User Tools

Site Tools


peraturan:kmk:123kmk.052000
             KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 
                    NOMOR 123/KMK.05/2000

                        TENTANG

                    ENTREPOT UNTUK TUJUAN PAMERAN

                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang   :

bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. Peraturan 
Pemerintah Nomor 33 TAHUN 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, dipandang perlu untuk mengatur 
ketentuan tentang Tempat Penimbunan Berikat berupa Entrepot untuk Tujuan Pameran dengan Keputusan 
Menteri Keuangan;

Mengingat   :

1.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), 
    sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);

2.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah terakhir 
    dengan Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 
    Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);

3.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang 
    Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran    Negara 
    Nomor 3264), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 
    3568);

4.  Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);

5.  Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);

6.  Peraturan Pemerintah Nomor 33 TAHUN 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638) sebagaimana 
    telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 1997 (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3717);

7.  Keputusan Presiden Nomor 355/M Tahun 1999;

8.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 488/KMK.05/1996 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang 
    Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 501/KMK.01/1998;

9.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 25/KMK.05/1997 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang 
    Impor;

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG ENTREPOT UNTUK TUJUAN PAMERAN.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan    :

1.  Entrepot untuk Tujuan Pameran (ETP) adalah suatu bangunan atau kawasan dengan batas-batas 
    tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha penyelenggaraan pameran barang hasil industri 
    asal impor dan/atau barang hasil industri dari dalam Daerah Pabean yang penyelenggaraannya bersifat 
    internasional.

2.  Penyelenggara ETP (PETP) adalah badan usaha yang memperoleh persetujuan untuk menyelenggarakan 
    ETP di suatu bangunan atau kawasan yang sekaligus dapat menjadi penyelenggara pameran dagang 
    yang bersifat internasional.

3.  Tempat Penimbunan adalah gudang dan/atau lapangan penimbunan di ETP yang dipergunakan untuk 
    menyimpan barang asal impor yang akan dipamerkan dan/atau yang akan diekspor kembali setelah 
    selesainya penyelenggaraan suatu pameran.

4.  Tempat Pameran adalah tempat yang dimiliki PETP yang berlokasi di dalam area ETP yang khusus 
    digunakan untuk memamerkan barang.

5.  Ruang Pemeriksaan adalah ruang yang dimiliki PETP yang berada dalam tempat penimbunan untuk 
    melakukan pemeriksaan barang.

6.  Ruang kerja petugas Bea dan Cukai adalah ruangan yang disediakan oleh PETP yang dipergunakan 
    untuk pejabat Bea dan Cukai dalam rangka pengawasan.

7.  Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.

8.  Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

9.  Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan 
    tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.

10. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi ETP yang bersangkutan.

11. Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean.

12. Peserta adalah peserta pameran yang tercatat pada PETP dalam suatu pameran yang diadakan di ETP.

13. Barang pameran adalah barang impor yang dimasukkan untuk dipamerkan dalam suatu pameran yang 
    diadakan di ETP.


                        BAB II
                        PERSETUJUAN SEBAGAI PETP

                        Pasal 2

Penetapan suatu bangunan atau kawasan sebagai ETP dan persetujuan sebagai PETP diberikan oleh Direktur 
Jenderal atas nama Menteri kepada perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus dibentuk 
untuk itu atau koperasi dengan menerbitkan persetujuan PETP dengan menggunakan formulir sebagaimana 
ditetapkan dalam Lampiran I Keputusan ini.


                        Pasal 3

ETP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus mempunyai :
a.  Tempat penimbunan;
b.  Tempat pameran;
c.  Ruang pemeriksaan;
d.  Ruang kerja petugas Bea dan Cukai.


