User Tools

Site Tools


peraturan:kepdbc:141bc2003
                  KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI 
                            NOMOR KEP - 141/BC/2003 

                                 TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN DAN/ATAU PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI 
  SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS 
 IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN 
                   TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DAN PENGAWASANNYA

                    DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang :

a.  bahwa untuk meningkatkan ekspor non migas dipandang perlu menyederhanakan tata cara pemberian 
    pembebasan dan/atau Pengembalian Bea Masuk dan/atau Cukai, serta Pajak Pertambahan Nilai dan 
    Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut yang semula ditangani BINTEK Keuangan melalui 
    penanganan fasilitas oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
b.  bahwa terhadap pelaksanaan pemberian pembebasan dan/atau pengembalian Bea Masuk dan/atau 
    Cukai, serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh 
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai perlu dilaksanakan pengawasan;
c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan 
    Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Pembebasan 
    Dan/Atau Pengembalian Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, 
    Dirakit Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan tujuan Untuk Diekspor Dan Pengawasannya;

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Nomor 3984);
2.  Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak 
    Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, 
    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah diubah beberapa 
    kali terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
3.  Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
4.  Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
    1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
5.  Peraturan Pemerintah Nomor 33 TAHUN 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara 
    Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 
    3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 TAHUN 1997 (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Nomor 3717);
6.  Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi Dan Tugas Departemen;
7.  Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi 
    Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Di Lingkungan Departemen Keuangan;
8.  Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
9.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tentang Organisasi Tata Kerja Departemen 
    Keuangan;
10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tata Laksana Kepabeanan Di Bidang 
    Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 
    112/KMK.04/2003;
11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 557/KMK.04/2002 tentang Tata Laksana Kepabeanan di bidang 
    Ekspor;
12. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 129/KMK.04/2003 tentang Pembebasan Dan/Atau Pengembalian 
    Bea Masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah 
    Tidak Dipungut Atas Impor Barang Dan/Atau Bahan Untuk Diolah, Dirakit atau Dipasang Pada Barang 
    Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor Dan Pengawasannya;

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN 
PEMBEBASAN DAN/ATAU PENGEMBALIAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH TIDAK DIPUNGUT ATAS IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN 
UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR DAN 
PENGAWASANNYA.


                        BAB I
                       KETENTUAN UMUM

                        Pasal 1

Dalam Keputusan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1.  Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean.
2.  Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean.
3.  Pembebasan adalah pembebasan Bea Masuk (BM) dan/atau Cukai atas impor barang dan/atau bahan 
    untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor atau diserahkan 
    ke Kawasan Berikat.
4.  Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) Tidak Dipungut 
    adalah fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, 
    atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, sepanjang atas impor barang dan/atau 
    bahan tersebut dibebaskan dari pengenaan BM.
5.  Pengembalian adalah pengembalian BM dan/atau Cukai yang telah dibayar atas impor barang dan/
    atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain yang telah diekspor atau diserahkan 
    ke Kawasan Berikat.
6.  Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
7.  Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
8.  Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tertentu yang ditetapkan 
    sebagai kantor pelayanan kemudahan ekspor.
9.  Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
10. Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk 
    melaksanakan tugas tertentu.
11. Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, tempat atau kawasan dengan batas-batas tertentu yang di 
    dalamnya dilakukan kegiatan usaha industri pengolahan barang dan bahan, kegiatan rancang bangun, 
    perekayasaan, penyortiran, pemeriksaan awal, pemeriksaan akhir, dan pengepakan atas barang dan 
    bahan asal impor atau barang dan bahan dari dalam Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya 
    terutama untuk tujuan ekspor.
12. Perusahaan adalah perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan, mengolah, merakit atau 
    memasang pada barang lainnya dan mengekspor sendiri hasil produksinya atau menyerahkan hasil 
    produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain.
13. Laporan Pemeriksaan Bea dan Cukai (LPBC)/Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) adalah Laporan hasil 
    pemeriksaan pabean atas barang ekspor yang berasal dari barang atau bahan asal impor yang 
    mendapat Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang diterbitkan 
    oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
14. Surat Sanggup Bayar (SSB) adalah surat yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai jaminan atas 
    pungutan negara terhadap barang dan bahan impor yang mendapat Pembebasan serta PPN dan 
    PPnBM tidak dipungut.
15. Hasil Produksi Yang Rusak adalah hasil produksi yang mengalami kerusakan ataupun penurunan 
    kualitas/standar mutu yang secara teknis tidak dapat diperbaiki untuk menyamai kualitas/standar 
    mutu yang diharapkan.
16. Sisa Hasil Produksi adalah bahan baku atau barang dalam proses produksi yang tidak dapat diproses 
    lebih lanjut menjadi hasil produksi utama karena secara teknis tidak dapat dipenuhi.
17. Hasil Produksi Sampingan adalah barang yang dihasilkan selain dari produk utama, yang diperoleh 
    selama proses produksi atau yang merupakan hasil pengembangan dan pemanfaatan dari bahan 
    baku, sisa bahan baku, atau sisa hasil produksi.
18. Bahan Baku Yang Rusak adalah bahan baku yang mengalami penurunan mutu, yang tidak dapat 
    diproses atau apabila diproses akan menghasilkan barang yang tidak memenuhi kualitas/standar 
    mutu yang diharapkan.
19. Realisasi ekspor adalah penyelesaian barang dan/atau bahan asal impor yang mendapat Pembebasan 
    serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, yang hasil produksinya diekspor.
20. Penyerahan ke Kawasan Berikat adalah penyelesaian barang dan/atau bahan asal impor yang 
    mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, yang hasil produksinya diserahkan ke 
    Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut.


                        Pasal 2

(1) Terhadap barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain 
    dengan tujuan untuk diekspor dapat diberikan Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.

(2) Terhadap barang dan/atau bahan asal impor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain 
    yang telah dibayar BM dan/atau Cukainya dan telah diekspor dapat diberikan Pengembalian.

