User Tools

Site Tools


peraturan:kmk:643kmk.041994
             KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 643/KMK.04/1994

                        TENTANG 

 PEDOMAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN 
          YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  bahwa bagi Pengusaha Kena Pajak yang selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga 
    melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang 
    terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, dipandang perlu untuk menetapkan Pedoman 
    Pengkreditan Pajak Masukan;
b.  bahwa oleh karena itu, pedoman pengkreditan Pajak Masukan tersebut perlu ditetapkan dengan 
    Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah 
    dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994, Nomor 59, Tambahan 
    Lembaran Negara  Nomor 3566);
2.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 
    Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah 
    terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
3.  Pasal 9 ayat (6) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan  
    Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan 
    Lembaran Negara Nomor 3264) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 
    1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3568);
4.  Peraturan Pemerintah Nomor 50 TAHUN 1994 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 
    1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 
    sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 
    1994 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3581);
5.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 58 TAHUN 1985 tentang Bea Masuk, Pajak Pertambahan 
    Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang Ditanggung Pemerintah sehubungan dengan 
    Pemasukan Barang-Barang Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pembangunan Milik Pemerintah yang 
    Dibiayai dengan Dana Bantuan/Pinjaman Luar Negeri (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 52);
6.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 TAHUN 1986 tentang Pajak Pertambahan Nilai Yang 
    Terhutang Atas Impor Dan Penyerahan Barang Kena Pajak Dan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang 
    Ditanggung Oleh Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor 33) yang telah beberapa kali 
    diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 41 TAHUN 1994 (Lembaran 
    Negara Tahun 1994 Nomor 32);
7.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 TAHUN 1990 Tentang Pajak Pertambahan Nilai 
    Ditanggung Pemerintah atas Impor dan Penyerahan Buku-buku Pelajaran Umum, Kitab Suci dan Buku-
    buku Pelajaran Agama (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 2);
8.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 37 TAHUN 1992 tentang Usaha Penyediaan Tenaga 
    Listrik oleh Swasta;
9.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57 TAHUN 1992 tentang Penangguhan PPN dan PPn BM 
    serta tidak dipungut PPh pasal 22 atas Impor dalam rangka Kegiatan Konstruksi dan Kegiatan Operasi 
    Pembangunan Proyek Pengembangan Propinsi Riau (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 101);
10. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 TAHUN 1993 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan 
    Nilai Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Atas Penyerahan Barang Kena Pajak Ke, Dari Dan Antar 
    Kawasan Berikat Dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 
    87);

                        MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEDOMAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN 
BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN 
YANG TIDAK TERUTANG PAJAK.


                        Pasal 1

(1) Pengusaha Kena Pajak yang menggunakan Barang Modal, baik untuk kegiatan usaha yang 
    menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya terutang Pajak 
    Pertambahan Nilai maupun untuk kegiatan lain yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak 
    Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, 
    maka Pengusaha Kena Pajak dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang besarnya sebanding dengan 
    prosentase penggunaan Barang Modal yang digunakan untuk kegiatan usaha yang terutang Pajak 
    Pertambahan Nilai.

(2) Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah mengkreditkan seluruh 
    Pajak Masukan atas Barang Modal tersebut, maka bagian Pajak Masukan untuk kegiatan lain yang 
    tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilainya Ditanggung Pemerintah atau 
    dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, dihitung dengan rumus sebagai berikut :
                         PM
                p'  x  -----
                              T
    Dengan ketentuan bahwa :
    p'  adalah besarnya prosentase rata-rata penggunaan Barang Modal untuk kegiatan lain yang 
        tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dalam satu tahun buku;
    T   adalah masa manfaat Barang Modal yang ditentukan sebagai berikut :
        -   untuk bangunan adalah 10 tahun;
        -   untuk Barang Modal lainnya adalah 5 tahun;
    PM  adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan dan/atau pemeliharaan Barang Modal yang
        telah dikreditkan.


