User Tools

Site Tools


peraturan:kmk:131kmk.001993
             KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 131/KMK.00/1993

                        TENTANG 

                ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN EKSPOR (EPTE)

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

bahwa dalam rangka menunjang Penanaman Modal di Indonesia, meningkatkan perdagangan dalam dan luar 
negeri, serta untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, dipandang perlu mengadakan pengaturan Entrepot 
Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE);

Mengingat : 

1.  Indische Tariefwet, Stbl. 1873 Nomor 35 sebagaimana telah diubah dan ditambah;
2.  Rechten Ordonnantie, Stbl. 1931 Nomor 471 sebagaimana telah diubah dan ditambah;
3.  Undang-undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Modal Asing jo. Undang-undang 
    Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan Dan Tambahan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 
    Tentang Penanaman Modal Asing;
4.  Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah 
    diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983;
5.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 
    50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang 
    Nomor 7 tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 (Lembaran Negara 
    Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459);
6.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Pajak Penjualan 
    Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 
    3264);
7.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 737/KMK.00/1991 tentang Tatalaksana Pabean Di Bidang 
    Impor;
8.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 738/KMK.00/1991 tentang Tatalaksana Pabean Di Bidang 
    Ekspor;

Memperhatikan   : 

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1991 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang 
Kegiatan Ekonomi;

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan : 

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG ENTREPOT PRODUKSI UNTUK TUJUAN 
EKSPOR (EPTE).


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Entrepot Produksi Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) adalah suatu tempat atau ruangan yang diperuntukkan untuk 
penyimpanan barang (warehousing) dan pengolahan barang (processing) untuk tujuan ekspor di Wilayah 
Pabean Indonesia, yang khusus diberikan untuk kepentingan perusahaan yang bersangkutan, dengan batas-
batas tertentu yang di dalamnya diberlakukan ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean, yaitu terhadap 
barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean ditangguhkan Bea Masuk (BM), Bea Masuk Tambahan (BMT), 
Cukai, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), dan Pajak Penghasilan 
Pasal 22 (PPh Pasal 22) tidak dipungut, sedangkan untuk penyerahan dalam negeri penyelesaian pungutan-
pungutan yang terutang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku.


                        BAB II
                         PERSYARATAN DAN PERIJINAN

                        Pasal 2

(1)     Perusahaan/industri yang dapat ditetapkan sebagai EPTE adalah perusahaan yang :
    a.  Berdomisili di Kawasan Industri, atau
    b.  Berdomisili di luar Kawasan Industri yang memproduksi jenis-jenis barang-barang tertentu 
        yaitu industri yang ditetapkan Menteri Keuangan.

(2)     Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah beroperasi pada saat Keputusan ini 
    ditetapkan.


                        Pasal 3

(1)     Suatu tempat atau ruangan dapat ditetapkan sebagai EPTE apabila merupakan wilayah terbatas atau 
    ruangan dengan pengamanan tertentu untuk menjamin keamanan dan keselamatan barang-barang 
    yang berada di dalam EPTE serta untuk memudahkan pengawasan oleh petugas Direktorat Jenderal 
    Bea dan Cukai.

(2)     Produk barang-barang yang diproses di dalam EPTE harus diekspor seluruhnya.

(3)     Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku bagi :
    a.  hasil produksi sampingan (by product);
    b.  potongan (scrap);
    c.  limbah (waste);
    dengan toleransi setinggi-tingginya 5% dari bahan yang digunakan dalam produksi.

(4)     Terhadap barang-barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), yang mempunyai nilai komersil dan 
    dijual di dalam negeri, maka atas bahan baku/bahan penolongnya dikenakan pungutan-pungutan 
    sesuai ketentuan yang berlaku.


                        Pasal 4

Pengusaha, EPTE dapat diselenggarakan oleh perusahaan :
a.  Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
b.  Penanaman Modal Asing (PMA);
c.  Non PMA/PMDN.


                        Pasal 5

(1)     Izin EPTE diberikan oleh Menteri Keuangan.