(3) Terhadap hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor yang diserahkan ke Kawasan Berikat 
    untuk diproses lebih lanjut dapat diberikan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM 
    tidak dipungut.

(4) Pembebasan dan/atau pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang dimaksud pada ayat 
    (1), (2) dan (3) dikecualikan terhadap bahan bakar, minyak pelumas dan barang modal.

(5) Terhadap hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor dapat dijual ke Dalam Negeri:
    a.  Sebanyak-banyaknya 25% dari jumlah realisasi ekspor dan/atau diserahkan ke Kawasan 
        Berikat dengan membayar BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM;
    b.  Jumlah realisasi ekspor yang dimaksud dalam huruf a diperhitungkan dari nilai ekspor;
    c.  Jumlah yang diserahkan ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam huruf a 
        diperhitungkan dari harga penyerahan ke Kawasan Berikat.

(6) Terhadap hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku 
    yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor dapat:
    a.  dijual ke dalam negeri dengan membayar BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM; atau
    b.  dimusnahkan dengan persetujuan dan pengawasan Pejabat.


                        Pasal 3

Pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut sebagaimana dimaksud 
dalam Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) dilaksanakan atas nama Menteri Keuangan, oleh:
1.  Direktur Fasilitas Kepabeanan untuk Pembebasan dan/atau Pengembalian;
2.  Kepala Kantor Wilayah tertentu yang ditetapkan untuk Pembebasan.


                        BAB II
                         NOMOR INDUK PERUSAHAAN

                        Pasal 4

(1) Setiap perusahaan yang akan mengajukan permohonan untuk memperoleh Pembebasan dan/atau 
    Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut harus memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIPER) 
    yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal.

(2) Untuk mendapatkan NIPER, perusahaan mengajukan Data Induk Perusahaan (DIPER) kepada Direktur 
    Fasilitas Kepabeanan dengan menggunakan formulir DIPER yang dapat diperoleh pada Kantor Wilayah 
    dan Kantor Pabean tertentu.

(3) Formulir DIPER harus diisi dengan lengkap dan benar dan diserahkan ke Direktorat Fasilitas 
    Kepabeanan dan/atau melalui Kantor Wilayah.

(4) Formulir DIPER harus dilampiri:
    a.  Akte Notaris pendirian perusahaan beserta perubahannya yang terakhir;
    b.  Foto Copy Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penetapan Pengusaha Kena Pajak 
        (PKP);
    c.  Foto Copy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dari Departemen Perindustrian dan 
        Perdagangan;
    d.  Foto Copy Surat Izin Usaha Industri (SIUI) dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan 
        untuk perusahaan non PMA/PMDN;
    e.  Fotocopy Izin Prinsip dari BKPM untuk perusahaan PMA/PMDN;
    f.  Foto copy identitas Direksi dan Komisaris {KTP/Paspor/Kartu Izin Menetap Sementara (KIMS)};
    g.  Bukti kepemilikan kantor/pabrik;
    h.  Struktur Organisasi Perusahaan dan nama pejabatnya;
    i.  Denah lokasi kantor pusat dan pabrik.

(5) Berdasarkan pengajuan DIPER, Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah melakukan 
    penelitian administratif dan lapangan terhadap kebenaran data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) 
    dengan cara meneliti dokumen DIPER, mengadakan wawancara dan peninjauan pabrik.

(6) Hasil penelitian administratif dan lapangan dituangkan dalam berita acara:
    a.  Daftar isi dokumen hasil survei DIPER sesuai Formulir SD-2.1;
    b.  Kesimpulan dan hasil survei DIPER sesuai Formulir SD-2.2;
    c.  Daftar pertanyaan hasil survei DIPER sesuai Formulir SD-3.

(7) Kantor Wilayah menyampaikan DIPER yang telah diisi lengkap dan hasil penelitian administratif dan 
    lapangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan.

(8) Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian kebenaran data dalam 
    DIPER dan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal 
    diterimanya Berita Acara Pemeriksaan Lapangan:
    a.  memberikan persetujuan bila DIPER memenuhi syarat dengan menerbitkan surat persetujuan 
        NIPER yang dikirimkan langsung kepada perusahaan bersangkutan;
    b.  meminta kelengkapan data atau lampiran DIPER dalam hal kekurangan data; atau
    c.  menyampaikan penolakan terhadap permohonan NIPER.

(9) Formulir DIPER sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan 
    Direktur Jenderal ini.

(10)    Formulir SD-2.1, SD-2.2 dan SD-3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) sesuai contoh dalam 
    Lampiran IX Keputusan Direktur Jenderal ini.

(11)    Tatakerja penerbitan NIPER diatur dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 5

(1) NIPER diterbitkan oleh Direktorat Jenderal.

(2) Perusahaan yang telah disetujui permohonan NIPER-nya, wajib:
    a.  memasang papan nama di lokasi perusahaannya dengan tulisan:
        NAMA PERUSAHAAN :   .......................
        NIPER           :   .......................
    b.  memberitahukan secara tertulis kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan setiap perubahan data 
        yang terdapat dalam DIPER.

(3) NIPER yang telah dimiliki oleh perusahaan dapat dicabut oleh Direktorat Jenderal.

(4) Pencabutan NIPER dilakukan dalam hal:
    a.  perusahaan tidak melakukan kegiatan impor barang dan/atau bahan untuk memproduksi 
        barang ekspor dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut terhitung sejak:
        1.  NIPER diterbitkan; atau
        2.  tanggal realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat terakhir;
    b.  perusahaan tidak memberitahukan perubahan data dalam DIPER dalam waktu 30 (tiga puluh) 
        hari sejak perubahan terjadi;
    c.  atas permintaan yang bersangkutan, setelah dilakukan audit atas Pembebasan dan/atau 
        Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang telah diperolehnya.