                        Pasal 2

(1) Bagi Pengusaha Kena Pajak yang :
    a.  Melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated) yang terdiri dari unit atau kegiatan yang 
        menghasilkan barang yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai dan 
        unit atau kegiatan yang menghasilkan barang yang atas penyerahannya terutang Pajak 
        Pertambahan Nilai; atau
    b.  Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya terdapat penyerahan yang tidak terutang 
        Pajak Pertambahan Nilai dan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai; atau
    c.  Melakukan kegiatan menghasilkan/memperdagangkan barang dan usaha jasa yang atas 
        penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan 
        Nilai; atau
    d.  Melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang Pajak Pertambahan 
        Nilai dan sebagian lainnya terutang Pajak Pertambahan Nilai tetapi Ditanggung Pemerintah 
        atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

    maka Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan Barang kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang:
    1)  nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau 
        kegiatan tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pertambahan Nilai Ditanggung 
        Pemerintah, atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat 
        dikreditkan;
    2)  digunakan baik untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan 
        tersebut tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung 
        Pemerintah atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan unit atau kegiatan 
        yang atas penyerahan hasil dari unit  atau kegiatan tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, 
        dapat dikreditkan sebanding dengan jumlah peredaran yang terutang Pajak Pertambahan Nilai 
        terhadap peredaran seluruhnya;
    3)  nyata-nyata digunakan untuk unit kegiatan yang atas penyerahan hasil dari unit atau kegiatan 
        tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan.

(2) Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf 
    b, huruf c, dan huruf d yang telah mengkreditkan seluruhnya Pajak Masukan sebagaimana dimaksud 
    pada ayat (1) angka 2), harus menghitung kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan tersebut 
    dengan rumus sebagai berikut :

    a.  untuk Barang Modal :
              X         PM
            -----      x    ----
              Y      T

        dengan ketentuan bahwa :
        X   adalah jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan 
            Nilai atau yang Pajak Pertambahan Nilainya Ditanggung Pemerintah atau yang 
            dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai selama satu tahun buku;
        Y   adalah jumlah seluruh peredaran selama satu tahun buku;
        T   adalah masa manfaat Barang Modal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) 
            angka 2) yang ditentukan sebagai berikut :
            -   untuk bangunan adalah 10 tahun;
            -   untuk Barang Modal lainnya adalah 5 tahun;
        PM  adalah Pajak Masukan yang telah dikreditkan seluruhnya sebagaimana dimaksud 
            pada ayat (2).

    b.  untuk bukan Barang Modal :
            X
            ---  x  PM
             Y

        dengan ketentuan bahwa :
        X   adalah jumlah peredaran atau penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan 
            Nilai atau yang Pajak Pertambahan Nilainya Ditanggung Pemerintah atau yang 
            dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dalam tahun buku yang 
            bersangkutan.
        Y   adalah jumlah seluruh peredaran dalam tahun buku yang bersangkutan;
        PM  adalah Pajak Masukan yang telah dikreditkan seluruhnya sebagaimana dimaksud 
            pada ayat (2).


                        Pasal 3

Hasil penghitungan kembali Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
ayat (2) dan Pasal 2 ayat (2) diperhitungkan kembali dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada 
suatu Masa Pajak selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku.


                        Pasal 4

Kewajiban menghitung kembali Pajak Masukan yang telah dikreditkan tidak dilakukan jika masa manfaat 
Barang Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 2 ayat (2) huruf a telah terlampaui.


                        Pasal 5

Ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini juga berlaku dalam hal terjadi perubahan penggunaan 
Barang Modal untuk kegiatan lain diluar kegiatan usaha bagi Pengusaha Kena Pajak yang memperoleh 
penangguhan pembayaran Pajak Pertambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Presiden Nomor 
37 TAHUN 1992 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 128/KMK.00/1993, Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 
1992 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1071/KMK.00/1992. Keputusan Presiden Nomor 96 TAHUN 1993 
jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 855/KMK.01/1993.


                        Pasal 6

Pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Keputusan ini tidak berlaku bagi Pengusaha Kena Pajak yang 
baginya ditetapkan pedoman pengkreditan Pajak Masukan tersendiri.


                        Pasal 7

Pelaksanaan Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak.


                        Pasal 8

Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 296/KMK.04/1994 tanggal 27 Juni 1994 
dinyatakan tidak berlaku dan ketentuan-ketentuan lain mengenai pengkreditan Pajak Masukan sepanjang tidak 
bertentangan dengan Keputusan ini dinyatakan masih berlaku.


