User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:fe40fb944ee700392ed51bfe84dd4e3d
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                                   16 Maret 1992

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 10/PJ.432/1992

                        TENTANG

                PENERBITAN SURAT KETERANGAN BEBAS (SKB) PPh 
        SEBAGAI PELAKSANAAN PASAL 17 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 1985

                           DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Dari pengamatan telah ditemukan beberapa kekeliruan dalam penerapan Pasal 17 Peraturan Pemerintah 
Nomor 42 TAHUN 1985 (PP No. 42 Th. 1985), yaitu tatacara pemberian pembebasan atas penyetoran PPh 
oleh Wajib Pajak sendiri dan melalui pemotongan pihak ketiga, sehingga dipandang perlu untuk diberikan 
penegasan sebagai berikut.

I.  Tujuan pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak ketiga.
    1.  Tujuan dari pemotongan/pemungutan pajak berdasarkan Pasal 21, Pasal 22 dan Pasal 23 
        Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 yaitu :
        a.  mengamankan penerimaan negara berupa uang pajak atas jenis-jenis penghasilan 
            sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut;
        b.  mengumpulkan data yang berhubungan dengan Wajib Pajak yang menerima jenis-
            jenis penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal-pasal tersebut.
        Disamping itu perlu disadari bahwa pelunasan PPh tahun berjalan melalui pemotongan pihak 
        ketiga dan pelunasan PPh oleh Wajib Pajak sendiri berdasarkan Pasal 25, merupakan dua hal 
        yang saling melengkapi.

    2.  Pelaksanaan pemberian pembebasan atas pembayaran/pemotongan/pemungutan, diatur 
        dalam Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1985.

    Dengan demikian maka SKB untuk pembayaran/pemotongan/pemungutan PPh (PPh Pasal 21, 22, 23 
    dan 25) diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak hanya apabila syarat sebagaimana ditentukan 
    dalam Pasal 17 PP No. 42 Th. 1985 dipenuhi, yaitu dengan berpedoman seperti disebutkan 
    di bawah ini.

II. Ketentuan Umum Pembebasan Pembayaran PPh Pasal 25/pemotongan/pemungutan PPh oleh Pihak 
    Ketiga.
    1.  Pasal 17 PP No. 42 Th. 1985 mengatur kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk 
        memberikan keputusan terhadap permintaan pembebasan angsuran PPh Pasal 25 dan atau 
        pembebasan pemotongan/pemungutan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.
        Kewenangan tersebut telah dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dengan 
        Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-106/PJ.11/1991 tanggal 6 Juni 1991 (lihat 
        butir 50 keputusan tersebut).

    2.  Pembebasan angsuran PPh Pasal 25 dan/atau pembebasan pemotongan/pemungutan PPh 
        Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dapat diberikan dalam hal Wajib Pajak dapat 
        menunjukkan bahwa Pajak Penghasilan yang akan terutang pada akhir tahun pajak kurang dari 
        3/4 (tiga per empat) dari jumlah keseluruhan Pajak Penghasilan yang telah dilunasi oleh Wajib 
        Pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, baik melalui angsuran PPh Pasal 25 maupun 
        melalui pemotongan/pemungutan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dan Pajak 
        Penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam 
        Pasal 24 Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.

    3.  Pajak Penghasilan yang akan terutang pada akhir tahun pajak dimaksud pada butir 2, adalah 
        Pajak Penghasilan yang dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-Undang Pajak 
        Penghasilan 1984 terhadap perkiraan penghasilan netto/penghasilan kena pajak (projected 
        income) tahun pajak yang bersangkutan.

    4.  Berikut ini disampaikan contoh penerapan ketentuan Pasal 17 PP No. 42 Th. 1985 yang salah 
        dan yang benar :

        Salah :
        PPh yang akan terutang pada akhir tahun pajak berdasarkan projected income : 
        Rp. 120.000.000,-.
        Jumlah keseluruhan PPh yang telah dilunasi oleh Wajib Pajak untuk tahun pajak yang 
        bersangkutan sampai dengan saat permohonan diajukan (PPh Ps. 25 + PPh Ps. 22 + PPh 
        Ps. 23 + PPh Ps. 24) = Rp.100.000.000,-.
        3/4 dari Rp. 120.000.000,- = Rp. 90.000.000,-
        Karena jumlah keseluruhan PPh yang telah dilunasi (sebesar Rp. 100.000.000,-) adalah lebih 
        besar dari pada Rp. 90.000.000,- maka oleh Kantor Pelayanan Pajak dianggap telah memenuhi 
        syarat untuk memperoleh pembebasan PPh Pasal 25 dan atau PPh Pasal 22, serta PPh 
        Pasal 23.

