User Tools

Site Tools


peraturan:kepmd:dagper62009
           DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
            MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a.  bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan perijinan yang efektif, efisien, dan
    transparan kepada pelaku usaha guna mendukung kelancaran dan kecepatan arus
    barang dalam kegiatan ekspor dan/atau impor, perlu menerapkan sistem pelayanan
    perijinan secara elektronik;

b.  bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
    2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam Kerangka Indonesia National
    Single Window;

c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b,
    perlu ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;

Mengingat:

1.  Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86);

2.  Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing
    The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
    Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan
    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);

3.  Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab
    Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;

4.  Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet
    Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
    Keputusan Presiden Nomor 171/M Tahun 2005;

5.  Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
    Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
    diubah beberapa kali dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;

6.  Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon
    I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali
    dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;

7.  Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik
    Dalam Kerangka Indonesia National Single Window;

8.  Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 229/MPP/Kep/7/1997
    tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor;

9.  Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997
    tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya sebagaimana telah beberapa kali
    diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor
    406/MPP/Kep/6/2004;

10. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 558/MPP/Kep/12/1998
    tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor sebagaimana telah beberapa kali diubah
    dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/1/2007;

11. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan
    Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan
    Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/6/2009;

                MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

            PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN PELAYANAN
            PERIJINAN EKSPOR DAN IMPOR DENGAN SISTEM ELEKTRONIK MELALUI
            INATRADE DALAM KERANGKA INDONESIA NATIONAL SINGLE WINDOW.

            Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.  Perijinan adalah pemberian legalitas kepada pemohon baik dalam bentuk pengakuan,
    penunjukan, penetapan, persetujuan, atau pendaftaran.

2.  Sistem Elektronik adalah sistem untuk mengumpulkan, mempersiapkan, menyimpan,
    memproses, menganalisis, dan menyebarkan informasi elektronik.

3.  Portal adalah sistem yang akan melakukan integrasi informasi yang menjamin
    keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar
    sistem internal secara otomatis.

4.  Indonesia National Single Window, yang selanjutnya disingkat dengan INSW adalah
    sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya suatu penyampaian data
    dan informasi secara tunggal (single submission of data and information), pemrosesan
    data dan informasi secara tunggal dan sinkron (single and synchronous processing of
    data and information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian izin
    kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision-making for customs release and
    clearance of cargoes).

5.  INATRADE adalah sistem pelayanan perijinan ekspor dan/atau impor pada Departemen
    Perdagangan secara elektronik yang dilakukan secara on-line melalui internet.

6.  Pemohon adalah orang perseorangan, badan usaha, badan hukum, instansi
    pemerintah atau lembaga negara lainnya yang menggunakan INATRADE untuk
    memperoleh perijinan.

7.  Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirim,
    diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau
    sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar melalui komputer atau
    sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
    rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau
    perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
    memahaminya.

8.  Hak Akses adalah hak yang diberikan untuk melakukan interaksi dengan sistem
    elektronik yang berdiri sendiri atau dengan jaringan.

9.  Unit Pelayanan Perdagangan Luar Negeri, yang selanjutnya disebut dengan UPP
    adalah unit yang menyelenggarakan penerimaan permohonan perijinan, rekomendasi
    (dokumen pendukung), dan penyampaian perijinan ekspor dan/atau impor yang
    diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
    Perdagangan baik secara manual maupun secara elektronik dalam rangka
    pelaksanaan INATRADE.

10. Prosedur Operasi Standar (Standard Operating Procedure), yang selanjutnya disebut
    dengan SOP adalah suatu standar/pedoman tertulis yang memuat tatacara atau
    tahapan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kegiatan layanan
    perijinan ekspor dan/atau impor dalam rangka penerapan sistem INSW.

11. Tingkat Layanan (Service Level Arrangement), yang selanjutnya disebut dengan SLA
    adalah tingkat layanan yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh Pengelola INATRADE
    untuk melakukan kegiatan layanan perijinan ekspor dan/atau impor dalam rangka
    penerapan sistem INSW.

12. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
    Perdagangan.

13. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perdagangan.

            Pasal 2

(1) Pelayanan perijinan ekspor dan/atau impor secara bertahap dilakukan dengan sistem
    elektronik melalui portal INATRADE.

(2) Portal INATRADE sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan nama domain
    http://inatrade.depdag.go.id.

(3) Jenis-jenis perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh
    Direktur Jenderal atas nama Menteri.

            Pasal 3

Pelayanan perijinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya dapat diberikan
kepada Pemohon yang telah memiliki Hak Akses.

            Pasal 4

(1) Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat diperoleh dengan persyaratan
    sebagai berikut:

    a.  Pemohon mendaftar melalui http://inatrade.depdag.go.id dengan mengisi
        formulir yang tersedia secara lengkap dan benar serta menyampaikan hasil
        pencetakan kepada petugas INATRADE; dan

    b.  Pemohon harus menyerahkan dokumen yang dipersyaratkan dalam bentuk soft
        copy dengan menunjukkan dokumen asli yang masih berlaku.

(2) Dokumen asli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai berikut:

    a.  Tanda Daftar Perusahaan (TDP); dan

    b.  Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan validasi oleh petugas
    INATRADE.

(4) Data dalam formulir dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
    dapat dilakukan verifikasi lapangan oleh Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal, baik
    sebelum maupun setelah penerbitan persetujuan Hak Akses.

            Pasal 5

(1) Menteri menunjuk Direktur Jenderal untuk memberikan persetujuan atau penolakan
    atas permohonan untuk memperoleh serta melakukan pencabutan Hak Akses.

(2) Direktur Jenderal melimpahkan kewenangan pemberian persetujuan, penolakan, atau
    pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Fasilitasi Ekspor
    dan Impor atau pejabat yang ditunjuk.

(3) Penerbitan persetujuan Hak Akses paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung
    sejak diterimanya dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
    b secara lengkap dan benar.

(4) Penerbitan penolakan Hak Akses paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
    penyerahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan
    disertai dengan alasan penolakan.

(5) Persetujuan Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dicabut dalam hal
    hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) ditemukan data yang
    tidak benar.

            Pasal 6

Pemohon yang telah memperoleh Hak Akses wajib mematuhi semua ketentuan yang
tercantum dalam dokumen persetujuan Hak Akses.

            Pasal 7

(1) Pemohon yang telah memperoleh Hak Akses, menyampaikan permohonan perijinan
    menggunakan formulir permohonan pada aplikasi di portal INATRADE dan mengikuti
    prosedur yang telah ditetapkan.

(2) Dalam hal perijinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipersyaratkan rekomendasi
    dan/atau dokumen lain dari instansi teknis terkait, maka:

    a.  pemohon harus menyampaikan secara elektronik rekomendasi dan/atau
        dokumen lain yang dipersyaratkan kepada Departemen Perdagangan jika
        instansi teknis terkait telah menggunakan sistem elektronik dan terintegrasi
        dengan INATRADE;

    b.  pemohon harus menyampaikan secara manual rekomendasi asli dan/atau
        dokumen lain yang dipersyaratkan kepada Departemen Perdagangan jika
        instansi teknis terkait belum terintegrasi dengan INATRADE.

            Pasal 8

(1) Permohonan perijinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diproses lebih lanjut oleh
    direktorat teknis sesuai dengan SOP dan SLA berdasarkan kategori pelaku usaha
    dan/atau jenis perijinan masing-masing.

(2) Direktorat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    a.  Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan;

    b.  Direktorat Ekspor Produk Industri dan Pertambangan;

    c.  Direktorat Impor; dan

    d.  Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Mutu Barang.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai SOP dan SLA untuk masing-masing jenis perijinan
    ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

            Pasal 9

(1) Direktorat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) menerbitkan perijinan
    sesuai dengan SOP dan SLA.