                        Pasal 4

Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diajukan oleh Pengusaha yang bersangkutan 
kepada Menteri melalui Direktur Jenderal setelah fisik bangunan berdiri dengan menggunakan formulir 
sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Keputusan ini, dengan melampirkan :
a.  Surat bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan atau kawasan yang mempunyai batas-batas 
    yang jelas (pagar pemisah);
b.  Foto copy Izin Usaha dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
c.  Foto copy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi yang telah disahkan oleh Pejabat yang 
    berwenang;
d.  Foto copy penetapan sebagai PKP serta foto copy SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tahun terakhir 
    bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
e.  Peta lokasi/tempat yang akan dijadikan ETP yang telah mendapat izin Pemda setempat;
f.  Tata letak bangunan di ETP termasuk Tempat Penimbunan, Tempat Pameran, Ruang Pemeriksaan dan 
    Ruang Kerja Petugas Bea dan Cukai;
g.  Surat pernyataan sanggup mempertaruhkan jaminan yang jenis dan besarnya ditetapkan oleh Direktur 
    Jenderal;
h.  Berita Acara Pemeriksaan (BAP) lokasi yang dibuat oleh Kepala Kantor.


                        Pasal 5

Pengusaha yang akan menyelenggarakan ETP dapat mengajukan permohonan persetujuan PETP sebagaimana 
dimaksud dalam Pasal 2 sebelum fisik bangunan berdiri dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan 
dalam Lampiran III Keputusan ini, dengan melampirkan :
a.  Surat bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan atau kawasan yang mempunyai batas-batas 
    yang jelas (pagar pemisah);
b.  Foto copy Izin Usaha dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
c.  Foto copy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi yang telah disahkan oleh Pejabat yang 
    berwenang;
d.  Foto copy penetapan sebagai PKP serta foto copy SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan tahun terakhir 
    bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
e.  Peta lokasi/tempat yang akan dijadikan ETP yang telah mendapat izin Pemda setempat;
f.  Rencana tata letak bangunan di ETP termasuk Tempat Penimbunan, Tempat Pameran, Ruang 
    Pemeriksaan dan Ruang Kerja Petugas Bea dan Cukai;
g.  Surat pernyataan sanggup mempertaruhkan jaminan yang jenis dan besarnya ditetapkan oleh Direktur 
    Jenderal.


                        Pasal 6

Persetujuan atau penolakan permohonan PETP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diberikan selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar 
oleh Direktur Jenderal.


                        BAB III
                  PERSETUJUAN PEMBERIAN FASILITAS

                        Pasal 7

(1) Direktur Jenderal atas nama Menteri memberikan persetujuan pemberian fasilitas pabean, cukai dan 
    perpajakan atas impor barang untuk kepentingan penyelenggaraan pameran Internasional kepada 
    PETP untuk pameran-pameran yang akan diselenggarakan dalam tahun yang bersangkutan dengan 
    menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Keputusan ini.

(2) Untuk memperoleh persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), PETP mengajukan permohonan 
    kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V 
    Keputusan ini, dengan melampirkan   :
    a.  Foto copy persetujuan PETP;
    b.  Foto copy rekomendasi berupa izin penyelenggaraan pameran tahunan dari Departemen 
        Perindustrian dan Perdagangan;
    c.  Judul, jadual dan pelaksana pameran yang akan menyelenggarakan pameran dalam periode 
        1 Januari sampai dengan 31 Desember.


                        BAB IV
                PENGGOLONGAN BARANG PAMERAN DAN FASILITAS

                        Pasal 8

Barang-barang impor untuk keperluan pameran di ETP digolongkan sebagai berikut  :
a.  Golongan A, barang pameran yang direncanakan akan diekspor kembali;
b.  Golongan B, barang cetakan untuk keperluan promosi seperti pamflet, leaflet, brosur, dan gambar yang 
    bersifat reklame;
c.  Golongan C, barang untuk keperluan stan pameran seperti dekorasi, poster, dan photo;
d.  Golongan D, barang untuk keperluan reklame atau souvenir yang diberikan secara cuma-cuma seperti 
    pulpen, korek api, dompet yang telah dibubuhi tulisan/logo dari pabrik pembuatnya atau peserta 
    pameran;
e.  Golongan E, barang atau bahan yang habis dipakai untuk melakukan peragaan, demonstrasi, atau 
    percobaan mesin-mesin;
f.  Golongan F, makanan dan minuman yang habis dipakai untuk kegiatan pembukaan dan penutupan 
    pameran;
g.  Golongan G, barang pameran yang akan dijual.


