User Tools

Site Tools


peraturan:kep:192pj2002
                       KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR KEP - 192/PJ./2002

                              TENTANG

                 TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) 
                 PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN

                         DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka kelancaran pelaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 
2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan, 
perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas 
(SKB) Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan;

Mengingat :

1.  Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran 
    Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) 
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 TAHUN 2000 
    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 
    3984);
2.  Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik 
    Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah 
    diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia 
    Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3985);
3.  Peraturan Pemerintah Nomor 138 TAHUN 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan 
    Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Tahun 2000 Nomor 
    253, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4055);

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS 
(SKB) PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PAJAK PAJAK PENGHASILAN.


                        Pasal 1

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan atau pemungutan 
    Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Direktur Jenderal Pajak karena:
    a.  Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak 
        Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, atau
    b.  Wajib Pajak berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal sepanjang kerugian tersebut 
        jumlahnya lebih besar daripada perkiraan penghasilan netto tahun pajak yang bersangkutan, 
        atau
    c.  Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap penghasilan yang 
    dikenakan pajak yang bersifat final.


                        Pasal 2

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/
    pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan 
    dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a, dalam hal:
    a.  Wajib Pajak yang baru berdiri dan masih dalam tahap investasi, atau
    b.  Wajib Pajak belum sampai pada tahap produksi komersial, atau
    c.  Untuk perusahaan yang sudah berjalan, yang karena suatu peristiwa yang berada di luar 
        kemampuan (force majeur) sehingga akan mengakibatkan menderita kerugian dan tidak akan 
        terutang Pajak Penghasilan.

(2) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1) wajib menyampaikan perkiraan penghasilan neto tahun berjalan.


                        Pasal 3

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/
    pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Wajib Pajak yang berhak melakukan 
    kompensasi kerugian fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b.

(2) Dalam mempertimbangkan permohonan Wajib Pajak harus diperhatikan:
    a.  Besarnya kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan; dan
    b.  Besarnya perkiraan penghasilan neto dalam tahun berjalan.

(3) Yang dimaksud dengan kerugian tahun-tahun pajak sebelumnya yang masih dapat     dikompensasikan 
    adalah:
    a.  Kerugian yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, atau
    b.  Kerugian yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan apabila 
        belum ditetapkan/tidak ada surat ketetapan pajak.

(4) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1) wajib menyampaikan perkiraan penghasilan neto tahun berjalan.


                        Pasal 4

(1) Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/
    pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain kepada Wajib Pajak dalam hal Pajak Penghasilan yang 
    telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang sebagaimana dimaksud dalam 
    Pasal 1 ayat (1) huruf c.

(2) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1) wajib menyampaikan perkiraan penghasilan neto tahun berjalan.


                        Pasal 5

Kepala Kantor Pelayanan Pajak melakukan pengkajian atas perkiraan penghasilan neto dalam tahun berjalan 
yang disampaikan oleh Wajib Pajak antara lain dengan cara:
a.  Membandingkan unsur-unsur penghasilan dan biaya yang tercantum dalam perkiraan penghasilan 
    neto tahun berjalan dengan unsur-unsur penghasilan dan biaya yang menjadi dasar penerbitan surat 
    ketetapan pajak atau yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 
    pajak sebelumnya.
b.  Meneliti kewajaran unsur-unsur penghasilan dan biaya yang tercantum dalam perkiraan penghasilan 
    neto tahun berjalan.
c.  Meneliti dan mempertimbangkan data lain mengenai Wajib Pajak serta prospek usahanya.


                        Pasal 6

(1) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/
    pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain, disamping menyampaikan persyaratan sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 atau Pasal 4, wajib menyampaikan daftar pihak-pihak pemberi
    penghasilan beserta nilai transaksi yang diperkirakan akan diterima/diperoleh.

(2) Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak lain hanya diberikan 
    berkenaan dengan pemotongan/pemungutan pajak yang merupakan kredit pajak untuk tahun pajak 
    yang sama dengan tahun yang tercantum dalam bukti pemotongan/pemungutan.

(3) Surat Keterangan Bebas (SKB) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan 
    hanya dapat diterbitkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 beserta 
    perubahannya dan aturan pelaksanaannya.


                        Pasal 7

(1) Permohonan untuk memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/pemungutan Pajak 
    Penghasilan oleh pihak lain, diajukan kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat dimana Wajib Pajak 
    pemohon terdaftar.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan menggunakan Formulir 
    Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan 
    sebagaimana dimaksud dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini.


                        Pasal 8

(1) Atas permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan 
    oleh pihak lain, wajib diberikan keputusan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sesudah permohonan 
    Wajib Pajak diterima secara lengkap.

(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sesudah permohonan Wajib Pajak diterima belum 
    diberikan keputusan maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.

(3) Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib menerbitkan Surat Keterangan Bebas dalam hal permohonan 
    Wajib Pajak dianggap diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


                        Pasal 9

(1) Bentuk formulir Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan oleh 
    pihak lain menggunakan bentuk formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II dan III Keputusan 
    Direktur Jenderal Pajak ini.

(2) Surat Keterangan Bebas (SKB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam rangkap 3 
    (tiga), yaitu:
    a.  Lembar ke-1 :   untuk Wajib Pajak;
    b.  Lembar ke-2 :   untuk Pemotong/Pemungut pajak;
    c.  Lembar ke-3 :   untuk Arsip Kantor Pelayanan Pajak.

(3) Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain 
    lembar ke-2 wajib dilampirkan pada SPT Masa PPh pemotong/pemungut yang bersangkutan.


                        Pasal 10

Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain berlaku mulai 
tanggal diterbitkannya SKB sampai dengan akhir tahun pajak yang bersangkutan.


                        Pasal 11

(1) Dalam hal permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) dari pemotongan/pemungutan Pajak 
    Penghasilan oleh pihak lain tersebut ditolak, maka hal tersebut wajib disampaikan kepada Wajib Pajak 
    dengan mempergunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam lampiran IV Keputusan Direktur 
    Jenderal Pajak ini.

(2) Penerbitan Surat Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan jangka waktu 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1).


                        Pasal 12

Khusus untuk pemberian Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 impor bagi Wajib Pajak 
PMA/PMDN yang masih dalam tahap investasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


                        Pasal 13

Dengan berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini maka Tata cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas 
(SKB) Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak 
Nomor SE-21/PJ.4/1995 tanggal 26 April 1995 dinyatakan tidak berlaku.


                        Pasal 14

Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 2002.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini 
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 15 April 2002
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

HADI POERNOMO
peraturan/kep/192pj2002.txt · Last modified: 2023/02/05 06:01 by 127.0.0.1