                        BAB III
            PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH PEMBEBASAN SERTA PPN
                         DAN PPnBM TIDAK DIPUNGUT

                        Pasal 6

(1) Perusahaan mengajukan permohonan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor 
    Wilayah.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan Formulir A1 dan dilampiri dengan 
    rencana impor dan ekspor dan rincian kebutuhan barang dan bahan baku impor selama 12 (dua belas) 
    bulan dengan menggunakan Formulir A2.

(3) Perusahaan yang baru pertama kali mengajukan permohonan Pembebasan serta PPN dan PPn BM 
    tidak dipungut, harus melampirkan:
    a.  Kontrak ekspor atau bukti realisasi ekspor selama 1 (satu) tahun sebelumnya;
    b.  Fotocopy NPWP; dan
    c.  Uraian proses produksi

(4) Formulir A1 dan A2 sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan 
    Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 7

(1) Persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (3) 
    diberikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima dengan 
    lengkap dan benar.

(2) Dalam hal permohonan untuk mendapat Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut disetujui, 
    Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah menerbitkan Surat Keputusan Pembebasan 
    Bea Masuk dan/atau Cukai serta PPN dan PPn BM tidak dipungut.

(3) Tatakerja pengajuan permohonan Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut diatur dalam 
    Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal ini.


                        BAB IV
                JAMINAN ATAS BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI SERTA
                      PPN DAN PPn BM YANG TERUTANG

                        Pasal 8

(1) Perusahaan yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut, wajib menyerahkan 
    jaminan sebesar BM dan/atau Cukai, PPN dan PPn BM yang terutang, sebelum barang dan/atau bahan 
    yang diimpor untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor, 
    dikeluarkan dari Kawasan Pabean.

(2) Jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diserahkan kepada Direktorat Fasilitas Kepabeanan 
    atau Kantor Wilayah dengan disertai PIB yang akan digunakan untuk pengeluaran barang dari 
    Kawasan Pabean.

(3) Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah menerbitkan Surat Tanda Terima Jaminan (STTJ) 
    yang digunakan sebagai dokumen pelengkap PIB.


                        Pasal 9

(1) Jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat berupa:
    a.  Jaminan Bank yang diterbitkan oleh Bank Devisa;
    b.  Customs Bond atau Surety Bond yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi yang ditunjuk 
        oleh Menteri Keuangan;
    c.  Surat Sanggup Bayar (SSB).

(2) Nilai jaminan sebesar nilai BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPn BM dalam PIB.

(3) Tambahan jaminan sebesar kekurangan BM, Cukai, PPN dan PPn BM diserahkan apabila hasil 
    penetapan Kantor Pabean kedapatan jumlah yang harus dibayar lebih besar dari jumlah yang 
    tercantum dalam PIB.


                        Pasal 10

(1) Jaminan berupa SSB diterbitkan oleh perusahaan sendiri dan hanya berlaku terhadap perusahaan 
    yang telah mendapat persetujuan dari Direktur Fasilitas Kepabeanan.

(2) Untuk dapat menggunakan jaminan berupa SSB, perusahaan harus mengajukan permohonan kepada 
    Direktur Fasilitas Kepabeanan dan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a.  Aktif menggunakan Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut selama 24 (dua puluh 
        empat) bulan terhitung sejak pertama kali diterbitkannya Keputusan pemberian Pembebasan 
        serta PPN dan PPn BM tidak dipungut kepada perusahaan bersangkutan;
    b.  Nilai kumulatif barang yang telah diekspor oleh perusahaan dengan menggunakan 
        Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut selama kurun waktu 24 (dua puluh empat) 
        bulan terakhir sampai dengan tanggal penilaian sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,00 
        (lima milyar rupiah);
    c.  Laporan Keuangan perusahaan telah diperiksa oleh Akuntan Publik untuk 2 (dua) tahun 
        terakhir dan sekurang-kurangnya dinyatakan wajar menurut hasil pemeriksaan Akuntan 
        Publik;
    d.  Laporan Keuangan telah disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia;
    e.  Tidak pernah mempunyai tunggakan hutang BM, Cukai, pajak, dan pungutan negara lainnya; 
        dan
    f.  Tidak pernah melanggar ketentuan kepabeanan dan cukai yang dikenai sanksi administrasi 
        dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir.

(3) Penilaian terhadap permohonan perusahaan untuk dapat menggunakan SSB dilakukan secara berkala 
    2 (dua) kali dalam setahun dan dilakukan pada setiap minggu kedua bulan:
    a.  Januari, untuk permohonan yang diajukan selama bulan Juli sampai Desember;
    b.  Juli untuk permohonan yang diajukan selama bulan Januari sampai Juni.

(4) Evaluasi terhadap perusahaan yang telah menggunakan SSB dilakukan secara berkala 2 (dua) kali   
    dalam setahun dan dilakukan pada setiap bulan Januari dan Juli.

(5) Pencabutan SSB dilakukan dalam hal:
    a.  melakukan pemalsuan data dan atau dokumen yang berkaitan dengan pemberian 
        Pembebasan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut;
    b.  tidak melakukan ekspor selama 12 (dua belas) bulan berturut-turut;
    c.  perusahaan alih status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat (PKB);
    d.  dinyatakan bubar atau tidak aktif berproduksi; dan
    e.  melakukan pelanggaran pidana di bidang perpajakan, kepabeanan dan cukai, perdagangan 
        dan perbankan.

(6) Pencabutan hak untuk menggunakan SSB ditetapkan dengan surat Keputusan Direktur Fasilitas 
    Kepabeanan.


                        Pasal 11

(1) Jangka waktu jaminan adalah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan harus diperpanjang kembali 
    oleh perusahaan dalam hal masa berlakunya jaminan telah berakhir sedangkan barang impor belum 
    seluruhnya dipertanggungjawabkan realisasi ekspornya dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat 
    oleh perusahaan.

(2) Jaminan wajib diperpanjang selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal 
    berakhirnya masa berlaku jaminan.

