User Tools

Site Tools


peraturan:kepdbc:63bc1997
                KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI 
                           NOMOR KEP - 63/BC/1997

                              TENTANG

             TATACARA PENDIRIAN DAN TATALAKSANA PEMASUKAN
               DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN BERIKAT

                  DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang : 

bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 
1997 tentang Kawasan Berikat dipandang perlu untuk menetapkan tatacara pendirian dan tatalaksana 
pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Berikat dengan Keputusan Direktur Jenderal Bea 
dan Cukai ;

Mengingat : 

1.  Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah 
    dengan Undang-undang Nomor 9 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan 
    Lembaran Negara Nomor 3566);
2.  Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 
    Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah dengan Undang-
    undang Nomor 10 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara
    Nomor 3567);
3.  Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai (Lembaran Negara Tahun 1983 
    Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah diubah dengan Undang-
    undang Nomor 11 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara 
    Nomor 3568);
4.  Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
5.  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
6.  Peraturan Pemerintah Nomor 33 TAHUN 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara 
    Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638);
7.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 488/KMK.05/1996 tentang Tatalaksana Kepabeanan dibidang 
    Ekspor;
8.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.05/1997 tentang Tatalaksana Kepabeanan dibidang 
    Impor;
9.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 101/KMK.05/1997 tentang Pemberitahuan Pabean;
10.     Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat.

                           MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATACARA PENDIRIAN DAN TATALAKSANA 
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN BERIKAT.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

1.  Kawasan Berikat (KB) adalah suatu bangunan, tempat, atau kawasan dengan batas-batas tertentu 
    yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang 
    bangun, perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas 
    barang dan bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya 
    (DPIL), yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor;
2.  Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) adalah perseroan terbatas, koperasi yang berbentuk badan 
    hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola, dan menyediakan sarana dan prasarana 
    guna keperluan pihak lain di KB yang diselenggarakannya berdasarkan persetujuan untuk 
    menyelenggarakan KB;
3.  Pengusaha Di Kawasan Berikat (PDKB) adalah perseroan terbatas atau koperasi yang melakukan 
    kegiatan usaha industri di KB;
4.  Barang modal atau peralatan adalah barang yang dipergunakan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat 
    dalam rangka pembangunan/konstruksi KB dan peralatan atau perlengkapan yang diperlukan seperti 
    generating set, air conditioner atau peralatan listrik lainnya;
5.  Peralatan perkantoran adalah peralatan yang dibutuhkan untuk keperluan kantor PKB termasuk PKB 
    merangkap PDKB yang tidak akan habis dipakai seperti komputer, mesin fotokopi, atau mesin fax;
6.  Menteri adalah Menteri Keuangan;
7.  Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
8.  Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean;
9.  Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan 
    Berikat yang bersangkutan;
10.     Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan 
    tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu;
11.     Persetujuan Usaha Industri adalah persetujuan yang dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian dan
    Perdagangan atau Pejabat yang mendapat pelimpahan wewenang dari Menteri Perindustrian dan
    Perdagangan dan/atau Menteri-Menteri lainnya sebagaimana dimaksud pada Peraturan Pemerintah 
    Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1986, serta Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua 
    Badan Koordinasi Penanaman Modal;
12.     Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana 
    dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang 
    telah memiliki izin usaha kawasan industri.
13.     Kawasan Peruntukan Industri adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan Industri
    berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II yang 
    bersangkutan;
14.     Konsolidasi barang ekspor adalah penggabungan beberapa pengiriman barang ekspor yang terdiri dari 
    beberapa PEB dalam satu petikemas.


                        Pasal 2

(1)     Atas impor barang modal atau peralatan untuk pembangunan/konstruksi dan peralatan perkantoran 
    yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap sebagai PDKB diberikan penangguhan 
    Bea Masuk (BM), tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah 
    (PPnBM) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor.
(2)     Atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses 
    produksi di PDKB diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor.
(3)     Atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB diberikan penangguhan BM, pembebasan 
    Cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor. 
(4)     Atas pemasukan Barang Kena Pajak (BKP) dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB 
    untuk diolah lebih lanjut atau mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung 
    dalam proses produksi di PDKB, tidak dipungut PPN dan PPnBM. 
(5)     Atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut, tidak dipungut 
    PPN dan PPnBM.
(6)     Atas pengeluaran barang dan/atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya 
    dalam rangka subkontrak, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(7)     Atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau 
    PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
(8)     Atas peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada 
    perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal, tidak dipungut 
    PPN dan PPnBM.
(9)     Atas pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) dari DPIL ke PDKB untuk diolah lebih lanjut, diberikan 
    pembebasan Cukai.
(10)    Penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan dari DPIL untuk 
    diolah lebih lanjut oleh PDKB diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakuan terhadap 
    barang yang diekspor;
(11)    Pengeluaran barang dari KB yang ditujukan kepada orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau 
    penangguhan BM, Cukai, dan pajak dalam rangka impor diberikan pembebasan atau penangguhan BM, 
    pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh pasal 22 impor.


                        Pasal 3

Pemasukan dan pengeluaran barang impor ke dan dari KB hanya dapat dilakukan setelah mendapat 
persetujuan dari Pejabat Bea dan Cukai.


                        Pasal 4

Mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan dalam kegiatan produksi di PDKB dapat diganti dengan 
ketentuan bahwa mesin dan/atau peralatan yang diganti tersebut :
a.  diekspor kembali; dan/atau
b.  dipindahtangankan kepada PDKB lain; dan/atau
c.  dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor berdasarkan harga 
    transaksi sepanjang telah memenuhi tatalaksana kepabeanan di bidang impor; dan/atau 
d.  dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


                        Pasal 5

Barang-barang asal impor berupa makanan dan/atau minuman yang dimaksudkan untuk dikonsumsi di dalam 
KB atau barang impor lainnya selain dimaksud pasal 2 wajib dilunasi BM, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 
Impor sesuai tatalaksana kepabeanan di bidang impor dan cukai di Kantor Pabean sebelum dimasukkan ke 
dalam KB.


