peraturan:0tkbpera:eb06b9db06012a7a4179b8f3cb5384d3
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
___________________________________________________________________________________________
21 Maret 1995
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 11/PJ.51/1995
TENTANG
PENGENAAN PPn BM ATAS KENDARAAN BERMOTOR (SERI PPN 10 - 95)
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 641/KMK.04/ 1994,
tanggal 29 Desember 1994, tentang Macam dan Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah yang menggantikan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor: 647/KMK.04/1993 tanggal
10 Juni 1993, bersama ini disampaikan petunjuk dan penjelasan sebagai berikut :
1. Kendaraan bermotor beroda dua
1.1 Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) semua jenis kendaraan bermotor beroda dua
dengan motor penggerak yang isi silindernya 250 cc atau kurang dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen). Sedangkan atas penyerahan
kendaraan bermotor beroda dua yang dibuat di dalam negeri dengan motor penggerak yang
isi silindernya 250 cc atau kurang tidak dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
1.2. Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) semua jenis kendaraan bermotor beroda dua
dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari 250 cc dan atas penyerahan
kendaraan bermotor beroda dua yang dibuat di dalam negeri dengan motor penggerak yang
isi silindernya lebih dari 250 cc, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
35% (tiga puluh lima persen).
2. Kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, mobil balap serta caravan
2.1. Atas penyerahan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, dengan motor
penggerak yang isi silindernya 1600 cc atau kurang, yang dibuat di dalam negeri dengan
kandungan lokal lebih dari 60% (enam puluh persen), dikenakan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dengan tarif 20% (dua puluh persen).
2.2. Atas penyerahan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, yang dibuat di dalam
negeri dengan kandungan lokal kurang dari 60% (enam puluh persen) berapapun juga isi
silindernya, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh
lima persen).
2.3. Atas penyerahan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon, yang dibuat di dalam
negeri dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari 1600 cc berapapun juga
kandungan lokalnya, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35%
(tiga puluh lima persen).
2.4. Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) kendaraan bermotor jenis station wagon,mobil
balap, dan caravan serta atas penyerahan mobil balap dan caravan yang dibuat didalam
negeri, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluhlima
persen).
2.5. Atas impor kendaraan jenis sedan dalam keadaan terpasang (CBU) maupun dalam keadaan
tidak terpasang (CKD), dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35%
(tiga puluh lima persen). PPn BM yang telah dibayar pada saat impor CKD sedan dapat
diperhitungkan dengan PPn BM yang terutang atas penyerahan dalam negeri kendaraan
sedan hasil rakitannya melalui proses Pemindahbukuan (Pbk) sebagaimana dimaksud dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-23/PJ.51/1994 tanggal 31 Oktober 1994.
3. Kendaraan Bermotor Jenis Jip
3.1. Atas penyerahan kendaraan bermotor jenis jip yang dibuat di dalam negeri dengan kandungan
lokal lebih dari 60% (enam puluh persen), dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
dengan tarif 20% (dua puluh persen).
3.2. Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) kendaraan bermotor jenis jip dan atas
penyerahan kendaraan bermotor jenis jip yang dibuat di dalam negeri yang kandungan
lokalnya tidak melebihi 60% (enam puluh persen), dikenakan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen).
3.3. Yang dimaksud kendaraan bermotor jenis jip adalah kendaraan bermotor beroda empat serba
guna, bergardan ganda, dengan chasis, massa total 5 (lima) ton atau kurang, dan kapasitas
penumpang kurang dari 10 (sepuluh) orang.
4. Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van, dan pick up
4.1. Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) dan atas penyerahan kendaraan bermotor yang
dibuat di dalam negeri jenis kombi, minibus, van, dan pick up yang menggunakan bahan
bakar bensin dikenakan PPn BM dengan tarif 20% (dua puluh persen), sedangkan yang
menggunakan bahan bakar solar dikenakan PPn BM dengan tarif 25% (dua puluhlima persen).