(2)     Permohonan izin EPTE diajukan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai 
    dengan menggunakan formulir EPTE - 1 sebagaimana contoh dalam lampiran I dengan melampirkan :
    a.  Surat Persetujuan Tetap dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau ijin usaha dari 
        Menteri terkait.
    b.  Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi yang telah disahkan oleh instansi yang 
        berwenang.
    c.  Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan SPT Tahunan PPh tahun terakhir.
    d.  Nama dan alamat pemohon.
    e.  Lokasi/tempat yang akan dijadikan EPTE.
    f.  Tata letak gudang penimbunan (warehousing) dan tempat pengolahan (processing).

(3)     Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilengkapi Berita Acara Hasil Pemeriksaan 
    terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf e dan f, yang pemeriksaannya 
    didasarkan pada permintaan yang bersangkutan kepada Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan 
    Cukai setempat.

(4)     Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau 
    pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen.

(5)     Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterima secara tidak lengkap/benar 
    selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja diberikan surat pemberitahuan 
    kepada pemohon bahwa permohonannya tidak lengkap.

(6)     Dalam hal permohonan telah lengkap dan benar, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat 
    belas) hari kerja, Direktur Jenderal Bea dan Cukai meneruskan permohonan kepada Menteri 
    Keuangan.

(7)     Pemberian atau penolakan ijin EPTE sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan menggunakan 
    Formulir EPTE - 2 (untuk persetujuan) sebagaimana contoh dalam Lampiran II atau EPTE - 3 (untuk 
    penolakan) sebagaimana contoh dalam Lampiran III diberikan selambat-lambatnya dalam jangka 30 
    (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.


                        Pasal 6 

Izin EPTE berlaku selama perusahaan masih menjalankan usahanya.


                        Pasal 7

Pengusaha EPTE yang telah mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, wajib melaksanakan 
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.  Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum.
b.  Mengatur tempat/ruangan bagi barang-barang sesuai dengan tujuan pemasukannya.
c.  Menyimpan, meletakkan, mengatur dan menatausahakan barang-barang yang ada di dalam EPTE 
    dengan cara yang sebaik-baiknya, baik mengenai pemasukannya (impor), pengolahannya maupun 
    mengenai pengeluarannya dari dalam EPTE.
d.  Menyampaikan laporan kepada petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengenai :
    1.  Pemasukan dan penyimpanan barang impor ke dalam EPTE, dengan menggunakan Formulir 
        EPTE - 4 sebagaimana contoh dalam Lampiran IV.
    2.  Pengolahan, dengan menggunakan formulir EPTE - 5.
    3.  Pengeluaran :
        i.  Ekspor, dengan menggunakan formulir EPTE - 5 sebagaimana contoh dalam Lampiran 
            V.
        ii.     Produksi sampingan, potongan atau limbah yang masih mempunyai nilai komersial, 
            dengan menggunakan formulir EPTE - 6 sebagaimana contoh dalam Lampiran VI.


                        Pasal 8

Pengusaha EPTE bertanggung jawab mengenai :
a.  Impor dan ekspor/reekspor barang ke dan dari EPTE.
b.  Hutang BM, BMT, Cukai, PPN, PPn BM dan PPh Pasal 22 sebagai akibat penyalahgunaan fasilitas yang 
    telah diberikan.


                        BAB III
                      PEMASUKAN BARANG DALAM NEGERI DAN
                     TATALAKSANA IMPOR - EKSPOR - REEKSPOR 
                        KE DAN DARI EPTE

                        Pasal 9 

Barang yang berasal dari luar negeri dapat dikeluarkan dari EPTE untuk tujuan reekspor tanpa pengolahan 
terlebih dahulu.


                        Pasal 10

(1)     Pengeluaran barang dari kawasan pengawasan pabean (douane terrein) dengan tujuan untuk 
    dimasukkan dan disimpan ke dalam EPTE, dilakukan oleh pengusaha EPTE dengan mengajukan 
    formulir EPTE - 4, dilampiri LPS, kepada Bendaharawan Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan 
    Cukai tempat pemasukan barang.

(2)     Setelah dilakukan pencocokan merk, nomor, jenis, dan jumlah koli, petugas Hanggar Direktorat 
    Jenderal Bea dan Cukai memberikan persetujuan pengeluaran barang pada formulir EPTE - 4.

(3)     Petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di EPTE, setelah selesai pemasukan dan penyimpanan 
    barang ke dalam EPTE memberikan catatan pada formulir EPTE - 4.