                        Pasal 6

Barang yang dikeluarkan dari KB untuk diekspor diberlakukan tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor.


                        Pasal 7

(1)     Perusahaan yang dapat diberikan persetujuan sebagai PKB adalah perusahaan:
    a.  dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
    b.  dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA), baik sebagian atau seluruh modal sahamnya
        dimiliki oleh peserta asing;
    c.  non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT);
    d.  koperasi yang berbentuk badan hukum; atau
    e.  yayasan;

(2)     Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bertindak sebagai :
    a.  PKB;
    b.  PKB merangkap PDKB di sebagian wilayah KB; atau
    c.  PKB merangkap PDKB di seluruh wilayah KB


                        Pasal 8

(1)     Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yang bertindak sebagai PKB atau PKB 
    merangkap PDKB harus berlokasi di Kawasan Industri.
(2)     Dalam hal kawasan yang dimiliki perusahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) berada di 
    dalam daerah yang tidak mempunyai kawasan industri, maka kawasan tersebut termasuk di dalam 
    kawasan peruntukan industri yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II.
(3)     Perusahaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yang berlokasi di luar kawasan industri 
    atau kawasan peruntukan industri yang telah melaksanakan kegiatan industri sebelum ditetapkannya 
    Keputusan ini dapat ditetapkan sebagai PKB merangkap PDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 
    ayat (2) huruf c.


                        BAB II
                PERSETUJUAN SEBAGAI PKB ATAU PDKB

                           Bagian Kesatu
                    Persetujuan sebagai PKB

                        Pasal 9

Penetapan suatu bangunan, tempat atau kawasan sebagai KB serta pemberian persetujuan sebagai PKB atau 
PKB merangkap PDKB dilakukan dengan Keputusan Presiden.


                        Pasal 10

(1)     Permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pasal 9 diajukan oleh pengusaha kepada Presiden RI 
    melalui Menteri setelah fisik bangunan berdiri dengan menggunakan contoh dalam Lampiran I 
    Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 dengan melampirkan :
    a.  Fotokopi Surat Persetujuan Usaha Industri, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan dan 
        Persetujuan lainnya yang diperlukan dari Instansi teknis terkait;
    b.  Fotokopi Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT), Koperasi atau yayasan yang telah disahkan 
        oleh Pejabat yang berwenang;
    c.  Fotokopi bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan, tempat, atau Kawasan yang
        mempunyai batas-batas yang jelas (pagar pemisah);
    d.  Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) 
        dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib 
        menyerahkan SPT;
    e.  Peta lokasi/tempat yang akan dijadikan KB yang telah mendapat izin dari Pemerintah Daerah
        setempat;
    f.  Peta lokasi/tempat yang akan diusahakan sendiri sebagai PDKB;
    g.  Daftar isian sebagaimana contoh lampiran I A Keputusan ini;
    h.  Berita Acara Pemeriksaan Lokasi KB yang dibuat oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang
        ditunjuknya sebagaimana contoh lampiran I B Keputusan ini.
(2)     Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau pejabat yang 
    ditunjuk melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen.
(3)     Dalam hal permohonan telah lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan berkas 
    permohonan kepada Menteri untuk diteruskan kepada Presiden RI.
(4)     Permohonan yang kurang lengkap dibuatkan pemberitahuan kekuranglengkapan permohonan kepada 
    yang bersangkutan dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh lampiran I C Keputusan ini.
(5)     Tatacara permohonan pemberian persetujuan sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB sebagaimana 
    dimaksud ayat 1 diatur lebih lanjut dalam Lampiran I Keputusan ini.


                        Pasal 11

(1)     Pengusaha yang akan menyelenggarakan KB dapat mengajukan permohonan persetujuan sebagai PKB 
    atau PKB merangkap PDKB sebelum fisik bangunan pabrik berdiri dengan menggunakan contoh dalam 
    Lampiran I Keputusan Menteri Keuangan No.291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 dengan 
    melampirkan:
    a.  Fotokopi Surat Persetujuan Usaha Industri dan Persetujuan lainnya yang diperlukan dari 
        Instansi teknis terkait;
    b.  Fotokopi Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT), Koperasi atau Yayasan yang telah disahkan 
        oleh Pejabat yang berwenang;
    c.  Fotokopi bukti kepemilikan atau penguasaan suatu bangunan, tempat atau kawasan yang
        mempunyai batas-batas yang jelas (pagar pemisah);
    d.  Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) 
        dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib 
        menyerahkan SPT;
    e.  Rencana peta lokasi/tempat yang akan dijadikan KB yang telah mendapat persetujuan dari
        Pemerintah Daerah setempat;
    f.  Rencana peta lokasi/tempat yang akan diusahakan sendiri sebagai PDKB;
    g.  Keterangan tertulis dari pemilik kawasan industri/kawasan peruntukan industri bahwa 
        perusahaan tersebut berlokasi di kawasan industri /kawasan peruntukan industri yang
        bersangkutan.
    h.  Daftar isian sebagaimana contoh Lampiran I A Keputusan ini.
(2)     Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau pejabat yang 
    ditunjuk melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen.
(3)     Dalam hal permohonan telah lengkap dan benar, Direktur Jenderal menyampaikan berkas permohonan 
    kepada Menteri untuk diteruskan kepada Presiden RI.
(4)     Permohonan yang kurang lengkap dibuatkan pemberitahuan kekuranglengkapan permohonan kepada 
    yang bersangkutan dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh lampiran I C Keputusan ini.
(5).    Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan lokasi sebagaimana contoh lampiran I B Keputusan ini dilakukan 
    oleh Kepala Kantor setempat berdasarkan permohonan yang bersangkutan setelah fisik bangunan 
    selesai dan KB siap beroperasi selambat-lambatnya 2 tahun sejak diberikannya persetujuan PKB.
(6)     Tatacara permohonan pemberian persetujuan sebagai PKB atau PKB merangkap PDKB sebagaimana 
    dimaksud ayat 1 diatur lebih lanjut dalam Lampiran II Keputusan ini.


