peraturan:0tkbpera:fd92a703e837c873aca02bf1edfafcfe
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK ___________________________________________________________________________________________ 18 Desember 2001 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 1450/PJ.51/2001 TENTANG PERMOHONAN PENEGASAN TENTANG PPN ATAS BATUBARA DIREKTUR JENDERAL PAJAK, Sehubungan dengan surat Saudara nomor xxxxxxx tanggal 28 Februari 2001 dan surat nomor xxxxxx tanggal 8 Maret 2001, hal sebagaimana tersebut pada pokok surat, serta surat nomor xxxxxx tanggal 12 Maret 2001 hal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai Pajak-pajak lain di Luar Coal Agreement Pasal 11.2, dengan ini diberitahukan hal-hal sebagai berikut : 1. Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan bahwa : a. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagai ketentuan pelaksanaan Pasal 4A Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000, disebutkan bahwa batubara sebelum diproses menjadi briket batubara diperlakukan sebagai bukan Barang Kena Pajak. Ketentuan tersebut menimbulkan keraguan dalam pelaksanaan apakah hasil produksi kontraktor batubara diperlakukan sebagai Barang Kena Pajak atau bukan Barang Kena Pajak. b. Pertemuan Saudara dengan berbagai pihak yang terkait masalah Pertambangan Batubara Indonesia berpendapat bahwa Batubara tersebut adalah Barang Kena Pajak dengan alasan antara lain : 1) Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983, batubara diperlakukan sebagai Barang Kena Pajak yaitu barang berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak sebagai hasil proses pengolahan. Berdasarkan Pasal 4A Undang-undang Nomor 11 TAHUN 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1994, disebutkan bahwa batubara tidak termasuk dalam kategori bukan Barang Kena Pajak, dengan perkataan lain batubara tersebut tidak dianggap sebagai barang yang diambil langsung dari sumbernya. 2) Penetapan batubara sebelum diproses menjadi briket adalah bukan Barang Kena Pajak akan berakibat sebagai berikut : a) Para Kontraktor Batubara tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluarannya, sehingga pembayaran PPN bagi perusahaan akan menjadi beban/biaya yang akan mengakibatkan harga pokok produksi meningkat menjadi 10%. b) Perusahaan tambang akan banyak menghentikan usahanya karena kesulitan cash flow. c. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas Saudara mengusulkan sebagai berikut : 1) Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 agar ditinjau kembali khususnya Pasal 1 dan 2. 2) Sambil menunggu hasil revisi Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000, maka Saudara mohon pemberlakuan PP tersebut ditunda dan untuk PPN batubara dan mineral tetap dikenakan aturan lama. 3) Ketentuan mengenai perpajakan dan pungutan dalam Kontrak Karya dan Kontrak Karya Batubara yang sudah ditandatangani Pemerintah sebelum dikeluarkannya PP tersebut tetap dihormati dan diberlakukan. d. Kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi I dengan ditetapkan batubara sebelum diproses menjadi briket batubara sebagai Bukan Barang Kena Pajak (Bukan BKP) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000 bermaksud akan mengajukan tagihan (claim) kepada Pemerintah atas semua pembayaran PPN (baik atas pembelian Dalam Negeri maupun Impor). 2. Pasal 4A ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa- dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 jo. Pasal 2 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai menetapkan bahwa batubara sebelum diproses menjadi briket batubara merupakan jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (bukan merupakan Barang Kena Pajak). 3. Pasal 9 Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- undang Nomor 18 TAHUN 2000 beserta penjelasannya menetapkan antara lain : a. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. b. Apabila Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. c. Yang dimaksud dengan penyerahan yang terutang pajak adalah penyerahan barang dan jasa yang sesuai ketentuan undang-undang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak). d. Yang dimaksud dengan penyerahan yang tidak terutang pajak yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud Pasal 16B. 4. Sesuai Surat Menteri Keuangan Nomor S-1032/MK.04/1988 tanggal 19 September 1988 tentang ketentuan perpajakan dalam Kontrak Karya Pertambangan, Kontrak Karya Pertambangan hendaknya diberlakukan atau dipersamakan dengan undang-undang, oleh karena itu ketentuan perpajakan yang diatur dalam kontrak karya diberlakukan secara khusus (lex spexialis). Hal yang sama ditegaskan kembali dalam surat Menteri Keuangan Nomor S-1427/MK.01/1992 tanggal 25 November 1992 jo. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-14/PJ.321/1993 tanggal 9 Juni 1993. 5. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami sampaikan bahwa : a. Direktorat Jenderal Pajak tetap konsisten menghormati bahwa Kontrak Karya/Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) adalah Lex Specialis. b. Sampai saat ini, belum ada maksud untuk merubah atau meninjau kembali penetapan batubara sebelum diproses menjadi briket batubara adalah bukan Barang Kena Pajak. c. Mengingat penyerahan batubara yang belum diproses menjadi briket batubara tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (bukan Barang Kena Pajak), maka Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan tersebut tidak dapat dikreditkan. d. Terhadap perjanjian PKP2B yang dibuat sebelum berlakunya Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan belum pernah diperbaharui, maka kewajiban perpajakan yang harus dilakukan adalah yang tercantum dalam PKP2B tersebut. e. Terhadap PKP2B yang dibuat setelah berlakunya Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai diberikan pengaturan sebagai berikut : 1) Apabila dalam PKP2B tersebut dinyatakan secara tegas bahwa atas penyerahan produk batubara tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, maka atas penyerahan batubara oleh Kontraktor PKP2B tersebut dikategorikan sebagai penyerahan Barang Kena Pajak sampai dengan tanggal berakhirnya PKP2B tersebut, sehingga Kontraktor tersebut wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan batubara tersebut dan sekaligus berhak untuk mengkreditkan Pajak Masukan. 2) Apabila dalam PKP2B tersebut tidak dinyatakan secara tegas bahwa atas penyerahan produk batubara tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, maka atas penyerahan batubara sebelum diproses menjadi birket batubara oleh Kontraktor PKP2B tersebut dikategorikan sebagai penyerahan barang yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (sesuai dengan ketentuan yang berlaku), sehingga Kontraktor tersebut tidak berhak untuk mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak. Demikian untuk dimaklumi. Direktur Jenderal ttd. Hadi Poernomo NIP. 060027375 Tembusan : 1. Direktur PPN dan PTLL 2. Direktur Peraturan Perpajakan 3. Direktur Pengusahaan Mineral Dan Batubara Dit. Jen. Geologi dan Sumber Daya Mineral
peraturan/0tkbpera/fd92a703e837c873aca02bf1edfafcfe.txt · Last modified: (external edit)