4.2. Dalam hal Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) menyerahkan chasis minibus atau chasis
pick up yang akan diubah menjadi minibus, van, dan kombi, maka ATPM diperlakukan
sebagai Pabrikan dan harus mengenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
20% (dua puluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak untuk yang menggunakan bahan bakar
bensin, dan 25% (dua puluh lima persen) dari Dasar Pengenaan Pajak untuk yang
menggunakan bahan bakar solar.
Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
dimaksud di atas adalah sebesar harga jual chasis minibus atau chasis pick up dari ATPM
ditambah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual chasis.Tambahan tersebut adalah
angka perkiraan biaya karoseri.
5. Kendaraan bermotor jenis bus
Atas impor dalam keadaan terpasang (CBU) kendaraan bermotor jenis bus dikenakan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen), sedangkan atas penyerahan kendaraan
bermotor jenis bus yang dibuat di dalam negeri tidak dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
6. Dikecualikan dari pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
6.1. Atas impor dan atas penyerahan kendaraan bermotor yang dibuat di dalam negeri untuk
jenis-jenis sebagaimana dimaksud pada butir 1 sampai dengan 5 di atas, dikecualikan dari
pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam hal-hal sebagai berikut :
6.1.1. Digunakan untuk kendaraan dinas ABRI/POLRI sepanjang dananya berasal dari APBN
yang pembiayaannya dilaksanakan melalui bendaharawan ABRI/POLRI dan dengan
mempergunakan nomor identitas kendaraan nomor ABRI/POLRI, demikian pula
halnya kendaraan untuk tujuan protokoler kenegaraan sepanjang dananya berasal
dari APBN/APBD dari instansi yang bersangkutan.
6.1.2 Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van, pick up, bus, station wagon, sedan
dan jip, yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan tahanan, kendaraan
pemadam kebakaran, kendaraan jenazah, atau kendaraan angkutan umum. Yang
dimaksud dengan kendaraan angkutan umum adalah kendaraan angkutan umum
dalam trayek dan kendaraan angkutan umum tidak dalam trayek sepanjang
menggunakan plat dasar nomor polisi dengan warna kuning.
6.1.3. Kendaraan bermotor jenis van dan pick up, yang digunakan untuk kendaraan
angkutan barang.
6.2. Pelaksanaan pengecualian pengenaan PPn BM dilakukan dengan cara sebagai berikut:
6.2.1. Penerbitan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPn BM
a. Untuk kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan dinas ABRI/POLRI, dan
untuk tujuan protokoler kenegaraan, kendaraan ambulan, kendaraan tahanan
kendaraan pemadam kebakaran, dan kendaraan jenazah, dapat diajukan
permohonan pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh instansi yang
bersangkutan kepada Direktur Jenderal Pajak cq. Direktur Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, dengan dilengkapi dokumen-dokumen yang
menyatakan :
a.1. tujuan penggunaan kendaraan dimaksud,
a.2. asal dana yang digunakan untuk pengadaan kendaraan dimaksud bagi
kendaraan dinas ABRI/POLRI dan kendaraan untuk tujuan protokoler
kenegaraan (fotocopi DIK/SKO),
a.3. kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) untuk pengadaan kendaraan
bermotor dimaksud.
b. Atas penyerahan kendaraan bermotor dari ATPM atau Pabrikan kepada Distributor
atau Dealer atau Agen atau Penyalur kendaraan bermotor, terlebih dahulu tetap
dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
c. Selanjutnya, Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur tersebut pada huruf b
mengajukan permohonan restitusi kepada Kantor Pelayanan Pajak tempat yang
bersangkutan dikukuhkan sebagai PKP, dengan syarat bahwa PPn BM yang tercantum
dalam Faktur Pajak yang dibuat oleh ATPM atau Pabrikan telah dibayar oleh
Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur.