                        Pasal 12

Pengusaha pemegang persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB sebagaimana dimaksud pasal 11 yang tidak 
memulai pekerjaan fisik bangunan dalam jangka waktu 6 bulan atau tidak menyelesaikan fisik bangunan dalam 
jangka waktu 2 tahun sejak diberikannya persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB, maka terhadap 
persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB dapat dicabut dan barang yang telah diimpor diselesaikan dengan 
cara :
a.  diekspor kembali ;
b.  dipindahtangankan kepada PKB lain ;
c.  dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 Impor sepanjang telah 
    memenuhi ketentuan tatalaksana kepabeanan dibidang impor.


                        Pasal  13

KB harus memenuhi persyaratan fisik meliputi :
a.  Lokasi KB dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh kendaraan pengangkut 
    barang.
b.  Lokasi KB tidak boleh berhubungan langsung dengan bangunan lain.
c.  Lokasi KB mempunyai fasilitas sistem satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke 
    dari KB.
d.  Lokasi KB mempunyai pagar keliling dengan ketinggian vertikal sekurang-kurangnya 2,5 meter.
e.  Menyediakan ruangan yang memadai bagi petugas Bea dan Cukai dalam melakukan pekerjaan di KB 
    dan pos penjagaan di pintu utama.
f.  Memasang papan nama yang dapat dibaca dan tampak jelas di depan perusahaan.


                            Bagian Kedua
                    Persetujuan sebagai PDKB

                        Pasal 14

(1)     Pengusaha yang akan melakukan kegiatan usaha industri sebagai PDKB sebagaimana dimaksud pada 
    pasal 7 ayat (2) huruf (a) dan (b) dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sebelum memulai 
    kegiatannya wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal melalui PKB dengan menggunakan 
    contoh dalam Lampiran II Keputusan Menteri Keuangan No.291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 
    dengan melampirkan :
    a.  Fotocopy bukti kepemilikan/penguasaan perusahaan industri di KB dilampiri surat rekomendasi 
        PKB;
    b.  Fotocopy Persetujuan Usaha Industri dan Persetujuan lainnya yang diperlukan dari Instansi
        teknis terkait;
    c.  Fotocopy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT), Koperasi atau Yayasan yang telah disahkan 
        oleh Pejabat yang berwenang;
    d.  Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) 
        dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan Tahun terakhir bagi Perusahaan yang sudah wajib 
        menyerahkan SPT;
    e.  Peta lokasi/tempat dan tata letak pabrik yang dijadikan PDKB;
    f.  Saldo bahan baku, bahan baku dalam proses, barang jadi, barang modal, dan peralatan 
        pabrik.
(2)     PKB sebelum memberikan rekomendasi berkewajiban untuk melakukan penelitian kelengkapan
    persyaratan yang diwajibkan kepada PDKB yang akan melakukan kegiatan usaha industri di KB yang 
    diselenggarakannya.
(3)     Terhadap pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau Pejabat yang 
    ditunjuk melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan.
(4)     erhadap PDKB yang telah memenuhi persyaratan sebagamana dimaksud pada ayat (1), Direktur 
    Jenderal memberitahukan kepada Kepala Kantor dengan menggunakan contoh dalam Lampiran III 
    Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997 .
(5)     Tatacara persetujuan PDKB untuk melakukan kegiatan ditetapkan lebih lanjut dalam Lampiran III 
    Keputusan ini.


                        Pasal 15

Bangunan PDKB harus memenuhi persyaratan fisik meliputi :
a.  Memiliki tempat penimbunan bahan baku, tempat pengolahan, tempat penimbunan barang jadi, tempat 
    penimbunan barang sisa hasil pengolahan dan/atau potongan serta tempat penimbunan barang rusak 
    atau busuk.
b.  Memasang papan nama yang dapat dibaca dan tampak jelas dimuka perusahaan.


                        BAB III
                       KEWAJIBAN, LARANGAN, DAN 
                    TANGGUNG JAWAB PKB DAN PDKB

                           Bagian Kesatu
                              Kewajiban

                        Pasal 16

PKB berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan sebagai berikut :
a.  Membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen impor atas barang modal dan peralatan 
    yang dimasukkan untuk keperluan pembangunan/konstruksi dan peralatan perkantoran KB;
b.  Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan;
c.  Memberikan rekomendasi kepada PDKB yang akan melakukan kegiatan usaha di KB;
d.  Memasang tanda nama perusahaan dan nomor/tanggal persetujuan PKB yang dimiliki ditempat yang 
    dapat dilihat umum dengan jelas;
e.  Melaporkan kepada Kepala Kantor apabila terdapat PDKB yang tidak beroperasi.


                        Pasal 17

PDKB berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan sebagai berikut :
a.  Membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen atas pemasukan, pemindahan dan
    pengeluaran barang dan/atau bahan di KB;
b.  Menyelenggarakan pembukuan tentang pemasukan, pemindahan, dan pengeluaran barang dan/atau 
    bahan ke dan dari KB sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan;
c.  Memberi kode untuk setiap jenis barang sesuai dengan sistem pembukuan perusahaan secara
    konsisten;
d.  Memasukkan kembali barang sisa dan/atau potongan hasil pekerjaan sub kontrak.


