User Tools

Site Tools


peraturan:kep:10pj.61999
                       KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                          NOMOR KEP - 10/PJ.6/1999

                              TENTANG

           TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

                         DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

a.  Bahwa untuk melaksanakan pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan yang terutang kepada 
    wajib pajak perlu adanya ketentuan tentang tata cara pelaksanaannya;
b.  Bahwa tata cara pemberian pengurangan tersebut perlu diatur dengan Keputusan Direktur Jenderal 
    Pajak;
c.  Bahwa Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan 
    Bangunan yang berlaku sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, sehingga perlu 
    ditinjau kembali.

Mengingat :

1.  Pasal 19 Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara 
    Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan 
    Undang-undang Nomor 12 TAHUN 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran 
    Negara Nomor 3569);
2.  Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 362/KMK.04/1999 tanggal 5 Juli 1999 tentang Pemberian 
    Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.

                           MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN 
BANGUNAN


                        Pasal 1

Pengurangan pajak terutang dapat diberikan kepada :
a.  wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya 
    dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya;
b.  wajib pajak orang pribadi dalam hal objek pajak terkena bencana alam seperti gempa bumi, banjir, 
    tanah Iongsor, gunung meletus dan sebagainya serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti 
    kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman.
c.  wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk 
    janda/dudanya.


                        Pasal 2

Yang dimaksud dengan kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau 
karena sebab-sebab tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a adalah :
a.  objek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas 
    yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi;
b.  objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang 
    berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan 
    lingkungan;
c.  objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang 
    penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
d.  objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang 
    berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
e.  objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh Wajib Pajak veteran pejuang 
    kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan termasuk janda/dudanya
f.  objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak badan yang mengalami 
    kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi 
    kewajiban rutin perusahaan.


                        Pasal 3

Wajib pajak veteran sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf c adalah sebagai berikut :
(a) Warga Negara Indonesia yang mendapat gelar Kehormatan dengan diberikan sebutan Veteran Pejuang 
    Kemerdekaan RI.
(b) Warga Negara Indonesia yang mendapat gelar Kehormatan dengan diberikan sebutan Veteran 
    Pembela Kemerdekaan RI.


                        Pasal 4

(1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk masing-masing wilayah Daerah Tingkat II 
    Kabupaten atau Kotamadya, hanya diberikan untuk satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau 
    dimanfaatkan wajib pajak.

(2) Dalam hal wajib pajak orang pribadi memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari satu 
    objek pajak, maka objek pajak yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah objek pajak 
    yang menjadi tempat domisili wajib pajak.

(3) Dalam hal wajib pajak yang memiliki, menguasai dan atau memanfaatkan lebih dari satu objek pajak 
    adalah wajib pajak badan, maka objek pajak yang dapat diajukan permohonan pengurangan adalah 
    salah satu objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan wajib pajak.


                        Pasal 5

(1)     Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf a dapat diberikan setinggi-tingginya 75% 
    (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak terutang, dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan 
    kondisi serta penghasilan wajib pajak;

(2) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b dapat diberikan sampai dengan 100% 
    (seratus persen) dari besarnya pajak terutang.

(3) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) 
    dari besarnya pajak terutang.

(4)     Dalam hal permohonan pengurangan diajukan oleh janda/duda veteran yang telah kawin/menikah 
    lagi, maka besarnya persentase pengurangan diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1.


                        Pasal 6

(1) Permohonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Kantor Pelayanan 
    PBB yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang 
    dimohonkan.

(2) Dalam hal permohonan pengurangan diajukan terhadap SKP, maka pemberian pengurangan PBB 
    hanya dapat diberikan atas pokok ketetapan pajak terutang.

(3) Permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) 
    bulan terhitung :
    a.  sejak tanggal diterima SPPT/SKP.
    b.  sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.


                        Pasal 7

(1) Permohonan pengurangan PBB dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif (formulir 1/formulir 
    2a dan 2b/formulir 3a dan 3b).

(2) Permohonan pengurangan PBB wajib pajak orang pribadi dilampiri dengan :
    a.  foto kopi SPPT/SKP tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangan;
    b.  foto kopi STTS tahun pajak terakhir; dan
    c.  foto kopi Kartu Tanda Penduduk.

(3) Permohonan pengurangan PBB untuk anggota Veteran RI termasuk janda atau dudanya, dilampiri 
    dengan :
    a.  foto kopi SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangan;
    b.  foto kopi STTS tahun pajak terakhir;
    c.  foto kopi Kartu Tanda Penduduk dan atau Kartu Keluarga; dan
    d.  foto kopi tanda anggota veteran yang berupa : Kartu Tanda Anggota Veteran (KTA) Veteran/
        SK Pengakuan, Pengesahan dan Penganugerahan Gelar Kehormatan dari Departemen 
        Pertahanan dan Keamanan.

