User Tools

Site Tools


peraturan:kmk:89kmk.052000
             KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                     NOMOR 89/KMK.05/2000

                        TENTANG 

                  PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  bahwa berdasarkan Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai 
    ketentuan tentang besarnya tarif cukai dan penetapan Harga Dasar diatur lebih lanjut oleh Menteri 
    Keuangan;
b.  bahwa usaha unifikasi dan simplikasi sistem pengenaan tarif cukai hasil tembakau perlu ditindaklanjuti 
    agar dapat menjamin kelangsungan hidup industri hasil tembakau guna pengamanan penerimaan 
    negara, perlindungan usaha kecil, penciptaan tenaga kerja, dan untuk menciptakan persaingan yang 
    sehat antar golongan pabrik;
c.  bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dipandang perlu mengatur penetapan tarif cukai dan 
    harga dasar hasil tembakau dengan Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
2.  Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
3.  Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999;

                            MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN TARIF CUKAI DAN HARGA DASAR HASIL TEMBAKAU.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1.  Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.

2.  Direktur Jenderal, Pengusaha Pabrik, Sigaret, Sigaret Putih Mesin (SPM), Sigaret Kretek Mesin (SKM), 
    Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Kretek Yang Dibuat Dengan Cara Lain Daripada Mesin, 
    Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM), Rokok Klobot (KLB), Cerutu (CRT), Tembakau Iris (TIS), Hasil 
    Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), dan Dokumen Cukai adalah sebagaimana dimaksud dalam 
    Undang-undang.

3.  Sigaret Mesin (SM) adalah SPM dan SKM.

4.  Sigaret Non Mesin adalah sigaret putih dan kretek, termasuk Rokok Klobot (KLB) dan Rokok Kelembak 
    Kemenyan (KLM), yang dalam proses pembuatannya sejak dari pelintingan sampai dengan 
    pengemasannya tidak menggunakan mesin.

5.  Importir adalah orang yang memiliki izin berupa NPPBKC untuk melakukan impor hasil tembakau.

6.  Harga Jual Eceran (HJE) adalah harga penyerahan pedagang eceran kepada konsumen terakhir yang 
    di dalamnya sudah termasuk cukai, yang wajib tertera pada pita cukai.

7.  Harga Jual Eceran Minimum adalah HJE serendah-rendahnya yang ditetapkan atas hasil tembakau 
    produksi Golongan Pengusaha Pabrik pada tarif tertentu.

8.  Harga Jual Eceran Maksimum adalah HJE setinggi-tingginya yang ditetapkan atas hasil tembakau 
    produksi Golongan Pengusaha Pabrik pada tarif tertentu.

9.  Tempat Penjualan Eceran (PTE) adalah tempat yang digunakan untuk menjual secara eceran hasil 
    tembakau kepada konsumen akhir, yang meliputi tempat-tempat antara lain distributor, agen, 
    supermarket, atau tempat dagang lainnya tidak termasuk tempat hiburan dan tempat berdagang 
    pedagang kaki lima atau pedagang asongan.

10. Pedagang kaki lima atau Pedagang Asongan (PKL) adalah pedagang yang menjual secara eceran hasil 
    tembakau dengan menggunakan tempat atau bangunan yang bersifat tidak permanen dan sewaktu-
    waktu dapat berpindah tempat.

11. Harga Transaksi Pabrik adalah harga transaksi hasil tembakau yang terjadi antara Pengusaha Pabrik 
    atau Importir dengan distributor, agen, Pengusaha TPE, pedagang kaki lima, atau pihak pembeli 
    lainnya.

12. Harga Transaksi Pasar adalah harga transaksi hasil tembakau yang terjadi antara Pengusaha Tempat 
    Penjualan Eceran dengan konsumen.

13. Produksi Pabrik adalah produksi dari masing-masing jenis hasil tembakau yang dihitung berdasarkan 
    dokumen cukai pemesanan pita cukai.

14. Batasan Produksi Tahun Takwin adalah batasan jumlah produksi dari masing-masing jenis hasil 
    tembakau yang berada dalam satu Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
    3 Keputusan ini, yang dihitung berdasarkan dokumen cukai pemesanan pita cukai yang diajukan oleh 
    Pengusaha Pabrik yang bersangkutan, yang memiliki satu atau lebih Nomor Pokok Pengusaha Barang 
    Kena Cukai (NPPBKC), dalam satu tahun takwim sebelumnya.


                        Pasal 2

(1) Perhitungan cukai hasil tembakau yang harus dilunasi dilakukan berdasarkan hasil perkalian tarif 
    cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan Harga Dasar.

(2) Harga Dasar yang digunakan adalah HJE.