                        Pasal 18

(1)     PKB dan PDKB berkewajiban menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku 
    dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) 
    tahun.
(2)     PKB dan PDKB berkewajiban menyediakan ruangan dan sarana kerja untuk Pejabat Bea dan Cukai.


                        Pasal 19

(1)     PDKB wajib membuat laporan 3 (tiga) bulanan tentang persediaan bahan baku, barang dalam proses, 
    dan barang jadi dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh Lampiran IV A, IV B, dan IV C 
    Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997 tanggal 26 Juni 1997;
(2)     Laporan 3 (tiga) bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirim kepada Kepala Kantor selambat
    -lambatnya tanggal 10 bulan April, Juli, Oktober, dan Januari.


                        Pasal 20

PKB dan PDKB wajib menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan KB apabila dilakukana udit oleh 
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak.


                            Bagian Kedua
                               Larangan

                        Pasal 21

(1)     PKB dilarang memindahkan barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran tanpa persetujuan 
    Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.
(2)     PDKB dilarang memindahkan barang modal atau peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung 
    dalam proses produksi PDKB serta barang dan/atau bahan tanpa persetujuan Direktur Jenderal atau 
    Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk.


                        Pasal 22

Barang yang dilarang untuk diimpor tidak diperbolehkan untuk dimasukkan ke KB.


                             Bagian Ketiga
                           Tanggung Jawab

                        Pasal 23

(1)     PKB dan PDKB bertanggung jawab terhadap BM, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor yang 
    terutang atas barang yang dimasukkan atau dikeluarkan dari KB.
(2)     PKB dan PDKB dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal 
    barang yang ada di KB :
    a.  musnah tanpa sengaja; dan/atau
    b.  diekspor; dan/atau
    c.  diekspor kembali; dan/atau
    d.  diimpor untuk dipakai; dan/atau
    e.  dimasukkan ke KB lainnya.


                        BAB IV
                         PEMASUKAN BARANG KE KB

                        Pasal 24

(1)     Perusahaan yang telah mendapat persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB dapat memasukan 
    barang modal dan/atau peralatan untuk keperluan pembangunan/ konstruksi , perluasan dan peralatan 
    perkantoran KB dengan diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPn BM dan PPh Pasal 22 
    Impor dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal.
(2)     Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya :
    a.  Nomor dan tanggal pemberian persetujuan PKB atau PKB merangkap PDKB;
    b.  Daftar rincian barang yang dibutuhkan meliputi jumlah, jenis/tipe dan nilai pabean.
(3)     Atas permohonan yang disetujui oleh Direktur Jenderal diterbitkan keputusan penangguhan BM, tidak 
    dipungut PPN, PPn BM dan PPh Pasal 22 Impor.
(4)     Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikirimkan oleh Direktur Jenderal kepada Kepala 
    Kantor tempat pemasukan barang dan yang mengawasi KB yang bersangkutan.
(5)     Pelaksanaan impor barang dimaksud pada ayat (1) diberlakukan tatalaksana kepabeanan dibidang 
    impor dan diselesaikan di kantor tempat pemasukan barang.


                        Pasal 25

Pemasukan barang modal dan peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi, 
barang dan/atau bahan untuk diolah ke KB, dapat dilakukan dari :
a.  Tempat Penimbunan Sementara (TPS);
b.  Gudang Berikat (GB);
c.  KB lainnya;
d.  PDKB dalam satu KB;
e.  Produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan;
f.  DPIL.


                        Pasal 26

(1)     Pemasukan barang asal impor oleh PDKB dari TPS ke KB dilakukan dengan menggunakan formulir 
    BC 2.3 dilampiri dengan Bill of Lading atau Airway Bill, Invoice, Packing List dan dokumen pendukung 
    lainnya.
(2)     Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 3 (tiga) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB 
    atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di KB, dengan peruntukan :
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan pemasukan/TPS;
    c.  Lembar ke-3 untuk PDKB;
    d.  Copy Lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi KB, Biro Pusat Statistik 
        Jakarta dan Bank Indonesia.
(3)     Tatacara pemasukan barang asal impor oleh PDKB dari TPS ke KB sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (1) diatur lebih lanjut dalam Lampiran IV Keputusan ini.


                        Pasal 27

(1)     Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dilakukan penyegelan oleh Direktorat 
    Jenderal Bea dan Cukai.
(2)     Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik 
    kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan yang dinyatakan 
    dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal.


                        Pasal 28

(1)     Pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 oleh PDKB dari GB ke KB dilakukan dengan 
    menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri Invoice , Packing List dan dokumen pendukung lainnya.
(2)     Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 4 (empat) copy lembar ke-1 diajukan oleh 
    PPGB atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di GB, dengan peruntukan :
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di GB
    c.  Lembar ke-3 untuk PPGB
    d.  Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB , PDKB, Biro Pusat Statistik Jakarta dan 
        Bank Indonesia.
(3)     Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyegelan oleh Direktorat
    Jenderal Bea dan Cukai.
(4)     Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik 
    kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan yang dinyatakan 
    dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal.
(5)     Tatacara pemasukan barang dari GB ke KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran V Keputusan ini.


                        Pasal 29

(1)     Pemasukan barang dari KB lainnya ke KB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri 
    kontrak.
(2)     Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB 
    asal atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di KB asal, dengan peruntukan :
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB asal.
    c.  Lembar ke-3 untuk PDKB asal
    d.  Copy lembar ke-1 untuk PDKB Tujuan dan Pejabat Bea dan Cukai di KB Tujuan.
(3)     Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyegelan oleh Direktorat 
    Jenderal Bea dan Cukai.
(4)     Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik 
    kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan yang dinyatakan
    dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal.
(5)     Tatacara pemasukan barang dari KB lainnya ke KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI Keputusan 
    ini.