(3) Jaminan yang telah diperpanjang harus disampaikan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan atau 
    Kepala Kantor Wilayah selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal berakhirnya masa 
    berlaku jaminan.

(4) Tatakerja penerimaan jaminan, monitoring jaminan, dan monitoring PIB diatur dalam Lampiran III 
    Keputusan Direktur Jenderal ini.


                        BAB V
            REALISASI EKSPOR PENYERAHAN KE KAWASAN BERIKAT DAN
              PENJUALAN KE DALAM NEGERI BARANG HASIL PRODUKSI

                          Bagian Pertama
            Realisasi Ekspor Dan Penyerahan Ke Kawasan Berikat

                        Pasal 12

(1) Terhadap ekspor barang hasil produksi yang berasal dari barang dan/atau bahan asal impor yang 
    mendapat Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPn BM tidak dipungut dilaksanakan 
    dengan mempergunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).

(2) PEB sebagaimana dimaksud ayat (1) diajukan oleh:
    a.  Perusahaan pemegang NIPER yang mengekspor sendiri barang hasil produksinya; atau
    b.  Perusahaan lain baik pemegang NIPER ataupun bukan pemegang NIPER, yang barangnya 
        digabungkan dengan barang hasil produksi dari perusahaan sebagaimana dimaksud butir a.

(3) Ekspor barang hasil produksi harus terlaksana dalam jangka waktu 12 bulan terhitung sejak tanggal 
    pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 bulan dapat 
    diberikan perpanjangan waktu oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan.

(4) Terhadap PEB yang barangnya telah diekspor, Kantor Pabean menerbitkan LPBC/LHP.

(5) Tatakerja pengajuan PEB yang mendapat kemudahan ekspor dilaksanakan sesuai dengan Keputusan 
    Direktur Jenderal tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan Di Bidang Ekspor Yang 
    Mendapat Kemudahan Ekspor.

(6) Laporan Ekspor atas barang hasil produksi menggunakan formulir A3 dan A4 sekurang-kurangnya 6 
    (enam) bulan sekali.


                        Pasal 13

(1) Terhadap barang hasil produksi yang diserahkan ke Kawasan Berikat untuk diproses lebih lanjut 
    dilaksanakan dengan mempergunakan BC 2.4 oleh Perusahaan pemegang NIPER, dengan ketentuan:
    a.  mengajukan BC 2.4 kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah pemohon;
    b.  dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat; dan
    c.  BM dan/atau Cukai dibebaskan serta PPN dan PPn BM tidak dipungut.

(2) Penyerahan barang hasil produksi ke Kawasan Berikat harus terlaksana dalam jangka waktu 12 bulan 
    terhitung sejak tanggal pengimporan.

(3) Laporan penyerahan barang hasil produksi ke Kawasan Berikat menggunakan formulir A7 dan A8 
    sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

(4) Formulir A7 dan A8 sebagaimana dimaksud ayat (4) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan 
    Direktur Jenderal ini.

(5) Tatakerja penyerahan barang hasil produksi ke Kawasan Berikat diatur dalam lampiran IV Keputusan 
    Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 14

(1) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) dan Pasal 13 ayat (2) tidak 
    terpenuhi, produsen wajib membayar BM, Cukai, PPN, dan PPn BM yang terutang.

(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditambah dengan bunga 2% (dua persen) dari 
    pungutan yang seharusnya dibayar setiap bulan selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) bulan 
    terhitung sejak:
    a.  tanggal jatuh tempo jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat 
        (1), sepanjang barang dan/atau bahan masih berada dalam persediaan perusahaan;
    b.  tanggal jatuh tempo jangka waktu yang ditetapkan Direktur Jenderal atas pengecualian 
        sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3).

(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diperlakukan juga terhadap perusahaan 
    yang dicabut NIPER-nya, yang telah mengimpor barang dan/atau bahan yang mendapat pembebasan 
    dan PPN dan PPn BM tidak dipungut tetapi belum direalisasikan ekspornya.


                          Bagian Kedua
                          Penjualan ke dalam negeri

                        Pasal 15

(1) Atas barang hasil produksi yang bahan bakunya berasal dari impor dapat dijual ke dalam negeri 
    setelah ada realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat, dengan ketentuan:
    a.  mengajukan BC 2.4 kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah pemohon;
    b.  barang yang akan di jual ke dalam negeri sebanyak-banyaknya berjumlah 25 % (dua puluh 
        lima persen) dari jumlah realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat;
    c.  dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat;
    d.  membayar BM dan/atau Cukai berdasarkan tarif barang jadi dan nilai pabean berdasarkan 
        nilai bahan baku pada saat diimpor; dan
    e.  membayar PPN dan PPnBM dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai impor, ditambah 
        sanksi berupa bunga sebesar 2% per bulan sejak saat impor paling lama 24 (dua puluh 
        empat) bulan.

(2) Penjualan ke dalam negeri harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal 
    pengimporan sampai dengan tanggal penjualan barang ke dalam negeri.

(3) Realisasi ekspor dan/atau penyerahan ke Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) 
    huruf b, terhitung sejak tanggal 1 Agustus 2003.

(4) Laporan penjualan barang hasil produksi ke dalam negeri menggunakan formulir A9 dan A10.

(5) Formulir A9 dan A10 sebagaimana dimaksud ayat (4) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan 
    Direktur Jenderal ini.