6.2.2. Restitusi
Pelaksanaan restitusi PPn BM dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
6.2.2.1 Untuk kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan dinas ABRI/POLRI, dan
untuk tujuan protokoler kenegaraan, kendaraan ambulan, kendaraan tahanan,
kendaraan pemadam kebakaran, dan kendaraan jenazah yang memperoleh SKB
PPn BM, permohonan restitusi diajukan kepada Kepala KPP di tempat Distributor atau
Dealer atau Agen atau Penyalur dikukuhkan, dengan dilengkapi dokumen-dokumen
sebagai berikut :
a. Fotokopi kartu NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan/atau fotokopi
pengukuhan sebagai PKP;
b. Fotokopi Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pabrikan atau ATPM kepada
Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur;
c. Asli bukti pungutan PPn BM;
d. Bukti SKB PPn BM atas nama pembeli kendaraan bermotor dimaksud;
e. Kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) untuk pengadaan kendaraan
bermotor dimaksud.
6.2.2.2 Untuk kendaraan bermotor jenis van dan pick up yang digunakan untuk kendaraan
angkutan barang dan kendaraan yang digunakan untuk angkutan umum, permohonan
restitusi diajukan oleh pembeli kendaraan kepada Kepala KPP ditempat pemilik
kendaraan berdomisili, dengan dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut :
a. Fotokopi kartu NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan/atau fotokopi
pengukuhan sebagai PKP;
b. Fotokopi Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pabrikan atau ATPM kepada
Distributor atau Dealer atau Agen atau Penyalur;
c. Fotokopi STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) yang menyatakan kendaraan
bermotor tersebut untuk angkutan umum (plat dasar warna kuning) dan/atau
Surat Tanda Uji Kendaraan dari DLLAJR yang menyatakan kendaraan
bermotor tersebut untuk angkutan barang;
d. Asli faktur penjualan dari Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyalur
yang didalamnya dicantumkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
telah dikenakan oleh ATPM atau Pabrikan kepada Dealer atau Distributor atau
Agen atau Penyalur dan kemudian dilimpahkan kepada pembeli;
e. Asli bukti pungutan PPn BM;
f. Ijin Usaha dan Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang
untuk kendaraan angkutan umum;
g. Surat pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan
diubah penggunaannya dan apabila ternyata diubah bersedia dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6.2.2.3 Untuk menghindari hal-hal yang merugikan Wajib Pajak, restitusi PPn BM tersebut
hanya dapat dilayani apabila diurus sendiri oleh pemilik kendaraan atau dikuasakan
pengurusannya kepada Konsulen Pajak terdaftar.
Bagi KPP yang wilayah kerjanya tidak terdapat Konsulen Pajak terdaftar, restitusi
PPn BM hanya dapat dilayani apabila diurus sendiri oleh pemilik kendaraan.
6.2.3 Pengajuan permohonan pengembalian atau restitusi PPn BM tersebut pada butir 6.2.2,harus
dilakukan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah bulan terjadinya penyerahan
kendaraan kepada pembeli.
6.2.4 Untuk memperoleh kepastian bahwa PPn BM yang dipungut oleh Pabrikan atau ATPM kepada
Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyalur telah disetor ke Kas Negara, maka KPP yang
memproses permohonan restitusi harus melakukan konfirmasi ke KPP di tempat ATPM
dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ.5/1989
tanggal 6 Juli 1989.
7. Dasar Pengenaan Pajak dan Hubungan Istimewa
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPn BM untuk penyerahan di dalam Daerah Pabean adalah Harga Jual
yang diminta atau seharusnya diminta oleh Pabrikan atau ATPM atas penyerahan kendaraan bermotor
dimaksud.