                        Pasal 30

(1)     Pemasukan barang antar PDKB dalam satu KB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 
    dilampiri kontrak.
(2)     Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB 
    asal barang atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai, dengan peruntukan :
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB asal;
    c.  Lembar ke-3 untuk PDKB asal;
    d.  Copy lembar ke-1 untuk PDKB tujuan dan Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB
        tujuan.
(3)     Tatacara pemasukan barang antar PDKB dalam satu KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran VII 
    Keputusan ini.


                        Pasal 31

(1)     Pemasukan atau penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan
    untuk diolah lebih lanjut oleh PDKB diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakuan 
    perpajakan terhadap barang yang diekspor.
(2)     Pemasukan atau penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan 
    untuk diolah lebih lanjut oleh PDKB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 4.0 dilampiri faktur 
    pajak dan dokumen pendukung lainnya.
(3)     Formulir BC 4.0 dibuat dalam rangkap 2 (dua) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB 
    atau kuasanya dengan peruntukkan :
    a.  Lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB;
    b.  Lembar ke-2 untuk PDKB;
    c.  Copy lembar ke-1 untuk Bapeksta Keuangan dan Produsen pengguna fasilitas Bapeksta
        Keuangan.
(4)     Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan fisik oleh
    Pejabat Bea dan Cukai di KB.
(5)     Hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam formulir BC. 4.0 dan diberi 
    cap "Fasilitas Bapeksta Keuangan".
(6)     Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai, Pejabat Bea dan Cukai di 
    KB memberi persetujuan masuk dengan mencantumkan tanggal dan jam masuk serta tanda tangan, 
    nama terang, dan NIP pada BC .4.0 .
(7)     Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak sesuai, Pejabat Bea dan 
    Cukai di KB melaporkan hal tersebut kepada Kepala Kantor untuk dilakukan penyelidikan sesuai 
    ketentuan yang berlaku.
(8)     Tatacara pemasukan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta Keuangan ke KB diatur 
    lebih lanjut dalam Lampiran VIII Keputusan ini.


                        Pasal 32

(1)     Pemasukan barang modal dan peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses
    produksi dan pemasukan barang dan/atau bahan dari DPIL ke KB dilakukan dengan menggunakan 
    formulir BC 4.0 dilampiri dengan faktur pajak dan dokumen pendukung lainnya.
(2)     Formulir BC 4.0 dibuat dalam rangkap 2 (dua) ditambah satu copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB 
    atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di KB, dengan peruntukan:
    a.  Lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB;
    b.  Lembar ke-2 untuk PDKB;
    c.  Copy lembar ke-1 untuk perusahaan di DPIL.
(3)     Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik
    kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan yang dinyatakan
    dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal.
(4)     Tatacara pemasukan barang dari DPIL ke KB diatur lebih lanjut dalam Lampiran IX Keputusan ini.


                         BAB V
                      PENGELUARAN BARANG DARI KB

                        Pasal 33

Pengeluaran barang hasil olahan PDKB dari suatu KB dapat dilakukan dengan tujuan :
a.  Ekspor;
b.  KB lainnya;
c.  PDKB lainnya pada satu KB;
d.  Entrepot untuk Tujuan Pameran (ETP); atau
e.  DPIL.


                        Pasal 34

(1)     Pengeluaran barang hasil olahan PDKB untuk diekspor dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan 
    Ekspor Barang (PEB)/Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT) dilampiri formulir BC 2.3.
(2)     Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah satu copy lembar ke-1 dengan peruntukan :
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB;
    c.  Lembar ke-3 untuk PDKB;
    d.  Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan muat/TPS.
(3)     Pejabat Bea dan Cukai di KB berdasarkan pemberitahuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat 
    (1) melakukan pengawasan atas pelaksanaan stuffing dan melakukan peneraan segel pada petikemas/
    kemasan barang, mencatat nomor dan jenis segel pada formulir BC 2.3 dan memberikan catatan 
    nomor dan tanggal BC 2.3 pada PEB/PEBT.
(4)     Persetujuan muat diberikan oleh Pejabat Bea dan Cukai di KB
(5)     Pejabat Bea dan Cukai di Pelabuhan Muat/TPS mencocokkan nomor petikemas/kemasan barang 
    dengan data yang tercantum pada formulir BC 2.3.
(5)     Tatacara pengeluaran barang hasil olahan PDKB untuk diekspor diatur lebih lanjut dalam Lampiran X 
    Keputusan ini.


                        Pasal 35

(1)     Pengeluaran barang hasil olahan dari KB ke KB lainnya untuk diolah lebih lanjut atau untuk pengemas 
    hasil produksi dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3. dilampiri kontrak.
(2)     Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB 
    asal atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai di KB asal, dengan peruntukan :
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB asal.
    c.  Lembar ke-3 untuk PDKB asal
    d.  Copy lembar ke-1 untuk PDKB Tujuan dan Pejabat Bea dan Cukai di KB tujuan.
(3)     Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penyegelan oleh Direktorat
    Jenderal Bea dan Cukai.
(4)     Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemeriksaan fisik
    kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan.
(5)     Tatacara pengeluaran barang hasil olahan dari KB ke KB lainnya diatur lebih lanjut dalam Lampiran VI 
    Keputusan ini.


                        Pasal 36

(1)     Pengeluaran barang hasil olahan dari PDKB ke PDKB lainnya dalam satu KB untuk diolah lebih lanjut 
    atau untuk pengemas hasil produksi dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri kontrak.
(2)     Formulir BC.2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 diajukan oleh PDKB 
    asal atau kuasanya kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB asal, dengan peruntukan :
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB asal
    c.  Lembar ke-3 untuk PDKB asal
    d.  Copy lembar ke-1 untuk PDKB tujuan dan Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi PDKB
        tujuan.
(3)     Tatacara Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antar PDKB dalam satu KB diatur 
    lebih lanjut dalam Lampiran VII Keputusan ini.