(6) Tatakerja penjualan barang hasil produksi ke dalam negeri diatur dalam lampiran V Keputusan 
    Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 16

(1) Atas penjualan ke dalam negeri yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 
    (1) huruf b, atas kelebihannya:
    a.  dikenakan denda 100% (seratus persen) dari BM dan/atau Cukai yang seharusnya dibayar;
    b.  membayar PPN dan PPnBM sesuai nilai pada saat impor, ditambah sanksi berupa bunga 
        sebesar 2% setiap bulan sejak saat impor paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

(2) Atas penjualan ke dalam negeri yang melebihi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 
    (2) sepanjang barang hasil produksi masih berada dalam persediaan perusahaan:
    a.  membayar BM dan/atau Cukai berdasarkan tarif barang jadi dan nilai pabean berdasarkan 
        nilai bahan baku pada saat diimpor ditambah bunga 2% (dua persen) setiap bulan paling lama 
        24 bulan dihitung sejak tanggal jatuh tempo;
    b.  membayar PPN dan PPnBM sesuai nilai pada saat diimpor, ditambah sanksi berupa bunga 
        sebesar 2% (dua persen) setiap bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat impor.


                        BAB VI
                 PENJUALAN KE DALAM NEGERI DAN PEMUSNAHAN HASIL
                 PRODUKSI SAMPINGAN, SISA HASIL PRODUKSI, HASIL PRODUKSI
                 YANG RUSAK DAN BAHAN BAKU YANG RUSAK

                        Pasal 17

(1) Penjualan ke dalam negeri hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak 
    dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor, dengan ketentuan:
    a.  perusahaan mengajukan BC 2.4 kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah 
        pemohon;
    b.  dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat;
    c.  membayar BM dengan tarif sebesar 5% dari harga jual dan Cukai sesuai ketentuan tarif yang 
        berlaku;
    d.  membayar PPN dan PPnBM sesuai nilai pada saat diimpor; dan
    e.  pembayaran BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM pada saat penyerahan barang ke 
        dalam negeri.

(2) Laporan penjualan dalam negeri hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang 
    rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor menggunakan formulir A5 
    dan A6.

(3) Formulir A5 dan A6 sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai contoh dalam Lampiran IX Keputusan 
    Direktur Jenderal ini.


                        Pasal 18

(1) Pemusnahan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak dan bahan baku 
    yang rusak, yang bahan bakunya berasal dari impor, dengan ketentuan:
    a.  perusahaan mengajukan BC 2.4 kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi wilayah 
        pemohon;
    b.  dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat;
    c.  dilakukan pengawasan pemusnahan oleh Pejabat;
    d.  tidak dilakukan penagihan BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM tidak dipungut; dan
    e.  hasil pemusnahan dituangkan dalam Berita Acara.

(2) Laporan pemusnahan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak yang 
    bahan bakunya berasal dari impor menggunakan formulir A5 dan A6.

(3) Tatakerja penjualan ke dalam negeri dan pemusnahan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, 
    barang jadi yang rusak dan bahan baku yang rusak yang bahan bakunya berasal dari impor diatur 
    dalam Lampiran VI Keputusan Direktur Jenderal ini.


                         BAB VII
                LAPORAN PENYELESAIAN BARANG DAN/ATAU
                     BAHAN ASAL IMPOR DAN PENYESUAIAN JAMINAN

                            Bagian Pertama
            Laporan Ekspor dan Laporan Penyerahan ke Kawasan Berikat

                        Pasal 19

(1) Perusahaan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan ekspor dengan menggunakan formulir Laporan 
    Ekspor (LE) ke Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah sekurang-kurangnya 6 (enam) 
    bulan sekali.

(2) Bagi perusahaan yang langsung mengekspor hasil produksinya, LE disampaikan dengan menggunakan 
    formulir A3 dan A4 dengan disertai:
    a.  copy PIB/PIBT/Penetapan Pencacahan dan Pembeaan Kiriman Pos (PPKP);
    b.  copy Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB);
    c.  copy STTJ;
    d.  LPBC atau LHP asli;
    e.  copy dokumen CK-8 (khusus Barang Kena Cukai);
    f.  copy PEB yang telah mendapat persetujuan ekspor oleh Pejabat;
    g.  copy Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB) atau dokumen pengangkutan lainnya yang 
        disamakan; dan
    h.  disket hasil transfer data formulir A3 dan A4.

(3) Bagi perusahaan yang tidak langsung mengekspor hasil produksinya (barang gabungan), LE 
    disampaikan dengan menggunakan formulir A3 dan A4 dengan disertai:
    a.  copy PIB/PIBT/PPKP;
    b.  copy SPPB;
    c.  copy STTJ;
    d.  LPBC atau LHP asli;
    e.  copy dokumen CK-8 (khusus Barang Kena Cukai);
    f.  copy PEB yang telah mendapat persetujuan ekspor oleh Pejabat;
    g.  copy Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB) atau dokumen pengangkutan lainnya yang 
        disamakan;
    h.  Surat Serah Terima Barang (SSTB); dan
    i.  disket hasil transfer data formulir A3 dan A4.


                        Pasal 20

Bagi perusahaan yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, laporan 
disampaikan ke Direktorat Fasilitas Kepabeanan atau Kantor Wilayah sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan 
sekali dengan menggunakan formulir A7 dan A8 dengan disertai:
a.  copy PIB/PIBT/PPKP;
b.  copy SPPB;
c.  copy STTJ;
d.  copy dokumen CK-9 (khusus Barang Kena Cukai);
e.  bukti kontrak penjualan/penyerahan hak ke perusahaan di dalam Kawasan Berikat;
f.  dokumen penyerahan barang ke Kawasan Berikat yang telah disahkan oleh Pejabat (BC 2.4); dan
g.  disket hasil transfer data formulir A7 dan A8.