                        Pasal 9

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di JAKARTA
pada tanggal 29 Desember 1994
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

MAR'IE MUHAMMAD




                           PENJELASAN 
                         ATAS

              KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 643/KMK.04/1994

                        TENTANG 

 PEDOMAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK YANG MELAKUKAN PENYERAHAN 
          YANG TERUTANG PAJAK DAN PENYERAHAN YANG TIDAK TERUTANG PAJAK


UMUM

Sehubungan dengan perubahan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983, maka Keputusan Menteri Keuangan 
Nomor 296/KMK.04/1994 perlu disesuaikan dan diganti dengan Keputusan Menteri Keuangan ini yang 
menetapkan pedoman pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan 
yang terutang pajak, dan juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan 
untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti. Selain itu, keputusan ini juga 
merupakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan dalam hal terjadi perubahan penggunaan barang modal 
dari kegiatan yang terutang pajak menjadi kegiatan yang tidak terutang pajak dan penyerahan yang Pajak 
Pertambahan Nilainya Ditanggung Pemerintah


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

    Ayat (1) dan ayat (2)

        Dalam hal Barang Modal digunakan untuk kegiatan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai 
        maupun untuk kegiatan lain yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak 
        Pertambahan Nilainya Ditanggung Pemerintah atau dibebaskan dari pengenaan Pajak
        Pertambahan Nilai, maka cara penghitungan besarnya Pajak Masukan yang harus dibayar 
        kembali didasarkan pada prosentase rata-rata penggunaan Barang Modal untuk kegiatan lain 
        yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilainya Ditanggung 
        Pemerintah atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan jumlah 
        Pajak Masukan yang telah dikreditkan dibagi dengan masa manfaat Barang Modal yang 
        bersangkutan.

        Contoh :
        Generator listrik dibeli Januari 1995 dengan maksud untuk digunakan seluruhnya untuk 
        kegiatan pabrik.
        Nilai perolehan     Rp.  50.000.000,00
        PPN (Pajak Masukan) Rp.    5.000.000,00
        (Pajak Masukan sudah dikreditkan seluruhnya dalam SPT Masa Pajak Januari 1995).

        Selama tahun 1995 ternyata bahwa :
        Untuk masa 6 bulan pertama digunakan :
        -   30% untuk perumahan karyawan dan direksi;
        -   70% untuk kegiatan pabrik.

        Untuk masa 6 bulan kedua digunakan :
        -   20% untuk perumahan karyawan dan direksi;
        -   80% untuk kegiatan pabrik.

        Rata-rata penggunaan di luar kegiatan usaha yang berhubungan langsung dengan usaha (p') 
        adalah :
                30% + 20%
                --------------  =  25%
                               2

        Masa manfaat Barang Modal 5 tahun (meskipun masa manfaat Barang Modal tersebut 8 tahun, 
        tetapi untuk penghitungan kembali Pajak Masukan ini masa manfaat ditetapkan 5 tahun). 

        Besarnya Pajak Masukan yang harus dibayar kembali untuk tahun 1995 :
                        Rp.  5.000.000,00  
            25%  x  --------------------  =  Rp.  250.000,00
                    5

        Untuk tahun selanjutnya dipakai rumus tersebut, dengan penyesuaian atas p'.

Pasal 2

    Ayat (1)

        Contoh Pengusaha Kena Pajak yang dimaksud dalam ayat ini, misalnya :

        a.  Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha terpadu (integrated) misalnya 
            perkebunan kelapa sawit (kelapa sawit adalah bukan Barang Kena Pajak), yang juga 
            mempunyai pabrik kelapa sawit (minyak kelapa sawit adalah Barang Kena pajak).

        b.  Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha Jasa yang :
            -   atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya 
                melakukan penyerahan bukan Jasa Kena Pajak atau melakukan penyerahan 
                Jasa Kena Pajak di luar Daerah Pabean Republik Indonesia; dan
            -   melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan 
                Nilai, misalnya penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean 
                Republik Indonesia.

        c.  Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang dan Jasa yang atas
            penyerahannya terutang dan tidak terutang Pajak Pertambahan NIlai, misalnya 
            Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya selain menghasilkan/menyerahkan 
            Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan penyerahan jasa yang tidak terutang 
            Pajak Pertambahan Nilai, misalnya angkutan. 

