User Tools

Site Tools


peraturan:kmk:909kmk.011993
             KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 909/KMK.01/1993

                        TENTANG 

     TATA CARA PENAGIHAN PIUTANG BEA MASUK/BEA MASUK TAMBAHAN, PAJAK EKSPOR/PAJAK EKSPOR 
  TAMBAHAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH YANG BERKAITAN 
            DENGAN FASILITAS YANG DIKELOLA BAPEKSTA KEUANGAN

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa dalam rangka pengamanan penerimaan negara serta upaya memperlancar pemasukannya ke kas 
negara, dipandang perlu untuk mengatur tata cara penagihan/penyelesaian piutang Bea Masuk/Bea Masuk 
Tambahan, Pajak Ekspor/Pajak Ekspor Tambahan dan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang 
Mewah yang berkaitan dengan fasilitas yang dikelola BAPEKSTA Keuangan;

Mengingat :
    
1.  Indische Tariefwet (Stbl. 1873 Nomor 35), sebagaimana telah diubah dan ditambah;
2.  Indische Comptabiliteitswet (Stbl. 1925 No. 448) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir 
    dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53);
3.  Rechten Ordonnantie (Stbl. 1931 Nomor 471), sebagaimana telah diubah dan ditambah;
4.  Undang-undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara Dengan Surat Paksa 
    (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1850);
5.  Undang-undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara 
    Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2102);
6.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262);
7.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan Atas Barang Modal (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara 
    Nomor 3264);
8.  Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1969 tentang Pembebanan Atas Impor (Lembaran Negara 
    Tahun 1969 Nomor 7) jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1973 (Lembaran Negara Tahun 1973 
    Nomor 4);
9.  Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-undang Pajak Pertambahan 
    Nilai 1984 (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3287) 
    sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 TAHUN 1993 
    tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-
    undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan 
    Peraturan Pemerintah Nomor 76 TAHUN 1991 (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 98, Tambahan 
    Lembaran Negara Nomor 3464);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1986 tentang Perubahan Pasal 1 Regeringsverordening 1937 
    (Stbl. Tahun 1937 Nomor 184);
11. Keputusan Presiden RI No. 51 TAHUN 1987 tentang Pembebanan Pajak Pertambahan Nilai Impor Atas 
    Barang dan Bahan Yang Berkaitan Dengan Ekspor (Lembaran Negara Tahun 1987 Nomor 54);
12. Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 1991 tentang Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara;
13. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 271/KMK.07/4/1971 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara 
    Pelimpahan Piutang Negara Yang Dinyatakan Macet;
14. Keputusan Bersama Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan, dan Menteri Perindustrian Nomor 
    135/KPB/V/86, Nomor 316/KMK.01/1986, dan Nomor 160/M/S.K/5/1986 tentang Kemudahan 
    Tata-Niaga Bagi Peningkatan Ekspor Non Migas;
15. Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 
    315/KMK.01/1986, Nomor 134/KPB/V/86 dan Nomor 19/4/KEP/GBI tentang Tata Cara dan Persyaratan 
    Pembebasan Bea Masuk Atas Barang dan Bahan Impor Yang Dipergunakan Dalam Pembuatan 
    Komoditi Ekspor;
16. Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Gubernur Bank Indonesia Nomor 
    317/KMK.01/1986, Nomor 136/KPB/V/86 dan Nomor 19/5/KEP/GBI tentang Tata Cara dan Persyaratan 
    Pengembalian Bea Masuk Atas Barang, Bahan dan Peralatan Konstruksi Yang Dipergunakan Untuk 
    Memenuhi Kebutuhan Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Bantuan Atau Pinjaman 
    Luar Negeri;
17. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 323/KMK.01/1986 tentang Besarnya Biaya Administrasi;
18. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 848/KMK.01/1987 tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Bea 
    Masuk dan Perpajakan Untuk Barang-barang Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Pinjaman/
    Bantuan Luar Negeri;
19. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 849/KMK.01/1987 tentang Pembebasan/Pengembalian Bea Masuk 
    dan Bea Masuk Tambahan Serta Penangguhan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemasukan dan 
    Pengeluaran Barang Dari dan Ke Kawasan Berikat;
20. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 850/KMK.02/1987 tentang Tata Cara dan Persyaratan Untuk 
    Memperoleh Fasilitas Atas Impor Mesin Dan Mesin Peralatan Pabrik Dalam Rangka Pembuatan Barang 
    Ekspor, sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1059/KMK.00/1992 tentang 
    Penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 850/KMK.01/1987 tentang Tata Cara dan 
    Persyaratan Untuk Memperoleh Fasilitas Atas Impor Mesin dan Mesin Peralatan Pabrik Dalam Rangka 
    Pembuatan Barang Ekspor;
21. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 852/KMK.01/1987 tentang Pengaturan Barang Ekspor Yang 
    Kembali;
22. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 310/KMK.01/1988 tentang Pembayaran Pendahuluan Atas 
    Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai Dan Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Untuk Pembelian 
    Mesin, Barang Dan Bahan Yang Digunakan Dalam Menghasilkan Barang Ekspor Jo. Keputusan Menteri 
    Keuangan Nomor 193/KMK.015/1992 tentang Penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    310/KMK.01/1988 tanggal 29 Februari 1988 tentang Pembayaran Pendahuluan Atas Pelunasan Pajak 
    Pertambahan Nilai Dan Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah untuk Pembelian Mesin, Barang Dan 
    Bahan Yang digunakan Dalam Menghasilkan Barang Ekspor;
23. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 554/KMK.01/1992 tentang Penangguhan Pembayaran Pajak 
    Pertambahan Nilai Atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan 
    Bahan Asal Impor Yang Dipergunakan Dalam Pembuatan Komoditi Ekspor;
24. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 5/KMK.01/1993 tentang Penunjukan Bank Sebagai Bank Persepsi 
    Dalam Rangka Pengelolaan Setoran Penerimaan Negara;