Dalam hal impor, Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN BM adalah Nilai Impor yang dipakai sebagai
dasar penghitungan besarnya Bea Masuk, ditambah Bea masuk, Bea Masuk Tambahan, dan pungutan
lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean yang berlaku. Dalam
hal terdapat hubungan istimewa antara Pabrikan atau ATPM dengan Dealer atau Distributor atau Agen
atau Penyalur, yang menyebabkan Harga Jual dari Pabrikan atau Importir menjadi lebih rendah dari
Harga Jual yang seharusnya, maka DPP ditetapkan sebesar Harga Jual dari Dealer atau Distributor
atau Agen atau Penyalur kepada pihak lain. Harga Jual dianggap dipengaruhi hubungan istimewa
apabila perbedaan antara Harga Jual dari Pabrikan atau ATPM kepada Dealer atau Distributor atau
Agen atau Penyalur melebihi suatu prosentase tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Dalam rangka pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan ini, prosentase tersebut ditetapkan sebesar
10% (sepuluh persen). Sepanjang selisih Harga Jual tidak melebihi 10%, DPP PPn BM dari Pabrikan
atau ATPM tidak perlu dilakukan koreksi, sedangkan apabila selisihnya melebihi 10%, maka Harga
Jual Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyalur ditetapkan sebagai koreksi DPP untuk
pengenaan PPn BM atas Pabrikan atau ATPM yang bersangkutan.
Contoh :
Pabrikan "A" menjual kendaraan bermotor kepada Distributor "B" seharga Rp 100.000.000,-.
Kendaraan tersebut dijual oleh Distributor "B" seharga Rp 115.000.000,- kepada pembeli. Selisih
Rp 115.000.000,- - Rp 100.000.000,- = Rp 15.000.000,- atau 15/100 x 100% = 15%. Oleh karena
melebihi 10% maka dilakukan koreksi DPP. Dengan demikian DPP untuk pengenaan PPn BM untuk
pabrikan A ditetapkan sebesar Harga Jual kendaraan bermotor oleh Distributor "B" kepada pihak lain
sebesar Rp 115.000.000,-.
Untuk meneliti adanya kemungkinan hubungan istimewa antara Pabrikan atau ATPM dengan Dealer
atau Distributor atau Agen atau Penyalur yang menyebabkan terjadinya pergeseran Harga Jual
menjadi lebih rendah, dapat dilakukan dengan cara cross check, tukar menukar informasi antar KPP
atau antar Kantor Wilayah apabila Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyalur dengan
Pabrikan atau ATPM tidak berada dalam satu wilayah wewenang KPP atau Kantor Wilayah.
8. Kandungan lokal
Seperti telah disebutkan pada butir 2.1 dan butir 3.1 di atas, besarnya tarif Pajak Penjualan atas
Barang Mewah 20% (dua puluh persen) untuk kendaraan bermotor jenis sedan, station wagon, dan
jip yang dibuat di dalam negeri tergantung pada prosentase kandungan lokalnya. Informasi tentang
besarnya kandungan lokal tersebut ditetapkan oleh Departemen Perindustrian untuk tiap-tiap jenis,
type dan merk kendaraan bermotor.
Apabila Informasi tentang besarnya kandungan lokal suatu kendaraan tidak atau belum diterbitkan
oleh Departemen Perindustrian, maka kendaraan tersebut dimasukkan dalam kelompok kendaraan
bermotor yang kandungan lokalnya 60% (enam puluh persen) atau kurang, sehingga dikenakan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 35% (tiga puluh lima persen). Jadi insentif tarif
Pajak Penjualan atas Barang Mewah baru diberikan, setelah ada penetapan dari Departemen
Perindustrian bahwa kandungan lokal dari kendaraan bermotor yang bersangkutan lebih dari 60%
(enam puluh persen).
Demikian untuk diketahui, dilaksanakan dan disebarluaskan di wilayah kerja masing-masing.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
FUAD BAWAZIER
peraturan/0tkbpera/eb06b9db06012a7a4179b8f3cb5384d3.txt · Last modified: by 127.0.0.1