(4) Permohonan pengurangan PBB untuk wajib pajak Badan (formulir-4) dilampiri dengan :
    a.  foto copy SPPT/SKP tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangan;
    b.  foto copy STTS tahun pajak terakhir;
    c.  foto copy SPT PPh tahun pajak terakhir; dan
    d.  Laporan Keuangan Perusahaan.

(5) Permohonan pengurangan PBB secara kolektif dapat diajukan sebelum SPPT diterbitkan selambat-
    lambatnya tanggal 10 Januari untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui :
    a.  Pemerintah Daerah setempat (kepala Desa/Lurah dan diketahui Camat), atau
    b.  Organisasi Legiun Veteran RI, untuk anggota veteran.

(6) Permohonan pengurangan PBB atas objek pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 huruf b 
    diajukan secara tertulis melalui Pemda Setempat (Kepala Desa/Lurah dan diketahui Camat).


                        Pasal 8

(1).    Dalam hal permohonan pengurangan PBB yang diajukan wajib pajak telah melewati batas waktu 
    sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (3) dan Pasal 7 ayat (5), maka permohonan tersebut 
    tidak diproses dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan memberitahukan kepada 
    wajib pajak/Pemda setempat (Kepala Desa/Lurah)/Legiun Veteran RI dengan diberikan penjelasan
    seperlunya.

(2) Atas permohonan pengurangan PBB yang tidak diproses karena telah melewati batas waktu 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), wajib pajak masih dapat mengajukan permohonan 
    pengurangan sepanjang tidak melebihi batas waktu 3 (tiga) bulan sejak SPPT atau SKP diterima 
    oleh wajib pajak.


                        Pasal 9

(1) Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB sampai dengan Rp. 100.000,00 (seratus ribu 
    rupiah) dapat diajukan secara perseorangan maupun kolektif melalui Pemda Setempat (Kepala Desa/
    Lurah dan diketahui Camat).

(2) Permohonan pengurangan PBB untuk ketetapan PBB di atas Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) 
    harus diajukan oleh wajib pajak yang bersangkutan.

(3) Permohonan pengurangan yang diajukan oleh wajib pajak atau melalui Pemda Setempat (Kepala Desa/
    Lurah) selanjutnya diberikan tanda terima berupa Formulir Pelayanan Wajib Pajak dan menata-
    usahakannya (formulir-5).


                        Pasal 10

(1) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan atau SKP, atas nama 
    Menteri Keuangan memberikan keputusan atas permohonan pengurangan Pajak terutang yang tidak 
    lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerima permohonan pengurangan PBB 
    dengan pokok ketetapan di atas Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), selambat-lambatnya 14 
    (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya permohonan harus meneruskan kepada Kepala Kantor 
    Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

(3) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kepala Kantor Pelayanan Pajak 
    Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan atau SKP atas nama Menteri Keuangan memberikan 
    keputusan atas permohonan pengurangan PBB terutang lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta 
    rupiah).

(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat berupa mengabulkan seluruh, 
    sebagian atau menolak permohonan.

(5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan secara perseorangan selambat-
    lambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan pengurangan dari wajib pajak.

(6) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah lewat dan keputusan belum 
    diterbitkan, maka permohonan pengurangan tersebut dianggap dikabulkan dan diterbitkan keputusan 
    sesuai dengan permohonan pengurangan dari Wajib Pajak.


                        Pasal 11

(1) Permohonan pengurangan PBB yang diajukan oleh wajib pajak orang pribadi atau badan dengan 
    ketetapan PBB :
    -   lebih kecil dari Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) untuk wilayah DKI Jakarta;
    -   lebih kecil dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk wilayah Medan, Bogor, Tangerang,
        Bekasi, Bandung, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang, Denpasar dan Yogyakarta;
    -   lebih kecil dari Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk wilayah Dati II Kabupaten atau 
        Kotamadya lainnya;
    diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Pengurangan berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana 
    Kantor yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan kantor (formulir-6a dan 6b).

(2) Permohonan pengurangan PBB yang diajukan oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan atas 
    ketetapan PBB :
    -   sama dengan atau lebih besar dari Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) untuk wilayah DKI 
        Jakarta;
    -   sama dengan atau lebih besar dari Rp. 1.000.000,00 (tiga juta rupiah) untuk wilayah Medan, 
        Bogor, Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang, Surabaya, Ujung Pandang, Denpasar dan 
        Yogyakarta;
    -   sama dengan atau lebih besar dari Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk wilayah Dati 
        II Kabupaten atau Kotamadya lainnya;    
    diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Pengurangan berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana 
    lapangan yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan lapangan (formulir-6a dan 6b).