                        BAB II
          PENGGOLONGAN PENGUSAHA PABRIK, TARIF CUKAI, DAN HARGA JUAL ECERAN

                        Pasal 3

(1) Pengusaha Pabrik hasil tembakau dikelompokkan ke dalam Golongan Pengusaha Pabrik berdasarkan 
    Produksi Pabrik dan Batasan Produksi Tahun Takwin sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I 
    Keputusan ini.

(2) Penyesuaian kenaikan Golongan Pengusaha Pabrik selain Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali 
    wajib dilakukan pada saat Produksi Pabrik dalam tahun takwim yang sedang berjalan telah melampaui 
    jumlah yang setara dengan Batasan Produksi Tahun Takwim dari golongan Pengusaha Pabrik yang 
    bersangkutan.

(3) Penyesuaian kenaikan golongan bagi Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali dilakukan pada saat 
    Produksi Pabrik dalam tahun takwim yang sedang berjalan telah melampaui jumlah yang setara 
    dengan Batasan Produksi Tahun Takwim dari golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali atau dalam hal 
    salah satu produksinya menggunakan HJE melebihi Batasan HJE Maksimum yang ditentukan.

(4) Penurunan Golongan Pengusaha Pabrik diizinkan pada setiap awal tahun takwim berikutnya dalam 
    hal Produksi Pabrik dalam satu tahun takwim kurang dari Batasan Produksi Tahun Takwim yang 
    berlaku terhadap Golongan Pengusaha Pabrik yang bersangkutan.

(5) Penurunan Golongan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) hanya diberikan untuk 
    satu tingkat lebih rendah dari Golongan Pengusaha Pabrik sebelumnya.


                        Pasal 4

(1) Golongan Pengusaha Pabrik Kecil Sekali diberi fasilitas sebagai Pengusaha Tidak Kena Pajak dan atas 
    produksi hasil tembakaunya tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bila Produksi Pabrik dalam tahun takwim 
    yang sedang berjalan telah melampaui Batasan Produksi Tahun Takwim atau bila HJE produksi hasil 
    tembakaunya telah melampaui Batasan HJE yang ditetapkan.

(3) Dalam hal terjadi kekurangan perhitungan cukai dan PPN akibat dilampauinya batasan produksi 
    maupun HJE yang ditetapkan kepada Pengusaha Pabrik Kecil Sekali yang bersangkutan dapat 
    dilakukan penagihan dan atau pemungutan cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), terhitung sejak 
    Batasan Produksi Tahun Takwim atau Batasan HJE dilampaui.


                        Pasal 5 

(1) Tarif cukai masing-masing jenis hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri ditetapkan berdasarkan 
    Golongan Pengusaha Pabrik dan Batasan HJE sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan 
    ini.

(2) Tarif cukai masing-masing jenis hasil tembakau yang diimpor ditetapkan berdasarkan tarif cukai dan 
    Batasan HJE sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Keputusan ini.

(3) Kepada Pengusaha Pabrik yang dapat melakukan ekspor hasil tembakau dari jenis sigaret sebesar 
    minimal 25 % (dua puluh lima per seratus) dari seluruh hasil tembakau jenis sigaret yang 
    diproduksinya dengan jumlah tidak kurang dari 5 milyar batang, yang dihitung berdasarkan dokumen 
    cukai pemesanan pita cukai dalam satu tahun takwim yang sama, diberikan pengurangan tarif cukai 
    sebesar 2 % (dua per seratus) atas hasil tembakau dari jenis sigaret yang dipasarkan di dalam negeri.

(4) Pengurangan tarif cukai sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) mulai diberikan terhadap dokumen 
    pemesanan pita cukai hasil tembakau (CK-1) yang didaftarkan dalam Buku Daftar Dokumen 
    Pemesanan Pita Cukai (BDCK-3) selama satu tahun takwim berikutnya.


                        Pasal 6

(1) Atas HJE Hasil Tembakau dari jenis Sigaret Kretek Mesin, Sigaret Kretek Tangan, dan Sigaret Putih 
    Mesin yang telah ditetapkan sejak tanggal 1 April 1999 sampai dengan tanggal 31 Maret 2000 dan 
    telah direalisasikan pemesanan pita cukainya, wajib dinaikkan sebesar 10 % (sepuluh per seratus) 
    dari Harga Jual Eceran yang telah ditetapkan.

(2) Penetapan HJE Hasil Tembakau untuk pemasaran di dalam negeri maupun untuk keperluan     ekspor 
    yang lebih dari 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penetapan HJE tidak direalisasikan pemesanan 
    pita cukai maupun ekspornya, dinyatakan batal.