                        Pasal 9

(1) Dalam hal izin PETP sebagaimana dimaksud dalam Bab II dan Bab III disetujui, PETP dapat mengimpor 
    barang modal dan/atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi ETP dengan mendapat fasilitas 
    penangguhan Bea Masuk (BM) dan tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor berdasarkan 
    Keputusan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.

(2) Berdasarkan penetapan Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk, terhadap pemasukan barang 
    impor keperluan pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat diberikan fasilitas :
    a.  Pembebasan BM, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor 
        untuk barang pameran golongan A;
    b.  Pembebasan BM, Cukai, serta tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor untuk 
        barang pameran golongan B, dengan batas jumlah maksimum FOB US $ 1,000.00 untuk setiap 
        Peserta pameran;
    c.  Pembebasan BM, Cukai serta tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor untuk barang 
        pameran golongan C, dengan batas jumlah maksimum FOB US $ 1,000.00  untuk setiap Peserta 
        pameran;
    d.  Pembebasan BM, Cukai, serta tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 impor untuk barang 
        pameran golongan D dengan batas jumlah :
        i.  untuk 1 (satu) Peserta pameran maksimum FOB US $ 5,000.00;
        ii. untuk kolektif lebih dari 5 (lima) Peserta maksimum FOB US $ 25,000.00;
    e.  Pembebasan BM, Cukai, serta tidak dipungut PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor untuk 
        barang pameran golongan E;
    f.  Pembebasan BM dan tidak dipungut Cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor untuk barang 
        pameran golongan F.


                        BAB V
                         KEWAJIBAN DAN LARANGAN

                        Pasal 10

Dalam mengusahakan ETP, PETP wajib :
a.  Mempertaruhkan jaminan yang jenis dan besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal;
b.  Menyediakan ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai;
c.  Menyimpan, mengatur dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam Tempat Penimbunan 
    secara tertib;
d.  Menyelenggarakan pembukuan tentang pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Tempat 
    Penimbunan;
e.  Menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen 
    yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun;
f.  Menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan ETP apabila dilakukan audit oleh Pejabat Bea 
    dan Cukai;
g.  Membuat laporan bulanan tentang pemasukan dan pengeluaran barang serta sediaan barang di Tempat 
    Penimbunan;
h.  Memasang papan nama ETP;
i.  Memasukkan kembali barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dan g setelah selesai 
    dipamerkan ke tempat penimbunan ETP;
j.  Memasukkan kembali barang impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c yang didatangkan 
    untuk diekspor kembali setelah selesai dipamerkan ke tempat penimbunan ETP;
k.  Mengekspor kembali barang-barang pameran setelah penutupan pameran;
l.  Bertanggungjawab terhadap BM, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor yang terutang atas 
    barang impor keperluan pameran yang tidak diekspor kembali.


                        Pasal 11

PETP dan/atau Peserta pameran dilarang melakukan perubahan atas penggunaan barang impor untuk 
keperluan pameran tanpa persetujuan Direktur Jenderal.


                         BAB VI
                        TANGGUNGJAWAB

                        Pasal 12

PETP bertanggung jawab atas pelunasan BM, Cukai, PPN, PPnBM, PPh Pasal 22 Impor yang terutang dan/atau 
denda administrasi atas barang yang dimasukkan untuk keperluan pameran ke ETP.


                        Pasal 13

PETP dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dalam hal barang yang berada 
di ETP  :
a.  Musnah tanpa sengaja;
b.  Telah diekspor kembali;
c.  Dimasukkan ke ETP lainnya;
d.  Dipindahkan ke tempat penimbunan pabean; atau
e.  Dimasukkan kembali ke KB.


