peraturan:kmk:274kmk.062002
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 274/KMK.06/2002
TENTANG
TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dianggarkan subsidi
Bahan Bakar Minyak (BBM) yang bertujuan untuk meringankan beban masyarakat;
b. bahwa untuk memperlancar penyaluran subsidi BBM, diperlukan tata cara penghitungan dan
pembayarannya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b, perlu menetapkan Keputusan
Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Bahan Bakar Minyak
(BBM);
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2001 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Republik
Indonesia Tahun Anggaran 2002 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 133;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4149);
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
3. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 14; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3930);
4. Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
5. Keputusan Presiden Nomor 9 TAHUN 2002 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam
Negeri;
Memperhatikan :
Surat Anggota/Pembina Auditama Keuangan Negara II Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor
66/S/IV-XII/12/2001 tanggal 24 Desember 2001 tentang Cadangan Dana Subsidi BBM, Listrik, dan Pangan TA
2001;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAYARAN SUBSIDI BAHAN
BAKAR MINYAK (BBM).
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:
1. Bahan Bakar Minyak yang selanjutnya disebut BBM adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah
dari minyak bumi yang meliputi Premium, Minyak Tanah, Minyak Solar, Minyak Diesel dan Minyak
Bakar.
2. Harga Jual BBM adalah harga jual BBM dalam negeri yang ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
3. Hasil penjualan BBM bersih adalah hasil perkalian volume penjualan BBM dalam negeri dengan harga
jual dikurangi dengan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku antara lain Pajak
Penjualan, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dan Margin Pemegang Pompa (SPBU).
4. Biaya pengadaan BBM adalah biaya penyediaan minyak mentah dan produk BBM serta biaya operasi.
5. Nilai produk Non BBM adalah hasil penjualan produk non BBM antara lain berupa hasil penjualan
Avigas, Avtur, Premix, Super TT, BB2L, LPG, Naptha, LSWR, HOMC, LOMC, Luber Base, Lilin, Asphalt,
Pertasol, Minasol, Polytham, Green Cokes, Parfinic, Resideu dan lain-lain.
6. Biaya Operasi adalah biaya pengolahan, distribusi, angkutan laut, bunga, penyusutan dan biaya umum
kantor pusat.
7. Subsidi BBM adalah pengeluaran negara yang dihitung dari selisih kurang antara hasil penjualan bersih
BBM dengan biaya pengadaan BBM dan selanjutnya disebut dengan subsidi BBM.
8. Laba Bersih Minyak yang selanjutnya disebut LBM adalah penerimaan negara yang dihitung dari selisih
lebih antara hasil penjualan bersih BBM dengan biaya pengadaan BBM.
Pasal 2
(1) Subsidi BBM diberikan kepada konsumen BBM sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Pemberian subsidi BBM kepada konsumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
Pemerintah melalui Pertamina.
Pasal 3
(1) Pembayaran subsidi BBM dilaksanakan berdasarkan permohonan tagihan pembayaran subsidi BBM
yang diajukan secara tertulis setiap bulan oleh Direktur Utama Pertamina kepada Menteri Keuangan
cq. Direktur Jenderal Lembaga Keuangan dengan tembusan kepada Menteri Keuangan dan Direktur
Jenderal Anggaran.
(2) Permohonan tagihan pembayaran subsidi BBM diajukan oleh Direksi Pertamina setiap awal bulan.
Pasal 4
(1) Jumlah Subsidi BBM yang dapat dibayarkan setiap bulannya paling tinggi 70% x 1/12 x pagu subsidi
BBM yang tercantum dalam APBN tahun yang bersangkutan.
(2) Pembayaran subsidi BBM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat sementara.
Pasal 5
(1) Dalam rangka penghitungan perkiraan realisasi subsidi BBM, dibentuk Satuan Kerja Tetap Finek BBM
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dan anggotanya terdiri dari Direktorat Jenderal
Migas, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral; Direktorat Jenderal Anggaran dan Direktorat
Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan; dan Pertamina.
(2) Satuan Kerja Tetap Finek BBM secara rutin melakukan verifikasi atas data pendukung biaya
pengadaan BBM, produk Non BBM dan hasil penjualan BBM bersih.
(3) Nilai Produk Non BBM dari hasil kilang BBM (UP I s.d UP V) diperhitungkan langsung sebagai faktor
pengurang (reducing factor) biaya pengadaan BBM.
(4) Dalam rangka verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pertamina wajib menyampaikan data
pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 6
(1) Besaran perkiraan realisasi subsidi BBM setiap bulan dihitung oleh Direktorat Penerimaan Minyak dan
Bukan Pajak, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan setelah memperoleh hasil verifikasi data dari
Satuan Kerja Tetap Finek BBM.
(2) Hasil penghitungan perkiraan realisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digabungkan dengan
hasil verifikasi dalam satu triwulan dan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan kepada
Menteri Keuangan.
