peraturan:0tkbpera:ec1093fe1626f25b1845d04dd6f55dd2
                          DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
                       DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
                                               31 Oktober 2003

                           SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
                        NOMOR S - 762/PJ.341/2003

                            TENTANG

            PENEGASAN TENTANG PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN 
           ATAS PEMBAYARAN COLLATERAL MANAGEMENT FEE KE SINGAPURA

                        DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 22 Agustus 2003, perihal seperti di atas, bersama ini 
disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.  Dalam Surat tersebut, Saudara mengemukakan permasalahan sebagai berikut:
    a.  PT. ABC yang berkedudukan di Batam mendapatkan working capital dari Bank XYZ dengan 
        jaminan bahan baku dan barang jadi;
    b.  Bank XYZ menunjuk BCA yang berkedudukan di Singapura untuk melakukan pekerjaan 
        pengawasan setiap hari terhadap barang jaminan di Batam. Jasa pengawasan tersebut di 
        muat dalam kontrak Collateral Management Agreement (CMA) yang ditandatangani oleh Bank 
        XYZ, BCA, dan PT. ABC. Perjanjian tersebut berlaku untuk jangka waktu lebih dari satu tahun;
    c.  Berdasarkan perjanjian tersebut, PT. ABC diwajibkan membayar imbalan jasa kepada BCA;
    d.  BCA kemudian menunjuk PT. CBA, sebuah perusahaan yang mempunyai hubungan afiliasi 
        dengan BCA yang bergerak di bidang jasa pengawasan dan manajemen logistik, untuk 
        melaksanakan pekerjaan pengawasan di Batam;
    e.  Saudara menyatakan bahwa PT. CBA merupakan suatu agen yang independent yang juga 
        menerima pekerjaan dari perusahaan-perusahaan lain selain BCA dan tidak didirikan semata-
        mata untuk memenuhi CMA;
    f.  Antara PT. ABC dengan PT. CBA tidak terdapat perjanjian kontrak. Invoice dikeluarkan oleh 
        BCA kepada PT. ABC;
    g.  BCA menyatakan keberatan atas pemotongan PPh Pasal 26 atas imbalan jasa yang 
        diterimanya dari PT. ABC karena berpendapat bahwa menurut tax treaty jenis jasa CMA tidak 
        dikenakan withholding tax PPh Pasal 26. Selain itu, BCA menyatakan tidak mempunyai Bentuk 
        Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Saudara meminta penegasan atas permasalahan tersebut.

2.  Berdasarkan Pasal 5 P3B Indonesia-Singapura antara lain diatur bahwa:
    a.  Ayat 2 huruf i, The term "permanent establishment shall include : (i) "the furnishing of 
        services, including consultancy services, by an enterprise through an employee or other 
        person (other than an agent of independent status within the meaning of paragraph 7) where 
        the activities continue within a Contracting State for a period or periods aggregating more 
        than 90 days within a twelve-month period."
    b.  Ayat 7, An enterprise of a Contracting State shall not be deemed to have a permanent 
        establishment in the other Contracting State merely because it carries on business in that 
        other State through a broker, general commission agent or any other agent of an independent 
        status, where such persons are acting in the ordinary course of their business.

    However when the activities of such an agent are devoted wholly or almost wholly on behalf of the 
    enterprise, he shall not be considered an agent of an independent status within the meaning of this 
    paragraph.

3.  Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana terakhir 
    diubah dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000 antara lain diatur bahwa:
    a.  Pasal 5 ayat (1), yang menjadi Obyek Pajak Bentuk Usaha Tetap adalah:
        -   penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang 
            dimiliki atau dikuasai;
        -   penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian 
            jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh 
            bentuk usaha tetap di Indonesia;
        -   penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh 
            kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan 
            harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.

    b.  Pasal 23 ayat (1), atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk 
        apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subyek Pajak badan dalam 
        negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri 
        lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak 
        yang wajib membayarkan:
        huruf c, sebesar 15% (lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas:
        angka 2), imbalan sehubungan dengan jasa tehnik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa 
        konsultan, dan jasa lain selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud 
        dalam Pasal 21.