                        BAB VII
                        PEMASUKAN BARANG KE ETP

                        Pasal 14

(1) Pemasukan barang impor keperluan pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ke ETP dapat 
    dilakukan dari  :
    a.  Tempat Penimbunan Sementara (TPS);
    b.  Gudang Berikat (GB);
    c.  Kawasan Berikat (KB);
    d.  ETP lainnya.

(2) Barang pameran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib dimasukkan kembali ke KB asal, 
    setelah berakhirnya pelaksanaan pameran.

(3) Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan formulir 
    BC 2.3 dilampiri Bill of Lading/Airway Bill dengan mencantumkan uraian jenis barang, jumlah, harga 
    dan golongan barang berikut nilai pabeannya secara rinci dan benar, serta dilakukan pemeriksaan 
    pabean dan penetapan golongan barang pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.


                        BAB VIII
                     PENGELUARAN BARANG DARI ETP

                        Pasal 15

Pengeluaran Barang impor keperluan pameran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 yang telah selesai 
dipamerkan dapat dilaksanakan dengan    :
a.  Menggunakan formulir BC 2.3 apabila dikeluarkan dari ETP ke KB atau ETP lainnya;
b.  Menggunakan PIB dengan melunasi BM, Cukai dan pajak dalam rangka impor sesuai ketentuan impor 
    yang berlaku setelah mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal apabila dikeluarkan dari ETP untuk 
    tujuan DPIL;
c.  Menggunakan formulir BC 2.3 dan formulir BC 3.0 atau PEB apabila dikeluarkan dari ETP untuk tujuan 
    diekspor kembali.


                        Pasal 16

Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan pemeriksaan pabean.


                        BAB IX
                        AUDIT

                        Pasal 17

(1) Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan-ketentuan kepabeanan 
    dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas pembukuan, catatan, 
    dan dokumen PETP yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari ETP, 
    pemindahan dan penggunaan barang dalam ETP, serta pencacahan sediaan barang.

(2) Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kedapatan selisih lebih jumlah dan/
    atau jenis barang maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku.


                        Pasal 18

Dalam hal hasil audit kepabeanan yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan 
terjadinya pelanggaran atas ketentuan kepabeanan sehingga mengakibatkan kerugian hak keuangan negara, 
Direktur Jenderal dapat membekukan persetujuan PETP atas nama Menteri.


                        BAB X
                               SANKSI

                        Pasal 19

(1) Terhadap barang pameran yang tidak diselesaikan dalam jangka 30 (tiga puluh) hari sejak pameran 
    berakhir, dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai;

(2) Terhadap barang pameran yang tidak diselesaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam 
    jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai, maka barang 
    tersebut dinyatakan dikuasai oleh negara.


                        Pasal 20

Apabila dari hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ditemukan adanya selisih kurang jumlah dan/
atau jenis barang yang seharusnya ada, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100 % dari BM 
yang terutang.


                        BAB XI
                      PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN

                        Pasal 21

Pembekuan persetujuan PETP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dapat dilakukan juga dalam hal PETP 
tersebut    :
a.  Berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan utangnya; atau
b.  Menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan ETP.


                        Pasal 22

Pembekuan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat diubah menjadi pencabutan bilamana 
Penyelenggara ETP :
a.  Tidak mampu melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; atau
b.  Tidak mampu lagi mengusahakan ETP.


                        Pasal 23

Pembekuan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dapat diberlakukan kembali bilamana PETP  :
a.  Telah melunasi utangnya; atau
b.  Telah mampu kembali mengusahakan ETP.


                        Pasal 24

(1) Persetujuan PETP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dicabut oleh Direktur Jenderal atas 
    nama Menteri apabila PETP :
    a.  Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut selama berlakunya izin tidak 
        melakukan kegiatan;
    b.  Dinyatakan pailit oleh Pengadilan;
    c.  Bertindak tidak jujur dalam usahanya; atau
    d.  Mengajukan permohonan pencabutan.

(2) Apabila Pengusaha yang telah memiliki persetujuan prinsip sebagai PETP sebagaimana dimaksud pada 
    Bab II, selama 6 (enam) bulan belum memulai pembangunan atau belum menyelesaikan fisik bangunan 
    dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan, Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat mencabut 
    persetujuan PETP.


