peraturan:0tkbpera:f3848b78b70702300c576fcd56a9addd
30 April 2001
SURAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR S - 256/MK.03/2001
TENTANG
PPN KAYU BULAT
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Sehubungan dengan surat-surat saudara Nomor XXX tanggal 9 Pebruari 2001 hal PPN kayu bulat dan Nomor
XXX tanggal 23 Maret 2001 hal penangguhan pelaksanaan PPN kayu bulat, dengan ini disampaikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Dalam surat-surat tersebut dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
a. Dalam Pasal 4A ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 ditetapkan kelompok-kelompok barang yang
tidak kena Pajak Pertambahan Nilai antara lain barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya.
b. Dalam Pasal 2 PP Nomor 144 TAHUN 2000 sebagai ketentuan pelaksanaan pasal 4A ayat (2)
Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 tentang jenis barang dan jasa yang tidak dikenakan
Pajak Pertambahan Nilai dijelaskan secara rinci antara lain :
- Minyak mentah (crude oil),
- Pasir dan krikil, dan
- batu bara sebelum di proses menjadi briket batu bara
adalah kelompok barang yang tidak kena pajak PPN, dimana kayu bulat tidak termasuk dalam
kelompok barang tersebut.
c. Berdasarkan kesimpulan rapat pendapat umum tanggal 13 Maret 2001 antara komisi III DPR.
RI mengusulkan kepada pihak pemerintah untuk mencabut pengenaan PPN 10% terhadap
kayu bulat (logs).
d. berdasarkan hal-hal tersebut pada huruf a sampai dengan c saudara berpendapat bahwa
semestinya kayu bulat termasuk dalam kelompok barang yang tidak dikenakan PPN dengan
alasan :
- Kayu bulat adalah merupakan barang yang langsung diambil dari sumbernya, yaitu
sumber daya hutan, yang sama-sama merupakan sumberdaya alam (natural
resource) seperti minyak mentah, batubara, dan lain-lainnya dan mempunyai sifat
yang sama seperti minyak mentah, batubara sebelum diproses menjadi bricket dan
lain-lain yang mempunyai nilai tambah bila diproses lebih lanjut.
- Kayu bulat merupakan sumber bahan baku untuk industri kayu lapis dan panel kayu
lainnya yang merupakan industri-industri unggulan untuk mendapatkan devisa dan
penyerapan tenaga kerja serta pembukuan kesempatan berusaha yang luas.
disamping itu kayu bulat telah kena pungutan negara berupa dana reboisasi (rata-rata
USD16/m3) dan provisi Sumber Daya Hutan(PSDH, rata-rata USD 4/m3) dan sumber
daya hutannya dikenakan PBB.
e. berdasarkan hal-hal tersebut diatas saudara memohon sebagai berikut :
- agar kayu bulat ditetapkan dalam katagori barang yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai.
- Menunda Pajak Pertambahan Nilai di lapangan/di daerah-daerah mengingat
permasalahan tersebut masih dalam penyelesaian.
2. Sesuai Pasal 4A ayat (2) Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 jo. pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 144 TAHUN 2000
Barang hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil kehutanan, yang dipetik langsung diambil langsung,
atau disadap langsung dari sumbernya tidak termasuk jenis barang yang atas penyerahannya tidak
kena PPN.
3. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 TAHUN 2001 tanggal 22 Maret 2001 jo. Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tanggal 2 April 2001 diatur antara lain bahwa :
a. pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
b. Peternakan, perburuan atau penangkapan, maupun penangkaran; atau
c. perikanan baik dari penangkapan atau budidaya.
Atas penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis yang berupa barang hasil
pertanian yang dipetik langsung diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya termasuk
hasil pemrosesan yang dilakukan dengan cara tertentu yang diserahkan petani atau kelompok petani
yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Yang dimaksud dengan pemrosesan barang hasil pertanian yang dilakukan dengan cara tertentu
antara lain adalah dengan cara ditebang, dipangkas cabang dan rantingnya, dikupas kulit dari
batangnya, dan dipotong menjadi kayu bulat atau gelondong, untuk hasil usaha di bidang kehutanan.
Sementara yang dimaksud dengan Petani adalah orang yang semata-mata melakukan kegiatan usaha
di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, pemburuan atau penangkapan,
penangkaran, penangkapan atau budi daya perikanan.
4. Sesuai Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 18 TAHUN 2000, bahwa yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak
adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak yang
dikenakan berdasarkan Undang-Undang ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
5. Sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 522/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000, bahwa yang
dimaksud dengan Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 360.000.000,00
(tiga ratus enam puluh juta rupiah) atau penyerahan Jasa Kena Pajak dengan jumlah penerimaan
bruto tidak lebih dari Rp. 180.000.000,00 (seratus delapan puluh juta rupiah).
6. Berdasarkan ketentuan pada butir 2 sampai dengan butir 5 dan memperhatikan isi surat Saudara
dengan ini ditegaskan bahwa :
a. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas barang hasil pertanian tetap berlaku secara efektif
sejak tanggal 1 Januari 2001.
b. Kayu Bulat atau (logs) adalah merupakan hasil usaha di bidang kehutanan yang atas
penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai.
c. Atas penyerahan kayu bulat (logs) yang dilakukan oleh petani atau kelompok petani
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Atas penyerahan kayu bulat (logs) yang dilakukan oleh Pengusaha yang tidak tergolong sebagai
Pengusaha Kecil selain petani atau kelompok petani tetap terutang PPN.
Demikian agar Saudara maklum.
Menteri Keuangan
ttd.
Prijadi Praptosuharjo
peraturan/0tkbpera/f3848b78b70702300c576fcd56a9addd.txt · Last modified: (external edit)