User Tools

Site Tools


peraturan:0tkbpera:ea0d1687bc7b27bc6b5b34bc88f1b5dd
                KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI 
                           NOMOR KEP - 37/BC/2000

                              TENTANG

            TATA CARA PEMBERIAN KERINGANAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN 
      OLEH INDUSTRI/INDUSTRI JASA YANG MELAKUKAN PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN BERDASARKAN
                  KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/KMK.05/2000

                  DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

Menimbang : 

a.  bahwa peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pemberian fasilitas pembebasan bea 
    masuk merupakan tuntutan yang utama bagi upaya memacu pembangunan industri di dalam negeri;
b.  bahwa peningkatan pelayanan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk, harus tetap 
    memperhatikan hak dan kepentingan negara, oleh karena itu dipandang perlu mengatur lebih lanjut 
    tata cara pemberian fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
    Nomor 135/KMK.05/2000 tanggal 1 Mei 2000 dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Mengingat : 

1.  Undang-undang Nomor 10 TAHUN 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, 
    Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
2.  Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 135/KMK.05/2000 tanggal 1 Mei 2000 tentang 
    Keringanan Bea Masuk atas Impor Mesin, Barang dan Bahan Dalam Rangka Pembangunan/
    Pengembangan Industri/Industri Jasa;
3.  Surat Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 1196/MPP/7/1997 tanggal 15 Juli 1997 tentang 
    Penunjukan PT SUCOFINDO untuk melaksanakan verifikasi atas Daftar Induk/Daftar Kebutuhan Mesin, 
    Barang dan Bahan Dalam Rangka Pembangunan Industri/Industri Jasa oleh Perusahaan Non PMA/
    PMDN;
4.  Surat Menteri Keuangan RI Nomor S-388/MK.01/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Penunjukan 
    Surveyor untuk verifikasi Masterlist.

                          MEMUTUSKAN :

Menetapkan : 

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PEMBERIAN KERINGANAN BEA
MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN OLEH INDUSTRI / INDUSTRI JASA YANG MELAKUKAN
PEMBANGUNAN / PENGEMBANGAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 135/KMK.05/2000 
TANGGAL 1 MEI 2000.


                        Pasal 1

(1)     Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :
    a.  Pembangunan adalah pendirian baru industri yang menghasilkan barang dan/atau jasa.
    b.  Pengembangan adalah perluasan (diversifikasi) hasil produksi dan restrukturisasi 
        (modernisasi dan rehabilitasi) mesin, peralatan pabrik dan peralatan lainnya beserta 
        komponen-komponennya, untuk tujuan peningkatan kapasitas produksi, mutu, jenis produksi, 
        efisiensi, dari industri/industri jasa yang telah ada.
    c.  Mesin adalah setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau 
        perkakas, dalam keadaan terpasang maupun terlepas yang digunakan untuk pembangunan 
        atau pengembangan industri/industri jasa, tidak termasuk suku cadang dan komponen.
    d.  Barang dan bahan adalah semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, 
        yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi.
    e.  Industri adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha untuk mengolah bahan mentah, 
        bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi, menjadi barang yang memiliki nilai 
        lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan 
        industri.
    f.  Industri Jasa adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha yang kegiatannya dibidang 
        jasa sebagaimana tersebut di bawah ini :
        -   Pariwisata, kecuali golf;
        -   Agribisnis/ Pertanian;
        -   Transportasi/ Perhubungan;
        -   Pelayanan Kesehatan;
        -   Telekomunikasi;
        -   Pusat Pertokoan, Supermarket, Department Store, terbatas untuk perusahaan PMDN 
            dan Non PMA/PMDN;
        -   Pertambangan;
        -   Pekerjaan Umum;
        -   Informasi;
        -   Pendidikan / Penelitian dan Pengembangan (Litbang);
        -   Kehutanan; dan
        -   Konstruksi.


                        Pasal 2

(1)     Atas impor mesin dalam rangka pembangunan/pengembangan industri/industri jasa diberikan 
    keringanan Bea Masuk sehingga tarif akhir Bea Masuknya menjadi 5% (lima persen).
(2)     Dalam hal tarif Bea Masuk yang tercantum dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) 5% atau 
    kurang maka yang berlaku adalah tarif Bea Masuk dalam BTBMI.
(3)     Keringanan Bea Masuk tersebut ayat 1 diberikan untuk jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) 
    tahun terhitung sejak tanggal Keputusan keringanan Bea Masuk, yang dapat diperpanjang 1 (satu) kali 
    untuk paling lama 1 (satu) tahun.


