kota, serta diakhiri dengan kode pos.
- Kolom “Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.”
- Diisi dengan harga jual atau penggantian atas BKP dan/atau JKP yang diserahkan sebelum dikurangi dengan uang muka atau termin.
- Dalam hal diterima uang muka atau termin maka yang menjadi dasar penghitungan PPN yaitu jumlah uang muka atau termin yang bersangkutan.
Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.
Diisi dengan penjumlahan dari nilai dalam kolom “Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin.”
Potongan Harga.
Diisi dengan total nilai potongan harga BKP dan/atau JKP yang diserahkan, dalam hal terdapat potongan harga yang diberikan.
Uang Muka yang Telah Diterima.
Diisi dengan nilai uang muka yang telah diterima dari penyerahan BKP dan/atau JKP.
Dasar Pengenaan Pajak.
Diisi dengan:
- nilai pada jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin sebagaimana dimaksud pada angka 5 dikurangi dengan potongan harga dan uang muka yang telah diterima;
- dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
- nilai tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, yang menjadi dasar penghitungan PPN yang dipungut dan disetor dengan besaran tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang PPN.
Total PPN.
Diisi dengan jumlah PPN yang terutang sebesar:
- tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPN dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 8; atau
- besaran tertentu PPN yang dipungut sebagaimana diatur dalam Pasal 9A ayat (1) Undang-Undang PPN.
Total PPnBM.
Hanya diisi apabila terjadi penyerahan BKP yang tergolong mewah, yaitu sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud panda angka 8.
………………., tanggal ……………………..
Diisi dengan tempat dan tanggal Faktur Pajak dibuat.
Nama dan Tanda Tangan.
Diisi dengan nama dan Tanda Tangan Elektronik PKP orang pribadi yang menandatangani Faktur Pajak atau pejabat/pegawai yang telah ditunjuk oleh PKP untuk menandatangani Faktur Pajak.
Dalam hal penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan dengan menggunakan mata uang selain Rupiah maka:
- hanya Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 8, Total PPN sebagaimana dimaksud pada angka 9, dan Total PPnBM sebagaimana dimaksud pada angka 10, yang harus dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak, bea keluar, dan pajak penghasilan, yang berlaku pada saat Faktur Pajak seharusnya dibuat; dan
- untuk Faktur Pajak pengganti, kurs yang digunakan yaitu kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan mengenai nilai kurs sebagai dasar pelunasan bea masuk, pajak, bea keluar, dan pajak penghasilan, yang berlaku pada saat Faktur Pajak yang diganti pertama kali seharusnya dibuat.
Lampiran D - CONTOH BENTUK e-FAKTUR
Lampiran E - CONTOH FORMAT SURAT PEMBERITAHUAN KODE AKTIVASI
Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Kode Aktivasi
- Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
- Diisi dengan nomor surat pemberitahuan Kode Aktivasi.
- Diisi dengan tanggal surat pemberitahuan Kode Aktivasi.
- Diisi dengan nama PKP.
- Diisi dengan NPWP PKP.
- Diisi dengan alamat PKP.
- Diisi dengan nomor surat permintaan aktivasi akun PKP.
- Diisi dengan tanggal surat permintaan aktivasi akun PKP.
- Diisi dengan Kode Aktivasi PKP.
- Diisi dengan username PKP.
- Diisi dengan alamat posel (email) PKP yang tercantum dalam surat permintaan aktivasi akun PKP.
- Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
- Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
Lampiran F - CONTOH FORMAT SURAT PERMINTAAN NSFP
Petunjuk Pengisian Surat Permintaan NSFP (Selain dengan Jumlah Tertentu)
- Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
- Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP ditandatangani.
- Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan NSFP.
- Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP.
- Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. Dalam hal surat permintaan NSFP ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
- Diisi dengan nama PKP.
- Diisi dengan NPWP PKP.
- Diisi dengan alamat PKP.
- Diisi dengan jumlah angka permintaan NSFP.
- Diisi dengan jumlah terbilang permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada angka(11).
- Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
- Diisi dengan Masa Pajak SPT Masa PPN.
- Diisi dengan jumlah Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (14).
- Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).
Petunjuk Pengisian Surat Permintaan NSFP dengan Jumlah Tertentu
- Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
- Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP ditandatangani.
- Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan NSFP.
- Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP.
- Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan NSFP. Dalam hal surat permintaan NSFP ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
- Diisi dengan nama PKP.
- Diisi dengan NPWP PKP.
- Diisi dengan alamat PKP.
- Diisi dengan jumlah angka permintaan NSFP, yang mencerminkan proyeksi kebutuhan NSFP selama 3 (tiga) Masa Pajak.
- Diisi dengan jumlah terbilang permintaan NSFP sebagaimana dimaksud pada angka(11).
- Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
- Diisi dengan tanda silang (X) pada kotak yang sesuai dengan alasan permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
- Diisi dengan Masa Pajak SPT Masa PPN.