(3) Dalam hal berdasarkan perhitungan yang didasarkan atas hasil verifikasi triwulanan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) pasal ini, kelebihan atau kekurangan pembayaran subsidi BBM pada suatu
triwulan yang pembayarannya dilaksanakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, akan dikoreksi
pada triwulan berikutnya.
(4) Koreksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Pasal ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan
Menteri Keuangan.
Pasal 7
(1) Proyeksi realisasi subsidi BBM yang telah ditetapkan dalam APBN-P merupakan pagu subsidi BBM yang
baru pada Tahun Anggaran yang bersangkutan.
(2) Dengan ditetapkannya pagu subsidi BBM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), jumlah subsidi BBM
dapat dibayarkan tiap bulannya paling tinggi 70% x 1/12 x pagu subsidi BBM dalam APBN-P tahun
yang bersangkutan.
Pasal 8
(1) Dalam hal pada akhir tahun anggaran terdapat sisa pagu subsidi BBM yang belum dibayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), sisa pagu dimaksud ditempatkan pada rekening
sementara Pertamina di Bank Pemerintah sebagai dana cadangan subsidi BBM (escrow account).
(2) Pencairan dana cadangan subsidi BBM sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Direktur
Jenderal Anggaran atas dasar permintaan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan setelah mendapat
persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 9
(1) Pembayaran final subsidi BBM pada satu tahun anggaran dilaksanakan setelah Laporan Hasil Audit
atas Perhitungan Realisasi Biaya Pokok, Penjualan dan subsidi Bahan Bakar Minyak disampaikan oleh
auditor yang berwenang melakukan audit sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku, kepada Menteri Keuangan.
(2) Apabila terdapat selisih kurang antara jumlah subsidi BBM yang telah dibayar kepada Pertamina
dengan jumlah subsidi BBM dalam laporan hasil auditor pada satu tahun anggaran, kekurangan
pembayaran dimaksud dapat diselesaikan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri
Keuangan.
(3) Dalam hal pada satu tahun anggaran terdapat selisih lebih pembayaran subsidi BBM dengan laporan
hasil audit, Direksi Pertamina harus segera menyetorkan kelebihan subsidi BBM yang telah
diterimanya ke Kas Negara selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak surat penagihan dari
Departemen Keuangan kepada Direksi Pertamina dan dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak
dalam APBN.
Pasal 10
(1) Dalam rangka meningkatkan kelancaran pembayaran subsidi BBM setiap bulannya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 7 ayat (2), persetujuan permohonan pembayaran subsidi BBM yang
diajukan oleh Direksi Pertamina dapat dibayarkan oleh Direktur Jenderal Anggaran atas permintaan
Direktur Jenderal Lembaga Keuangan.
(2) Setelah melakukan penelitian, evaluasi dan koreksi atas permohonan subsidi BBM yang diajukan oleh
Pertamina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 7 ayat (2), Direktur Jenderal Lembaga
Keuangan mengajukan surat permintaan pembayaran subsidi BBM kepada Direktur Jenderal Anggaran
dengan tembusan kepada Menteri Keuangan yang dilengkapi dengan Surat Permintaan Penerbitan
Surat Keputusan Otorisasi (SPP-SKO) dan Surat Permintaan Penerbitan Surat Perintah Membayar
(SPP-SPM).
Pasal 11
(1) Setelah menerima laporan hasil verifikasi triwulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan
laporan hasil audit yang disampaikan oleh auditor kepada Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (2); dan meneliti serta mengoreksi permohonan subsidi BBM yang diajukan oleh
Pertamina, Direktur Jenderal Lembaga Keuangan mengajukan permohonan persetujuan pembayaran
kepada Menteri Keuangan.
(2) Berdasarkan persetujuan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, Direktur
Jenderal Lembaga Keuangan mengajukan surat permintaan pembayaran subsidi BBM kepada Direktur
Jenderal Anggaran dengan tembusan kepada Menteri Keuangan yang dilengkapi dengan Surat
Penerbitan Surat Keputusan Otorisasi (SPP-SKO) dan Surat Permintaan Penerbitan Surat Perintah
Membayar (SPP-SPM).
Pasal 12
Direktur Jenderal Anggaran melaksanakan pembayaran subsidi BBM dengan menerbitkan Surat Keputusan
Otorisasi (SKO) dan Surat Perintah Membayar (SPM) kepada Pertamina sesuai dengan SPP-SKO dan SPP-SPM
yang diajukan oleh Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan
Pasal 11 ayat (3).
Pasal 13
Dalam hal terdapat penerimaan negara yang berasal dari LBM, Pertamina wajib menyetor LBM secara periodik
(bulanan).
Pasal 14
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut
terhitung sejak tanggal 1 Januari 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juni 2002
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BOEDIONO
peraturan/kmk/274kmk.062002.txt · Last modified: by 127.0.0.1