peraturan:0tkbpera:f565bb9efccaf6986443db0bf01018bc
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                            31 Desember 1996

                      SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                           NOMOR SE - 42/PJ.4/1996

                        TENTANG

        PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI DAN JASA KONSULTAN 
                         (SERI PPh UMUM NOMOR 43)

                          DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 73 TAHUN 1996 tanggal 20 Desember 1996 
dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 704/KMK.04/1996 tanggal 30 Desember 1996 tentang Pajak 
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan, untuk kelancaran pelaksana-
annya dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

1.  Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 704/KMK.04/1996 disebutkan bahwa yang dimaksud 
    dengan :
    a.  Jasa Konstruksi adalah pemberian jasa perencanaan, jasa pelaksanaan, dan jasa pengawasan 
        yang produk akhirnya adalah berupa bangunan;
    b.  Bangunan adalah wujud hasil Pekerjaan Konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukan 
        baik yang ada pada, di atas, di bawah tanah dan/atau air;
    c.  Jasa Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa perencanaan dalam pekerjaan 
        konstruksi;
    d.  Jasa Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa pelaksanaan fisik pekerjaan konstruksi;
    e.  Jasa Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa pengawasan pelaksanaan fisik pekerjaan 
        konstruksi;
    f.  Jasa Konsultan adalah semua pemberian jasa konsultan kecuali konsultan hukum dan 
        konsultan pajak.

2.  Atas penghasilan Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha jasa pelaksanaan konstruksi dan Wajib 
    Pajak Badan yang bergerak di bidang usaha jasa perencanaan konstruksi, jasa pengawasan 
    konstruksi dan/atau jasa konsultan berupa imbalan yang diterima atau diperoleh dari bidang usaha 
    tersebut dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Ketentuan ini berlaku bagi Wajib Pajak
    tersebut baik dalam kedudukannya sebagai kontraktor maupun sub kontraktor.

3.  Besarnya tarif pengenaan PPh yang bersifat final atas penghasilan berupa imbalan sebagaimana 
    dimaksud dalam butir 2 adalah sebagai berikut :
    a.  atas imbalan jasa pelaksanaan konstruksi adalah 2% (dua persen);
    b.  atas imbalan jasa perencanaan konstruksi adalah 4% (empat persen);
    c.  atas imbalan jasa pengawasan konstruksi adalah 4% (empat persen);
    d.  atas imbalan jasa konsultan adalah 4% (empat persen),
    dari jumlah imbalan bruto tidak termasuk PPN.

4.  Yang dimaksud dengan jumlah imbalan bruto penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan jasa 
    konsultan adalah semua jumlah yang dibayarkan oleh pihak pemberi hasil kepada pemberi jasa 
    dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan usaha jasa konstruksi dan jasa 
    konsultan.

5.  Dengan berlakunya PP Nomor 73 TAHUN 1996 tersebut, penghasilan dari usaha jasa kontruksi dan 
    jasa konsultan sebagaimana dimaksud pada butir 2 tidak lagi menjadi objek pemotongan PPh Pasal 
    23.

6.  Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 704/KMK.04/1996, pelunasan 
    PPh atas penghasilan berupa imbalan dari usaha jasa konstruksi dan jasa konsultan sebagaimana 
    dimaksud pada butir 2 dilakukan sebagai berikut :
    a.  melalui pemotongan oleh pemberi hasil dalam hal pemberi hasil adalah badan pemerintah,
        Subjek Pajak badan dalam negeri penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap,kerjasama 
        operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh 
        Direktur Jenderal Pajak.
    b.  melalui penyetoran sendiri oleh pemberi jasa dalam hal pemberi hasil adalah orang pribadi 
        atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut pada huruf a.

7.  Dalam hal PPh yang terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh pemberi hasil, maka pemberi
    hasil wajib :
    a.  memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran penghasilan berupa 
        imbalan;
    b.  memberikan Bukti Pemotongan PPh Final atau penghasilan dari usaha jasa konstruksi 
        dan jasa konsultan kepada pemberi jasa, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada
        Lampiran I;
    c.  menyetor Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro 
        selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran imbalan, dengan 
        menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
    d.  melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan yang terutang kepada Kantor 
        Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran 
        imbalan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan 
        lembar ke-3 SSP dan lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh Final atas penghasilan dari usaha 
        jasa konstruksi dan jasa konsultan.

8.  Dalam hal PPh yang terutang harus disetor sendiri oleh pemberi jasa, maka pemberi jasa wajib :
    a.  menyetor Pajak Penghasilan yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro 
        selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya imbalan, 
        dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
    b.  melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal
         20 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya imbalan, dengan menggunakan bentuk 
        sebagaimana pada Lampiran III, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final.

9.  Oleh karena berdasarkan ketentuan Pasal 2 PP Nomor 73 TAHUN 1996 atas penghasilan dari usaha 
    jasa konstruksi dan jasa konsultan dikenakan PPh yang bersifat final, maka bagi Wajib Pajak yang
    semata-mata bergerak di bidang usaha jasa konstruksi dan jasa konsultan tidak lagi diwajibkan 
    menyetor PPh Pasal 25.

10. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 PP Nomor 42 TAHUN 1995, Pajak Penghasilan yang terutang atas 
    penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh kontraktor, konsultan, dan pemasok (supplier) dalam 
    rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri,
    ditanggung oleh Pemerintah. Dalam hal demikian, maka pemotongan sebagaimana dimaksud pada
    butir 6 huruf a dan butir 7 dilakukan terhadap bagian penghasilan yang Pajak Penghasilannya tidak 
    ditanggung oleh Pemerintah.

11. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam PP No. 73 TAHUN 1996 :
    a.  yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak semata-mata berupa imbalan jasa 
        konstruksi dan/atau jasa konsultan wajib melakukan pembukuan secara terpisah. 
        Penghasilan yang dikenakan PPh secara final tidak perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.

    b.  yang untuk tahun 1996 dan sebelumnya terdapat sisa kerugian yang masih dapat 
        dikompensasi, maka kerugian tersebut yang berkenaan dengan bidang usaha jasa konstruksi 
        dan/atau jasa konsultan tidak dapat dikompensasi dengan keuntungan tahun 1997 dan 
        seterusnya.

    c.  yang atas imbalan yang diterimanya dalam tahun 1997 telah dipotong PPh berdasarkan PP 
        No. 73 TAHUN 1996 dan imbalan tersebut berkenaan dengan pekerjaan yang telah 
        dilaksanakan sebelum berlakunya PP No. 73 TAHUN 1996, dapat mengajukan permohonan 
        restitusi sebagaimana dimaksud dalam SE-31/PJ.2/1988 tanggal 16 September 1988 
        kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, sepanjang dapat dibuktikan bahwa penghasilan 
        tersebut telah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh tahun pajak yang bersangkutan.

    d.  yang telah menerima imbalan uang muka dalam tahun 1996 dan sebelumnya atas 
        pekerjaan yang (akan) dilaksanakan dalam tahun 1997 terutang PPh sebagaimana dimaksud 
        dalam PP No. 73 TAHUN 1996 dan wajib menyetor sendiri selambat-lambatnya tanggal 25 
        Maret 1997 dengan menggunakan SSP Final sebagaimana tersebut dalam butir 8.

12. Surat Edaran ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 1997.

13. Untuk kelancaran pelaksanaan Surat Edaran ini, Kepala KPP agar memberikan penjelasan kepada 
    para Wajib Pajak yang bersangkutan yang terdaftar di KPP masing-masing.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.




DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/f565bb9efccaf6986443db0bf01018bc.txt · Last modified: (external edit)