peraturan:0tkbpera:fd512441a1a791770a6fa573d688bff5
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                              3 November 2006

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                       NOMOR S - 1054/PJ.331/2006

                             TENTANG

                    PERMOHONAN PETUNJUK LEBIH LANJUT

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor xxxxx tanggal 7 Agustus 2006 perihal sebagaimana dimaksud
pada pokok di atas, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1.  Dalam surat tersebut Saudara mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
    a.  Dalam rangka pengamanan penerimaan pajak Tim Optimalisasi Penerimaan Pajak (TOPP)
        Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan pajak terhadap PT.BSM
        (NPWP : 00.000.000.0- 000.000) dan PT. BSM (NPWP : 00.000.000.0- 000.000) dengan hasil
        pemeriksaan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPN atas kegiatan
        murabahah.
    b.  Menindaklanjuti surat ketetapan-pajak tersebut, KPP Madya Jakarta Pusat telah melakukan
        hal-hal sebagai berikut :
        1)  Penagihan secara persuasif, yaitu menghimbau Wajib Pajak untuk melunasi 
            tunggakan pajak dan mengundang wajib pajak
        2)  Penagihan secara represif, yaitu mengirimkan Surat Teguran dan Menyampaikan 
            Surat Paksa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 TAHUN 2000
            tentang Penagihan dengan Surat Paksa.
    c.  Disamping itu, KPP Madya Jakrta Pusat juga melakukan koordinasi melalui telepon dengan
        Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia dan ditanggapi dengan surat Nomor 
        8/342/DPBS/Fax tanggal 18 Juli 2006 yang melampirkan Surat Gubernur Bank Indonesia
        kepada menteri Keuangan yang mengusulkan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan 
        ketentuan untuk tidak memberlakukan pajak berganda pada transaksi murabahah di bank 
        syariah.
    d.  Sehubungan dengan hal tersebut diatas, Kabala KPP Madya Jakarta Pusat memohon petunjuk
        mengenai tindakan penagihan apa yang dapat dilakukan selanjutnya.

2.  Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan jasa dan pajak
    Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18
    Tahun 2000 antara lain diatur hal-hal sebagai berikut :
    a.  Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang
        bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
    b.  Pasal 1 butir 5, bahwa jasa adalah setiap pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau 
        perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
        tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
        pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
    c.  Pasal 4A ayat (1), bahwa jenis barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 2 dan
        jenis jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 5 yang tidak dikenakan Pajak
        berdasarkan Undang-Undang ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
    d.  Pasal 4A ayat (3) huruf d, bahwa penetapan jenis jasa yang tidak dikenakan Pajak 
        Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas kelompok-
        kelompok jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi.

3.  Undang-Undang Nomor 19 TAHUN 2000 tentang Penagihan dengan Surat Paksa antara lain mengatur 
    hal-hal sebagai berikut :
    a.  Pasal 8 ayat (1) huruf a, bahwa Surat Paksa diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak
        melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan
        atau surat lain yang sejenis.
    b.  Pasal 12, apabila utang pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu 2 (dua)
        kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan oleh Jurusita dengan 
        pernyataan dan penyerahan Salinan Surat Paksa kepada Penaggung Pajak, Pejabat 
        menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

4.  Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, dengan ini disampaikan bahwa apabila setelah lewat jangka 2
    (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah penyampaian Surat Paksa kepada Penanggung Pajak,
    utang pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak maka tindakan penagihan dapat dilanjutkan dengan
    penerbitan Surat Penyitaan sebagaimana di maksud pada angka 2 di atas.

Demikian untuk dimaklumi




A.n. DIREKTUR JENDERAL
DIREKTUR

ttd.

GUNADI
NIP 060044247
peraturan/0tkbpera/fd512441a1a791770a6fa573d688bff5.txt · Last modified: (external edit)