User Tools

Site Tools


peraturan:kmk:561kmk.042004
                KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 561/KMK.03/2004

                               TENTANG 

        PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN    

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  bahwa ketentuan mengenai pemberian pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 
    sebagaimana telah di atur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 87/KMK.03/2002 dirasakan 
    kurang dapat mengakomodasi kondisi yang ada;
b.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a di atas dan dalam rangka 
    meningkatkan pelayanan, keadilan, dan kepastian hukum bagi Wajib Pajak, perlu menetapkan 
    Keputusan Menteri Keuangan tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan 
    Bangunan;

Mengingat :  

1.  Undang-undang Nomor 21 TAHUN 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 
    Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
2.  Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;

                           MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH 
DAN BANGUNAN.  


                        Pasal 1  

Atas permohonan Wajib Pajak, dapat diberikan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam hal :

a.  Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan Objek Pajak yaitu :
    1.  Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak baru melalui program pemerintah di bidang 
        pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan secara ekonomis;
    2.  Wajib Pajak Badan yang memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai 
        tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 (dua puluh) tahun yang dibuktikan dengan 
        surat pernyataan Wajib Pajak dan keterangan dari Pejabat Pemerintah Daerah setempat;
    3.  Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan Rumah 
        Sederhana (RS), dan Rumah Susun Sederhana serta Rumah Sangat Sederhana (RSS) yang   
        diperoleh langsung dari pengembangan dan dibayar secara angsuran;
    4.  Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah dari orang pribadi yang mempunyai 
        hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu 
        derajat kebawah.

b.  Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu yaitu :
    1.  Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui pembelian dari hasil ganti rugi 
        pemerintah yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Objek Pajak;
    2.  Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan 
        oleh pemerintah untuk kepentingan umum;
    3.  Wajib Pajak Badan yang terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas 
        pada kehidupan perekonomian nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi 
        usaha dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah;
    4.  Wajib Pajak Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari Bank Bumi 
        Daya, Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan Indonesia, dan Bank Ekspor Impor dalam 
        rangkaian proses penggabungan usaha (merger);
    5.  Wajib Pajak Badan yang melakukan Pengggabungan Usaha (merger) atau Peleburan Usaha 
        (konsolidasi) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh 
        keputusan persetujuan penggunaan Nilai Buku dalam rangka penggabungan atau peleburan 
        usaha dari Direktur Jenderal Pajak;
    6.  Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi 
        seperti semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab lainnya seperti kebakaran, banjir, 
        tanah long­sor, gempa bumi, gunung meletus, dan huru-hara yang terjadi dalam jangka waktu 
        paling lama 3 (tiga) bulan sejak penandatanganan akta;
    7.  Wajib Pajak orang pribadi Veteran, Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia 
        (TNI), Polisi Republik Indonesia (POLRI), Pensiunan PNS, Purnawirawan TNI, Purnawirawan 
        POLRI atau janda/duda-nya yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah 
        dinas Pemerintah;
    8.  Wajib Pajak Badan Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang memperoleh hak atas 
        tanah dan atau bangunan dalam rangka pengadaan perumahan bagi anggota KORPRI/PNS;
    9.  Wajib Pajak Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang 
        memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari perusahaan induknya 
        selaku pemegang saham tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan Keputusan Menteri 
        Keuangan tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.

c.  Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan sosial atau pendidikan yang semata-mata 
    tidak untuk mencari keuntungan antara lain untuk panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu,
    sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah sakit swasta milik Institusi pelayanan sosial 
    masyarakat.


                        Pasal 2

Besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan sebagai berikut :  

a.  sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 3.

b.  sebesar 50% (lima puluh persen), dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 1 huruf a angka 2 dan angka 4, huruf b angka 1, angka 2, angka 5, angka 6, dan angka 
    9, serta haruf C;

c.  sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 1 huruf a angka 1, dan huruf b angka 3 dan angka 7;

d.  sebesar 100% (seratus persen) dari pajak yang terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 1 huruf b angka 4, dan angka 8.


                        Pasal 3  

(1) Wajib Pajak dapat menghitung sendiri besarnya pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan 
    Bangunan sebelurn melakukan pembayaran dan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan 
    Bangunan terutang sebesar perhitungan setelah pengurangan.

(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) di atas wajib mengajukan permohonan 
    pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dalam janqka waktu sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dan ayat (5).


                        Pasal 4  

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas nama Menteri Keuangan berwenang 
    memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, dan huruf b angka 1, angka 2, angka 6, angka 7,
    angka 8, dan angka 9, serta huruf c dalam hal pajak yang terutang paling banyak 
    Rp2.500.000.000,00 (dua miliyar lima ratus juta rupiah).

(2) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang 
    memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a, dan huruf b angka 1, angka 2, angka 6, angka 7, 
    angka 8, dan angka 9, serta huruf c dalam hal pajak yang terutang lebih dari Rp2.500.000.000,00 
    (dua miliyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp5.000.000,000,00 (lima miliyar rupiah).

(3) Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan berwenang memberikan Keputusan Pemberian 
    Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan selain dimaksud dalam Ayat (1) dan ayat 
    (2).


                         Pasal 5  

(1) Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 
    kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah kerjanya meliputi letak 
    tanah dan atau bangunan atau dapat mengajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal  
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b angka 3, angka 4 dan angka 5.

(2) Dalam hal kewenangan memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas 
    Tanah dan Bangunan berada pada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan meneruskan 
    permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Kepala Kantor 
    Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atasannya dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari 
    sejak tanggal diterimanya surat permohonan.

(3) Dalam hal kewenangan memberikan Keputusan Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas 
    Tanah dan Bangunan berada pada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 
    ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan meneruskan permohonan pengurangan 
    Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 
    paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya surat permohonan.

(4) Permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud 
    dalam ayat (1) kecuali dalam hal Pasal 1 huruf a angka 2 dan Pasal 1 huruf b angka 3, angka 4, dan 
    angka 5, diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dalam 
    jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak saat terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan 
    Bangunan.

(5) Permohonan penguranqan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud 
    dalam hal Pasal 1 huruf a angka 2 dan Pasal 1 huruf b angka 3, angka 4 dan angka 5 diajukan 
    secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan yang jelas dalam jangka waktu paling 
    lama 3 (tiga) bulan sejak saat pembayaran sebesar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 
    terutang setelah pengurangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2.


                        Pasal 6

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal 
    Pajak sesuai dengan kewenan­gannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2), dalam 
    waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan harus memberikan 
    keputusan atas permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang 
    diajukan Wajib Pajak.

(2) Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan kewenangannya sebagai­mana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 
    (3), dalam waktu palinq lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan harus 
    memberikan keputusan atas permohonan pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 
    yang diajukan Wajib Pajak.

(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berupa mengabulkan sebagian, atau 
    mengabulkan seluruhnya, atau menolak.

(4) Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) telah lewat dan Kepala 
    Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak 
    atau Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengurangan Bea 
    Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang diajukan dianggap dikabulkan dengan mengacu 
    kepada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.


                        Pasal 7  

Permohonan Wajib Pajak yang diajukan sebelum ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini dan belum 
diterbitkan keputusan pengurangan, diproses berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ini. 


                        Pasal 8  

Ketentuan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut 
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. 


                        Pasal 9

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
87/KMK.03/2002 tentang Pemberian Pengurangan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dinyatakan 
tidak berlaku. 


                        Pasal 10  

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan 
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.  




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2004
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JUSUF ANWAR
peraturan/kmk/561kmk.042004.txt · Last modified: 2023/02/05 06:19 by 127.0.0.1