(4)     Formulir EPTE - 4 setelah dibubuhi catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dikirimkan kepada 
    Bendaharawan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk penutupan Pemberitahuan Umum (PU).


                        Pasal 11

(1)     Pengeluaran barang-barang yang telah diolah dari EPTE untuk tujuan ekspor, dilakukan oleh 
    pengusaha EPTE dengan mengajukan formulir EPTE - 5, dengan dilampiri dokumen PEB yang telah 
    ditandasahkan oleh Bank Devisa, kepada petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2)     Setelah melakukan pemeriksaan mengenai jumlah dan jenis barang, petugas Direktorat Jenderal Bea 
    dan Cukai memberikan persetujuan pengeluaran barang pada formulir EPTE - 5.

(3)     Petugas Hanggar Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di pelabuhan muat melakukan 
    pencocokan jumlah dan jenis koli dan memberikan persetujuan muat pada dokumen PEB.

(4)     Dokumen PEB lembar ke 7 dan formulir EPTE - 5, selanjutnya dikirimkan ke Seksi Verifikasi Kantor 
    Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di pelabuhan muat yang bersangkutan.


                        Pasal 12

(1)     Pengeluaran barang dari EPTE berupa hasil produksi sampingan, potongan dan atau limbah yang 
    bernilai komersil, dengan menggunakan formulir EPTE - 6.

(2)     Setelah melakukan pemeriksaan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan 
    kedapatan sesuai, petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memberikan paraf persetujuan 
    pengeluaran pada formulir EPTE - 6.


                        BAB IV 
                           PENGAWASAN

                        Pasal 13

Pengawasan atas kegiatan EPTE dilakukan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.


                        Pasal 14

(1)     Dengan perintah tertulis Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat memerintahkan petugas Direktorat 
    Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan :
    a.  Pemeriksaan pembukuan mengenai pemasukan, pengolahan dan pengeluaran barang dari dan 
        ke EPTE.
    b.  Pencacahan barang di dalam EPTE.

(2)     Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan pencacahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
    terdapat ketidak cocokan dalam jumlah dan jenis barang daripada yang diberitahukan, maka atas 
    barang tersebut dinyatakan terhutang BM, BMT, Cukai, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22, dan pengusaha 
    EPTE bertanggung jawab atas pelunasannya.

(3)     Dalam hal barang yang dimasukkan ke EPTE rusak atau busuk, pengusaha EPTE dapat memilih :
    a.  direekspor;
    b.  Untuk barang-barang dari dalam negeri dikembalikan ke peredaran bebas dengan memenuhi 
        ketentuan perpajakan; atau
    c.  dimusnahkan.

(4)     Dalam hal barang tersebut dimusnahkan, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.


                        Pasal 15

(1)     Pemusnahan atas barang-barang sisa hasil produksi yang tidak dapat diekspor atau dijual di dalam 
    negeri, atau atas barang-barang yang busuk atau rusak yang terdapat di dalam EPTE hanya dapat 
    dilakukan setelah diperiksa oleh petugas pengawas/pemeriksa dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2)     Hasil pemeriksaan serta pemusnahan dituangkan dalam suatu Berita Acara.


                        BAB V
                        PENCABUTAN IJIN

                        Pasal 16

(1)     Izin EPTE dicabut apabila :
    a.  Tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
    b.  Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
    c.  Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan berturut-turut sama sekali tidak melakukan kegiatan.

(2)     Pencabutan izin dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Menteri Keuangan.


                        Pasal 17

Dalam hal izin EPTE dicabut, Kepala Kantor Inspeksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat segera 
mengadakan pencatatan atas barang-barang yang masih tersisa pada EPTE yang bersangkutan, dan kepada 
pengusaha EPTE dapat memilih :

a.  Memasukkan barang tersebut ke peredaran bebas setelah melunasi BM, BMT, Cukai, PPN, PPn BM dan 
    PPh Pasal 22 yang terhutang, dengan ketentuan untuk barang-barang yang terkena ketentuan 
    tataniaga harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Departemen Perdagangan.

b.  Direekspor.


                        BAB VI 
                       KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 18

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di JAKARTA 
pada tanggal 13 Februari 1993
MENTERI KEUANGAN,

ttd

J. B. SUMARLIN 
peraturan/kmk/131kmk.001993.txt · Last modified: 2023/02/05 06:22 by 127.0.0.1