        Benar :
        PPh yang akan terutang pada akhir tahun pajak yang bersangkutan berdasarkan projected 
        income = Rp.85.000.000,-
        Jumlah keseluruhan PPh yang telah dilunasi oleh wajib pajak untuk tahun pajak yang 
        bersangkutan sampai dengan saat permohonan diajukan (PPh Ps. 25 + PPh Ps. 22 + PPh 
        Ps. 23 + PPh Ps. 24) = Rp.120.000.000,-
        3/4 dari Rp. 120.000.000,- adalah Rp. 90.000.000,-
        Karena PPh yang akan terutang pada akhir tahun pajak (Rp. 85.000.000,-) adalah kurang dari 
        Rp.90.000.000,-, maka telah memenuhi syarat untuk memperoleh pembebasan PPh Pasal 25 
        dan atau PPh Pasal 22, serta PPh Pasal 23.

    5.  Pada lazimnya Wajib Pajak baru dapat menyusun projected income secara lebih mendekati 
        kebenaran apabila telah melewati semester pertama tahun pajak yang berkenaan. Dengan 
        demikian, pada dasarnya untuk tahun pajak yang sama dengan tahun takwim, pembebasan 
        PPh Pasal 25, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23 baru dapat diberikan mulai 
        dengan masa bulan Juli, kecuali apabila terdapat sisa kerugian yang belum dikompensasikan 
        dan WP baru yang melakukan impor barang modal. Oleh karena pembebasan tersebut 
        berkenaan dengan suatu tahun pajak, maka keputusan persetujuan juga hanya diberikan 
        sampai akhir tahun pajak yang bersangkutan.

III.    Prosedur Permohonan dan Penerbitan SKB PPh Pasal 21, atau Pasal 22, atau Pasal 23
    1.  Setiap permohonan pembebasan angsuran PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan PPh Pasal 
        21, PPh Pasal 22 atau PPh Pasal 23 harus dilampiri dengan :
        a.  projected income berdasarkan keadaan setelah diterima atau diperolehnya 
            penghasilan termasuk di dalamnya obyek PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 atau PPh 
            Pasal 23 dimaksud,
        b.  daftar pihak-pihak pemberi penghasilan,
        c.  perincian nilai transaksi yang diperkirakan akan diterima/diperoleh, dan
        d.  perincian jumlah PPh Pasal 25, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 yang 
            dimohon untuk dibebaskan.

    2.  Kepala Kantor Pelayanan Pajak supaya melakukan penelitian yang lebih seksama terhadap 
        kewajaran projected income yang diajukan oleh Wajib Pajak dengan cara :
        a.  membandingkan proyeksi rugi laba dengan penghasilan kena pajak menurut SPT 
            Tahunan PPh tahun sebelumnya.
        b.  meneliti kerugian menurut SPT Tahunan tahun-tahun sebelumnya atau menurut hasil 
            pemeriksaan atas SPT Tahunan PPh tahun-tahun sebelumnya yang dimaksud.
        c.  meneliti rincian penghasilan dan biaya-biaya bulan Januari s/d Juni dan perkiraannya 
            untuk bulan Juli s/d Desember tahun yang bersangkutan, kecuali apabila terdapat sisa 
            kerugian yang belum dikompensasikan dan WP baru yang melakukan impor barang 
            modal, meneliti rincian penghasilan dan biaya-biaya untuk bulan-bulan sebelum 
            diajukan permohonan dan perkiraannya untuk bulan-bulan sisanya dalam tahun yang 
            bersangkutan.
        d.  meneliti dan mempertimbangkan data lain mengenai Wajib Pajak tersebut serta 
            prospek usahanya.
        e.  meneliti kebenaran pelunasan PPh yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak (yaitu SSP 
            dan bukti-bukti pemotongan/pemungutan).

