User Tools

Site Tools


peraturan:kmk:423kmk.062003
             KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 423/KMK.06/2003

                        TENTANG 

                      PEMERIKSAAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a.  bahwa dalam rangka meningkatkan perlindungan terhadap para pemegang polis pada perusahaan 
    perasuransian, perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan yang lebih berdaya guna dan berhasil 
    guna;
b.  bahwa dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan perlu dilakukan pemeriksaan terhadap 
    perusahaan perasuransian;
c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan 
    Menteri Keuangan tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian;

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Tahun 1992 
    Nomor 13 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3467);
2.  Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian 
    (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 120 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3506) 
    sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (Lembaran Negara 
    Tahun 1999 Nomor 118 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3861);
3.  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001;

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMERIKSAAN PERUSAHAAN PERASURANSIAN.


                         BAB I
                        KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1.  Perusahaan Perasuransian adalah Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud dalam Undang-
    undang tentang Usaha Perasuransian.
2.  Pemeriksa adalah pegawai Direktorat Asuransi atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal 
    Lembaga Keuangan.
3.  Pemeriksaan adalah rangkaian kegiatan mengumpulkan, mencari, mengolah, dan mengevaluasi data 
    dan informasi mengenai kegiatan usaha Perasuransian, yang bertujuan untuk memperoleh keyakinan 
    atas kebenaran laporan periodik, kepatuhan terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-
    undangan di bidang Usaha Perasuransian serta memastikan bahwa laporan periodik sesuai dengan 
    keadaan perusahaan yang sebenarnya.
4.  Surat Perintah Pemeriksaan adalah surat yang dikeluarkan oleh Direktur Asuransi atas nama Direktur 
    Jenderal Lembaga Keuangan yang digunakan oleh Pemeriksa sebagai dasar untuk melakukan 
    Pemeriksaan.
5.  Surat Pemberitahuan Pemeriksaan adalah surat yang dikeluarkan oleh Direktur Asuransi atas nama 
    Direktur Jenderal Lembaga Keuangan yang disampaikan kepada Perusahaan Perasuransian yang akan 
    diperiksa.
6.  Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.


                        BAB II
                   FUNGSI, DASAR DAN RENCANA PEMERIKSAAN

                        Pasal 2

Dalam rangka pelaksanaan fungsi pembinaan dan pengawasan, Pemeriksaan terhadap Perusahaan 
Perasuransian dilakukan oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.


                        Pasal 3

(1) Pemeriksaan terhadap Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan 
    secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 5 (lima) tahun atau setiap waktu bila diperlukan.

(2) Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat lengkap yang meliputi kebenaran 
    aspek substansi laporan periodik, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Usaha 
    Perasuransian, dan aspek manajemen.

(3) Pemeriksaan berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dimuat dalam Rencana Pemeriksaan 
    Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan disesuaikan dengan skala prioritas dari jenis 
    usaha perasuransian yang ditetapkan oleh Direktur Asuransi.

(4) Pemeriksaan setiap waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bersifat khusus dan 
    dilakukan apabila:
    a.  berdasarkan hasil analisis atas laporan periodik perusahaan perasuransian, patut diduga 
        bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha perasuransian dimaksud menyimpang dari ketentuan 
        Undang-undang tentang Usaha Perasuransian dan peraturan pelaksanaannya, sehingga dapat 
        membahayakan kepentingan para pemegang polis;
    b.  Berdasarkan penelitian atas keterangan yang didapat atau surat pengaduan yang diterima 
        oleh Direktorat Asuransi, patut diduga bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha perasuransian 
        dimaksud menyimpang dari Undang-undang tentang Usaha Perasuransian dan peraturan 
        pelaksanaannya sehingga dapat membahayakan kepentingan para pemegang polis;
    c.  terdapat alasan khusus yang mendasari perlunya dilakukan pemeriksaan termasuk dalam hal 
        terjadi merger, akuisisi atau pengalihan portofolio pertanggungan.