    c.  Pasal 23 ayat (2), besarnya perkiraan penghasilan neto dan jenis jasa lain sebagaimana 
        dimaksud dalam ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

4.  Berdasarkan Lampiran II Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 170/PJ./2002 tanggal 28 Maret 
    2002 tentang Jenis Jasa lain dan Perkiraan Penghasilan Neto atas Jasa tehnik, Jasa Manajemen, Jasa 
    Konstruksi, Jasa Konsultan dan Jasa Lain yang atas imbalannya dipotong Pajak Penghasilan 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang 
    Pajak Penghasilan sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 17 TAHUN 2000, 
    perkiraan penghasilan neto atas:
    a.  jasa profesi adalah 50%;
    b.  jasa akuntansi/pembukuan adalah 50%.

5.  Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-03/PJ.101/1996 tanggal 29 Maret 1996 tentang 
    Penerapan P3B antara lain ditegaskan sebagai berikut:
    a.  WPLN wajib menyerahkan asli Surat Keterangan Domisili (SKD) kepada pihak yang 
        membayarkan penghasilan dan menyampaikan fotokopi SKD tersebut kepada Kepala Kantor 
        Pelayanan Pajak tempat pihak yang membayarkan penghasilan terdaftar. SKD asli tersebut 
        menjadi dasar bagi pihak yang membayarkan penghasilan untuk menerapkan PPh Pasal 26 
        sesuai ketentuan yang ditegaskan dalam P3B yang berlaku antara Indonesia dengan negara 
        tempat kedudukan WPLN tersebut.

    b.  SKD diterbitkan oleh Competent Authority atau wakilnya yang sah di negara mitra runding. 
        Namun demikian, SKD yang dibuat oleh pejabat pada Kantor Pelayanan Pajak tempat WPLN 
        yang bersangkutan terdaftar dapat diterima dan dipersamakan dengan SKD yang dibuat 
        Competent Authority.

6.  Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
    a.  Berdasarkan P3B Indonesia-Singapura, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh BCA 
        dari pemberian jasa sebagaimana diuraikan pada angka 1, dikenakan Pajak Penghasilan di 
        Indonesia, sepanjang BCA mempunyai Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
    b.  BCA dapat dianggap mempunyai BUT karena jasa yang dilakukan di Indonesia melalui PT. 
        CBA melebihi 90 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan PT. CBA merupakan afiliasinya.
        Sepanjang dalam kenyataannya seluruh atau hampir seluruh jasa pengawasan yang 
        dilaksanakan adalah untuk dan atas nama BCA, dalam hal ini maka PT. CBA merupakan 
        dependent agent atau subsidiary (BUT) dari BCA.
    c.  Jasa Pengawasan yang dilakukan PT. CBA dapat digolongkan sebagai jasa profesi apabila 
        dalam pengerjaan jasa tersebut diperlukan keahlian khusus dan perkiraan penghasilan neto 
        untuk jasa tersebut adalah 50%. Namun demikian, apabila jasa tersebut berkaitan dengan 
        pengelolaan persediaan barang termasuk stock opname, maka jasa tersebut termasuk jasa 
        akuntansi/pembukuan yang perkiraan penghasilan netonya adalah juga 50%. Apabila jasa 
        yang dilaksanakan tidak termasuk dalam kedua jasa tersebut, maka kewajiban PT. CBA 
        adalah melakukan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25.
    d.  Untuk penerapan ketentuan P3B Indonesia-Singapura, BCA wajib menyerahkan asli SKD yang 
        diterbitkan dan ditandatangani oleh pejabat Competent Authority Singapura, kepada 
        Perseroan yang ditunjuk sebagai pemungut pajak dan menyerahkan fotokopinya kepada 
        Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Perseroan terdaftar.
    e.  Apabila BCA tidak dapat menyerahkan SKD dimaksud, maka atas pembayaran jasa 
        sebagaimana tersebut pada angka 1, dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 di 
        Indonesia dengan tarif 20%.

Demikian penegasan kami harap maklum.




A.n. DIREKTUR JENDERAL,
DIREKTUR,

ttd

SURJOTAMTOMO SOEDIRDJO
peraturan/0tkbpera/ec1093fe1626f25b1845d04dd6f55dd2.txt · Last modified: (external edit)