                        Pasal 37

(1)     Barang hasil olahan PDKB dalam suatu KB dapat dipamerkan ke ETP dan harus dikembalikan ke KB 
    asal dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan setelah pameran selesai.
(2)     Pengeluaran barang hasil olahan PDKB dari suatu KB yang akan dipamerkan ke ETP dilakukan dengan 
    menggunakan formulir BC 2.3 dalam rangkap 3 ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 yang dilampiri 
    dengan rincian dan golongan barang berikut nilai pabeannya dengan peruntukan :
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB;
    c.  Lembar ke-3 untuk PDKB ;
    d.  Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di ETP dan Pengusaha ETP;
(3)     Pemasukan kembali barang yang telah selesai dipamerkan dari ETP ke KB asal dilakukan dengan
    menggunakan formulir BC 2.3 dalam rangkap 3 (tiga) ditambah 2 (dua) copy lembar ke-1 dilampiri 
    formulir BC.2.3 asal barang dengan peruntukan:
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di ETP;
    c.  Lembar ke-3 untuk PETP;
    d.  Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB dan PDKB;
(4)     Pengangkutan barang sebagaimana dimaskud ayat (2) dan (3) dilakukan penyegelan oleh Direktorat 
    Jenderal Bea dan Cukai.
(5)     Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pemeriksaan fisik oleh 
    Pejabat Bea dan Cukai di KB.
(6)     Tatacara pengeluaran barang hasil olahan dari KB ke ETP dan pemasukan kembali barang dari ETP ke 
    KB asal diatur lebih lanjut dalam Lampiran XI Keputusan ini.


                        Pasal 38

(1)     Pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL, hanya dapat dilakukan setelah ada realisasi 
    ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB lainnya.
(2)     Barang yang akan dikeluarkan ke DPIL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebanyakbanyaknya
    berjumlah 25% (dua puluh lima persen) dari nilai realisasi ekspor dan/atau pengeluaran ke PDKB 
    lainnya.
(3)     Perhitungan 25 % dimaksud ayat (2) didasarkan pada PEB/PEBT dan/atau dokumen pengeluaran ke 
    KB lain (Formulir BC.2.3) dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 (satu) tahun sejak tanggal pendaftaran 
    PEB/PEBT dan/atau Formulir BC.2.3 tersebut.
(4)     Terhadap barang asal impor yang telah diolah oleh PDKB yang akan dikeluarkan ke DPIL dilakukan 
    pemeriksaan pabean.
(5)     Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan 
    Pemberitahuan Impor Barang (PIB) sesuai dengan tatalaksana kepabeanan di bidang impor. 
(6)     Atas pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan BM, Cukai, PPN, PPnBM dan 
    PPh Pasal 22 Impor sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang 
    memperoleh fasilitas penangguhan atau pembebasan BM, cukai, atau pajak dalam rangka impor.
(7)     Dasar perhitungan pungutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (6) adalah sebagai berikut :
    a.  BM berdasarkan tarif bahan baku dengan pembebanan yang berlaku pada saat diimpor untuk 
        dipakai dan nilai pabean yang terjadi pada saat barang dimasukkan ke KB ;
    b.  Cukai berdasarkan ketentuan perundang-undangan cukai yang berlaku ;
    c.  PPN, PPnBM, dan PPh pasal 22 berdasarkan tarif bahan baku dan harga berdasarkan harga 
        penyerahan.
(8)     Perubahan persentase dari nilai ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.


                        Pasal 39

(1)     Pengeluaran barang asal impor yang tidak diolah di KB untuk tujuan diekspor kembali dilakukan dengan 
    menggunakan formulir PEBT dilampiri BC 2.3.
(2)     Formulir BC 2.3 dibuat dalam rangkap 3 (tiga) ditambah satu copy lembar ke-1 dengan peruntukan :
    a.  Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan
    b.  Lembar ke-2 untuk Pejabat Bea dan Cukai di KB
    c.  Lembar ke-3 untuk PDKB
    d.  Copy lembar ke-1 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan muat/TPS
(3)     Tatacara pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Lampiran 
    XII Keputusan ini


                         BAB VI
                            SUBKONTRAK

                        Pasal 40

(1)     PDKB dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahannya kepada PDKB lain dalam satu 
    KB, KB lainnya atau perusahaan industri di DPIL, kecuali pekerjaan pemeriksaan awal, pemeriksaan 
    akhir, penyortiran dan pengepakan.
(2)     Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh jenis produk dan harus 
    diselesaikan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari sejak dikeluarkannya barang dan/atau bahan 
    dari KB.
(3)     Pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan perjanjian 
    sub kontrak yang sekurang-kurangnya memuat uraian pekerjaan yang dilakukan, jangka waktu, 
    jumlah barang dan/atau bahan yang diterima dari PDKB dan jumlah hasil pekerjaan yang 
    dikembalikan kepada PDKB termasuk barang sisa dan/atau potongan.
(4)     Penyerahan pekerjaan subkontrak kepada perusahaan industri yang berada di DPIL harus disertai 
    surat pernyataan dari pelaksana sub kontrak tentang kesediaan untuk dilakukan audit oleh Direktorat 
    Jenderal Bea dan Cukai dan jaminan yang diserahkan kepada Bendaharawan Bea dan Cukai atau 
    Pejabat yang ditunjuknya berupa :
    a.  Jaminan tunai; atau
    b.  Jaminan bank; atau
    c.  Customs Bond yang dikeluarkan oleh Perusahaan Asuransi yang disetujui Menteri Keuangan; 
        atau
    d.  Surat Sanggup Bayar (SSB) bagi perusahaan yang tergolong dalam daftar putih yang 
        ditetapkan Menteri.
(5)     Penyerahan barang dan/atau bahan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan menggunakan 
    formulir BC 2.3.
(6)     Terhadap penyerahan barang dan/atau bahan yang akan diserahkan kepada pelaksana subkontrak di 
    DPIL dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di KB
(7)     Penyerahan kembali barang hasil pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada 
    PDKB pemberi pekerjaan subkontrak dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3.
(8)     Terhadap penyerahan kembali barang hasil pekerjaan sub kontrak sebagaimana dimaksud ayat (7) 
    dilakukan pemeriksaan fisik oleh Pejabat Bea dan Cukai di KB.
(9)     Tatacara pengeluaran barang dalam rangka sub kontrak dan pemasukan kembali barang hasil 
    pekerjaan sub kontrak diatur lebih lanjut dalam Lampiran XIII Keputusan ini.