                        Pasal 4

(1) Tiga bulan sebelum berakhirnya tahun takwim Direktur Asuransi wajib menyampaikan Rencana 
    Pemeriksaan untuk 1 (satu) tahun takwim berikutnya kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

(2) Setiap 6 (enam) bulan sekali Direktur Asuransi melaporkan hasil pelaksanaan pemeriksaan kepada 
    Direktur Jenderal Lembaga Keuangan paling lambat 1 (satu) bulan sesudah pelaksanaan pemeriksaan.

(3) Setiap tahun Direktur Jenderal Lembaga Keuangan melaporkan pelaksanaan pemeriksaan kepada 
    Menteri paling lambat 2 (dua) bulan sesudah tahun takwim berakhir.

(4) Laporan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) berisi sekurang-
    kurangnya
    a.  rencana pemeriksaan;
    b.  pelaksanaan dari rencana pemeriksaan;
    c.  temuan dari hasil pemeriksaan;
    d.  hambatan pemeriksaan; dan
    e.  usulan pemecahan masalah.


                        BAB III
                           TATA CARA PEMERIKSAAN

                        Pasal 5

(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan oleh Pemeriksa berdasarkan Surat 
    Perintah Pemeriksaan dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan.

(2) Sebelum dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu disampaikan 
    Surat Pemberitahuan Pemeriksaan kepada Perusahaan Perasuransian.

(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu 
    menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan apabila diduga bahwa penyampaian Surat 
    Pemberitahuan Pemeriksaan akan dapat memungkinkan dilakukannya tindakan untuk mengaburkan 
    keadaan yang sebenarnya atau tindakan untuk menyembunyikan data, keterangan, atau laporan yang 
    diperlukan dalam pelaksanaan Pemeriksaan.


                        Pasal 6

(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan berdasarkan Pedoman Pemeriksaan 
    yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.

(2) Pedoman Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya:
    a.  Penentuan obyek pemeriksaan;
    b.  Prosedur dan program pemeriksaan;
    c.  Penyusunan kertas kerja pemeriksaan;
    d.  Pelaporan pemeriksaan;
    e.  Tindak lanjut pemeriksaan; dan
    f.  Pengawasan pemeriksaan.


                        BAB IV
                    TAHAPAN PEMERIKSAAN

                        Pasal 7

(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:
    a.  persiapan Pemeriksaan;
    b.  pelaksanaan Pemeriksaan;
    c.  Pelaporan hasil Pemeriksaan.

(2) Persiapan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a harus dibuat berdasarkan hasil 
    analisis laporan periodik dan data lain yang mendukung.

(3) Pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan di kantor 
    perusahaan perasuransian yang diperiksa, dan apabila dianggap perlu dapat dilakukan konfirmasi 
    kepada pihak ketiga yang terkait dengan perusahaan yang bersangkutan.

(4) Pelaporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c harus disusun segera 
    setelah pelaksanaan Pemeriksaan selesai dan harus berdasarkan atas data atau keterangan yang 
    diperoleh selama proses pemeriksaan berlangsung yang dituangkan dalam kertas kerja Pemeriksaan.


                        Pasal 8

(1) Pada saat akan dimulai Pemeriksaan di kantor perusahaan perasuransian, Pemeriksa wajib 
    menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan.

(2) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), Pemeriksa wajib 
    menunjukkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan.

(3) Dalam hal Pemeriksa tidak dapat memenuhi ketentuan dalam ayat (1) dan atau ayat (2), perusahaan 
    yang akan diperiksa wajib menolak dilakukan Pemeriksaan.

(4) Dalam hal Pemeriksa telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan atau ayat 
    (2), Pemeriksa berhak:
    a.  memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen 
        pendukungnya termasuk keluaran (output) dari pengolahan data atau media komputer dan 
        perangkat elektronik pengolah data lainnya;
    b.  mendapatkan keterangan lisan dan atau tertulis dari Perusahaan Perasuransian yang 
        diperiksa;
    c.  memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, 
        atau barang yang dapat memberikan petunjuk tentang keadaan Perusahaan Perasuransian 
        yang diperiksa;
    d.  mendapatkan keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai 
        hubungan dengan Perusahaan Perasuransian yang diperiksa.