        d.  Pengusaha Kena Pajak yang melakukan perluasan usaha dan menghasilkan bukan 
            Barang Kena Pajak atau menghasilkan Barang Kena Pajak yang Pajak Pertambahan 
            Nilainya Ditanggung Pemerintah, dengan menggunakan barang modal yang telah 
            dimiliki, misalnya industri minyak kelapa sawit menghasilkan/menyerahkan minyak 
            kelapa sawit yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai dan 
            memperluas usahanya dengan industri makanan ternak yang atas penyerahannya 
            Pajak Pertambahan Nilainya Ditanggung Pemerintah.

        Dengan demikian, maka atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang :

        1)  nyata-nyata digunakan untuk unit/kegiatan yang atas penyerahan hasilnya tidak 
            terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai yang terutang 
            Ditanggung Pemerintah atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, 
            Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.

            Contoh :
            Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah :
            -   Pajak Masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk 
                perkebunan kelapa sawit, karena biji kelapa sawit adalah bukan Barang Kena 
                Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
            -   Pajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa angkutan, 
                karena jasa angkutan adalah bukan Jasa Kena Pajak yang atas 
                penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
            -   Pajak Masukan untuk pembelian mesin yang digunakan untuk memproduksi 
                makanan ternak, karena atas penyerahan makanan ternak Pajak 
                Pertambahan Nilai yang terutang ditanggung Pemerintah;
            -   Pajak Masukan untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak 
                yang atas penyerahan hasilnya mendapat fasilitas pembebasan Pajak 
                Pertambahan Nilai.

        2)  Contoh :
            Pajak Masukan yang dapat dikreditkan seluruhnya terlebih dahulu namun kemudian 
            harus diperhitungkan kembali adalah :
            -   Pajak Masukan untuk perolehan truk yang digunakan baik untuk perkebunan 
                kelapa sawit maupun untuk pabrik minyak kelapa sawit.

        3)  Contoh :
            Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sepenuhnya adalah ;
            -   Pajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk 
                memproduksi minyak kelapa sawit.

    Ayat (2)     

        Contoh penghitungan kembali Pajak Masukan :
        a.  untuk Barang Modal :
            -   Pajak Masukan atas perolehan truk yang digunakan baik untuk perkebunan
                kelapa sawit maupun untuk pabrik minyak kelapa pada bulan Januari 1995 
                Rp 50 juta (sudah dikreditkan seluruhnya melalui SPT Masa PPN Januari 1995).
            -   Total omzet 1995 (Y) Rp 20 milyar, diantaranya Rp 2 milyar berasal dari 
                penjualan kelapa sawit (X).
            -   Masa manfaat Barang Modal 5 tahun (meskipun masa manfaat Barang Modal
                tersebut 4 tahun, tetapi untuk penghitungan kembali Pajak Masukan ini masa
                manfaat ditetapkan 5 tahun).
            -   Pajak Masukan atas truk yang harus dibayar kembali :
                 2 milyar        Rp 50  juta
                -----------  x  -------------- = Rp 1.000.000,00
                20 milyar       5

        b.  untuk bukan Barang Modal :
            -   Pajak Masukan untuk pembelian solar untuk truk-truk yang digunakan untuk 
                dua tujuan, yaitu untuk sektor perkebunan dan distribusi kelapa sawit serta 
                sektor pabrikasi dan distribusi minyak kelapa sawit = Rp 5 juta;
            -   Total omzet (Y) 1995 Rp 20 milyar di antaranya Rp 2 milyar berasal dari 
                penjualan kelapa sawit (X);
            -   Pajak Masukan atas pembelian solar tersebut yang harus dibayar kembali 
                adalah :
                 2 milyar
                -----------  x  Rp.  5.000.000,00   =  Rp 500.000,00
                20 milyar

Pasal 3

    Cukup jelas

Pasal 4

    Cukup jelas

Pasal 5

    Cukup jelas

Pasal 6

    Cukup Jelas

Pasal 7

    Cukup jelas

Pasal 8

    Cukup jelas

Pasal 9

    Cukup jelas
peraturan/kmk/643kmk.041994.txt · Last modified: 2023/02/05 06:05 by 127.0.0.1