KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 40-42 JAKARTA 12190
TELEPON (021) 5250208; 5251609; FAKSIMILE (021) 5736088; SITUS: http://www.pajak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200;
EMAIL [email protected]; [email protected]
NOTA DINAS
Nomor ND-6/PJ/PJ.03/2021
Yth.
:
1.
Para Kepala Kantor Wilayah
2.
Para Kepala Kantor Pelayanan Pajak
di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
Dari
:
Direktur Jenderal
Sifat
:
Segera
Hal
:
Perlakuan Perpajakan atas Uang Pertanggungan Asuransi
Tanggal
:
21 Januari 2021
Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan perlakuan perpajakan atas uang pertanggungan asuransi dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:
1.
Pasal 4 ayat (3) huruf e Undang-Undang Nomor **7 TAHUN 1983** tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pasal 111 Undang-Undang Nomor **11 TAHUN 2020** tentang Cipta Kerja, diatur bahwa pembayaran dari perusahaan asuransi karena kecelakaan, sakit atau karena meninggalnya orang yang tertanggung, dan pembayaran asuransi beasiswa tidak termasuk sebagai objek pajak;
2.
berdasarkan hal-hal tersebut di atas, disampaikan bahwa:
a.
perubahan muatan Pasal 4 ayat (3) huruf e UU PPh dalam UU Cipta Kerja tidak mengubah pengaturan dan pemajakan atas industri asuransi baik untuk asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
b.
sebagaimana dimaklumi, asuransi merupakan usaha yang menyangkut pertanggungan atau pengelolaan risiko. Seiring perkembangannya, produk asuransi memungkinkan adanya kombinasi antara unsur manfaat risiko dan unsur manfaat investasi. Kedua hal tersebut (risiko dan investasi) memiliki konsekuensi perpajakan yang berbeda;
c.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-09/PJ.42/1997 tanggal 23 Juli 1997 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Penerimaan Manfaat Asuransi Jiwa, ditegaskan bahwa atas kelebihan nilai tabungan dari premi yang dibayarkan merupakan objek PPh dan dikenai pemotongan PPh final atas tabungan. Dalam perspektif ini, dari awal sudah dipahami atas kelebihan nilai tabungan dari premi yang dibayarkan merupakan objek pajak yang dipenuhi melalui pemotongan PPh;
d.
dengan pertimbangan bahwa perusahaan asuransi tidak termasuk dalam pengertian pihak pemotong PPh final atas tabungan (seperti bank), melalui SE-56/2015 tanggal 24 Juli 2015, surat edaran dimaksud huruf c dicabut. Dengan demikian, pencabutan SE-09/PJ.42/1997 tersebut bukan berarti mengecualikan penghasilan tersebut dari pengenaan PPh, melainkan lebih dimaksudkan bahwa atas kelebihan nilai tabungan dari premi yang dibayarkan pada prinsipnya merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi Wajib Pajak dan termasuk penghasilan yang dikenai PPh dengan tarif Pasal 17 UU PPh (sebelumnya dipotong PPh final);
e.
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dikecualikan dari objek pajak adalah penggantian atau santunan yang diterima oleh orang pribadi karena suatu peristiwa tidak pasti yang dipertanggungkan dalam polis asuransi seperti saat tertanggung meninggal dunia, kecelakaan, atau sakit;
f.
ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf e selaras dengan Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh, bahwa premi asuransi yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi untuk kepentingan dirinya tidak boleh dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak;
g.
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan manfaat asuransi yang berasal dari bagian investasi dapat berupa:
1)
selisih lebih antara nilai manfaat investasi yang diterima Wajib Pajak dengan akumulasi nilai premi bagian investasi yang telah dibayarkan; atau
2)
manfaat investasi yang dijamin dengan persentase tertentu,
merupakan penghasilan bagi Wajib Pajak yang menerima dan tidak termasuk dalam pengertian penggantian atau santunan sebagaimana dimaksud pada huruf e. Penghasilan tersebut digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif Pasal 17
UU PPh dalam SPT Tahunan PPh.
Demikian disampaikan.
a.n.
Direktur Jenderal,
Direktur Peraturan Perpajakan II
ttd.
Yunirwansyah
Tembusan:
1.
Direktur Jenderal Pajak;
2.
Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak;
3.
Direktur Peraturan Perpajakan I;
4.
Direktur Pemeriksaan dan Penagihan;
5.
Direktur Keberatan dan Banding;
6.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan;
7.
Direktur Data dan Informasi Perpajakan;
8.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat;
9.
Direktur Transformasi Proses Bisnis.
Kp.:PJ.032/PJ.0301/2021