                        Pasal 41

(1)     PDKB dapat digolongkan dalam Daftar Putih apabila telah memenuhi persyaratan :
    a.  Selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut tidak pernah melakukan pelanggaran;
    b.  Selalu memenuhi kewajiban pabean dan perpajakan dengan baik dan tepat waktu;
    c.  Hasil post audit menunjukkan profil perusahaan baik.
(2)     Daftar Putih dapat diberikan kepada perusahaan yang baru berdiri berdasarkan permohonan PDKB 
    yang bersangkutan
(3)     PDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Daftar Putih apabila di kemudian 
    hari ternyata telah melakukan pelanggaran salah satu dari persyaratan yang ditetapkan.


                        BAB VII
          PENGELUARAN MESIN DAN/ATAU PERALATAN PABRIK DARI KB UNTUK
                PEMINJAMAN DAN REPARASI/PERBAIKAN

                        Pasal 42

(1)     Mesin dan/atau peralatan pabrik yang akan dipergunakan untuk mengerjakan pekerjaan subkontrak 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dapat dipinjamkan oleh PDKB kepada PDKB lainnya atau 
    pelaksana sub kontrak di DPIL untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan dan dapat 
    diperpanjang untuk paling lama 2 (dua) kali 12 (dua belas) bulan.
(2)     Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pelaksana 
    sub kontrak di DPIL dilakukan dengan menggunakan Formulir BC.2.3 dan wajib mempertaruhkan 
    jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 kepada Bendaharawan Bea dan Cukai atau Pejabat 
    yang ditunjuknya.
(3)     PDKB dapat mengeluarkan mesin dan/atau peralatan pabrik ke DPIL dengan tujuan untuk direparasi/
    diperbaiki dengan menggunakan Formulir BC.2.3 dan menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud 
    dalam Pasal 40 kepada Bendaharawan Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya.
(4)     Reparasi/perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diizinkan untuk jangka waktu paling lama 
    12 (dua belas) bulan sejak mesin dan/atau peralatan pabrik dikeluarkan dari KB. 
(5)     Pengeluaran mesin dan/atau peralatan pabrik dari KB ke luar negeri dengan tujuan reparasi/perbaikan 
    dilakukan dengan menggunakan PEBT dan Formulir BC.2.3.
(6)     Tatacara pengeluaran dan pemasukan kembali mesin dan/atau peralatan pabrik sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1) dan (3) diatur lebih lanjut dalam Lampiran XIV Keputusan ini.


                        Pasal 43

Mesin dan/atau peralatan pabrik yang dipergunakan secara langsung dalam proses produksi di PDKB dapat 
diganti dengan ketentuan bahwa mesin dan/atau peralatan yang diganti tersebut :
a.  diekspor kembali; dan/atau
b.  dipindahtangankan kepada PDKB lain; dan/atau
c.  dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang telah 
    memenuhi ketentuan di bidang impor; dan/atau
d.  dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


                        BAB VIII
                          PEMERIKSAAN PEMBUKUAN

                        Pasal 44

(1)     Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan-ketentuan 
    kepabeanan dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas 21
    pembukuan, catatan, dan dokumen PKB dan PDKB yang berkaitan dengan pemasukan dan 
    pengeluaran barang ke dan dari KB, pemindahan barang dalam KB serta pencacahan sediaan barang.
(2)     Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kedapatan selisih kurang jumlah dan/
    atau jenis barang atau ditemui adanya penggunaan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, PKB dan
    /atau PDKB bertanggung jawab atas pelunasan BM, Cukai, PPN, PPnBM, PPh pasal 22 Impor yang 
    terhutang dan sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari pungutan negara yang 
    terutang.
(3)     Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdapat selisih lebih jumlah dan/
    atau jenis barang maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku.


                        BAB IX
                    PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN PERSETUJUAN

                           Bagian Kesatu
                           PKB

                        Pasal 45

(1)     Dalam hal hasil audit kepabeanan yang dilaksanakan oleh Direktur Jenderal menunjukkan adanya
    pelanggaran atas ketentuan kepabeanan yang mengakibatkan kerugian hak keuangan negara, Menteri 
    dapat membekukan persetujuan PKB atas saran Direktur Jenderal.
(2)     Persetujuan PKB dibekukan bilamana PKB tersebut :
    a.  Berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan utangnya; atau
    b.  Menunjukkan ketidakmampuan dalam penyelenggaraan KB.
(3)     Pembekuan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diubah menjadi pencabutan
    bilamana PKB :
    a.  tidak dapat melunasi utangnya dalam jangka waktu yang ditetapkan; atau
    b.  tidak mampu lagi mengusahakan KB.
(4)     Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberlakukan kembali bilamana PKB :
    a.  telah melunasi utangnya; atau
    b.  telah mampu kembali mengusahakan KB.
(5)     Persetujuan PKB dicabut dalam hal :
    a.  Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut selama berlakunya persetujuan, PKB 
        sama sekali tidak melakukan kegiatan;
    b.  Persetujuan usaha industri sudah tidak berlaku lagi;
    c.  PKB mengalami pailit berdasarkan keputusan pengadilan;
    d.  PKB bertindak tidak jujur dalam usahanya;
    e.  Setelah proses pembekuan, tidak melaksanakan kewajiban yang diharuskan; 
    f.  Atas permohonan PKB yang bersangkutan.
(6)     Pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Presiden RI.