- Diisi dengan jumlah Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada angka (15). Dalam hal isian pada angka (14) diisi dengan alasan pemusatan tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutang, kolom ini diisi dengan jumlah keseluruhan Faktur Pajak yang dibuat dan dilaporkan dalam SPT Masa PPN oleh PKP tempat pemusatan PPN atau PPN dan PPnBM terutang serta seluruh PKP yang tempat PPN atau PPN dan PPnBM terutangnya dipusatkan.
- Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).
Lampiran G - CONTOH FORMAT SURAT PEMBERIAN NSFP DALAM BENTUK ELEKTRONIK
PETUNJUK PENGISIAN SURAT PEMBERIAN NSFP DALAM BENTUK ELEKTRONIK
- Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
- Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
- Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan.
- Diisi dengan nama PKP.
- Diisi dengan NPWP PKP.
- Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP dalam bentuk elektronik.
- Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP dalam bentuk elektronik.
- Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP.
- Diisi dengan nomor awa] NSFP yang diberikan.
- Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan.
Lampiran H - CONTOH FORMAT SURAT PEMBERIAN NSFP
Petunjuk Pengisian Surat Pemberian NSFP (Selain dengan Jumlah Tertentu)
- Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
- Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP.
- Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP.
- Diisi dengan nama PKP.
- Diisi dengan NPWP PKP.
- Diisi dengan alamat PKP.
- Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP.
- Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP.
- Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan.
- Diisi dengan nomor awal NSFP yang diberikan.
- Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan.
- Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
- Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
- Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
Petunjuk Pengisian Surat Pemberian NSFP dengan Jumlah Tertentu
- Diisi dengan nama kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahkan kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan alamat, nomor telepon dan nomor faksimile kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan, laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, serta nomor telepon dan alamat posel (email) layanan informasi dan pengaduan kring pajak sesuai dengan tata naskah dinas.
- Diisi dengan nomor surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu.
- Diisi dengan tanggal surat pemberian NSFP dengan jumlah tertentu.
- Diisi dengan nama PKP.
- Diisi dengan NPWP PKP.
- Diisi dengan alamat PKP.
- Diisi dengan nomor surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
- Diisi dengan tanggal surat permintaan NSFP dengan jumlah tertentu.
- Diisi dengan jumlah NSFP yang diberikan.
- Diisi dengan nomor awal NSFP yang diberikan.
- Diisi dengan nomor akhir NSFP yang diberikan.
- Diisi dengan tahun pembuatan Faktur Pajak.
- Diisi dengan tanda tangan Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
- Diisi dengan nama dan NIP Kepala Seksi Pelayanan atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan.
Lampiran I - CONTOH FORMAT SURAT PERMOHONAN CETAK ULANG KODE AKTIVASI DAN KIRIM ULANG PASSWORD
Petunjuk Pengisian Surat Permohonan Cetak Ulang Kode Akfivasi/Kirim Ulang Password
- Diisi dengan nomor surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
- Diisi dengan tanggal surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/Kirim ulang Password ditandatangani.
- Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password.
- Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password.
- Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/kirim ulang Password. Dalam hal surat permohonan cetak ulang Kode Aktivasi/ldrim ulang Password ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
- Diisi dengan nama PKP.
- Diisi dcngan NPWP PKP.
- Diisi dengan alamat PKP.
- Diisi dengan alamat posel (email) utama yang dimiliki PKP.
- Diisi dengan alamat posel (email) alternatif selain alamat posel (email) sebagaimana dimaksud pada angka (11).
- Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).
Lampiran J - TATA CARA PEMBUATAN FAKTUR PAJAK PENGGANTI
- Atas permintaan PKP Pembeli BKP den/atau Penerima JKP atau atas kemauan sendiri, PKP yang membuat Faktur Pajak membetulkan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau penulisan dengan cara membuat Faktur Pajak pengganti menggunakan aplikasi e-Faktur.
- Pembuatan Faktur Pajak pengganti dapat dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang—undangan di bidang perpajakan.
- Pembetulan Faktur Pajak yang salah dalam pengisian atau penulisan tidak diperkenankan dilakukan selain dengan cara sebagaimana dimaksud pada angka 1.
- Pembuatan Faktur Pajak pengganti dilaksanakan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B dan huruf C Peraturan Direktur Jenderal ini.
- Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada angka 1, diisi berdasarkan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
- NSFP Faktur Pajak pengganti tetap menggunakan NSFP yang sama dengan NSFP Faktur Pajak yang diganti.
- Tanggal Faktur Pajak pengganti diisi dengan tanggal pada saat Faktur Pajak pengganti dibuat.
- Dalam hal PKP yang menyerahkan BKP dan/atau JKP telah melaporkan Faktur Pajak yang djganti dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak keluaran maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Dalam hal PKP Pembeli BKP dan/atau Penerima JKP telah melaporkan Faktur Pajak yang diganti dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak masukan maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Faktur Pajak pengganti dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti dengan mencantumkan nilai dan/atau keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya setelah penggantian.