                        Pasal 21

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan 20 yang disampaikan oleh perusahaan disetujui 
    apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a.  diajukan oleh perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan dan mengekspor hasil 
        produksinya atau produsen yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat untuk 
        diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain;
    b.  barang dan/atau bahan yang diimpor untuk diolah, dirakit atau dipasang pada barang lain 
        telah diekspor atau telah diserahkan ke Kawasan Berikat;
    c.  realisasi    ekspor harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak 
        tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 
        (dua belas) bulan dan telah diberikan pengecualian oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas 
        nama Menteri Keuangan;
    d.  penyerahan ke Kawasan Berikat harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan 
        sejak tanggal pengimporan sampai dengan tanggal penyerahan barang ke Kawasan Berikat;
    e.  Laporan telah dilengkapi dengan dokumen yang telah dipersyaratkan sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 19 dan Pasal 20.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan 20 ditolak dalam hal tidak memenuhi persyaratan 
    sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau:
    a.  Nilai BM/Cukai dan PPN/PPnBM bahan baku dalam laporan lebih besar dari nilai BM/Cukai dan 
        PPN/PPnBM dalam PIB;
    b.  Jaminan atas barang dan/atau bahan yang diimpor berdasarkan PIB bersangkutan sudah 
        dikembalikan;
    c.  Pelaksanaan ekspor lebih dahulu dari pada impor;
    d.  Nilai bahan baku asal impor dari barang yang diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan 
        Berikat lebih besar dari nilai bahan baku pada saat impor;
    e.  Pengisian laporan tidak lengkap dan/atau tidak benar yang meliputi:
        1)  Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam LPBC/LHP;
        2)  Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam PIB;
        3)  Jumlah barang ekspor dalam laporan lebih besar dari jumlah barang ekspor dalam 
            LPBC.


                             Bagian Kedua
                   Laporan Penjualan Dalam Negeri dan Pemusnahan

                        Pasal 22

(1) Laporan penjualan hasil produksi ke dalam negeri menggunakan formulir A9 dan A10, disertai:
    a.  copy PIB/PIBT/PPKP yang telah mendapatkan SPPB/persetujuan keluar oleh Pejabat;
    b.  copy STTJ;
    c.  copy BC 2.4;
    d.  faktur penjualan ke dalam negeri; dan
    e.  kontrak penjualan.

(2) Laporan Pemusnahan/penjualan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang 
    rusak, bahan baku yang rusak menggunakan formulir A5 dan A6 disertai:
    a.  copy PIB/PIBT/PPKP yang telah mendapatkan SPPB/persetujuan keluar oleh Pejabat;
    b.  copy STTJ;
    c.  copy BC 2.4; dan
    d.  faktur penjualan ke dalam negeri atau Berita Acara Pemusnahan.

(3) Laporan Pembayaran BM dan/atau cukai, PPN dan PPnBM tidak dipungut atas bahan baku asal impor 
    yang belum dipertanggungjawabkan ekspornya menggunakan formulir A5 dan A6 disertai:
    a.  copy PIB/PIBT/PPKP yang telah mendapatkan SPPB/persetujuan keluar oleh Pejabat;
    b.  copy STTJ; dan
    c.  copy BC 2.4.


                        Pasal 23

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) yang disampaikan oleh perusahaan disetujui 
    apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a.  diajukan oleh perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan dan mengekspor hasil 
        produksinya atau menyerahkan ke Kawasan Berikat, yang melakukan penjualan hasil 
        produksinya ke dalam negeri;
    b.  penjualan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilaksanakan setelah realisasi ekspor yang 
        harus terlaksana dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal 
        pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua 
        belas) bulan dan telah diberikan pengecualian oleh Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama 
        Menteri Keuangan;
    c.  laporan telah dilengkapi dengan dokumen yang telah dipersyaratkan sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 22 ayat (1).

(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) ditolak dalam hal tidak memenuhi 
    persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau:
    a.  Nilai BM/Cukai dan PPN/PPnBM bahan baku dalam laporan lebih besar dari nilai BM/Cukai dan 
        PPN/PPnBM dalam PIB;
    b.  Jaminan atas barang dan/atau bahan yang diimpor berdasarkan PIB bersangkutan sudah 
        dikembalikan;
    c.  Pelaksanaan penjualan hasil produksi ke dalam negeri lebih dahulu dari pada ekspor atau 
        penyerahan ke Kawasan Berikat;
    d.  Nilai bahan baku asal impor dari barang yang dijual ke dalam negeri lebih besar dari nilai 
        bahan baku asal impor dari barang yang diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan Berikat;
    e.  Nilai bahan baku asal impor dari barang yang dijual ke dalam negeri lebih besar dari nilai 
        bahan baku pada saat impor;
    f.  Pengisian laporan tidak lengkap dan/atau tidak benar yang meliputi:
        1)  Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam BC 2.4;
        2)  Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam PIB.


                        Pasal 24

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) yang disampaikan oleh perusahaan disetujui 
    apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    a.  diajukan oleh perusahaan yang mengimpor barang dan/atau bahan serta menjual dan/atau 
        memusnahkan hasil produksi sampingan, sisa hasil produksi, hasil produksi yang rusak, 
        bahan baku yang rusak yang tidak dapat diekspor atau diserahkan ke Kawasan Berikat;
    b.  penjualan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dilaksanakan dalam jangka waktu 12 (dua 
        belas) bulan terhitung sejak tanggal pengimporan, kecuali terhadap perusahaan yang 
        memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan dan telah diberikan pengecualian oleh 
        Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan;
    c.  laporan telah dilengkapi dengan dokumen yang telah dipersyaratkan sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 22 ayat (2).

(2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) ditolak dalam hal tidak memenuhi 
    persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan/atau:
    a.  Nilai BM/Cukai dan PPN/PPnBM bahan baku dalam laporan lebih besar dari nilai BM/Cukai dan 
        PPN/PPnBM dalam PIB;
    b.  Jaminan atas barang dan/atau bahan yang diimpor berdasarkan PIB bersangkutan sudah 
        dikembalikan;
    c.  Nilai bahan baku asal impor dari barang yang dijual ke dalam negeri dan/atau dimusnahkan 
        lebih besar dari nilai bahan baku pada saat impor;
    d.  Pengisian laporan tidak lengkap dan/atau tidak benar yang meliputi:
        1)  Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam BC 2.4;
        2)  Pos Tarif/HS di laporan berbeda dengan pos tarif/HS dalam PIB.
        (3) Tatakerja penelitian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, 20, dan 22 
            diatur dalam lampiran VII Keputusan Direktur Jenderal ini.