                         MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PENAGIHAN PIUTANG BEA 
MASUK/BEA MASUK TAMBAHAN, PAJAK EKSPOR/PAJAK EKSPOR TAMBAHAN DAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, 
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH YANG BERKAITAN DENGAN FASILITAS YANG DIKELOLA BAPEKSTA 
KEUANGAN.


                        Pasal 1

(1) Piutang atas Bea Masuk/Bea Masuk Tambahan (BM/BMT), Pajak Ekspor/Pajak Ekspor Tambahan 
    (PE/PET) serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) yang 
    berkaitan dengan pemberian fasilitas pembebasan dan fasilitas pengembalian serta pembayaran 
    pendahuluan yang dikelola oleh BAPEKSTA Keuangan merupakan piutang negara.

(2) Piutang negara yang terhutang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan oleh Kepala 
    BAPEKSTA Keuangan dengan menebitkan Surat Pemberitahuan Piutang Negara (SPPN) kepada 
    pengusaha yang berhutang, sesuai dengan contoh formulir dalam Lampiran I Keputusan ini.


                        Pasal 2

(1) Terhadap piutang negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), pengusaha yang berhutang 
    wajib melunasinya melalui Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi dalam jangka waktu selambat-
    lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SPPN.

(2) Pengusaha wajib menyampaikan fotocopy bukti pelunasan yang telah ditandasahkan oleh bank yang 
    bersangkutan kepada Bapeksta Keuangan selambat-lambatnya 6 (enam) hari setelah tanggal 
    pelunasan.


                        Pasal 3

(1) Pengusaha yang berhutang dapat mengajukan keberatan atas SPPN kepada Kepala BAPEKSTA 
    Keuangan dalam batas waktu sebelum jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
    ayat (1) berakhir.

(2) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar piutang 
    negara sesuai jumlah yang tercantum dalam SPPN.

(3) Kepala BAPEKSTA Keuangan wajib memberikan keputusan atas keberatan dimaksud dalam ayat (1) 
    dengan disertai alasan-alasannya dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak diterima 
    surat keberatan secara lengkap.

(4) Apabila setelah jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak diterima surat keberatan, Kepala 
    Bapeksta Keuangan tidak memberikan keputusan, maka keberatan dianggap diterima.