(3) Atas HJE Hasil Tembakau yang dibatalkan penetapannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat 
    diajukan permohonan penetapannya kembali oleh Pengusaha Pabrik atau Importir setelah memenuhi 
    ketentuan yang berlaku.

(4) Pengusaha Pabrik tidak diizinkan menurunkan HJE atas suatu merek hasil tembakau yang masih 
    berlaku penetapan HJE-nya, kecuali dalam hal telah terjadi penurunan Golongan Pengusaha Pabrik 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

(5) Terhadap hasil tembakau impor dapat diberikan pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud 
    dalam ayat (4) setelah terlebih dahulu memenuhi persyaratan yang ditetapkan Direktur Jenderal Bea 
    dan Cukai.

(6) HJE merek baru suatu hasil tembakau dapat lebih rendah dari HJE yang telah dimiliki Pengusaha 
    Pabrik, sepanjang tidak lebih rendah dari Batas Harga Jual Eceran Minimum yang ditetapkan atas 
    Golongan Pengusaha Pabrik yang bersangkutan.


                        Pasal 7

(1) Persetujuan penggunaan HJE suatu merek hasil tembakau diberikan oleh Direktur Jenderal 
    berdasarkan dokumen cukai Kalkulasi HJE yang diajukan oleh Pengusaha Pabrik atau Importir.

(2) Bentuk contoh dokumen cukai Kalkulasi HJE ditetapkan oleh Direktur Jenderal.


                        Pasal 8

(1) Dalam hal Harga Transaksi Pasal telah melampaui HJE, maka Pengusaha Pabrik atau Importir wajib 
    melakukan penyesuaian dengan mengajukan dokumen cukai Kalkulasi HJE yang baru, yang telah 
    disesuaikan dengan Harga Transaksi Pasar tersebut, untuk mendapatkan penetapan HJE dari Direktur 
    Jenderal

(2) Dalam hal dari hasil pemantauan Pejabat Bea dan Cukai kedapatan Harga Transaksi Pasar telah 
    melampaui HJE, Direktur Jenderal dapat memberitahukan hal tersebut kepada Pengusaha Pabrik atau 
    Importir yang bersangkutan.

(3) Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal surat pemberitahuan sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (2) Pengusaha Pabrik atau Importir tidak memberikan sanggahan atau 
    mengajukan dokumen cukai Kalkulasi HJE yang baru, maka Direktur Jenderal dapat melakukan 
    penetapan penyesuaian HJE hasil tembakau yang bersangkutan berdasarkan perhitungan kalkulasi 
    HJE yang dilakukannya.


                        BAB III
                       HASIL TEMBAKAU YANG DIBAGIKAN SECARA
                 CUMA-CUMA KEPADA KARYAWAN PABRIK DAN PIHAK KETIGA

                        Pasal 9

(1) HJE hasil tembakau yang diberikan secara cuma-cuma kepada karyawan Pabrik sebesar 50 % (lima 
    puluh per seratus) dari HJE hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk 
    umum.

(2) HJE hasil tembakau yang diberikan secara cuma-cuma kepada pihak ketiga sebesar 75 % (tujuh 
    puluh lima per seratus) dari HJE hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk 
    umum.

(3) Jumlah hasil tembakau yang diberikan secara cuma-cuma kepada karyawan Pabrik dibatasi 
    maksimal :
    a.  300 (tiga ratus) batang per bulan untuk karyawan tetap atau karyawan bulanan, atau
    b.  100 (seratus) batang per bulan untuk karyawan harian atau karyawan borongan.

(4) Jumlah hasil tembakau yang diberikan secara cuma-cuma kepada pihak ketiga sebagaimana 
    dimaksud dalam ayat (2) dibatasi maksimum sebesar 0,01 % (satu per sepuluh ribu) dari seluruh 
    Produksi Pabrik dalam tahun takwim sebelumnya.

(5) Besaran tarif cukai atas hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) 
    ditetapkan sama dengan besaran tarif cukai dari hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama, 
    yang dijual untuk umum.


                        BAB IV
                              PENUTUP

                        Pasal 10

(1) Direktur Jenderal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Keputusan ini.

(2) Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan ini, diatur lebih lanjut oleh Direktur 
    Jenderal.


                        Pasal 11

Pada saat Keputusan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 124/KMK.05/1999 tentang 
Penetapan Tarif Cukai dan Harga Dasar Hasil Tembakau sebagaimana diubah, terakhir dengan Keputusan 
Menteri Keuangan Nomor : 482/KMK.05/1999 dinyatakan tidak berlaku.


                        Pasal 12

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2000.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Maret 2000
MENTERI KEUANGAN

ttd

BAMBANG SUDIBYO
peraturan/kmk/89kmk.052000.txt · Last modified: 2023/02/05 20:26 by 127.0.0.1