                             Bagian Ketiga
                       Penyesuaian Jaminan

                        Pasal 25

(1).    Dalam hal laporan sebagaimana dimaksud Pasal 19, 20, dan 22 disetujui, Direktur Fasilitas 
    Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah menerbitkan Surat Pemberitahuan Penyesuaian Jaminan 
    (SPPJ) yang menunjukkan jumlah BM dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang sudah selesai 
    dipertanggungjawabkan dan/atau masih harus dijaminkan oleh perusahaan.

(2).    Dalam hal jumlah BM, Cukai, PPN dan PPnBM yang masih harus dijaminkan, perusahaan dapat 
    mengganti jaminan yang pernah disampaikannya minimal sebesar nilai jaminan yang ditetapkan 
    dalam SPPJ.

(3).    Jaminan Bank atau Customs Bond yang diterbitkan untuk mengganti jaminan yang pernah 
    disampaikan dapat berupa Jaminan Bank atau Customs Bond dari penjamin yang sama atau berbeda.

(4).    Terhadap BM, Cukai, PPN dan PPnBM yang sudah selesai dipertanggungjawabkan, jaminan 
    dikembalikan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah SPPJ terakhir diterbitkan.


                        BAB VIII
                            PENGEMBALIAN

                        Pasal 26

Pengembalian dapat diberikan kepada :
1.  perusahaan yang mengekspor sendiri hasil produksinya;
2.  perusahaan yang menyerahkan hasil produksinya ke Kawasan Berikat.


                        Pasal 27

Untuk memperoleh pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 produsen wajib memenuhi 
persyaratan sebagai berikut:

1.  dalam hal barang ekspor:
    a.  telah dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat;
    b.  tanggal LPBC/LHP tidak melebihi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal B/L atau AWB 
        atau dokumen pengangkutan lain yang disamakan, sampai dengan tanggal permohonan 
        diterima Direktorat Jenderal;
    c.  impor telah dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sebelum pengapalan barang 
        ekspor.

2.  dalam hal barang diserahkan ke Kawasan Berikat:
    a.  telah dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh pejabat;
    b.  tanggal nota pemeriksaan Pejabat tidak melebihi 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal 
        pemeriksaan sampai dengan tanggal permohonan diterima Direktorat Jenderal.
    c.  impor telah dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sebelum penyerahan ke 
        Kawasan Berikat.


                        Pasal 28

(1) Permohonan pengembalian diajukan kepada Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya.

(2) Permohonan diajukan dengan menggunakan formulir B dengan melampirkan:
    a.  Dalam hal barang ekspor:
        1.  daftar keterkaitan antara barang dan/atau bahan asal impor dengan barang yang 
            diekspor atau yang diserahkan ke Kawasan Berikat dengan menggunakan formulir 
            B3;
        2.  dokumen impor berupa:
            a)  copy PIB/PIBT/PPKP yang telah mendapat SPPB/persetujuan keluar oleh 
                Pejabat;
            b)  SSBC asli lembar ke 3/SSPCP;
        3.  dokumen ekspor berupa:
            a)  copy PEB yang telah mendapat Persetujuan Ekspor oleh Pejabat;
            b)  LPBC/LHP asli;
            c)  copy B/L atau AWB atau dokumen pengangkutan lainnya yang disamakan;
    b.  Dalam hal barang diserahkan ke Kawasan Berikat menyerahkan dokumen penyerahan 
        barang ke Kawasan Berikat berupa:
        1.  BC 4.0;
        2.  Faktur pajak;
        3.  Copy kontrak penjualan ke Kawasan Berikat.

(3) Formulir B dan B3 sebagaimana dimaksud ayat (2) sesuai contoh Lampiran IX Keputusan Direktur 
    Jenderal ini.


                        Pasal 29

(1) Permohonan pengembalian BM dan/atau Cukai diproses untuk disetujui atau ditolak dalam jangka 
    waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.

(2) Tatakerja pemberian pengembalian BM dan/atau Cukai diatur dalam lampiran VIII Keputusan Direktur 
    Jenderal ini.


                         BAB IX
                           PENGAWASAN

                        Pasal 30

Perusahaan penerima Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib 
menyimpan dan memelihara dokumen, buku, catatan serta surat sehubungan dengan pemberian Pembebasan 
dan/atau Pengembalian yang diterimanya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya di Indonesia.


                        Pasal 31

(1) Pengawasan terhadap pemberian Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak 
    dipungut dilakukan dengan cara pengawasan fisik dan/atau audit terhadap perusahaan penerima 
    Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut.

(2) Pelaksanaan pengawasan fisik dan/atau audit dibidang kepabeanan dan cukai dapat dilakukan 
    sewaktu-waktu sesuai ketentuan yang berlaku.


                        Pasal 32

(1) Direktorat Fasilitas Kepabeanan melakukan penelitian secara berkala data pembukuan perusahaan 
    yang mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut serta Pengembalian berdasarkan 
    data yang diberitahukan dalam DIPER.

(2) Dalam hal pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) data pembukuan perusahaan tidak 
    sesuai dengan DIPER, Direktur Fasilitas Kepabeanan dapat menentukan:
    a.  audit kepabeanan; dan/atau
    b.  NIPER dicabut.


                        Pasal 33

Dalam hal perusahaan penerima Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut, NIPER-nya dicabut, BM 
dan/atau Cukai serta PPN dan PPnBM yang terutang wajib dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari 
setelah tanggal pencabutan.


                        BAB X
                    KETENTUAN LAIN-LAIN

                        Pasal 34

Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut juga dapat diberikan kepada perusahaan yang tidak 
mengerjakan keseluruhan proses produksinya dengan ketentuan sebagai berikut:
1.  perusahaan yang tidak mengerjakan keseluruhan proses produksinya memberikan subkontrak kepada 
    perusahaan lain;
2.  pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam butir (1), harus mempunyai kontrak kerja; dan
3.  pemberian pekerjaan dari perusahaan kepada perusahaan subkontrak terlebih dahulu mendapat 
    persetujuan dari Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah.