                        Pasal 46

(1)     Dalam hal persetujuan PKB dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (5), barang modal 
    atau peralatan dan/atau peralatan perkantoran yang terdapat di KB dalam waktu 30 hari sejak tanggal 
    pencabutan persetujuan harus :
    a.  diekspor kembali; dan/atau
    b.  dipindahtangankan kepada PKB lain; dan/atau
    c.  dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang 
        telah memenuhi tatalaksana kepabeanan di bidang impor; dan/atau
    d.  dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2)     Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh PKB, barang yang 
    bersangkutan dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.


                             Bagian Kedua
                          PDKB

                        Pasal 47

(1)     Persetujuan PDKB dicabut apabila :
    a.  Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut selama berlakunya persetujuan, 
        PDKB sama sekali tidak melakukan kegiatan usaha industri untuk tujuan ekspor;
    b.  Persetujuan usaha industri sudah tidak berlaku lagi;
    c.  PKB mengalami pailit berdasarkan keputusan pengadilan;
    d.  PKB bertindak tidak jujur dalam usahanya;
    e.  Persetujuan PKB dicabut;
    f.  Atas permohonan PDKB yang bersangkutan.
(2)     Pencabutan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PKB atas perintah 
    Direktur Jenderal atas nama Menteri.


                        Pasal 48

(1)     Dalam hal persetujuan PDKB dicabut sebagaimana dimaksud pada pasal 47, barang modal atau
    peralatan dan/atau barang dan/atau bahan yang terdapat di KB dalam waktu 30 hari sejak tanggal
    pencabutan persetujuan harus :
    a.  diekspor kembali; dan/atau
    b.  dipindahtangankan kepada PDKB lain; dan/atau
    c.  dikeluarkan ke DPIL dengan membayar BM, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang 
        telah memenuhi tatalaksana kepabeanan di bidang impor; dan/atau
    d.  dimusnahkan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2)     Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi oleh PDKB, barang yang 
    bersangkutan dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai.


                         BAB X
                         KETENTUAN LAIN

                        Pasal 49

(1)     Konsolidasi barang ekspor asal KB dapat dilakukan di :
    a.  Kawasan Berikat
    b.  TPS
    c.  Tempat lain diluar Kawasan Pabean.
(2)     Konsolidasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan dengan pengawasan Bea dan Cukai.
(3)     Pengusaha Konsolidasi bertanggung jawab atas pelaksanaan konsolidasi barang ekspor
(4)     Tatacara konsolidasi barang ekspor diatur lebih lanjut dalam Lampiran XV Keputusan ini.


                        Pasal 50

(1)     Pemasukan dan pengeluaran petikemas kosong ke dan dari KB dilakukan oleh PDKB dengan
    menggunakan pemberitahuan sebagaimana contoh dalam Lampiran XVI A Keputusan ini.
(2)     Tacara pemasukan dan pengeluaran petikemas kosong sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih
    lanjut dalam Lampiran XVI Keputusan ini.


                        Pasal 51

Atas barang dan/atau bahan yang berada di PDKB yang rusak atau busuk, PDKB wajib :
a.  mengekspor kembali; dan/atau
b.  memusnahkan di bawah pengawasan Kepala Kantor; dan/atau
c.  dimasukan untuk dipakai berdasarkan harga penyerahan.


                        Pasal 52

Barang sisa dan/atau potongan dari PDKB dapat :
a.  Dikeluarkan ke DPIL dengan melunasi BM, Cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang 
    telah memenuhi ketentuan tatalaksana kepabeanan di bidang impor dan cukai dengan menggunakan 
    pemberitahuan pabean; dan/atau
b.  Dimusnahkan di bawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi KB yang bersangkutan.


                        Pasal 53

Ketentuan yang diatur dalam keputusan ini tidak berlaku untuk Kawasan Berikat Batam.


                        BAB XI
                      KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 54

(1)     Dengan berlakunya keputusan ini, semua Keputusan dan peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh 
    Direktur Jenderal tentang KB dan Entrepot Untuk Tujuan Ekspor (EPTE) dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2)     Perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha pergudangan di KB sebelum berlakunya keputusan ini, 
    dapat melaksanakan usahanya sebagai gudang berikat sebagaimana dimaksud dalam Keputusan 
    Menteri Keuangan Nomor 399/KMK.05/1996 dalam jangka waktu yang akan ditetapkan oleh Direktur 
    Jenderal.
(3)     Permohonan untuk mendapatkan persetujuan sebagai Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) yang 
    telah diajukan sebelum 1 April 1997 kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal, diselesaikan berdasarkan 
    ketentuan yang lama sampai dengan 1 Oktober 1997.
(4)     Persetujuan EPTE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang akan ditetapkan oleh Menteri sebagai 
    PKB merangkap PDKB sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini.
(5)     Perusahaan-perusahaan yang telah berstatus EPTE berdasarkan Keputusan ini ditetapkan sebagai PKB 
    merangkap PDKB.


                        Pasal 55

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal    Juli 1997
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

ttd.

SOEHARDJO
NIP. 060013988
peraturan/kepdbc/63bc1997.txt · Last modified: 2023/02/05 06:20 by 127.0.0.1