User Tools

Site Tools


peraturan:kmk:450kmk.041997
             KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 450/KMK.04/1997

                        TENTANG 

        PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA 
                      TATACARA PENYETORAN DAN PELAPORANNYA

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa dengan berlakunya Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan dalam rangka lebih 
menciptakan ketertiban pelaksanaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dari Wajib Pajak yang 
melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lainnya sebagaimana dimaksud dalam 
Pasal 22 Undang-undang No. 7 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 10 
Tahun 1994, dipandang perlu mengatur kembali penunjukan pemungut pajak, sifat dan besarnya pungutan
serta tata cara penyetoran dan pelaporannya dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Mengingat :

1.  Undang-undang No. 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tatacara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 9 TAHUN 1994 (Lembaran
    Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
2.  Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
3.  Keputusan Presiden No. 96/M Tahun 1993 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan 
    Presiden No. 150/M Tahun 1997.
4.  Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden No. 8 Tahun 1997;
5.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 5/KMK.01/1993 tanggal 5 Januari 1993 tentang 
    Penunjukan Bank Sebagai Bank Persepsi dalam rangka Pengelolaan Setoran Penerimaan Negara.

                         MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENUNJUKAN PEMUNGUT PAJAK 
PENGHASILAN PASAL 22, SIFAT DAN BESARNYA PUNGUTAN SERTA TATACARA PENYETORAN DAN 
PELAPORANNYA.


                        Pasal 1

Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang No. 7 TAHUN 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 10 TAHUN 1994, yang selanjutnya
disebut Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah :
a.  Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
b.  Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik di tingkat Pemerintah Pusat maupun
    di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
c.  Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pembayaran atas
    pembelian barang yang dananya dari belanja negara atau belanja daerah;
d.  Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan 
    industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya 
    di dalam negeri;
e.  Pertamina dan badan yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas
    penjualan hasil produksinya;
f.  Badan Urusan Logistik (BULOG), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu.


                        Pasal 2

(1) Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
    a.  Atas impor :
        1)  yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), sebesar 2,5% (dua setengah
            persen) dari nilai impor;
        2)  yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
        3)  yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
    b.  Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b dan huruf c sebesar
        1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian;
    c.  Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 
        huruf d, huruf e dan huruf f, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal 
        Pajak.

(2) Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk yaitu Cost
    Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan
    berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor.


                        Pasal 3

(1) Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 :
    a.  Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
        perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
    b.  Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk :
        1)  barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia 
            berdasarkan asas timbal balik;
        2)  barang untuk keperluan badan international beserta pejabatnya yang bertugas di 
            Indonesia yang dinyatakan sebagai bukan Subyek Pajak Penghasilan berdasarkan 
            Keputusan Menteri Keuangan;
        3)  buku ilmu pengetahuan;
        4)  barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;
        5)  barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang 
            terbuka untuk umum;
        6)  barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
        7)  barang untuk keperluan khusus kaum tuna netra dan penyandang cacat lainnya;
        8)  persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
            diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
        9)  barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
            pertahanan dan keamanan negara;
        10) barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan;
        11) peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
        12) barang pindahan;
        13) barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
            kiriman sampai batas nilai pabean dan atau jumlah tertentu.
    c.  Dalam hal impor sementara jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
        diekspor kembali;
    d.  Pembayaran atas penyerahan  barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang 
        meliputi jumlah kurang dari Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah);
    e.  Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM dan benda-
        benda pos.

(2) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan dengan surat Keterangan 
    Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilaksanakan oleh Direktorat
    Jenderal Bea dan Cukai.

(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan e dilakukan secara otomatis tanpa
    Surat Keterangan Bebas (SKB).


                        Pasal 4

(1) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
    pembayaran Bea Masuk.

(2) Dalam hal pembayaran bea masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak Penghasilan Pasal 22
    terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).

(3) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b dan 
    c terutang dan dipungut pada setiap dilakukan pembayaran.

(4) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf 
    d dipungut pada saat penjualan.

(5) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dan f dipungut pada saat penerbitan surat perintah pengeluaran
    barang ("elivery order").


                        Pasal 5

(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang oleh pemungut sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dilaksanakan dengan cara pelunasan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang 
    disetor oleh importir ke bank devisa, atau bank persepsi, atau Bendaharawan Direktorat Jenderal Bea 
    dan Cukai.

(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang oleh pemungut sebagaimana
    dimaksud dalam Pasal 1 huruf b dan huruf c dilaksanakan dengan cara pemungutan Pajak Penghasilan 
    Pasal 22, dan disetor oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos 
    dan Giro.

(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 1 huruf d dilaksanakan dengan cara dipungut dan disetor oleh badan usaha dimaksud ke bank 
    persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

(4) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e dan huruf f dilaksanakan dengan cara pelunasan Pajak 
    Penghasilan Pasal 22 yang disetor oleh penyalur, agen, dan atau pembeli ke bank persepsi atau Kantor 
    Pos dan Giro.


                        Pasal 6

(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 
    (3) dilakukan secara kolektif dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak.

(2) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menerbitkan bukti pemungutan Pajak
    Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu :
    -   lembar pertama untuk pembeli;
    -   lembar kedua disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana lampiran laporan 
        bulanan;
    -   lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir dan atau Wajib Pajak sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), ayat (2) dan ayat (4) menggunakan formulir Surat Setoran Pajak 
    yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak.


                        Pasal 7

(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
    1 huruf e dan f kepada penyalur/agennya bersifat final.

(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penyerahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 
    1 huruf d dapat bersifat final berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.


                        Pasal 8

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan
instansi terkait lainnya baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama.


                        Pasal 9

Pimpinan badan/instansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 atau pejabat yang ditunjuknya berkewajiban
melakukan pengawasan atas pelaksanaan pemungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 22.


                        Pasal 10

Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Keuangan No. 599/KMK.04/1994 dan Keputusan Menteri 
Keuangan No. 147/KMK.04/1995 dinyatakan tidak berlaku.


                        Pasal 11

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Agustus 1997
MENTERI KEUANGAN 

ttd

MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/kmk/450kmk.041997.txt · Last modified: by 127.0.0.1