                        Pasal 3

(1)     Terhadap industri yang telah mendapat keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
    kecuali industri jasa, dalam rangka pembangunan dapat diberikan keringanan bea masuk atas impor 
    barang dan bahan untuk keperluan produksi 2 (dua) tahun sesuai kapasitas terpasang, sehingga tarif
    akhir Bea Masuknya menjadi 5% (lima persen) dengan jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) 
    tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan;
(2)     Terhadap industri yang telah mendapat keringanan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 
    kecuali industri jasa, dalam rangka pengembangan dapat diberikan keringanan Bea Masuk atas barang 
    dan bahan untuk keperluan tambahan produksi 2 (dua) tahun sehingga tarif akhir Bea Masuknya 
    menjadi 5 % (lima persen), apabila pengembangan menambah kapasitas sekurang-kurangnya 30% 
    (tiga puluh persen) dari besarnya kapasitas terpasang dengan jangka waktu pengimporan selama 2 
    (dua) tahun terhitung sejak tanggal keputusan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan;
(3)     Terhadap industri yang melakukan pembangunan/pengembangan dengan menggunakan mesin 
    produksi buatan dalam negeri dapat diberikan keringanan Bea Masuk atas impor barang dan bahan 
    sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan 2 untuk keperluan produksi/keperluan tambahan produksi 4 
    (empat) tahun, dengan jangka waktu pengimporan selama 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal 
    keputusan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan.
(4)     Dalam hal tarif Bea Masuk yang tecantum dalam BTBMI 5% (lima persen) atau kurang maka yang 
    berlaku adalah tarif Bea Masuk dalam BTBMI.


                        Pasal 4

(1)     Kebutuhan mesin, barang dan bahan dalam rangka pembangunan industri, dan tambahan kebutuhan 
    barang dan bahan dalam rangka pengembangan industri,diverifikasi oleh departemen/instansi terkait 
    yaitu :
    a)  Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN bagi perusahaan PMA/PMDN;
    b)  Depperindag atau instansi terkait lainnya bagi perusahaan Non PMA/PMDN;
(2)     Dalam melaksanakan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1, khusus dalam rangka 
    pembangunan, departemen / instansi terkait menggunakan surveyor yang ditunjuk Pemerintah yaitu 
    PT (Persero) SUCOFINDO.


                        Pasal 5

Terhadap impor mesin dalam rangka pembangunan/pengembangan industri/industri jasa dalam keadaan 
bukan baru harus disertai dengan sertifikat dari surveyor yang menyatakan bahwa mesin tersebut masih baik 
dan bukan scrap atau besi tua.


                        Pasal 6

(1)     Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak berlaku untuk industri perakitan kendaraan 
    bermotor, kecuali industri komponen kendaraan bermotor;
(2)     Industri/industri jasa yang telah mendapatkan fasilitas pembebasan/keringanan Bea Masuk 
    berdasarkan ketentuan lain, tidak dapat menggunakan fasilitas keringanan berdasarkan keputusan ini.


                        Pasal 7

(1)     Permohonan untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 diajukan 
    kepada :
    a)  Untuk Pembangunan Industri dalam rangka PMA/PMDN kepada Kepala Badan Penanaman 
        Modal dan Pembinaan BUMN atau pejabat yang ditunjuknya;
    b)  Untuk Pengembangan Industri PMA/PMDN dan Non PMA/PMDN serta Pembangunan Industri 
        Non PMA/PMDN kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan 
        atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat.
(2)     Tata cara pengajuan permohonan tersebut pada ayat 1 huruf b) dijelaskan pada Lampiran I 
    (Pembangunan Industri) dan Lampiran II (Pengembangan Industri) Surat Keputusan ini.


                        Pasal 8

Pemberian fasilitas keringanan Bea Masuk dimaksud dalam pasal 2 dan 3, sepanjang yang menyangkut pasal 
7 ayat (1) huruh b) dituangkan dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur 
Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Fasilitas Kepabeanan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea 
dan Cukai atas nama Menteri Keuangan.


                        Pasal 9

(1)     Keputusan Menteri Keuangan dimaksud dalam pasal 8 berlaku untuk :
    a)  Impor mesin atau barang dan bahan dengan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun 
        terhitung sejak tanggal Keputusan keringanan Bea Masuk atas mesin atau barang dan bahan;
    b)  Impor barang dan bahan atas pembelian mesin produksi/buatan dalam negeri sebagaimana 
        dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) dengan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun 
        terhitung sejak tanggal Keputusan keringanan Bea Masuk atas barang dan bahan;
(2)     Jangka waktu pengimporan tersebut pada ayat (1) dapat diperpanjang dengan batas waktu 
    sebagaimana tersebut pada pasal 2 ayat (3) dan pasal 3 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).