                        Pasal 25

(1) Barang impor yang masih tersisa pada ETP yang telah dicabut persetujuan pengusahaannya, dalam 
    jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutannya harus :
    a.  Diekspor kembali;
    b.  Dipindahtangankan kepada ETP lain;
    c.  Dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang 
        telah memenuhi tatalaksana kepabeanan dibidang impor; atau
    d.  Dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(2) Dalam hal PETP tidak memenuhi kewajibannya dalam waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud 
    dalam ayat (1), barang impor yang bersangkutan dinyatakan sebagai barang tidak  dikuasai.


                        BAB XIII
                       KELEBIHAN JUMLAH

                        Pasal 26

(1) Terhadap barang impor golongan G yang terjual dan atas kelebihan jumlah pembebasan sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 (b), (c), dan (d) wajib dilunasi BM, Cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 
    Impor tanpa dikenakan sanksi administrasi.

(2) Restitusi dapat diberikan terhadap barang impor golongan C yang telah diselesaikan kewajibannya 
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas kelebihan batas jumlah maksimum FOB US $ 1,000.00,
    yang ditujukan untuk diekspor kembali.

(3) Terhadap barang impor golongan C yang nyata-nyata didatangkan untuk diekspor kembali, tidak 
    diberikan batasan jumlah maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 (c) dengan 
    ketentuan harus dipertaruhkan jaminan berupa Surat Sanggup Bayar (SSB).


                        BAB XIV
                    BARANG RUSAK DAN/ATAU BUSUK

                        Pasal 27

Dalam hal barang pameran rusak dan/atau busuk, PETP wajib :
a.  Mengekspor kembali; dan/atau
b.  Memusnahkan dibawah pengawasan Kepala Kantor yang mengawasi; dan/atau
c.  Dikeluarkan ke DPIL berdasarkan harga penyerahan.


                        Pasal 28

Dalam hal barang pameran tidak terjual dan/atau tidak habis dipakai, PETP wajib :
a.  Mengekspor kembali; dan/atau
b.  Memusnahkan dibawah pengawasan Kepala Kantor yang mengawasi; dan/atau
c.  Dikeluarkan ke DPIL dengan melunasi BM, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang 
    telah memenuhi ketentuan tatalaksana kepabeanan di bidang impor dan cukai dengan mengajukan 
    permohonan ke Direktur Jenderal.


                        Pasal 29

Atas pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b dan Pasal 28 huruf b dibuatkan Berita Acara 
Pemusnahan.


                        BAB XV
                      PENYELENGGARAAN PAMERAN DILUAR ETP

                        Pasal 30

Dalam hal kegiatan pameran diselenggarakan diluar ETP, sebelum pelaksanaan pameran wajib dipertaruhkan 
jaminan yang dapat berupa jaminan tunai, jaminan bank, customs bond, atau Surat Sanggup Bayar (SSB).


                        BAB XVI
                      PELAPORAN PEMBERIAN IZIN ETP

                        Pasal 31

Direktur Jenderal Bea dan Cukai melaporkan pelaksanaan pemberian izin ETP secara periodik kepada Menteri 
Keuangan.


                        BAB XVII
                        PENUTUP

                        Pasal 32

Ketentuan teknis yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur 
Jenderal.


                        Pasal 33

(1) Dengan berlakunya Keputusan ini, ketentuan-ketentuan tentang Entrepot Untuk Tujuan Pameran yang 
    telah ada sebelum ditetapkannya Keputusan ini, dinyatakan tidak berlaku.

(2) Terhadap penyelenggara pameran yang telah mendapat izin sebelum Keputusan ini masih tetap dapat 
    beroperasi dan wajib menyesuaikan dengan Keputusan ini.


                        Pasal 34

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam 
Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 April 2000
MENTERI KEUANGAN

ttd

BAMBANG SUDIBYO
peraturan/kmk/123kmk.052000.txt · Last modified: 2023/02/05 06:13 by 127.0.0.1