(5) Keputusan keberatan yang ditetapkan oleh Kepala BAPEKSTA Keuangan sebagaimana dimaksud 
    dalam ayat (3) bersifat final dan mengikat.


                        Pasal 4

Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan SPPN sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat 
(1), pengusaha yang berhutang belum melunasi kewajibannya, Kepala BAPEKSTA Keuangan segera 
menerbitkan Surat Teguran (ST) sesuai dengan contoh formulir dalam Lampiran II Keputusan ini.


                        Pasal 5

Apabila dalam batas waktu 14 (empat belas) hari sejak dikeluarkan Surat Teguran (ST) sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 4, pengusaha yang berhutang belum melunasi kewajibannya, Kepala BAPEKSTA 
Keuangan segera menyampaikan :

a.  Surat Penyerahan Penagihan Piutang Negara (SP3N) BM/BMT, PE/PET dan sanksi administrasi, sesuai 
    dengan contoh formulir dalam Lampiran III Keputusan ini, kepada Kepala Badan Urusan Piutang dan 
    Lelang Negara (BUPLN) untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang 
    berlaku.

b.  SPPN Pajak, sesuai dengan contoh formulir dalam Lampiran IV Keputusan ini, kepada Direktur 
    Jenderal Pajak, untuk diproses lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang 
    berlaku.


                        Pasal 6

Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara memberitahukan pelaksanaan serta perkembangan 
pengurusan penagihan piutang Negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a kepada Kepala 
BAPEKSTA Keuangan selambat-lambatnya 1 bulan setelah piutang diselesaikan.


                        Pasal 7

(1) Pembayaran piutang negara dan sanksi administrasi dilakukan dengan menggunakan :
    a.  Surat Setoran Bea Cukai (SSBC) untuk hutang BM/BMT;
    b.  Surat Tanda Bukti Setor (STBS) untuk hutang PE/PET;
    c.  Surat Setoran Pajak (SSP) untuk hutang PPN dan PPn BM;
    d.  Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (SSBP) untuk sanksi administrasi.

(2) Pada bukti pembayaran piutang negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dicantumkan 
    nomor dan tanggal SPPN.

(3) Lembar ke-2 SSBC sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a yang telah ditera dengan mesin 
    cash register oleh KPKN, dikirimkan kepada Direktur Perencanaan Penerimaan, Direktorat Jenderal 
    Bea dan Cukai.

(4) SPPN dilampiri dengan SSP sebagai bukti pelunasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c 
    diperlakukan sebagai Pajak Masukan.


                        Pasal 8

(1) Apabila dari hasil pemeriksaan ternyata piutang negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, tidak 
    atau kurang dibayar kepada Pengusaha yang berhutang, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 
    dan atau kenaikan.

(2) Besarnya sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebesar 2% (dua persen) per 
    bulan dari jumlah piutang negara yang tidak atau kurang dibayar dihitung sejak tanggal PIUD 
    ditandasahkan/surat Keputusan Pengembalian diterima sampai dengan tanggal dikeluarkannya SPPN 
    untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulan, bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh.

(3) Besarnya kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah sebesar 100% (seratus persen) dari 
    piutang negara yang tidak atau kurang dibayar.

(4) Sanksi administrasi berupa bunga dan atau kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat 
    (3) hanya berlaku untuk BM/BMT, tidak termasuk tagihan atas PPN dan PPn BM.

(5) Apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan jumlah piutang negara yang tidak atau kurang dibayar 
    sebagai akibat dari tindak pemalsuan dokumen/bukti pembayaran, akan diproses lebih lanjut sesuai 
    dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


                        Pasal 9

Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Kepala BAPEKSTA 
Keuangan, Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Direktur Jenderal Anggaran, Direktur 
Jenderal Lembaga Keuangan, dan Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara, baik secara bersama-
sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugas masing-masing.


                        Pasal 10

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 25 Nopember 1993
MENTERI KEUANGAN,

ttd

MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/kmk/909kmk.011993.txt · Last modified: 2023/02/05 20:15 by 127.0.0.1