                        Pasal 35

(1) Atas bahan dan/atau barang yang bahan bakunya mendapat Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak 
    dipungut yang seharusnya diekspor atau yang harus ada di perusahaan apabila tidak dapat 
    dipertanggungjawabkan, penerima Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib:
    a.  membayar BM dan/atau Cukai yang terutang ditambah denda sebesar 100% (seratus persen) 
        dari BM dan/atau Cukai yang seharusnya dibayar;
    b.  membayar PPN dan PPnBM yang semula tidak dipungut ditambah sanksi sesuai ketentuan 
        perpajakan yang berlaku.

(2) Tatakerja pembayaran BM dan/atau Cukai, denda, dan bunga serta pembayaran PPN dan PPnBM serta 
    bunga, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku.


                        Pasal 36

(1) Terhadap barang ekspor yang pernah memperoleh Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut 
    dan/atau Pengembalian yang diimpor kembali, pada waktu pemasukannya, perusahaan:
    a.  mengajukan PIB;
    b.  wajib menyerahkan jaminan sebesar pungutan BM dan/atau Cukai dengan harga dan tarif 
        barang jadi disertai bukti ekspor berupa copy PEB dan copy LPBC/LHP yang ditanda-sahkan 
        oleh Pejabat kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tempat pemasukan; dan
    c.  wajib membayar PPN dan PPnBM sesuai ketentuan yang berlaku.

(2) Terhadap barang ekspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean.

(3) Barang ekspor yang diimpor kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang tidak dapat 
    diekspor kembali dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, jaminan sebesar BM dan/atau Cukai yang 
    dimaksud dalam ayat (1) dicairkan.


                        Pasal 37

(1) Apabila hasil pemeriksaan audit menunjukkan adanya kelebihan Pembebasan, maka atas kelebihan 
    tersebut penerima Pembebasan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut wajib:
    a.  membayar BM dan/atau Cukai yang terutang ditambah denda sebesar 100% (seratus persen) 
        dari BM dan/atau Cukai yang seharusnya dibayar ditambah bunga atas kelebihan 
        Pembebasan sebesar 2% (dua persen) setiap bulan selambat-lambatnya 24 (dua puluh 
        empat) bulan terhitung sejak tanggal PIB;
    b.  membayar PPN dan PPnBM yang semula tidak dipungut ditambah sanksi sesuai ketentuan 
        perpajakan yang berlaku.

(2) Apabila hasil pemeriksaan audit menunjukkan adanya kelebihan Pengembalian, maka atas kelebihan 
    tersebut harus dikembalikan dan dikenakan sanksi 100% (seratus persen) ditambah bunga atas 
    kelebihan Pengembalian sebesar 2% (dua persen) setiap bulan selama-lamanya 24 (dua puluh empat) 
    bulan terhitung sejak tanggal Surat Perintah Membayar Kembali (SPMK).

(3) Atas kelebihan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila dapat dibuktikan telah 
    diekspor dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal pengimporan, tidak dikenakan BM dan/atau 
    Cukai, sanksi denda dan bunga.


                        Pasal 38

(1) Besarnya sanksi berupa bunga yang harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam:
    a.  Pasal 14 ayat (2);
    b.  Pasal 15 ayat (1) huruf e;
    c.  Pasal 16 ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf b;
    d.  Pasal 17 ayat (1) huruf e;
    e.  Pasal 35 ayat (1) huruf b;
    f.  Pasal 37 ayat (2);
    ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

(2) Untuk keperluan penetapan sanksi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c 
    dan huruf d Kepala Kantor Pabean mengirimkan dokumen dokumen BC 2.4 yang telah diberikan 
    persetujuan oleh Pejabat untuk penyelesaian sanksi berupa bunga PPN dan PPnBM kepada Direktur 
    Jenderal Pajak dimana perusahaan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak.

(3) Untuk keperluan penetapan sanksi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan 
    huruf f, Kepala Kantor Pabean mengirimkan dokumen SPKPBM kepada Direktur Jenderal Pajak cq. 
    Kepala Kantor Pelayanan Pajak dimana perusahaan terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak.


                        BAB XI
                     KETENTUAN PERALIHAN

                        Pasal 39

(1) Terhadap semua Keputusan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut 
    yang diterbitkan oleh Kepala Bapeksta Keuangan/Kepala BINTEK Keuangan atau Pejabat yang 
    ditunjuknya yang masih berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku keputusan 
    dimaksud.

(2) Penyelesaian permohonan Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut 
    yang belum diselesaikan BINTEK Keuangan sampai dengan tanggal 31 Juli 2003, penyelesaian lebih 
    lanjut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(3) Pengawasan dan monitoring terhadap jaminan (Jaminan Bank, Customs Bond dan SSB) atas impor 
    yang menggunakan pembebasan yang belum dipertanggungjawabkan sampai dengan tanggal 31 Juli 
    2003, penyelesaian lebih lanjut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

(4) Tagihan atas Pembebasan dan/atau Pengembalian serta PPN dan PPnBM tidak dipungut yang masih 
    tertunda di BINTEK Keuangan sampai dengan tanggal 31 Juli 2003, penyelesaian lebih lanjut oleh  
    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.


                        BAB XII
                      KETENTUAN PENUTUP

                        Pasal 40

Keputusan Direktur Jenderal ini berlaku pada tanggal 1 Agustus 2003.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal ini dengan 
menempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2003
DIREKTUR JENDERAL

ttd

EDDY ABDURRACHMAN
peraturan/kepdbc/141bc2003.txt · Last modified: 2023/02/05 06:07 by 127.0.0.1