    3.  Apabila berdasarkan pertimbangan tersebut di atas permohonan Wajib Pajak cukup beralasan 
        dan dapat dikabulkan, maka yang pertama-tama diberikan adalah pengurangan atau 
        pembebasan PPh Pasal 25 maksimal sampai dengan akhir tahun pajak, dan selanjutnya baru 
        diberikan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.

    4.  Pembebasan PPh Pasal 25, Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 
        maupun PPh Pasal 23 tidak dapat berlaku surut dan diberikan hanya untuk jangka waktu 
        maksimal sampai dengan tahun pajak yang bersangkutan. Bentuk formulir SKB dimaksud 
        sesuai dengan contoh pada lampiran I Surat Edaran ini, dan khusus untuk SKB PPh Pasal 22 
        impor tetap berlaku sesuai dengan ketentuan yang ada.

    5.  SKB PPh Pasal 23 sebagaimana dimaksud pada butir III.4 tidak diberlakukan untuk 
        pembebasan dari pemotongan PPh atas bunga deposito berjangka, sertifikat deposito, 
        tabungan dan SBI.

IV. Lain-lain
    1.  Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak diminta agar mengawasi tertib pemberian 
        persetujuan pembebasan angsuran PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan PPh Pasal 21 
        PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23.

        Untuk itu Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyampaikan 1 (satu) eksemplar tembusan 
        keputusan pembebasan PPh Pasal 25 dan SKB PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23 yang 
        dikeluarkannya kepada Kepala Kantor Wilayah masing-masing.

    2.  Ketentuan ini hanya berlaku untuk penerbitan SKB PPh sehubungan dengan pelaksanaan 
        Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1985. Adapun penerbitan SKB yang tidak 
        berdasarkan ketentuan Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 42 TAHUN 1985 dimaksud, 
        misalnya pembebasan PPh terhadap Wajib Pajak Tax Holiday atau Wajib Pajak PMA/PMDN 
        baru, tetap berlaku ketentuan yang ada.

    3.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 42 
        Tahun 1985, keputusan atas permintaan pembebasan diberikan oleh Kepala Kantor Pelayanan 
        Pajak dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya surat permintaan pembebasan, 
        khusus menyangkut angsuran PPh Pasal 25 apabila dalam jangka waktu tersebut Kantor 
        Pelayanan Pajak tidak memberi keputusan, maka permintaan pembebasan tersebut dianggap 
        diterima. Sehubungan dengan ketentuan tersebut, maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak 
        harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan 
        diterima dan memenuhi syarat kelengkapan sesuai ketentuan angka III butir 1.

    4.  SKB PPh Pasal 21, Pasal 22 Bendaharawan dan Pasal 23 diterbitkan dalam rangkap 4 (empat), 
        yaitu lembar pertama untuk Wajib Pajak, lembar kedua untuk setiap pemotong/pemungut PPh 
        Pasal 21, Pasal 22 Bendaharawan, atau PPh Pasal 23, lembar ketiga untuk Kepala Kantor 
        Wilayah DJP yang bersangkutan dan lembar keempat untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak. 
        SKB lembar kedua tersebut selanjutnya wajib dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 21, SPT 
        Masa PPh Pasal 22 Bendaharawan atau SPT Masa PPh Pasal 23/26 dari pemotong/pemungut 
        yang bersangkutan.

    5.  Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini, permohonan pembebasan PPh yang diajukan oleh 
        Wajib Pajak dalam Semester I dalam suatu tahun pajak supaya diterbitkan surat penolakannya 
        (Lampiran II Surat Edaran ini) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima, 
        kecuali apabila terdapat sisa kerugian yang belum dikompensasikan, dan WP baru yang 
        melakukan impor barang modal.

    6.  Ketentuan ini berlaku sejak tanggal diterbitkannya Surat Edaran ini dan ketentuan-ketentuan 
        penerbitan SKB yang tidak sesuai dengan ketentuan ini tidak berlaku.

Demikian agar dimaklumi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

Drs. MAR'IE MUHAMMAD
peraturan/0tkbpera/fe40fb944ee700392ed51bfe84dd4e3d.txt · Last modified: 2023/02/05 21:09 (external edit)