- Pelaporan Faktur Pajak pengganti dalam SPT Masa PPN sebagaimana dimaksud pada angka 10 harus mencantumkan kode dan NSFP Faktur Pajak yang diganti pada kolom yang telah ditentukan dalam formulir SPT Masa PPN.
Lampiran K - TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK
- PKP harus melakukan pembatalan Faktur Pajak menggunakan aplikasi e—Faktur untuk Faktur Pajak yang telah dibuat atas penyerahan:
- BKP dan/atau JKP yang transaksinya dibatalkan; atau
- barang dan/atau jasa yang seharusnya tidak dibuatkan Faktur Pajak.
- Pembatalan Faktur Pajak dapat dilakukan sepanjang terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak dilaporkannya Faktur Pajak yang dibatalkan masih dapat disampaikan atau dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
- Pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a harus didukung oleh bukti atau dokumen yang membuktikan bahwa telah terjadi pembatalan transaksi. Bukti dapat berupa pembatalan kontrak atau dokumen lain yang menunjukkan telah terjadi pembatalan transaksi.
- Faktur Pajak yang dibatalkan harus tetap diadministrasikan oleh PKP yang membuat Faktur Pajak.
- Dalam hal PKP yang membuat Faktur Pajak belum melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak keluaran maka PKP dimaksud harus tetap melaporkan Faktur Pajak tersebut dalam SPT Masa PPN dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, kolom PPN, dan kolom PPnBM.
- Dalam hal PKP yang menyerahkan BKP atau barang dan/atau menyerahkan JKP atau jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak keluaran maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, kolom PPN, dan kolom PPnBM.
- Dalam hal PKP Pembeli BKP atau pembeli barang dan/atau Penerima JKP atau penerima jasa telah melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan dalam SPT Masa PPN sebagai Faktur Pajak masukan maka PKP dimaksud harus melakukan pembetulan SPT Masa PPN Masa Pajak yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dengan cara melaporkan Faktur Pajak yang dibatalkan tersebut dengan mencantumkan nilai 0 (nol) pada kolom DPP, kolom PPN, dan kolom PPnBM.
Lampiran L - CONTOH FORMAT SURAT PERMINTAAN DATA e-FAKTUR
Petunjuk Pengisian Surat Permintaan Data e-Faktur
- Diisi dengan nomor surat permintaan data e-Faktur sesuai dengan administrasi persuratan PKP.
- Diisi dengan tanggal surat permintaan data e-Faktur ditandatangani.
- Diisi dengan jumlah lampiran yang disertakan dalam surat permintaan data e-Faktur.
- Diisi dengan nama kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan alamat kantor pelayanan pajak tempat PKP dikukuhkan.
- Diisi dengan nama PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan data e-Faktur.
- Diisi dengan jabatan wakil/kuasa PKP yang menandatangani surat permintaan data e-Faktur. Dalam hal surat permintaan data e-Faktur ditandatangani sendiri oleh PKP orang pribadi, kolom ini tidak perlu diisi.
- Diisi dengan nama PKP.
- Diisi dengan NPWP PKP.
- Diisi dengan alamat PKP.
- Diisi dengan Masa Pajak awal dari data e-Faktur yang diminta.
- Diisi dengan tahun dari Masa Pajak awal sebagaimana dimaksud pada angka (11).
- Diisi dengan Masa Pajak akhir dari data e-Faktur yang diminta.
- Diisi dengan tahun dari Masa Pajak akhir sebagaimana dimaksud pada angka (13).
- Diisi dengan alasan permintaan data e-Faktur.
- Diisi dengan tanda tangan PKP orang pribadi atau wakil/kuasa PKP sebagaimana dimaksud pada angka (6).
Lampiran M - CONTOH FORMAT BENTUK DAN UKURAN FAKTUR PAJAK BERBENTUK KERTAS (HARDCOPY)
Petunjuk Pengisian Faktur Pajak Berbentuk Kertas (Hardcopy)
- Format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sama dengan format dan tata cara penggunaan kode dan NSFP sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali ditetapkan lain oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Tata cara pengisian keterangan dalam Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) sama dengan tata cara pengisian keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C Peraturan Direktur Jenderal ini, kecuali untuk tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g Peraturan Direktur Jenderal ini.
- Tanda tangan untuk Faktur Pajak berbentuk kertas (hardcopy) diisi dengan tanda tangan basah PKP orang pribadi atau pejabat/pegawai yang telah ditunjuk oleh PKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal ini.
Akhir
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
SURYO UTOMO
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
u.b.
KEPALA BAGIAN UMUM,
ttd
DWI BUDI ISWAHYU
NIP 19701102 199012 1 001