                        Pasal 10

Industri/industri jasa yang mendapatkan fasilitas keringanan bea masuk diwajibkan untuk :
a.  Menyelenggarakan pembukuan pengimporan mesin dan atau barang dan bahan untuk keperluan audit 
    di bidang kepabeanan;
b.  Menyimpan dan memelihara pembukuan, dokumen dan catatan-catatan lainnya sehubungan dengan 
    pemberian keringanan Bea Masuk untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak 
    realisasi impor pada tempat usahanya.
c.  Menyampaikan laporan tentang realisasi impor mesin dan atau barang dan bahan yang mendapat 
    keringanan Bea Masuk tersebut kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Verifikasi dan 
    Audit, dan juga kepada Badan Penanaman Modal dan pembinaaan BUMN khusus bagi industri PMA/
    PMDN.


                        Pasal 11

Atas barang yang mendapatkan fasilitas keringanan Bea Masuk sebagaimana tersebut pada pasal 2 dan atau 
pasal 3, pada saat pengimporannya tidak memenuhi ketentuan tentang jumlah, jenis, spesifikasi teknis yang 
tercantum dalam daftar barang dipungut Bea Masuk dan pungutan impor lainnya dengan tidak dikenakan 
denda.


                        Pasal 12

(1)     Atas mesin, barang dan bahan yang telah mendapatkan fasilitas keringanan Bea Masuk, hanya dapat 
    digunakan untuk kepentingan industri yang bersangkutan.
(2)     Penyalahgunaan mesin, barang dan bahan tersebut pada ayat (1), mengakibatkan batalnya fasilitas 
    keringanan Bea Masuk yang diberikan atas barang tersebut sehingga Bea Masuk yang terhutang harus 
    dibayar dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda 100% dari kekurangan Bea Masuk.


                        Pasal 13

(1)     Untuk pengamanan hak-hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan-ketentuan 
    kepabeanan dan cukai yang berlaku, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas 
    pembukuan, catatan, dan dokumen perusahaan yang berkaitan dengan pemasukan dan penggunaan
    mesin, barang dan barang.
(2)     Berdasarkan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha bertanggung jawab atas 
    pelunasan Bea Masuk yang terutang dan sanksi administrasi berupa denda.


                        Pasal 14

Perusahaan yang telah memperoleh fasilitas pembebasan Bea Masuk atas impor mesin, barang dan bahan 
berdasarkan ketentuan lama dan belum merealisir seluruh impornya dapat tetap menggunakan Surat Keputusan
pemberian fasilitas pabean berdasarkan ketentuan lama hingga berakhirnya masa berlaku Surat Keputusan 
yang bersangkutan, dengan ketentuan tidak dapat diperpanjang dan/atau diubah.


                        Pasal 15

Dengan diberlakukannya Surat Keputusan ini, Surat Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No.: 
KEP-01/BC/1999 dan No.: KEP-02/BC/1999 tanggal 04 Januari 1999, dinyatakan tidak berlaku.


                        Pasal 16

Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini mempunyai daya laku surut sejak tanggal 1 Mei 2000.

SALINAN Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini disampaikan kepada :
1.  Menteri Keuangan;
2.  Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
3.  Menteri Negara Investasi/Kepala BPM dan Pembinaan BUMN;
4.  Menteri Pertanian;
5.  Menteri Kesehatan;
6.  Menteri Pertambangan dan Energi;
7.  Menteri Kehutanan dan Perkebunan;
8.  Menteri Pendidikan Nasional;
9.  Menteri Perhubungan;
10.     Menteri Negara Pekerjaan Umum;
11.     Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya;
12.     Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah;
13.     Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT;
14.     Kepala Kantor Wilayah I s.d. XII DJBC;
15.     Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di seluruh Indonesia;
16.     Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia ( KADIN );
17.     Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI);
18.     Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI);
19.     Direktur Utama PT (Persero) SUCOFINDO.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Juni 2000
DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

R.B. PERMANA AGUNG D.
NIP 060044475
peraturan/0tkbpera/ea0d1687bc7b27bc6b5b34bc88f1b5dd.txt · Last modified: 2023/02/05 20:54 (external edit)