(5) Pemeriksa wajib merahasiakan data dan atau keterangan yang diperoleh selama Pemeriksaan 
    terhadap pihak yang tidak berhak.


                        Pasal 9

(1) Perusahaan Perasuransian yang diperiksa dilarang menolak dan atau menghambat kelancaran proses 
    Pemeriksaan.

(2) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Perusahaan Perasuransian yang diperiksa berkewajiban untuk:
    a.  memenuhi permintaan untuk memberikan atau meminjamkan buku, catatan-catatan, dan 
        dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran Pemeriksaan dan memberikan 
        keterangan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal penyampaian surat 
        permintaan;
    b.  memberikan keterangan yang diperlukan secara tertulis dan atau lisan;
    c.  memberi kesempatan kepada Pemeriksa untuk memasuki tempat atau ruangan yang 
        dipandang perlu;
    d.  memberikan keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai 
        hubungan dengan Perusahaan Perasuransian yang diperiksa.

(3) Perusahaan Perasuransian dianggap menghambat kelancaran proses Pemeriksaan apabila tidak 
    melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) atau meminjamkan buku, 
    memberikan catatan, dokumen atau keterangan yang tidak benar.

(4) Dalam hal Perusahaan Perasuransian menolak dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam 
    ayat (1) maka Perusahaan Perasuransian wajib menandatangani Berita Acara Penolakan Pemeriksaan.


                        Pasal 10

(1) Setelah berakhir pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, 
    Pemeriksa wajib menyusun laporan hasil Pemeriksaan.

(2) Laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari:
    a.  laporan hasil Pemeriksaan sementara;
    b.  laporan hasil Pemeriksaan final.

(3) Laporan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani Pemeriksa dan 
    ditetapkan oleh Direktur Asuransi.


                          BAB V
                PEMBAHASAN LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN

                        Pasal 11

(1) Direktur Asuransi menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan sementara kepada Pengurus atau 
    Direksi Perusahaan Perasuransian paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya pelaksanaan 
    Pemeriksaan.

(2) Perusahaan Perasuransian yang diperiksa dapat mengajukan tanggapan atas laporan hasil 
    Pemeriksaan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Direktur Asuransi paling lama 
    15 (lima belas) hari setelah diterimanya laporan hasil Pemeriksaan sementara.

(3) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada Direktur Asuransi dan disertai 
    alasannya.

(4) Tanggapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan pembahasan dalam jangka waktu 
    paling lama 10 (sepuluh) hari sejak diterimanya surat tanggapan dari Perusahaan Perasuransian yang 
    diperiksa.

(5) Dalam hal sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Perusahaan Perasuransian 
    yang diperiksa tidak mengajukan tanggapan atau berdasarkan hasil pembahasan atas tanggapan 
    laporan hasil Pemeriksaan sementara, maka Direktur Asuransi menetapkan laporan hasil Pemeriksaan 
    sementara menjadi laporan hasil Pemeriksaan final.

(6) Direktur Asuransi menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan final sebagaimana dimaksud dalam ayat 
    (5) kepada Pengurus atau Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian yang diperiksa.


                         BAB VI
                        SANKSI

                        Pasal 12

Dalam hal Perusahaan Perasuransian menolak dan atau menghambat kelancaran proses pemeriksaan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Menteri mengenakan sanksi administratif sesuai ketentuan yang 
berlaku.


                         BAB VII
                        PENUTUP

                        Pasal 13

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan 
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 2003
MENTERI KEUANGAN

ttd

BOEDIONO
peraturan/kmk/423kmk.062003.txt · Last modified: 2023/02/05 06:27 by 127.0.0.1