(2) Direktorat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat melakukan
    penolakan atas permohonan perijinan apabila:

    a.  persyaratan administratif tidak lengkap;

    b.  terdapat informasi bahwa nama, jenis, dan peruntukkan barang tidak sesuai
        dengan yang dimohonkan; dan/atau

    c.  sistem INATRADE menolak entry data yang tidak valid.

(3) Penerbitan perijinan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
    (2) dalam bentuk dokumen elektronik dan hasil cetakan (hard copy).

(4) Pengambilan hasil cetakan (hard copy) perijinan atau penolakan permohonan
    dilakukan di UPP.

(5) Perijinan yang telah diterbitkan dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana
    dimaksud pada ayat (3) dan dokumen pelengkap ekspor dan/atau impor lainnya dikirim
    melalui INATRADE ke portal INSW untuk pemenuhan kewajiban pabean.

            Pasal 10

(1) Dalam hal sistem elektronik tidak berfungsi karena keadaan kahar (force majeur),
    pelayanan perijinan ekspor dan/atau impor dilaksanakan secara manual.

(2) Keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    a.  bencana alam berupa banjir, gempa bumi, longsor, dan bencana-bencana
        lainnya yang terjadi secara alami;

    b.  kebakaran, pemadaman listrik, dan pencurian peralatan; dan/atau

    c.  kerusakan dan tidak berfungsinya sarana dan prasarana pendukung sistem
        elektronik selama lebih dari 4 (empat) jam.

            Pasal 11

(1) Hak Akses terhadap layanan INATRADE berakhir dalam hal:

    a.  Pemilik Hak Akses tidak menggunakan Hak Aksesnya berturut-turut selama
        6 (enam) bulan;

    b.  Pemilik Hak Akses mengajukan permohonan kepada Pengelola INATRADE untuk
        melakukan pengakhiran Hak Akses atas layanan INATRADE;

    c.  Pemilik Hak Akses melanggar ketentuan Pasal 6;

    d.  Pengelola INATRADE menilai telah terjadi penyalahgunaan layanan oleh Pemilik
        Hak Akses;

    e.  Pengelola INATRADE menerima permintaan secara tertulis dari instansi teknis
        terkait sehubungan dengan adanya pelanggaran di bidang ekspor dan/atau
        impor yang dilakukan oleh Pemilik Hak Akses; atau

    f.  Pengelola INATRADE melaksanakan suatu keharusan untuk melakukan
        pengakhiran Hak Akses dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
        perundang-undangan.

(2) Pengakhiran Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
    manual dan/atau elektronik.

(3) Pengakhiran Hak Akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan
    setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan instansi teknis terkait.

            Pasal 12

(1) Pemohon yang telah memperoleh Hak Akses tetap dapat menyampaikan permohonan
    perijinan secara manual hingga 6 (enam) bulan sejak tanggal memperoleh Hak Akses.

(2) Setelah jangka waktu 6 (enam) bulan sejak memperoleh Hak Akses sebagaimana
    dimaksud pada ayat (1), Pemohon harus menyampaikan permohonan perijinan dengan
    sistem elektronik.

(3) Perijinan yang diterbitkan berdasarkan permohonan perijinan secara manual
    sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perijinan yang telah terbit sebelum
    berlakunya Peraturan Menteri ini oleh pengelola INATRADE dikirim melalui INATRADE ke
    portal INSW untuk pemenuhan kewajiban pabean.

            Pasal 13

Pelaksanaan operasional INATRADE dilakukan oleh Tim Pengelola INATRADE yang ditetapkan
oleh Menteri.

            Pasal 14

Segala biaya yang timbul dari pelaksanaan kegiatan INATRADE dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Departemen Perdagangan.

            Pasal 15

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Peraturan Menteri ini ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.

            Pasal 16

Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan ini dengan
menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di   :   Jakarta
Pada tanggal    :   30 Juni 2009

Menteri Perdagangan R.I.,
ttd,

Mari Elka Pangestu
peraturan/kepmd/dagper62009.txt · Last modified: 2023/02/05 06:27 by 127.0.0.1