(3) Permohonan pengurangan PBB yang diajukan secara kolektif melalui Pemda Setempat (Kepala Desa/
    Lurah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) diterbitkan Surat Keputusan Pemberian 
    Pengurangan berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana kantor yang dituangkan dalam berita acara 
    pemeriksaan sederhana kantor (formulir-6a dan 6b).

(4) Permohonan pengurangan PBB atas objek pajak sebagaimana dimaksud pasal 1 huruf b yang diajukan 
    secara kolektif melalui Pemda Setempat (Kepala Desa/Lurah) diterbitkan Surat Keputusan Pemberian 
    Pengurangan berdasarkan hasil pemeriksaan sederhana lapangan yang dituangkan dalam berita acara
    pemeriksaan sederhana lapangan (formulir-6a dan 6b).

(9) Pemeriksaan sederhana lapangan dan atau pemeriksaan sederhana kantor dilaksanakan dengan 
    mempergunakan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak Bumi dan Bangunan yang ditandatangani Kepala 
    Kanwil Direktorat Jenderal Pajak apabila permohonan pengurangan tersebut diproses oleh Kepala 
    Kanwil Ditjen Pajak, dan ditandatangani Kepala KP PBB apabila permohonan pengurangan tersebut 
    diproses oleh Kepala KP PBB (formulir-7).


                        Pasal 12

(1) Surat Keputusan Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (formulir-8) sebagaimana 
    dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan (3) disampaikan kepada wajib pajak dan salinannya 
    disampaikan kepada :
    a.  Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah 
        Tingkat II yang bersangkutan (khusus untuk DKI Jakarta, Gubernur KDH DKI Jakarta), 
        apabila surat keputusan pemberian pengurangan atas nama Menteri Keuangan ditetapkan 
        oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB.
    b.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah 
        Tingkat II yang bersangkutan (khusus untuk DKI Jakarta, Gubernur KDH DKI Jakarta), 
        apabila surat keputusan pemberian pengurangan atas nama Menteri Keuangan ditetapkan 
        oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

(2) Surat Keputusan Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (formulir-8) beserta lampirannya 
    atas permohonan pengurangan yang disampaikan secara kolektif, disampaikan kepada Kepala Desa/
    Lurah/Legiun Veteran RI yang mengajukan permohonan dan salinannya disampaikan :
    a.  Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah 
        Tingkat II yang bersangkutan (khusus untuk DKI Jakarta, Gubernur KDH DKI Jakarta), 
        apabila surat keputusan pengurangan atas nama Menteri Keuangan ditetapkan oleh Kepala 
        Kantor Pelayanan PBB.
    b.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bupati/Walikotamadya Kepala 
        Daerah Tingkat II yang bersangkutan (khusus untuk DKI Jakarta, Gubernur KDH DKI Jakarta), 
        apabila surat keputusan pengurangan atas nama Menteri Keuangan ditetapkan oleh Kepala 
        Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.


                        Pasal 13

(1) Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini dihitung sejak :
    a.  tanggal tanda terima Surat Permohonan Pengurangan tersebut, dalam hal Surat Permohonan 
        Pengurangan disampaikan secara langsung.
    b.  tanggal stempel pos dalam hal Surat Permohonan Pengurangan dikirim melalui pos atau 
        sarana pengiriman lainnya.

(2) Tanggal-tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak semua dokumen permohonan 
    pengurangan diterima secara lengkap.


                        Pasal 14

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan PBB apabila telah melunasi PBB untuk tahun pajak 
sebelumnya atas objek pajak yang sama.


                        Pasal 15

Kepala Kanwil Ditjen Pajak tiap semester melaporkan hasil pengurangan PBB di wilayah kerjanya kepada 
Direktur Jenderal Pajak selambat-lambatnya pada Minggu Kedua bulan Juli untuk semester Gasal, dan pada 
Minggu Kedua bulan Januari untuk semester Genap.


                        Pasal 16

Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-42/PJ.6/1991 tanggal 
14 Pebruari 1991, Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-01/PJ.6/1997 tanggal 6 Pebruari 1997, Surat 
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-05/PJ.6/1997 tanggal 21 Pebruari 1997 dan Surat Edaran Direktur 
Jenderal Pajak Nomor : SE-37/PJ.6/1997 tanggal 15 Desember 1997 dinyatakan tidak berlaku.

Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 1999
DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

A. ANSHARI RITONGA
peraturan/kep/10pj.61999.txt · Last modified: 2023/02/05 06:24 by 127.0.0.1